Anda di halaman 1dari 18

KONSEP DASAR TENTANG FIQH, USHUL FIQH DAN

SYARIAT
(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Fiqh)

Dosen Pengampu:

Drs. Asep Herdi, M.Ag.

Disusun Oleh:

Azhar Tsany
NIM: 1222050025
Badingah
NIM: 1222050028
Dini Salsabila
NIM: 1222050037

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
TAHUN
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Alhamdulillahirabbilalamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan beberapa kenikmatan. Diantara nikmat iman, islam serta kesehatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep dasar tentang
Fiqh, Ushul Fiqh, dan Syariat”.
Sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda alam, revolusi
dunia, pendobrak kebenaran yakni habibana wa nabiyyana Muhammad SAW. Yang
telah mengantarkan kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benarang
seperti saat ini.
Kami ucapkan terima kasih kepada bapak Drs. Asep Herdi, M.Ag. selaku dosen pada
mata kuliah Ilmu Fiqih semoga tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang di tekuni kami, serta teman taman kami
yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Dan terima kasih juga kepada
kelompok satu yang telah bekerja sama dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah
yang lebih baik lagi kedepannya. Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas
dari kekurangan dan kesalahan namun manusia tidak luput dari kesalahan. Kami
menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata, kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Bandung, Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................................... ii
Bab I : Pendahuluan ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
Bab II : Pembahasan .................................................................................................. 3
2.1 Konsep Dasar Fiqh dan Ilmu Fiqh ................................................................ 3
2.2 Konsep Dasar Ushul Fiqh ............................................................................. 5
2.3 Konsep Dasar Syariat .................................................................................... 11
Bab III Penutup .......................................................................................................... 14
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fenomena umum dikalangan umat Islam memandang fiqh sebagai
ekspresi kesatuan hukum Islam yang universal daripada sebagai ekspresi
keragaman partikuler. Fiqh telah mewakili hukum dalam bentu cita-cita daripada
sebagai respon atau refleksi kenyataan yang ada secara realis, fiqh juga memilih
stabilitas daripada perubahan. Demikian halnya yang terjadi diIndonesia para ulama
fiqh dalam memandang kitab-kitab fiqh klasik telah diidentikkan dengan hukum
Islam dan telah dijadikan rujukan utama mereka dalam pengambilan keputusan
hukum. Padahal kalau disadari bahwa kitab-kitab fiqh, lima atau enam abad yang
lalulebih merupakan ekspresi kultur tertentu ditempat para penyusunnya tinggal.
Ushul fikih merupakan suatu disiplin ilmu mengenai kerangka metode
pencarian hukum Islam. Sebagai sebuah metode, ia berhadapan dengan realitas
sosial tampil sebagai kerangka sosial atas fenomena yang terjadi, kini dan nanti.
Karena memang salah satu objek kajiannya terkait dengan aktifitas dan rutinitas
manusia, baik yang berhubungan dengan “Sang Hakim” ataupun antar sesama
“Mahkum”. Namun, dalam perkembangannya saat ini, ushul fikih mengalami
ketertinggalan oleh metodologi-metodologi hukum modern yang terus berkembang
cepat dalam menjawab persoalan masyarakat dunia.
Bagi umat Islam syari'ah adalah “tugas umat manusia secara
menyeluruh” meliputi moral, teologi, etika pembinaan umat, aspirasi spiritual,
ibadah formal dan ritual yang rinci. Syari'ah mencakup seluruh aspek hukum publik
dan perorangan, kesehatan bahkan kesopanan dan pembinaan budi. Mengingat
syari'ah merupakan pedoman dalam hubungannya dengan Allah, sesama, dan
lingkungan hidupnya. Syari'at adalah hukum Allah atau peraturan yang diturunkan
oleh Allah kepada manusia untuk dijadikan pedoman dalam hubungannya
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Dasar Fiqh dan Ilmu Fiqh?
2. Bagaimana Konsep Dasar Ushul Fiqh?
3. Bagaimana Konsep Dasar Syariat?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsep Dasar Fiqh dan Ilmu Fiqh.
2. Untuk mengetahui Konsep Dasar Ushul Fiqh.
3. Untuk mengetahui Konsep Dasar Syariat.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Fiqh dan Ilmu Fiqh
1. Konsep-konsep dalam Kajian Fiqh Menurut Ibn Hazm al-Dhahiri
Abu Muhammad 'Ali ibn Hazm al-Andalusi, seorang ulama besar
yang lahir di Andalusia (Spanyol) dan pengikut madzhab al-Dhahiriyah,
menyusun sebuah kitab yang diberi judul al-ihkam fi Ushul al- Ahkam.
Untuk memantapkan kajian fiqhnya, dan sekaligus mengurangi
kesalahpahaman pembaca atas pokok-pokok pikirannya, dalam kitab itu
pula dikemukakan pendefinisian konsep-konsep dasar fiqh. Konsep-konsep
yang didefinisikannya adalah al-Hadd, al-Rasm, al-Dalil, al-Hujjah, al-
Dilalah, dll.
2. Pengertian Fiqh dan Ilmu Fiqh
Fiqih menurut bahasa berarti al-fahm (pemahaman), yang pada
hakikatnya adalah pemahaman terhadap ayat-ayat ahkam yang terdapat di
dalam Alqur'an dan hadis-hadist Ahkam. Fiqih merupakan interperetasi
Ulama terhadap ayat-ayat dan hadist-hadist ahkam. Para Fuqoha
mengeluarkan hukum dari sumbernya dan tidak disebut membuat hukum,
sedangkan yang membuat hukum adalah Allah SWT Fiqh dalam pengertian
sederhana adalah ketentuan-ketentuan hukum syara' mengenai perbuatan
manusia mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan
manusia dan alam, digali dari dalil-dalil terperinci. Hukum yang dibahas
dalam Fiqih menyangkut 'amaliyyi atau hukum mengenai perbuatan
manusia, menyangkut bidang ibadah, bidang muamalah, perkawinan,
mawaris, jinayah dan siyasyah dan yang lainnya.
Menurut Al-Syatibi Fiqh adalah pemahaman tentang Syari'ah dan
penyelidikan tenang Syari'ah/menegakkan arti syari'ah dan aturan- aturan
rinci sangat diperlukan. Menurut Jasser Audah, Fiqih merupakan koleksi
besar para Ulama (Pendapat Yuridis) yang diturunkan Allah, berbagai
mazhab pemikiran untuk penerapan sya'riah dalam kehidupan nyata.
Dari difinisi tersebut dapat dipahami bahwa Fiqih adalah
pemahaman atau interpretasi para ulama terhadap ayat-ayat ahkam dan

