FIQIH IBADAH
DOSEN PEMBIMBING:
Sudirman M.a
DISUSUN OLEH:
Selvia Oktavia (2120203887220002)
Mawar (2120203887220004)
Dengan menyebut nama allah swt yang maha penyayang, penulis panjatkan puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan lancar dan sukses.
Penulis mengucapkan syukur kepada allah swt atas limpahan nikmat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah fiqih ibadah.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ininantinya dapat menjadi
makalah yang baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini,
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat, terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 2
1.3 Tujuan Pembahasan............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fiqih.................................................................................... 3
2.2 Sumber Fiqih........................................................................................ 4
2.3 Ruang Lingkup Fiqih........................................................................... 6
2.4 Pengertian Fiqih Ibadah....................................................................... 7
2.5 Ruang Lingkup Fiqih Ibadah............................................................... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................... 10
3.2 Saran..................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan pembelajaran fiqih adalah untuk membekali peserta ddik agar dapat
mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum islam secara terperinci dan
menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan alil aqli melaksanakan dan mengamalkn
ketentuan hukum islam dengan benar.2
1
Ishak Abdullah, Fiqih Ibadah, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010), hal.64
2
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 2 tentang Standar kompetensi dan kompetensi
dasar mata pelajaran pendidikan agama islam dan bahasa arab Madrasah Ibtidaiyah tahun 2008
3
Baharuddin & Nurwahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2012), hal.
31
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian fiqih?
2. Bagaimana sumber fiqih?
3. Apa saja ruang lingkup fiqih?
4. Apa pengertian fiqih ibadah?
5. Bagaimana ruang lingkup fiqih ibadah?
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa fiqih adalah pemahaman atau
interpretasi para ulama terhadap ayat-ayat ahkam dan hadits-hadits ahkam secara
terperinci yang oleh fuqaha mengistimbatkan hukum islam dengan pemahaman
mereka, tentunya sangat mungkin terjadi perbedaan pendapat para ulama. Perbedaan
pendapat para ulama dipengaruhi beberapa faktor antara lain kemampuan bahasa,
pengetahuan atau disiplin ilmu yang dimiliki, situasi dan kondisi dan pemahaman
secara menyeluruh terhadap hadits-hadits ahkam. Ilmu fiqh adalah ilmu pengetahuan
tentang hukum-hukum islam yang berhubungan dengan perbuatan manusia. Fiqh
sebagai ilmu, yang merupakan interpretasi para ulama terhadap garis hukum yang
dipahami dari sumbernya yaitu al-quran dan hadits, ijama’ dan qiyas adalah
merupakan hasilijtihat para ulama yang telah disusun secara sistematis dalam bentuk
buku teks yang merupakan bangunan pengetahuan dan berbagai madzhab.5
Penurunan Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang kedua terbagi menjadi
dua periode yaitu periode Makkah dan periode madinah. Periode madinah
berlangsung selama 12 tahun pada masa kenabian nabi muhammad dan termasuk ke
dalam golongan surah makiyyah, dan pada periode madinah dimulai sejak peristiwa
hijrah nabi berlangsung selama 10 tahun dan termasuk ke dalam golongan surah
madaniyah.7
b. Hadits
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad saw. baik dari segi
perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum
Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati
hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad
saw. Perintah meneladani Rasulullah saw. inidisebabkan seluruh perilaku Nabi
Muhammad saw. mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan cerminan akhlak
mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka akan mulia pula sikap dan
perbuatannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah saw. memiliki akhlak danbudi
pekerti yang sangat mulia. Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua
memiliki kedua fungsi sebagai berikut.
1. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an, sehingga
keduanya (Al-Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang
sama.
2. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih
bersifat umum. Misalnya, ayat Al-Qur’an yang memerintahkan shalat, membayar
zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis besar.8
6
Satria Wiguna, S.Pd.I, M.Pd, Fiqih Ibadah, (Jawa Tengah : Pena Persada, 2021), hal. 3
7
Satria Wiguna, S.Pd.I, M.Pd, Fiqih Ibadah, (Jawa Tengah : Pena Persada, 2021), hal. 4
8
Satria Wiguna, S.Pd.I, M.Pd, Fiqih Ibadah, (Jawa Tengah : Pena Persada, 2021), hal. 5
c. Ijama’
Secara etimologiijma’berarti kebulatan tekad terhadap suatu persoalan atau
kesepakatan tentang suatu masalah” (Nurhayati, 2018: 28). Menurut istilah ushul
fiqh ijma’ adalah berupa kesepakatan seluruh mujtahid di kalangan umat Islam
pada suatu masa setelah Rasulullah saw. wafat dan kesepakatan tersebut mengenai
suatu hukum syara terhadap suatu kejadian atau permasalahan. Para ulama sepakat
mengatakan bahwa ijma’ sebagai sumber hukum Islam ketiga setelah Al-Qur’an
dan hadis.9
Ijma’ dari segi kualitasnya terdapat dua jenis yaitu ijma’ sharih dan ijma’
sukuti:
1. Ijma’ Sharih
yakni secara etimologi sharih mempunyai arti jelas. Ijma’ sharih
merupakan ijma’ yang memaparkan banyak pendapat ulama secara jelas
dan terbuka, baik dengan ucapan maupun perbuatan.Ijma’ sharihini
menempati tingkatan ijma’ tertinggi. Para ulama sepakat hukum yang
ditetapkan dalam ijma’ sharih ini bersifat qath’i, sehingga umat wajib
mengikutinya” (Zuhri, 1994: 32). Oleh karena itu seluruh ulama sepakat
dan bersedia untuk menjadikan ijma’ sharih sebagai dalil yang sah dan
kuat dalam penetapan hukum syariat Islam
2. Ijma’ Sukuti
Sukuti secara bahasa berarti diam. Sebuah ijma’ disebut sebagai ijma’
sukuti apabila sebagian mujtahid memberikan pendapat-pendapatnya
secara terang dan jelas mengenai suatu hukum atau peristiwa melalui
perkataan maupun perbuatan, sedangkan mujtahid yang lain tidak
memberikan pendapat apakah dia menerima atau menolak. Ijma’ sukuti ini
bersifat dzanni dan tidak memikat dan hukumnya masih diragukan.
Sehingga tidak ada halangan bagi para mujtahid untuk memaparkan
pendapat yang berbeda setelah ijma’ itu diputuskan. Imam Syafi’I dan
Imam Maliki berpendapat bahwa ijma’ sukuti tidak dapat dijadikan dasar
hukum. Namun Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal
berpendapat lain yaitu menjadikan ijma’ sukuti sebagai dasar hukum.
Mereka menerima ijma’ sukuti sebagai hujjah karena menurutnya kedua
Imam tersebut diamnya mujtahid dianggap sebagai tanda setuju.10
d. Qiyas
9
Satria Wiguna, S.Pd.I, M.Pd, Fiqih Ibadah, (Jawa Tengah : Pena Persada, 2021), hal. 6
10
Satria Wiguna, S.Pd.I, M.Pd, Fiqih Ibadah, (Jawa Tengah : Pena Persada, 2021), hal. 7
Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada
hukumnya dengankejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya
terdapat persamaan illat atau sebab-sebabnya. Contohnya, mengharamkan
minuman keras, seperti bir dan wiski. Haramnya minuman keras ini diqiyaskan
dengan khamar yang disebut dalam Al Qur‟an karena antara keduanya terdapat
persamaan illat (alasan), yaitu sama-sama memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak
ada ketetapan hukumnya dalam Al-Qur’an atau hadits tetap diharamkan karena
mengandung persamaan dengan khamar yang ada hukumnya dalam Al-Qur’an.
