TARIKH TASYRI’
DOSEN PENGAMPU:
Eman Suherman, S.Pd.I.,M,Pd.
DISUSUN OLEH:
Unaisah
JURUSAN TARBIYAH
FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH
KLATEN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya milik Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
limpahan rahamat, taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dengan baik dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Dalam penulisan makalah ini Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.
Unaisah
DAFTAR ISI
i
HALAMAN JUDUL .............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN .........................................................................................
B. SARAN .....................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ilmu fiqih adalah salah satu ilmu keislaman yang hingga kini cukup
berkembang, hal ini terbukti dengan kekayaan warisan khazanah klasik yang
dimilikinya hingga maraknya berbagai kegiatan atau forum kajian ilmu fiqih
seperti bahts al-masâil fiqhiyah yang dilakukan lembaga dan ormas-ormas
Islam maupun lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren. Namun
yang tampaknya perlu mendapat perhatian khusus adalah munculnya kesan
kuat dalam masyarakat, bahwa Islam yang mereka pahami adalah fiqih itu
sendiri, karena ia menyajikan aturan dan rambu-rambu hukum yang jelas
sehingga dapat mereka jadikan pegangan. Ini mengindikasikan kedudukan fiqih
sebagai sebuah ilmu sering belum dapat dimaknai secara proporsional,
sehingga cenderung tidak dibedakan mana ajaran dasar Islam yang bersifat
absolut, dan mana ajaran fiqih yang bisa berkembang dan mengalami
perubahan sesuai dengan dinamika sosial.
Dalam mempelajari fiqih, bukan sekedar teori yang berarti tentang ilmu yang
jelas pembelajaran yang bersifat alamiah, harus mengandung unsur teori dan
praktek. Belajar fiqih untuk diamalkan bila berisi perintah, harus dapat
dilaksanakan, bila berisi larangan, harus dapat dijauhi dan ditinggalkan.
1
2
B. RUMUSAN MASALAH
a) Apa pengertian fiqih?
b) Apa perbedaaan fiqih dengan syari’at?
c) Apa objek ilmu fiqih islam?
d) Bagaimana tujuan dan kebutuhan terhadap syari’at?
e) Bagaimana keberagaman syari’at?
C. TUJUAN MAKALAH
Menjelaskan pengertian fiqih
Menjelaskan perbedaan antara fiqih dan syari’at
Menjelaskan objek ilmu fiqih islam
Menjelaskan tujuan dan kebutuhan terhadap syari’at
Menjelaskan keberagaman syariat
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FIQIH
1
Abû Hasan Ahmad Fâ ris bin Zakariya, Mu'jam Maqâyis al-Lughah Jilid II (Mesir:
Mustafa al-Babi al-Halabi, 1970), 442.
2
Muhammad Fathi al-Duraini, Buhûts Muqâranah fi al-Fiqh al-Islâmi (Beirut: Muassasah al-
Risalah, 1994), hlm. 14.
3
4
3
Nazar Bakry, Fiqih dan Ushul Fiqih (Jakarta Utara: PT. RajaGrafindo Persada, 1993), 11.
5
4
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1998), 324.
5
Dadang Suhardan dan Nugraha Suharto, Filsafat Administrasi Pendidikan, dalam Tim
Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan (Bandung: Alfabeta,
6
), 3.
7
Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Positivisme, Post Positivisme dan Post Modernisme (Yogyakarta:
Rake Sarasin, 2001), 57.
7
1. Objek Material
8
Abu Zahra Al-Imam, Ushul al-fiqhi ( Dar al Fikr al Arabi, Al-Qahirah 2006)
9
Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT. Rineka Cipta,),15.
9
Maka, dari sini dapat dipahami bahwa obyek material atau ي
2. Obyek Formal
1. Primer/dharuriyat
Aspek ini berkaitan dengan kebutuhan pokok dalam kehidupan
manusia, yang tidak boleh tidak harus dijaga demi kemaslahatan
hidupnya. Unsur-unsur dharuriyat meliputi penjagaan akidah (hifz ad
10
Asywadie Syukur, Pengantar Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1990), halm,35.
11
2. Kebutuhan penting/sekunder
Aspek ini mencakup perilaku yang berkaitan dengan kebutuhan
sekunder (seperti pekerjaan, pendidikan, penjagaan aurat, dsb.). Amaliah-
amaliah jenis ini sangat diperhatikan oleh syariat, bahkan dalam keadaan
tertentu (karena keterpaksaan) disejajarkan dengan dharuriyat.
Berdasarkan prinsip ini, dalam kendaraan umum, misalnya, seseorang
boleh berdekatan dengan yang bukan mahram. Begitu pula dengan
melakukan transaksi penjualan barang dalam kemasan.
3. Pelengkap/Tahsiniyat
Tahsiniyat adalah perilaku yang berkaitan dengan kebutuhan atau
sebagai pelengkap melengkapi dan menyempurnakan kehidupan.seperti;
pakaian, tempat tinggal, makanan dll. Syariat Islam juga memperhatikan
aspek ini demi kenyamanan hidup manusia. Bahkan syariat
menganjurkan mukallaf (muslim yang telah baligh dan berakal) untuk
menerapkan prinsip ini dalam beribadah mahdhah dan dalam
bermuamalah.