3
hadist-hadist ahkam secara terperinci yang oleh fuqaha mengistimbatkan
hukum Islam dengan pemahaman mereka, tentunya sangat mungkin terjadi
perbedaan pendapat para ulama. Perbedaan pendapat para ulama
dipengaruhi beberapa faktor antara lain: kemampuan bahasa, pengetahuan
atau disiplin ilmu yang dimiliki, situasi dan kondisi dan pemahaman secara
menyeluruh terhadap hadist-hadist ahkam.
Ilmu Fiqh ialah Ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum Islam
yang berhubungan dengan perbuatan manusia. Ilmu ini merupakan bagian
dari syariat Islam dalam arti luas. Syariat Islam dalam arti luas meliputi
hukum-hukum yang bertalian dengan perbuatan manusia. Fiqh sebagai
ilmu, yang merupakan interperetasi para ulama terhadap garis hukum yang
difahami dari sumbernya yaitu Alqur'an dan hadist, ijma' dan Qiyas adalah
merupakan hasil ijtihat para ulama yang telah disusun secara sistematis
dalam bentuk buku teks yang merupakan bangunan pengetahuan dari
berbagai madzhab. Para ulama madzhab berbeda dalam metode istimbat
hukum.
Dalam Fiqh sebagai ilmu, oleh para ulama mengkategorikan
hukum perbuatan manusia (mukallaf) kepada lima kategori yaitu:
1) Wajib atau fardhu artinya segala sesuatu yang bila dikerjakanakan
mendapat pahala, sedang bila ditinggalkan akan mengakibatkan
dosa.
2) Mandhub atau Sunna' atau mushtahab adalah segala sesuatu yang
bila dikerjakan akan mendapat pahala dan bila tidak dikerjakan tidak
berimplikasi dosa.
3) Ibaha' dan muba' berarti perbuatan yang tidak mendatangkan pahala
bila dilakukan dan tidak berdosa bila melakukannya.
4) Karaha' atau makruh adaah sesuatu yang diberi pahala yang
meninggalkannya dan tidak berdosa bila meninggalkannya.
5) Haram adalah sesuatu yang diberi pahala orang yang
meninggalkannya dan diberi dosa orang yang melakukannya.
Fiqih sebagai ilmu yang digali dari dalil-dalil secara terperinci, dalam
membahas setiap masalah hukum selalu ada unsur-unsur berikut:

4
1) Dalil/ayat dan hadist yang menjadi landasan hukum darisuatu
permasalahan hukum.
2) Sabab atau sebab yaitu sesuatu yang keberadaannya dijadikan
sebagai pertanda keberadaan suaru hukum bagi sesuatu. Misalya,
sebab wajibnya sholat adalah masuknya waktu sholat, seperti fajar
atau terbenamnya matahari menjadi sebab wajib sholat subuh dan
maghrib.
3) Syarat, yaitu sesuatu yangtergantung padanya keberadaan hukum
syara' dan ia berada diluar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya
mengakibatkan tiadanya hukum. Misalnya, syarat sholat adalah
wudhu', sholat dianggab tidak dilakukan bila tidak berwudhu' dulu
sebelumnya, namum wudhu' bukanlah bagian dari sholat.
4) Rukun, yaitu sesuatu yang harus ada dalam melakukan perbuatan
hukum, bila tidak ada maka perbuatan menjadi tidak sah. Misalnya,
membaca al-fatihah adalah rukun shaolat, bila seorang lupa atau
sengaja tidak membaca al-fatihah maka sholatnya tidak sah.
5) Azima' dan rukhsha'. Azima adalah kewajiban-kewajiban sedang
rukhsha adalah keringanan meninggalkan kewajiban karena ada
uzhur/halangan.
6) Sah, batal dan fasad. Sah artinya terlaksananya perbuatan sejalan
dengan aturannya, memenuhi syarat dan rukunnya. Batal dan fasad
artinya perbuatan yang dalam pelaksanaannya tidak memenuhi
ketentuan yang telah ditetapkan, atau tidak memenuhi syarat dan
rukunnya.
2.2 Konsep Dasar Ushul Fiqh
1. Pengertian ushul fiqh
Ushul fiqh berasal dari bahasa Arab yang merupakan merupakan
gabungan dari dua kata, yakni ushul dan fiqh.1 Ushul adalah bentuk jama’ dari
al-ashl yang berarti pokok, dasar, pondasi, landasan bagi yang lainnya, dan kata
"fiqh" secara literal berarti paham atau mengerti tentang sesuatu secara

1
Darmawati, Ushul Fiqih, (Cet I: Frenadamedia Group, 2019), hlm. 7.

5
mendalam.2 Sedangkan Ushul Fiqh secara istilah menurut para ulama :
 Menurut Abdul Wahab Khallaf : Ushul Fiqh adalah pengetahuan tentang
kaidah-kaidah dan kajian-kajian yang digunakan untuk menemukan
hukum-hukum syara’ suatu perbuatan yang diperoleh dari dalil-dalil yang
terperinci.
 Menurut Abu Zahrah : Ushul Fiqh adalah pengetahuan tentang kaidah-
kaidah yang menjelaskan kepada mujtahid tentang metode-metode untuk
mengambil hukum-hukum suatu perbuatan dari dalil-dalil yang terperinci.
 Menurut Al-Amidi : Ushul fiqh adalah dalil-dalil fiqh dari segi
penunjukannya kepada hukum-hukum syara’ serta bagaimana orang-orang
yang kompeten menetapkan hukum dari dalil-dalil secara global, bukan
secara spesifik (tafshili).
 Menurut Abdul Hamid Hakim : Ushul Fiqh adalah dalil fiqh secara global,
seperti ucapan para ulama: suatu yang dikatakan sebagai perintah adalah
menandakan sebuah kewajiban, suatu yang dikatakan sebagai larangan
adalah menandakan sebuah keharaman, dan suatu yang dikatakan sebagai
perbuatan Nabi Muhammad saw., ijmak dan qiyas (analogi) adalah sebuah
hujjah.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, ushul fiqh dapat
dikatakan sebagai metode atau kaidah yang menjelaskan kepada ahli
hukum Islam (fukaha) bagaimana cara mentapkan, mengeluarkan atau
mengambil hukum dari dalil-dalil syara’, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah
atau dalil-dalil yang disepakati oleh para ulama. Dengan kata lain, ushul
fiqh adalah metodologi yang tidak hanya digunakan untuk memahami
hukum-hukum syara’ saja, melainkan juga dapat berfungsi untuk
menetapkan dan menghasilan hukum-hukum syara’ yang bersifat
furu’iyah.
2. Obyek Pembahasan Ushul Fiqih
Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, terutama berbagai definisi yang
dikemukakan oleh para ulama ahli ilmu ushul fiqh dapat diketahui bahwa ruang
lingkup kajian (maudhu’) dari ilmu ushul fiqh secara global, di antaranya :

2
Moh. Bahrudin, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandar Lampung: Aura, 2013), hlm. 3.

6
a. Sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahan.
b. Bagaimana memanfaatkan dalil dan sumber hukum tersebut.
c. Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.
d. Syarat-syarat orang yang berwenang melakukan istinbath (mujtahid)
dengan berbagai permasalahnya.
Sedangkan menurut Al-Ghazali obyek pembahasan dalam ushul fiqh ada
empat bagian, yaitu:
a. Pembahasan tentang hukum syara’ dan yang berhubungan dengannya,
seperti hakim, mahkum fih, dan mahkum ‘alaih.
b. Pembahasan teang sumber-sumber dan dalil-dalil hukum.
c. Pembahasan tentang cara pengistinbatan hukum dari sumber-sumber dan
dalil-dalil tersebut.
d. Pembahasan tentang ijtihad.3
Sehingga dapat dikatakan bahwa yang menjadi obyek pembahasan ushul
fiqh ialah tentang tentang macam-macam dalil, syarat dan rukunnya,
tingkatannya serta kehujahannya. Maka para ahli ushul akan membahas Al-
Qur’an, sunnah, ijma, qiyas serta kehujahannya, dalil ‘am dan yang
membatasinya, amr dan hal-hal yang menunjukkan amr. Pendeknya obyek
pembahasan ushul fiqh itu, membahas semua perangkat yang dibutuhkan oleh
para faqih sehingga terhindar dari kesalahan dalam istinbat hukum.
3. Tujuan Mempelajari Ushul Fiqih
Menurut Abdul Wahab Khallaf, mempelajari ilmu ushul fiqih memiliki
tujuan untuk : “mampu menerapkan kaidah terhadap dalil-dalil guna
memperoleh hukum syari’at dan dapat memahami nas-nas syari’at serta
kandungan hukumnya”.4
Sedangkan menurut al-Khudhari Beik dalam kitab ushul fiqhnya, tujuan
mempelajari ilmu ushul fiqh adalah sebagai berikut:
a. Mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid,
agar mampu menggali hukum syara’ secara tepat.

3
Satria Effendi, Ushul Fiqih, (Cet VII: Kencana, 2017) hlm. 11.
4
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Cet I: Kencana Prenada Media Group, 2011) lhm. 8.