Qiyas merupakan sumber hukum Islam yang keempat dan muttafaq (disepakati).11
Selain itu ada beberapa sumber yang diperselisihkan oleh ulama penggunaannya
sebagai sumer fiqih, yaitu:
a. Istihsan
b. Al-Maslahat al-mursalah
c. Al-istishab
d. Urf atau adat
e. Qaul shahabi
f. Syara” umat sebelum islam
g. Saad al-zari’ah13
15
Prof. Dr. H. Aladin Koto, M.A. Ilmu Fiqih Dan Ushul Fiqih, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 13
16
Muhammad Naswawi, “Syahrul Muraqil ‘ubudiyah” (Pekalongan: Maktabah Raja Murah) Hlm. 4
thaharah adalah menghilangkan atau mensucikan diri dari hadats besar dan hadats
kecil maupun menghilangkan bentuk dari kedua hadats teresebut.17
Dalam masalah thaharah para ulama sepakat terkait alat, media yang dapat
digunakan untuk bersuci adalah air dan debu/batu. Namun, dalam kehidupan
sekarang alat untuk bersuci khususnya air telah mengalami perkembangan dan
membutuhkan perhatian serius. Persoalan pengairan telah berkembang sangat
pesat teknologinya dan menjadi peluang kehidupan manusia dari sisi manfaat nilai
ekonomi. Hal ini senada dengan pemahaman para ahli ushul bahwa nash
kebanyakan menggunakan shighot takhshis (khusus) yang di dalamnya mencakup
penjalasan hukum umum. Sarana menuju kesempurnaan berwudhu menjadi
sebuah perbuatan yang memiliki nilai pahala karena akan memudahkan dalam
penyempurnaan thoharoh/wudhu.18
2. Shalat
Doa (mengharapkan kebaikan) merupakan makna dari shalat secara lughot,
secara syar’i shalat merupakan gabungan dari perbuatan dan ucapan khusus yang
diawali dengan pengucapan takbir dan ucapan khusus yang diawali dengan
pengucapan takbir dan diakhiri dengan salam. Adapun salah satu tujuan dari di
syariatkannya shalat adalah untuk mewujudkan rasa syukur terhadap banyaknya
kenikmatan yang allah berikan, disamping itu, shalat juga memiliki manfaat yang
bersifat diniyah yang paling fundamental adalah keshalihan mental/kejiwaan dan
juga memiliki manfaat secara itjitimaiyah (sosial).19
3. Haji
Kata haji berasal dari bahasa arab yang bermakna tujuan dan dapat dibaca
dengan dua lafazh Al-hajj. Haji menurut istilah syar’i adalah beribadah kepada
17
Muhammad Rasyid kitab “Ashabunnuzul wa atsriha fibayani nushus” ( Darus Syihab, 1999) Hlm. 369
18
Muhammad Rasyid kitab “Ashabunnuzul wa atsriha fibayani nushus” ( Darus Syihab, 1999) Hlm. 370
19
“Fiqhul islami wa adalatih” (Damaskus: Maktabah Darul Fikr, 2005) juz 1, hlm. 657
allah dengan melaksanakan manasik yang telah ditetapkan dalam sunnah
rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan ada pula ulama yang berpendapat: “haji
adalah bepergian dengan tujuan ketempat tertentu pada waktu yang tertentu untuk
melaksanakan suatu amalan yang tertentu pula. Akan tetapi definisi ini kurang pas
karena haji lebih khusus dari apa yang didefinisikan disini, karena seharusnya
ditambah dengan satu ikatan yaitu ibadah, maka apa yang ada pada
definisipertama lebih sempurna dan menyeluruh.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Fiqih adalah pemahaman atau interpretasi para ulama terhadap ayat-ayat
ahkam dan hadits-hadits ahkam secara terperinci yang oleh fuqaha
mengistimbatkan hukum islam dengan pemahaman mereka, tentunya sangat
mungkin terjadi perbedaan pendapat para ulama. Sedangkan fiqih ibadah adalah
semua perbuatan yang berkaitan dengan thaharoh, shalat, puasa, zakat, haji,
qurban, nadzar, sumpah dan semua perbuatan manusia yang brhubungan dengan
tuhannya. Ruang lingkup yang terdapat pada ilmu fiqih adalah semua hukum yang
berbentuk amaliyah untuk diamalkan oleh setiap mukallaf (mukallaf artinya orang
yang sudah dibebani atau diberi tanggung jawab melaksanakan ajaran syariah
islam dengan tanda-tanda seperti baligh, berakal, sadar, sudah masuk islam).
Adapun sumber fiqih yang disepakati oleh para ulama adalah empat, yaitu:
alquran, hadits, ijama’ dan qiyas.
3.2. Saran
Kepada para pembaca kami menyarankan agar lebih banyak membaca buku
yang berkaitan dengan fiqih ibadah agar lebih memahami materi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA