Anda di halaman 1dari 17

PENGERTIAN FIKIH DAN TUJUAN BELAJAR FIQIH

Diajukan sebagai tugas akhir mata kuliah Fiqih

Dosen Pengampu: Ihsan Satria Azhar, MA.

Oleh:

Khairunnisa Lubis (0301181011)

Ibnu Afif (0301181025)

Muhammad Irfansyah Siregar (0301181024)

Reza Al-Azhari Ritonga (0301181013)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI-6)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
T.A. 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah swt, karena atas limpahan rahmat serta
hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah yang sangat
sederhana ini. Shalawat serta salam selalu penyusun haturkan kepada Nabi
junjungan kita Nabi Muhammad saw beserta para sahabatnya dan pengikutnya
hingga akhir zaman. Makalah ini disusun agar dapat kita manfaatkan bersama
untuk kehidupan kita sehar-hari. Tidak lupa penyusun ucapkan terima kasih
kepada Bapak Ihsan Satria Azhar, MA sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah
“Fiqih”
Penyusun mengakui bahwa Makalah ini masih belum sempurna baik
dari segi peninjauan atau dari segi yang lain. Semoga Makalah ini bermanfaat
bagi kita bersama.

Medan, 21 April 2020

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 1

BAB II PENDAHULUAN ....................................................................................... 3

A. Pengertian Fikih ............................................................................................. 3


B. Tujuan Pembelajaran Fikih ............................................................................ 5
C. Pengkaitan Fikih dengan Ushulnya dan Maqoshid Syari’ahnya.................... 7
D. Pengkaitan Fikih dengan Tema Disiplin Ilmu Lain seperti Aqidah dan
Tasawuf .......................................................................................................... 8

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 13

A. Kesimpulan .................................................................................................... 13
B. Saran............................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui bahwa hukum merupakan salah satu aspek
terpenting dalam Islam disamping beberapa aspek terpenting lainnya. Dengan
adanya hukum, manusia bersama komunitasnya dapat menjalankan beragam
aktivitasnya dengan tenang dan tanpa ada perasaan was-was. Dan dengan hukum
pula manusia dapat mengetahui manakah pekerjaan-pekerjaan yang diperbolehkan
dan apa sajakah pekerjaan-pekerjaan yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan.
Fiqih sebagai sebuah produk hukum tentu perlu mendapat penjelasan tentang apa
dan bagaimana Fiqih bisa menjadi sebuah ketetapan hukum?
Kaitannya dengan Filsafat pendidikan Islam yang merupakan proses
berfikir yang mendasar, sistematik. logis, dan menyeluruh (universal) tentang
Pendidikan Islam dengan Al Quran dan Al Hadits sebagai acuan dasar. Maka
tentu pembahasannya tidak hanya sekedar pengetahuan agama Islam saja,
melainkan juga ilmu-ilmu lain yang relevan. Hal inilah yang menjadi ruang
lingkup filsafat Pendidikan Islam yaitu masalah-masalah yang terdapat dalam
kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru (tenaga
pendidik), kurikulum (serangkaian mata pelajaran, seperti; Al Quran, Hadits,
Fiqh, aqidah, Akhlaq, dll), metode (cara penyampaian materi pelajaran), dan
lingkungan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan fikih?
2. Apa tujuan pembelajaran fiqih?
3. Apa pengkaitan fikih dengan ushulnya dan maqoshid syari’ahnya?
4. Apa pengkaitan fikih dengan tema disipilin ilmu lain seperti aqidah dan
tasawuf?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan fiqih.
2. Agar mengetahui tujuan pembelajarn fiqih.
3. Agar mengetahui kaitan fiqih dengan ushulnya dan maqoshid syari’ahnya.

1
4. Agar mengetahui kaitan fiqih dengan tema disiplin ilmu lain seperti aqidah
dan tasawuf.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqih, Faqih, Tafaqquh dan Mutafaqqih


a. Pengertian Fiqih
Pengertian fiqh atau ilmu fiqh sangat berkaitan dengan syariah, karena fiqh
itu pada hakikatnya adalah jabaran praktis dari syariah 1. Fiqh secara etimologi
berarti pemahaman yang mendalam dan membutuhkan pengerahan potensi akal 2.
Sedangkan secara terminologi fiqh merupakan bagian dari syari’ah Islamiyah,
yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan
perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat (mukallaf) dan diambil
dari dalil yang terinci. Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin
mengatakan fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’I yang bersifat amaliah
yang digali dan ditemukan dengan dalil-dalil yang tafsili.
Penggunaan kata “syariah” dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa
fiqh itu menyangkut ketentuan yang bersifat syar’i, yaitu sesuatu yang berasal dari
kehendak Allah. Kata “amaliah” yang terdapat dalam definisi diatas menjelaskan
bahwa fiqh itu hanya menyangkut tindak tanduk manusia yang bersifat lahiriah.
Dengan demikian hal-hal yang bersifat bukan amaliah seperti masalah keimanan
atau “aqidah” tidak termasuk dalam lingkungan fiqh dalam uraian ini. penggunaan
kata “digali dan ditemukan” mengandung arti bahwa fiqh itu adalah hasil
penggalian, penemuan, penganalisisan, dan penentuan ketetapan tentang hukum.
Fiqh itu adalah hasil penemuan mujtahid dalam hal yang tdak dijelaskan
oleh nash.
Dari penjelasan diatas dapat kita tarik benang merah, bahwa fiqh dan
syariah memiliki hubungan yang erat. Semua tindakan manusia di dunia dalam
mencapai kehidupan yang baik itu harus tunduk kepada kehendak Allah dan
Rasulullah. Kehendak Allah dan Rasul itu sebagian terdapat secara tertulis dalam
kitab-Nya yang disebut syari’ah. Untuk mengetahui semua kehendak-Nya
tentang amaliah manusia itu, harus ada pemahaman yang mendalam tentang
syari’ah, sehingga amaliah syari’ah dapat diterapkan dalam kondisi dan situasi

1
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 1.
2
Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh (Jakarta: Pustaka Setia, 2015) hal. 18.

3
apapun dan bagaimanapun. Hasilnya itu dituangkan dalam ketentuan yang terinci.
Ketentuan yang terinci tentang amaliah manusia mukalaf yang diramu dan
diformulasikan sebagai hasil pemahaman terhadap syari’ah itu disebut fiqh. 3
b. Pengertian Faqih
Faqih secara harfiah berarti seseorang yang alim fiqih, yang memiliki
kualifikasi ketat untuk mampu mengeluarkan suatu hukum tertentu dari dalilnya
yang terperinci dengan jalan ijtihad yang ketat pula. 4 Dalam kedudukannya
sebagai faqih yang pendapatnya akan diikuti dan diamalkan oleh orang lain yang
meminta fatwa tentang sesuatu, maka hukum ijtihad tergantung kepada keadaan
kondisi mujtahid dan ummat di sekitarya. 5

c. Pengertian Tafaqquh
Tafaqquh adalah bentuk verba dari kata fiqih dengan mengikutkan wazan
tafa’ala. Syeikh Alim Ma’shum, seorang ahli bahasa asal Jombang, dalam
kitabnya yang terkenal Amtsilatut Tashrifiyah mengatakan kalimat yang diikutkan
wazan tafa’ala itu mempunyai faedah antara lain takalluf yang berarti usaha keras
atau usaha dengan sungguh-sungguh. Sehingga, tafaqquh artinya berusaha keras
untuk mendapat pengetahuan dan pemahaman agama.6

d. Pengertian Mutafaqqih
Secara harfiah mutafaqqih adalah orang yang menguasai fiqih, hampir
sama pengertiannya dengan faqih. Mutafaqqih adalah seorang yang hanya
menguasai masalah-masalah yang telah terbukukan dalam kitab fiqih yang ada.
Kedudukan mutafaqqih adalah dibawah faqih, karena dalam mengkaji masalah-
masalah fiqih seorang faqih tidak hanya memahami teks-teks kodifikasi fiqh yang

3
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 5.
4
M. Faqih Nidzom, Sekilas Tentang Makna Faqih
(https://afi.unida.gontor.ac.id/2019/02/18/sekilas-tentang-makna-faqih ), diakses pada tanggal 20
April 2020.
5
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Cet. 6, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011),
hal. 242.
6
Nidhom Subkhi, Tafaqquh; Bukan Sekedar Nama.(https://tafaqquh.com/fikrah/tafaqquh-
bukan-sekedar-nama ), diakses pada 20 April 2020.