12
E. KEBERAGAMAN SYARIAH
Syari’at Islam yang sampai kepada kita adalah yang diturunkan melalui
ḥatam al-nabiyyin, yaitu Nabi Muhammad SAW, dengan sumber utama yaitu
al-Qur’an. Kemudian sumber utama tersebut, beliau terjemahkan dengan
sunnahnya, baik dalam bentuk ucapan, perkataan, maupun penetapan.11 oleh
para sahabat, yaitu dalam bentuk penerapan hukum (taṭbiq). Oleh karena itu,
produk ijtihad para sahabat belum menjadi ketetapan hukum. oleh para
sahabat, yaitu dalam bentuk penerapan hukum (taṭbiq). Oleh karena itu,
produk ijtihad para sahabat belum menjadi ketetapan hukum.
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat maka berakhirlah periode
pewahyuan, maka otoritasnya beralih ke tangan para sahabat Nabi. Oleh
karena itu para sahabat memainkan peran yang siginifikan dalam membela
dan mempertahankan agama. Para sahabat tidak hanya mempertahankan
“tradisi hidup Nabi”, tetapi juga menyebarkan dakwah Islam melintasi
semenanjung arabia. Dalam hal ini untuk pertama kalinya fiqih berhadapan
dengan permasalahan baru, meliputi penyelesaian atas masalah etika,
moralitas, kultural, dan kemanusiaan dalam masyarakat yang plural.
Daerah-daerah yang “diislamkan” pada saat itu memiliki perbedaan
masalah tradisi, kultural, kondisi dan situasi yang menghadang para ahli fiqih
di kalangan sahabat untuk memberikan “kepastian hukum” pada masalah-
masalah baru yang muncul belakangan.
Kapasitas pemahaman yang komperhensif yang dimiliki para sahabat
terhadap Islam karena intens dan lamanya berkomunikasi dengan Nabi
Muhammad dengan menyaksikan sendiri proses turunya syari’at merespon
setiap masalah yang muncul dengan merujuk al-Qur’an dan Sunnah. Para
sahabat menggali dimensi etis al-Qur’an, adakalanya mereka menemukan naṣ
al-Qur’an atau Sunnah Nabi yang secara jelas menunjukan pada permasalahan
itu, akan tetapi dalam banyak hal para sahabat harus menggali kaidah-kaidah
dasar dan tujuan moral dari berbagai tema di al-Qur’an untuk diterapkan
terhadap kasus-kasus yang tidak ada naṣ nya. Perkembangan baru seiring
11
Muhamad Khudari Beik, Usul al-Fiqh, (Deirut: Dar al-Fikr, 1988), hlm. 3.
13
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Fiqih
merupakan sebuah cabang ilmu yang tentunya bersifat ilmiah, logis,
memiliki obyek dan kaedah tertentu. Fiqih dan Syariah tentu tak sama,
keduanya memiliki perbedaan yang sangat jelas. Salah satunya Syariah
bersifat tetap tidak akan pernah berubah sedangkan fiqih tidak tetap dapat
berubah sesuai keadaan, kondisi dan perubahan zaman.
Sebagai salah satu disiplin ilmu yang memiliki kebenaran ilmiah,
ilmu fiqih memiliki bidang atau obyek bahasan, baik obyek material
maupun obyek formal.
Syari’at Islam yang sampai kepada kita adalah yang diturunkan
melalui Nabi Muhammad SAW, Setelah Nabi Muhammad SAW wafat,
maka otoritasnya beralih ke tangan para sahabat Nabi. Langkah yang
ditempuh para sahabat, kemudian diikuti oleh para Tabi’in, dan mencapai
puncaknya pada masa Imam Mujtahid seperti Imam Abu Hanifah, Imam
Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal dan lainnya. Dalam
perkembangan selanjutnya, jejak Imam al-Syafi’i terus diikuti oleh para
teoritisi hukum Islam.
B. SARAN
Tidak ada kata sempurna dalam hidup, untuk itu saya mohon maaf yang
sebesar-besarnya atas ketidak sempurnaan dalam makalah ini. Untuk itu
mohon sarannya agar saya bias membuat makalah yang lebih baik lagi,
dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
14
15
Ahmad Fâris Abû Hasan bin Zakariya, Mu'jam Maqâyis al-Lughah Jilid
II (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1970).
Fathi Muhammad al-Duraini, Buhûts Muqâranah fi al-Fiqh al-Islâmi (Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1994).
Bakry Nazar, Fiqih dan Ushul Fiqih (Jakarta Utara: PT. RajaGrafindo
Persada, 1993).
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1998).
Muhadjir Noeng, Filsafat Ilmu: Positivisme, Post Positivisme dan Post
Modernisme (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2001).
Zahra Abu Al-Imam, Ushul al-fiqhi (Dar al Fikr al Arabi, Al-Qahirah 2006)
Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu (Jakarta: PT. Rineka Cipta).
Syukur Asywadie, Pengantar Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih (Surabaya PT. Bina
Ilmu, 1990).
Muhamad Khudari Beik, Usul al-Fiqh, (Deirut: Dar al-Fikr, 1988).
16