7
b. Sebagai acuan dalam menentukan dan menetapkan hukum syara’ melalui
metode yang dikembangkan oleh para mujtahid, sehinggga dapat
memecahkan berbagai persoalan baru yang muncul.
c. Memelihara agama dari penyimpangan penyalahgunaan sumber dan dalil
hukum. Ushul fiqh menjadi tolak ukur validitas kebenaran sebuah ijtihad.
d. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, dilihat dari dalil
yang mereka gunakan.
e. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil
yang digunakan dalam berijtihad, sehingga para pemerhati hukum Islam
dapat melakukan seleksi salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan
mengemukakan pendapatnya.5
4. Perkembangan Ilmu Ushul Fiqih
Perkembangan ilmu Ushul Fiqh terbagi menjadi dua periode yaitu
periode sebelum dibukukan dan periode setelah dibukukan.
a. Periode Sebelum Dibukukan
1) Masa Sahabat
Meskipun kenyataan sejarahnya fikih sebagai produk ijtihad lebih
dahulu dikenal dan dibukukan dibandingkan dengan ushul fiqh, namun
menurut Muhammad Abu Zahrah, ushul fiqh dalam praktiknya telah
muncul berbarengan dengan munculnya fikih. Alasannya, karena secara
metodologis, fikih tidak akan terwujud tanpa ada metode istinbat, dan
metode istinbat itulah sebagai inti dari ushul fiqh. Fikih sebagai produk
ijtihad mulai muncul pada masa sahabat. Dalam melakukan ijtihad
secara praktis mereka telah menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh
meskipun belum dirumuskan dalam satu disiplin ilmu.
Kemampuan para sahabat dalam bidang ini, di samping berakar
dari bimbingan Rasulullah SAW, juga kemampuan bahasa Arab mereka
yang masih tinggi dan jernih. Mereka, khususnya yang kemudian
terkenal banyak melakukan ijtihad di bidang hukum Islam, mengikuti
langsung praktik-praktik tasyri’ (pembentukan hukum) dari Rasulullah
SAW. Mereka adalah orang-orang yang dekat dengan Rasulullah SAW

5
Moh. Bahrudin, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandar Lampung: Aura, 2013), hlm. 8.

8
dan selalu menyertainya dan menyaksikan sendiri peristiwa-peristiwa
hukum yang dipecahkan Rasulullah, sehingga mereka tahu betul
bagaimana cara memahami ayat dan dapat menangkap tujuan
pembentukan hukumnya. Para sahabat juga mempraktikan ijma’, qiyas,
dan istislah (maslahah mursalah) bilamana hukum suatu masalah tidak
ditemukan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2) Masa Tabi’in dan imam-imam mujtahid sebelum imam Syafi’i
Ilmu ushul fiqh menjadi lebih jelas lagi pada masa tabi’in dan
imam-imam mujtahid. Pada masa ini intinbat sudah mengalami
perluasan karena bertambah luasnya daerah Islam sehingga banyak
permasalahan baru yang muncul. Sumber hukum yang digunakan
sebagai dasar-dasar intinbatnya adalah Al-Qur’an, As-Sunnah, fatwa
sahabat, ijma’, qiyas, dan maslahah mursalah. Pada masa sebelum
imam Syafi’i dikenal dua tokoh utama, yaitu: Pertama: Iman Abu
Hanifah an-Nu’man (w.150 H) dasar intinbatnya berurutan dari mulai
Al-Qur’an, As-Sunnah, fatwa sahabat dan pendapat yang disepakati
oleh para Sahabat. Kedua: Imam Malik bin Anas (w.178 H) selain
menggunakan Al-Qur’an dan sunnah ia juga menggunakan praktik Ahli
Madinah.
b. Periode Pembukuan Ushul Fiqh
Ilmu ushul fiqh tumbuh pada abad kedua hijriah yang dilatarbelakangi
oleh perdebatan sengit antara ahlul hadis dan ahlu al-ra’yi. Pada penghujung
abad kedua dan awal dari abad ketiga hijriah muncul Muhammad bin Idris
al-Syafi’I (150 H- 204 H), yang membukukan ushul fiqh dengan karyanya
yang bernama al-risalah. Masa pembukuan ini berbarengan dengan masa
Harun ar-Rasyid (145 H-193 H) yaitu khalifah kelima dari Dinasti
Abbsiyah. Menurut Abdul Wahab Khallaf, ilmu ushul fiqh berkembang
menjadi besar setalah mencapai perjalanan 200 tahun.6
5. Beberapa Aliran Ushul Fiqh
Maraknya kajiaan ushul fiqh setelah imam Syafi’i sebagai penemu ushul
fiqh terus berkembang yang terus diwarnai dengan oleh kecenderungan yang