4
sudah matang, akan tetapi juga melalui kajian-kajian suplementer, seperti ushul
fiqh, qowaid fiqh, isthilah al-fuqoha, dan lain sebagainya. 7

B. Tujuan Pembelajaran Fikih


Tujuan artinya sesuatu yang dituju, yaitu yang ingin dicapai dengan suatu
kegiatan atau usaha. Dalam pendidikan tujuan pendidikan dan pembelajaran
merupakan faktor yang pertama dan utama. Tujuan akan mengarahkan arah
pendidikan dan pengajaran kearah yang hendak dituju.
Tanpa adanya tujuan maka pendidikan akan terombang-ambing. Sehingga
proses pendidikan tidak akan mencapai hasil yang optimal. Tujuan yang jelas
akan memudahkan penggunaan komponen-komponen yang lain, yaitu materi,
metode, dan media serta evaluasi yang akan digunakan dalam proses
pembelajaran, yang kesemua komponen tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan
yang telah dirumuskan.
Dalam merumuskan tujuan dan pembelajaran haruslah diperhatikan
beberapa aspek, yakni aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik 8 .
Dalam dunia pendidikan di Indonesia terdapat rumusan tentang tujuan pendidikan
nasional dan rumusan tersebut tertuang dalam Undang-undang RI. No. 20 Tahun
2003 Pasal 3 tentang SISDIKNAS, yang berbunyi: “Pendidikan Nasional
Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.”
Sedangkan tujuan dari Pendidikan Islam adalah kepribadian muslim yaitu
suatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam. Tujuan
pendidikan Islam dicapai dengan pengajaran Islam, jadi tujuan pengajaran Islam
merupakan bentuk operasional pendidikan Islam. Hal ini sesuai dengan firman
Allah SWT, dalam Surat Adz-dzariyat: 56

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”

7
Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial; Urgensi Lembaga Kader Fuqaha’, (https://pcinu-
mesir.tripod.com/ilmiah/pusaka/ispustaka/buku07/030.htm . diakses pada 20 April 2020
8
Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya: Citra Media, 1996), hal. 70.

5
Pembelajaran Fiqih merupakan bagian dari pendidikan agama Islam yang
bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian
dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta
didik dalam aspek hukum baik yang berupa ajaran ibadah maupun muamalah
sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan,
ketaqwaannya kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 9
Tujuan pembelajaran Fiqih adalah sebagai berikut :
1. Penanaman nilai-nilai dan kesadaran beribadah peserta didik kepada Allah
SWT. sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. 10
2. Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak
mulia peserta didik seoptimal mungkin.
3. Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup
di dunia dan akhirat.
4. Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui
melalui ibadah dan muamalah.
5. Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam
keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
6. Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif budaya asing yang akan di
hadapinya sehari-hari.
7. Pembekalan peserta didik untuk mendalami Fiqih/hukum Islam pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. 11
Pembelajaran Fiqih diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama
diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa
kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan
manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin,
harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial.

9
http://media.diknas.go.id/media/document/PAI.pdf diakses tanggal 20 April 2020
10
http://media.diknas.go.id/media/document/5681.pdf diakses tanggal 20 April 2020
11
http://media.diknas.go.id/media/document/PAI.pdf diakses tanggal 20 April 2020

6
Pembelajaran Fiqih diharapkan menghasilkan manusia yang selalu
berupaya menyempurnakan iman, taqwa, dan akhlak, serta aktif membangun
peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban
bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam
menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan
masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.
Pendidik diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran sesuai
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pencapaian seluruh kompetensi
dasar perilaku terpuji dapat dilakukan tidak beraturan. Peran semua unsur
madrasah, orang tua siswa dan masyarakat sangat penting dalam mendukung
keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran Fiqih.

C. Hubungan Fiqh dengan Ushul Fiqh dan Maqasid Syariahnya


Antara ilmu ushul fiqih dan fiqih seperti hubungan ilmu manthiq dengan
filsafat, bahwa manthiq merupakan kaedah berfikir yang memelihara akal agar
tidak ada kerancuan dalam berfikir. Juga seperti hubungan ilmu nahwu dalam
bahasa arab, dimana ilmu nahwu merupakan gramatikal yang menghindarkan
kesalahan seseorang di dalam menulis dan mengucapkan bahasa arab. Demikian
juga ushul fiqih adalah merupakan kaidah yang memelihara fuqaha agar tidak
terjadi keslahan di dalam mengistimbatkan (menggali) hukum.
Hubungan ushul fiqih dengan fiqih adalah seperti hubungan ilmu mantiq
(logika) dengan filsafat; mantiq merupakan kaidah berfikir yang memelihara akal
agar tidak terjadi kerancuan dalam berpikir. Juga seperti hubungan ilmu nahwu
dengan bahasa arab; ilmu nahwu sebagai gramatika yang menghindarkan
kesalahan seseorang didalam menulis dan mengucapkan bahasa arab. Demikian
ushul fiqih diumpamakan dengan limu mantiq atau ilmu nahwu, sedangkan fiqih
seperti ilmu filsafat atau bahasa arab, sehingga ilmu ushul fiqih berfungsi menjaga
agar tidak terjadi kesalahan dalam mengistinbatkan hukum.12
Ushul fiqih merupakan ilmu yang secara garis besar mengkaji cara-cara
menginstinbath (menggali hukum). Sekalipun ushul fiqh muncul setelah fiqih,
tetapi secara teknis, terlebih dahulu para ulama menggunakan ushul fiqh untuk

12
Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh Metode Istinbath dan Istidlal, (Bandung: Remaja,
2014), hal. 4.

7
menghasilkan fiqh. Artinya sebelum ulama menetapkan suatu perkara itu haram,
ia telah mengkaji dasar-dasar yang menjadi alasan perkara itu diharamkan.
Hukum haramnya disebut fiqih, dan dasar-dasar sebagai alasannya disebut ushul
fiqh.
Kemudian tujuan dari pada ushul fiqih itu sendiri adalah untuk mengetahui
jalan dalam mendapatkan hukum syara’ dan cara-cara untuk menginstinbatkan
suatu hukum dari dalil-dalilnya. Dengan menggunakan ushul fiqih itu, seseorang
dapat terhindar dari jurang taklid. 13 Ushul fiqih itu juga sebagai pemberi pegangan
pokok atau sebagai pengantar dan sebagai cabang ilmu fiqih itu. Dapat dikatakan
bahwa ushul fiqih sebagai pengantar dari fiqih, memberikan alat atau sarana
kepada fiqih dalam merumuskan, menemukan penilaian-penilaian syari’at dan
peraturan-peraturannya dengan tepat. 14
Secara bahasa Maqasid al Syariah terdiri dari dua kata, yakni maqasid dan
syari’ah. Maqasid adalah bentuk jama’ dari maqsud yang berarti kesengajaan atau
tujuan. Syari’ah secara bahasa berarti jalan menuju sumber air. Jalan menuju
sumber air ini dapat dikatakan sebagai jalan kearah sumber pokok kehidupan. 15
Maqasid syari’ah atau tujuan akhir ilmu fiqih adalah mencapai keridhoan
Allah SWT dengan melaksanakan syariahnya di muka bumi ini, sebagai pedoman
hidup individual hidup berkeluarga maupun bermasyarakat. 16
Dari penjelasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa fiqih adalah
suatu hukum yang sudah jadi dan ushul fiqih adalah proses dalam mengeluarkan
hukum tersebut sedangkan maqasid syari’ah adalah tujuan dari hukum tersebut,
yang mana tujuan dari hukum tersebut adalah:
1) Memelihara agama (Hifdz al-Din)
2) Memelihara diri (Hifdz al-Nafs)
3) Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifdz al-Nas/irdl)
4) Memelihara harta (Hifdz al-Mal)
5) Memelihara akal (Hifdz al-Aql)17
D. Hubungan Ilmu Fiqih dengan Ilmu lainnya

13
Basiq Djalali, Ilmu Ushul Fiqh , (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 17 .
14
Saidus Syahar, Asas-asas Hukum Islam, (Bandung: Alumni, 1996) , hal. 35.
15
Hasbi Umar, Nalar Fiqih, (Jakarta: Gaung Persada, 2007), hal. 120.
16
H.A. Djazuli, Ilmu Fiqih, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 27.
17
Ibid, hal. 28.

