Makalah ini dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah Ushul Fiqh
Dosen Pengampu:
Dr. Sugeng Wanto, S,Ag., M,Ag.
Disusun oleh kelompok 1:
Miladur Rizki 0403222327
Masliani 0403222118
MEDAN
T.A. 2023/2024
PENDAHULUAN
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat,
hidayah, rahmat, dan ma’unah-Nya kepada kita semua. Shalawat dan salam kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa syariat yang
lengkap dan sempurna sehingga menjadi pedoman bagi umat Islam dalam mencapai
kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat kelak.
Awalnya mata kuliah Fiqh dan Ushul fiqh diajarkan terpisah kepada para
mahasiswa di UINSU. Beberapa tahun belakangan ini kedua mata kuliah tersebut
digabung menjadi satu dengan nama mata kuliah “Fiqh dan Ushul fiqh” di
lingkungan UINSU.
Maka daripada itu, kami sebagai pemakalah menyadari bahwasanya
makalah yang kami buat ini sangat jauh dari kata baik. Jadi, kami mengharapkan
Kritik, dan Saran terhadap makalah yang kami buat. Kepada Allah kami memohon
ampun, dan kepada Dosen serta teman-teman sekalian kami memohon maaf.
Kelompok 1
iii
DAFTAR ISI
A. LATAR BELAKANG
Secara definitif, fiqh berarti “ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang
bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili”. Dalam
definisi ini, fiqh diibaratkan ilmu karena fiqh itu semacam ilmu pengetahuan.
Memang fiqh itu tidak sama dengan ilmu seperti disebutkan di atas, fiqh itu bersifat
zhanni. Fiqh adalah apa yang dapat dicapai oleh mujtahid dengan zhan-nya,
sedangkan ilmu tidak bersifat zhanni seperti fiqh. Namun karena zhan dalam fiqh
ini kuat, maka ia mendekati kepada ilmu; karenanya dalam definisi ini ilmu
digunakan juga untuk fiqh.1
Dalam definisi di atas terdapat batasan atau pasal yang di samping
menjelaskan hakikat dari fiqh itu, sekaligus juga memisahkan arti kata fiqh itu dari
yang bukan fiqh. Kata “hukum” dalan definisi tersebut menjelaskan bahwa hal-hal
yang berada di luar apa yang dimaksud dengan kata “hukum”, seperti zat, tidaklah
termasuk ke dalam pengertian fiqh. Bentuk jamak dari hukum adalah “ahkam”.
Disebut dalam bentuk jamak, adalah untuk menjelaskan bahwa fiqh itu ilmu tentang
seperangkat aturan yang disebut hukum.
Penggunaan kata “syar’iyyah” atau “syariah” dalam definisi tersebut
menjelaskan bahwa fiqh itu menyangkut ketentuan yang bersifat syar’i, yaitu
sesuatu yang berasal dari kehendak Allah. Kata ini sekaligus menjelaskan bahwa
sesuatu yang bersifat ‘aqli seperti ketentuan dua kali dua adalah empat atau yang
bersifat hissi seperti ketentuan bahwa api itu panas bukanlah lapangan ilmu fiqh.
Kata “amaliah” yang terdapat dalam definisi fiqh tersebut menjelaskan bahwa fiqh
itu hanya menyangkut tindak tanduk manusia yang bersifat lahiriah. Dengan
demikian hal-hal yang bersifat bukan amaliah seperti masalah keimanan atau
akidah tidak termasuk dalam lingkungan fiqh dalam artian ini. Umpamanya
ketentuan bahwa Allah itu bersifat Esa dan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat.
Penggunaan kata “digali dan ditemukan” mengandung arti bahwa fiqh itu
adalah hasil penggalian, penemuan, penganalisisan, dan penentuan ketetapan
tentang hukum. Karenanya bila bukan dalam bentuk hasil suatu penggalian—
seperti mengetahui apa-apa yang secara lahir dan jelas dikatakan Allah—tidak
disebut fiqh. Fiqh itu adalah hasil penemuan mujtahid dalam hal-hal yang tidak
dijelaskan oleh nash. Kata “tafsili” dalam definisi itu menjelaskan tentang dalil-
dalil yang digunakan seorang fakih atau mujtahid dalam penggalian dan
1
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 3.
1
penemuannya. Karena itu, ilmu yang diperoleh orang awam dari seorang mujtahid
yang terlepas dari dalil tidak termasuk ke dalam pengertian fiqh.2
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya fiqh dapat dipahami
dari empat sudut pandang. Pertama, fiqh merupakan ilmu tentang syara’. Kedua, fiqh
mengkaji hal-hal yang bersifat ‘amaliyah furu’iyah (praktis dan bersifat cabang). Ketiga,
pengetahuan tentang hukum syara’ yang didasarkan pada dalil tafsili yakni Al-Qur'an dan
Sunnah. Keempat, fiqh digali dan ditentukan melalui penalaran dan istidlal (penarikan
kesimpulan) mujtahid. 5
B. RUMUSAN MASALAH
Apa itu pengertian Fiqh dan Ushul Fiqh?
Bagaimana hubungan Fiqh dan Ushul Fiqh?
Apa saja ruang lingkup Fiqh dan Ushul Fiqh?
C. TUJUAN
Untuk mengetahui pengertian dari Fiqh dan Ushul Fiqh
Untuk mengetahui hubungan antara Fiqh dan Ushul Fiqh
Untuk mengetahui apa-apa saja ruang lingkup dari Fiqh dan Ushul Fiqh
2
Ibid, h. 3
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pada hakikatnya, fiqh dapat dipahami dari emoat sudut pandang. Pertama,
fiqh merupakan ilmu tentang syara’. Kedua, fiqh mengkaji hal-hal yang bersifat
‘amaliyah furu’iyah (praktis dan bersifat cabang). Ketiga, pengetahuan tentang
hukum syara’ yang didasarkan pada dalil tafshil yakni Alqran dan Sunnah.
Keempat, fiqh digali dan ditentukan melalui penalaran dari istidlal (penarikan
kesimpulan) mujtahid.3
Ushul fiqh merupakan gabungan dari dua kata, yakni ushul yang berarti
pokok, dasar, pondasi, dan kata fiqh secara literal yang berarti paham atau mengerti
tantang sesuatu. Kemudia mendapat tambahan ya’nisbah yang berfungsi
mengkategorikan atau penjenisan. Penggunaan kata fiqh dengan pengertian
“paham”, antara lain tersebut dalam Alquran Qs at-Taubah 122 disebutkan bahwa:
3
Nurhayati, Ali Imran Sinaga, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta : 2018, PRENADA MEDIA
GRUP) h. 11
3
Artinya : “hendalklah segolongan dari mereka ada sekelompok orang yang
pergiuntuk memahami ajaran agama dan untuk memberi peringan kepada kaumnya
ketka kembali kepada mereka”. (Qs at-Taubah : 122)
Adapun pengertian fiqh secara terminologis atau menurut istilah syara’
adalah :
Sebagaimana nama dari suatu bidang ilmu dalam khazanah studi keIslaman,
para ulama mengungkapkan defenisi ilmu ushul fiqh dalam berbagai redaksi.
Menurut Abdul Wahab Khallaf, ushul fiqh adalah:
4
menetapkan hukum dari dari dalil-dalil secara global, bukan secara spesifik
(tafshili).”
Sedangkan menurut Abdul Hamid Hakim ushul fiqh adalah dalil fiqh secara
global, seperti ucapan para ulama suatu yang dikatakan sebagai perintah adalah
menandakan sebuah kewajiban, suatu yang dikatakan sebagai larangan adalama
menandakan sebuah keharaman, dan suatu yang dikatakan perbuatan Nabi
Muhammada SAW, ijma’ dan qiyas (analogy) adalah hujjah.
Ushul fiqh merupakan ilmu yang secara garis besar mengkaji cara-cara
mengistinbath (menggali hukum). Sekalipun ushul fiqh muncul setelah fiqh, tetapi
secara teknis, terlebih dahulu para ulama menggunakan ushul fiqh untuk
menghasilkan fiqh. Artinya sebelum ulama menetapkan suara perkara itu haram, ia
telah mengkaji dasar-dasar yang menjadi alasan perkara itu diharamkan. Hukum
haramnya disebut fiqh, dan dasar-dasar sebagai alasannya disebut ushul fiqh.
4
Dr. Moh. Baharuddin, M. Ag, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandar Lampung : 2019, AURA) h. 3-5
5
Kemudian tujuan dari pada ushul fiqih itu sendiri adalah
untuk mengetahui jalan dalam mendapatkan hukum syara’ dan cara-cara untuk
menginstinbatkan suatu hukum dari dalil-dalilnya. Dengan menggunakan ushul
fiqih itu, seseorang dapat terhindar dari jurang taklid.5 Ushul fiqih itu juga sebagai
pemberi pegangan pokok atau sebagai pengantar dan sebagai cabang ilmu fiqih
itu.Dapat dikatakan bahwa ushul fiqih sebagai pengantar dari fiqih, memberikan
alat atau sarana kepada fiqih dalam merumuskan, menemukan penilaian-
penilaian syari’at dan peraturan-peraturannya dengan tepat.
5
Basiq Djalali, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 17.
6
Ade Dedi rohayana, ilmu Ushul fiqih (pekalongan: STAIN Press, 2006) hal.10
6
• Sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya.
• Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
• Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.
• Syarat – syarat orang yang berwenang melakukan istinbat
(mujtahid) dengan berbagai permasalahannya.
7
Ibid,hal.11
7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada hakikatnya, fiqh dapat dipahami dari empat sudut pandang. Pertama,
fiqh merupakan ilmu tentang syara’. Kedua, fiqh mengkaji hal-hal yang bersifat
‘amaliyah furu’iyah (praktis dan bersifat cabang). Ketiga, pengetahuan tentang
hukum syara’ yang didasarkan pada dalil tafshil yakni Alqran dan Sunnah.
Keempat, fiqh digali dan ditentukan melalui penalaran dari istidlal (penarikan
kesimpulan) mujtahid.
Ushul fiqh merupakan gabungan dari dua kata, yakni ushul yang berarti
pokok, dasar, pondasi, dan kata fiqh secara literal yang berarti paham atau mengerti
tantang sesuatu. Kemudia mendapat tambahan ya’nisbah yang berfungsi
mengkateorikan atau penjenisan.
Hubungan ushul fiqh dengan fiqh adalah seperti hubungan ilmu mantiq
(logika) dengan filsafat; mantiq merupakan kaidah berfikir yang memelihara akal
agar tidak terjadi kerancuan dalam berpikir. Juga seperti hubungan ilmu nahwu
dengan bahasa arab, ilmu nahwu sebagai gramatika yang menghindarkan kesalahan
seseorang di dalam menulis dan mengucapkan bahasa arab. Demikian ushul fiqh
diumpakan dengan ilmu mantiq atau ilmu nahwu, sedangkan fiqh seperti ilmu
filsafat atau bahasa arab, sehingga ilmu ushul fiqh berfungsi menjaga agar tidak
terjadi kesalahan dalam mengistibathkan hukum. Ushul fiqh merupakan ilmu yang
secara garis besar mengkaji cara-cara mengistinbath (menggali hukum). Sekalipun
ushul fiqh muncul setelah fiqh, tetapi secara teknis, terlebih dahulu para ulama
menggunakan ushul fiqh untuk menghasilkan fiqh. Artinya sebelum ulama
menetapkan suara perkara itu haram, ia telah mengkaji dasar-dasar yang menjadi
alasan perkara itu diharamkan. Hukum haramnya disebaut fiqh, dan dasar-dasar
sebagai alasannya disebut ushul fiqh.
8
Ruang lingkup ushul fiqh dari sumber dan dalil hukum dengan berbagai
permasalahannya. Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya. Syarat – syarat orang
yang berwenang melakukan istinbat (mujtahid) dengan berbagai permasalahannya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Syarifuddin, Amir. 1997, Ushul Fiqh, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu), Jilid 1.
I. Ali, Sinaga, Nurhayati. 2018, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PRENADA
MEDIA GRUP).
Baharuddin. 2019, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandar Lampung : AURA).
R. Dedi. Ade. 2006, Ilmu Ushul fiqih (pekalongan: STAIN Press).
Djalali, Basiq. 2010, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana)
10