6
Satria Effendi, Ushul Fiqih, (Cet VII: Kencana, 2017) hlm. 16-20.

9
berbeda dalam merumuskan kaidah dalam memahami Al-Qur’an dan Sunnah,
yang memang sudah terjadi sebelumnya, beberapa aliran ushul fiqh tersebut
antara lain:

 Jumhur Ulama Ushul Fiqh


Jumhur ulama disebut juga aliran Syafi’iyah, muatakallim. Pencetusnya
adalah Imam Syafi’i, metode pembahasan dalam aliran ini didasari oleh
logika yang bersifat rasional dan terdapat dalil baginya. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa pembahasan ushul fiqh menurut aliran jumhur
ulama ini bersifat teoritis tanpa disertai contoh dan bersifat murni karena
tidak mengacu pada madzhab fiqh tertentu yang
 Aliran Hanafiyah (Ahnaf) atau Fuqaha
Aliran Hanafiyah icetuskan oleh Imam Abu Hanifah, aliran ini disebut
juga dengan aliran fuqaha (ahli fiqh). Dalam merumuskan kaidah ushul fiqh,
mereka berpedoman kepada pendapat fiqh Abu Hanifah dan pendapat para
muridnya serta melengkapinya dengan contoh-contoh. Cara yang digunakan
dengan istiqra' (induksi) terhadap pendapat-pendapat imam sebelumnya.
Metode yang dipakai oleh aliran Hanafiyah ini dalam menyusun kaidah-
kaidah ditempuh berdasarkan asumsi, bahwa para imamnya terdahulu telah
menyandarkan ijtihadnya pada kaidah-kaidah ini atau bahasan-bahasan
ushuliyah ini. Jadi, semata-mata perhatian mereka itu tertuju kepada
masalah ushul fiqh para imamnya yang diambil dari masalah-masalah furu'
dalam melakukan istinbat.
 Campuran adalah gabungan dari metode mutakallim dan metode Hanafiyah.
Metode yang yang dilakukan adalah dengan menggabungkan kedua aliran
tersebut.
6. Perbedaan Fiqh dan Ushul Fiqh
Terdapat beberapa perbedaan antara fiqh dan ushul fiqh, antara lain:
a. Dilihat dari objek pembahasannya, ilmu ushul fiqh membahas tentang
kaidah-kaidah yang bersifat umum (kulli) dan hukum yang bersifat umum.
Adapun yang menjadi objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang

10
bersifat juz'i, sehingga menghasilkan hukum juz'i pula yang berhubungan
dengan perbuatan mukalaf.
b. Dilihat dari tujuan yang hendak dicapai, ushul fiqh bertujuan untuk dapat
menerapkan kaidah-kaidah yang bersifat kulli terhadap nas-nas syariat
sedangkan Ilmu fiqh bertujuan untuk menerapkan hukum syariat terhadap
perbuatan dan ucapan mukalaf.
c. Ushul fiqh merupakan dasar pijakan bagi ilmu fiqh, sedangkan fiqh
merupakan hasil/produk dari ushul fiqh. Dengan kata lain dari ushul figh
akan melahirkan fiqh.
d. Dilihat dari sifatnya, ushul fiqh lebih bersifat kebahasaan (teoretis)
sedangkan fiqh lebih bersifat praktis.
2.3 Konsep Dasar Syariat
Syariat adalah istilah yang sering digunakan dalam konteks agama Islam.
Secara harfiah, syariat berasal dari bahasa Arab yang berarti jalan atau cara. Dalam
agama Islam, syariat merujuk pada aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh Allah
melalui kitab suci Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Syariat
merupakan dasar dari hukum Islam dan merupakan bagian integral dari ajaran
agama Islam.
1. Sumber Hukum Syariat
Sumber hukum syariat adalah Al-Quran, Sunnah, Ijma, dan Qiyas. Al-
Quran adalah sumber hukum utama dalam Islam dan merupakan kata-kata
Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Sunnah adalah
ajaran dan tindakan Nabi Muhammad SAW yang diturunkan dari generasi ke
generasi melalui lisan dan tulisan. Ijma adalah kesepakatan ulama dalam hal-
hal yang tidak ditentukan dalam Al-Quran dan Sunnah. Qiyas adalah penalaran
analogi berdasarkan hukum yang telah ada untuk menyelesaikan masalah yang
belum diatur dalam Al-Quran dan Sunnah.
2. Tujuan Syariat
Tujuan syariat adalah untuk memelihara kehidupan manusia di dunia dan
akhirat. Tujuan syariat juga adalah untuk membentuk masyarakat yang adil,
sejahtera, dan bertaqwa kepada Allah SWT. Syariat juga memiliki tujuan untuk
menjaga hubungan antara manusia dengan Allah SWT dan antara manusia

11
dengan sesama manusia.
3. Prinsip-prinsip Syariat
Prinsip-prinsip syariat meliputi Tauhid, Keadilan, Keseimbangan,
Kesederhanaan, Kemanfaatan, dan Kepastian Hukum. Tauhid adalah
keyakinan dalam keesaan Allah SWT dan mengakui bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah SWT. Keadilan adalah prinsip yang menjamin keadilan sosial dan
hukum bagi semua orang tanpa pandang bulu. Keseimbangan adalah prinsip
yang menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban. Kesederhanaan
adalah prinsip yang menjamin penghematan dalam pengeluaran dan menekan
kemewahan yang berlebihan. Kemanfaatan adalah prinsip yang menjamin
kemanfaatan dan manfaat bagi semua orang. Kepastian Hukum adalah prinsip
yang menjamin kepastian hukum bagi semua orang.
4. Bidang-bidang Syariat
Syariat meliputi bidang-bidang seperti Ibadah, Muamalah, Jinayat, dan
Siyasah. Ibadah adalah bidang syariat yang berkaitan dengan kewajiban agama
seperti sholat, zakat, puasa, dan haji. Muamalah adalah bidang syariat yang
berkaitan dengan hubungan manusia dalam kegiatan ekonomi seperti jual beli,
pinjaman, dan sewa. Jinayat adalah bidang syariat yang berkaitan dengan
pelanggaran hukum pidana seperti pencurian, pembunuhan, dan zina. Siyasah
adalah bidang syariat yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan urusan
negara.
5. Hukum Syariat
Hukum syariat adalah sebuah sistem hukum yang berlandaskan pada
ajaran agama Islam. Dalam hal ini, hukum syariat meliputi segala aspek
kehidupan manusia, baik dalam urusan pribadi, keluarga, sosial, maupun
ekonomi. Sistem hukum ini didasarkan pada Al-Quran dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW serta diinterpretasikan oleh para ulama. Dalam makalah ini,
akan dibahas mengenai pengertian hukum syariat, prinsip-prinsip hukum
syariat, serta implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Hukum syariat adalah aturan-aturan hukum yang berlandaskan pada Al-
Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dalam pengaplikasiannya, hukum
syariat mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti ibadah, muamalah,