8
Sebagaimana halnya suatu disiplin ilmu atau bidang kajian ilmu yang tidak
pernah dapat berdiri sendiri, maka ilmu Fiqih pun selalu membutuhkan ilmu-ilmu
lain, baik sebagai landasan atau fondasinya maupun dalam rangka pengembangan
keilmuannya.
Di sini dipaparkan secara ringkas tentang beberapa disiplin atau bidang
kajian ilmu yang berhubungan erat dengan ilmu Fiqih,diantaranya:Ilmu
Tauhid,ilmu Akhlak,dan Tasawuf,ilmu sejarah,ilmu Bahasa,ilmu Tafsir,ilmu
hadis,dan ilmu Perbandingan Madzhab,Filsafat Hukum Islam,Ilmu
Hukum,Sosiologi,dan Antopologi.
1. Ilmu Tauhid
Ilmu Fiqh bersumber dari Al-qu’an dan sunnah Rasulullah,hal ini mesti
diyakini bahwa al-qur’an sebagai sumber hukum primer yang pertama dan
utama berawal dari keimanan bahwa al-qur’an diwahyukan Allah kepada nabi
Muhammad saw,melalui perantara malaikat Jibril as.Persoalan keimanan
kepada Allah,malaikat,kitab-kitab-Nya,dan Rasul-Nya merupakan
pembahasan yang dikaji lebih luas dalam ilmu Tauhid
2. Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf
Dalam artinya yang luas,sya’riah mencakup aqidah,amaliyah,(perbuatan
praktis)dan akhlak,perbuatan sebagai objek ilmu fiqh tidak dapat dipisahkan
dari ilmu Akhlak dan Tasawuf,meskipun kedua-duanya dapat dibedakan.Jika
ilmu Fiqh dipisahkan dari ilmu Akhlak dan Tasawuf akan menghilangkan
tatanan etik dan estetiknya.
Tanpa Ilmu Akhlak dan Tasawuf,ilmu Fiqh hanya merupakan bangunan yang
kosong,sunyi dan tidak membawa kepada keindahan,kedamaian dan
ketenangan hati.Begitu juga Ilmu Akhlak dan Tasawuf tanpa ilmu Fiqh akan
menyimpang dan ketentuan-ketentuan syari’ah.Pada giliranya penimpangan-
penyimpangan ini sulit untuk bisa dipertanggung
jawabkan(A.Djazuli,1993:39)
3. Ilmu Sejarah
Ilmu Sejarah yang biasa membicarakan tentang ruang,waktu dan peristiwa
memiliki tiga dimensi,yaitu masa lalu,masa kini(sekarang),dan alternatif-
alternatif pada masa mendatang.Untuk mengetahui corak,karakteristik maupun

9
tipologi ilmu Fiqh di masa klasik,masa kini,dan masa mendatang dapat dikaji
dan ditelusuri dari ilmu Sejarah Islam dan Sejarah Hukum Islam,yang biasa
dikenal dengan Tarikh al-Tasyri
4. Ilmu Bahasa
Ilmu Fiqh membutuhkan ilmu Bahasa,khususnya bahasa Arab,sebab di
dalamnya dikaji tentang dalil-dalil hukum berupa nash-nash Al-Qur’an dan
sunnah,untuk memahami dalil-dalil syara’ tersebut dibutuhkan ilmu Bahasa
Arab yang meliputi arti dan makna kata,susunan dari sturuktur kata,dan
lainnya.
Bahkan ilmu Bahasa(Arab)merupakan salah satu syarat yang mesti dimiliki
dan dikuasai oleh seorang ahli Fiqh dan mujtahid untuk berijtihad
mengeluarkan hukum dari dalil atau nash-nash.Al-Qur’an dan
sunnah,disamping ilmu-ilmu lainnya.
5. Ilmu Tafsir dan Ilmu Hadis
Untuk Mengetahui kandungan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber ilmu
Fiqh perlu memahami juga ilmu tafsir dan ilmu Hadis.sebab kedua ilmu ini
membahasa tentang berbagai aspek penting berkaitan dengan Al- Qur’an
dan Sunnah.
Dalam ilmu tafsir,perlu diketahui model dan bentuk penafsiran terhadap Al-
Qur’an,baik yang berkenan dengan penafisran bi al-ma’tsur maupun yang
berkenan dengan penafsiran bi al-ra’y terhadap nash-nash Al-Qur’an,serta
penafsiran tekstual dan kontekstrualnya.
Berkaitan dengan ilmu Hadis,perlu diketahui hadis-hadis yang tidak dapat
dijadikan sandaran hukum terutama dalam hal ibadah mahdlah,seperti hadis
dha’if,hadis mawdhu’(palsu),dan hadis isra’ilyat yang cenderung,berbicara
tentang dongeng-dongeng.
6. Ilmu Perbandingan Mazhab
Untuk menetapkan suatu keputusan hukum,perlu didapatkan berbagai
pendapat madzhab yang telah ada,yakni dengan cara mempelajari
produk.Fiqhnya dengan membanding-bandingkan satu sama lain.Prosesnya
adalah dengan menyebutkan masalah atau kasus dan hukumnya dari masing-
masing madzhab,selanjutnya dikemukakan dalil-dalil dan cara ijtihadnya yang