12
jinayah, dan siyasah. Tujuan utama dari hukum syariat adalah untuk
menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh manusia.
Ada beberapa prinsip dasar yang menjadi landasan hukum syariat, yaitu:
 Tauhid: Prinsip ini menyatakan bahwa hanya Allah SWT yang
memiliki hak untuk membuat aturan-aturan hukum. Oleh karena itu,
semua hukum syariat harus berlandaskan pada ajaran agama Islam.
 Keadilan: Prinsip ini menuntut agar hukum syariat diterapkan dengan
adil tanpa diskriminasi terhadap golongan atau individu tertentu.
Keadilan ini juga mencakup aspek hak asasi manusia, seperti hak atas
kebebasan, keadilan, dan kesetaraan.
 Kemanfaatan: Prinsip ini menekankan pada pentingnya hukum syariat
untuk membawa manfaat bagi seluruh manusia. Oleh karena itu, setiap
hukum yang dibuat harus dapat memberikan manfaat bagi seluruh umat
manusia.
 Kemudahan: Prinsip ini menuntut agar hukum syariat mudah dipahami
dan diterapkan oleh seluruh umat manusia. Hal ini agar hukum syariat
dapat dijalankan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.
Hukum syariat memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari
umat Muslim. Beberapa contoh implementasi hukum syariat dalam kehidupan
sehari-hari antara lain:
 Ibadah: Hukum syariat mengatur tentang ibadah seperti shalat, puasa,
zakat, dan haji. Seluruh umat Muslim wajib menjalankan ibadah-
ibadah tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam hukum
syariat.
 Muamalah: Hukum syariat mengatur tentang muamalah, yakni
berbagai transaksi ekonomi dan keuangan. Contoh muamalah adalah
jual beli, riba, sewa-menyewa, dan lain-lain. Dalam muamalah,
hukum syariat menekankan pada aspek keadilan.

13
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Fiqih menurut bahasa berarti al-fahm (pemahaman), yang pada hakikatnya
adalah pemahaman terhadap ayat-ayat ahkam yang terdapat di dalam Alqur'an dan
hadis-hadist Ahkam. Fiqih merupakan interperetasi Ulama terhadap ayat-ayat dan
hadist-hadist ahkam. Fiqh dalam pengertian sederhana adalah ketentuan-ketentuan
hukum syara' mengenai perbuatan manusia mengatur hubungan manusia dengan Allah,
manusia dengan manusia dan alam, digali dari dalil-dalil terperinci. Hukum yang
dibahas dalam Fiqih menyangkut 'amaliyyi atau hukum mengenai perbuatan manusia,
menyangkut bidang ibadah, bidang muamalah, perkawinan, mawaris, jinayah dan
siyasyah dan yang lainnya.
Ushul fiqh dapat dikatakan sebagai metode atau kaidah yang menjelaskan
kepada ahli hukum Islam (fukaha) bagaimana cara mentapkan, mengeluarkan atau
mengambil hukum dari dalil-dalil syara’, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah atau dalil-
dalil yang disepakati oleh para ulama. Dengan kata lain, ushul fiqh adalah metodologi
yang tidak hanya digunakan untuk memahami hukum-hukum syara’ saja, melainkan
juga dapat berfungsi untuk menetapkan dan menghasilan hukum-hukum syara’ yang
bersifat furu’iyah.
Syariat adalah istilah yang sering digunakan dalam konteks agama Islam. Secara
harfiah, syariat berasal dari bahasa Arab yang berarti jalan atau cara. Dalam agama
Islam, syariat merujuk pada aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh Allah melalui
kitab suci Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Syariat merupakan dasar dari
hukum Islam dan merupakan bagian integral dari ajaran agama Islam.

14
DAFTAR PUSTAKA

al-Zuhayli. (n.d.). Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu.


Bahrudin. (2013). Ilmu Ushul Fiqih. Bandar Lampung
Darmawati. (2019). Ushul Fiqih.
Effendi, S. (2017). Ushul Fiqih.
Hafsah. (2016). Pembelajaran Fiqih. Bandung
Khalil, H. (2018). Journal of Islamic Law and Culture.
Nurhayati. (2018). Memahami Konsep Syariah Fiqih Hukum dan Ushul Fiqih. Maros.
Sekolah Tinggi Agama Islam DDI Maros.
Rusyd, I. (n.d.). Al-Muqaddimah fi Usul al-Fiqh.
Sayyid, S. (n.d.). Fiqh al-Sunnah.
Shidiq, S. (2011). Ushul Fiqih.

15

Anda mungkin juga menyukai