10
menyebabkan perbedaan hukum masalah tersebut,kemudian diteelah dan
dianalisa dalil-dalil tersebut tersebut dari segala aspeknya yang berkenan
dengan penarikan hukum,dan terakhir disimpulkan hukumnya yana paling
tepat(Mahmud syalthur,1953:2).Cara atau proses terbeut akan menambah
wawasan kita tentang,Fiqh dan kerangka berpikir serta metode yang
digunakan oleh para Imam madzhab dalam ijtihadnya.
7. Filsafat Hukum Islam
Filsafat Hukum Islam mengungkap tabir rahasia,makna,hikmah dan nilai-nilai
yang terkandung dalam ilmu Fiqh,sehingga kita dapat melaksanakan syari’at
Islam dibarengi dengan pemahaman,kesadaran,dan kearifan yang
tinggi.Dengannya,kita dapat membedakan hukum yang kekal dan tidak
berubah-ubah sepanjang waktu yang mengarahkan kehidupan manusia secara
keseluruhan dengan hukum yang mungkin dapat berubah sesuai dengan
perbedaan waktu,tempat,keadaan,kebiasaan dan kemanfaatan.Hal ini
menjamin diraihnya kebebasan manusia yang bertanggung jawab di dalam
hidupnya(A.Djazuli,1993:42)
8. Ilmu Hukum
Dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan,ilmu Fiqh saat ini bukan hanya
bagaian dari ilmu agama islam di bawah Ilmu Humaniora,akan tetapi ilmu
Fiqh sebagai ilmu hukum islam telah menjadi bagian dari disiplin ilmu
hukum.
9. Ilmu Sosiologi dan Ilmu Antropologi
Sebagaimana hanya Ilmu Sosiologi yang mengkaji pada interaksi individu
dengan individu lainnya,khususnya yang berkaian dengan sikap dan
prilakunya Ilmu Fiqh,khususnya Fiqh Mu’amalah juga mengkaji tentang
perbuatan atau perilaku individu mukallaf cara berinteraksi dan bertransaksi
antar individu dengan lainnya.
Hal ini menjadi penting bagi seorang ahli Ilmu Fiqh untuk mempelajari sedikit
banyaknya ilmu Sosiologi,agar mengetahui proses sosialisasi hukum Islam
dan penegaknya di masyarakat.
Dalam mempelajari ilmu Fiqh, kita juga tidak terlepas dari pembicaraan
tentang manusia (mukallaf) yang dibebankan perbuatan yang berhubungan dengan

11
hukum syara’.Adapun dalam ilmu Antropologi dikaji tentang kehidupan manusia
dan kebudayaanya.
Kedua disiplin ilmu ini cukup berkaitan satu sama lain dengan ilmu
Fiqh,khususnya dalam hal ini penerapan hukum Islam di tengah-tengah
masyarakat manusia yang memiliki adat atau budaya yang cenderung
menyimpang dari ketentuan syari’at islam.
Walhasil, bagaimana adat dan budaya tidak bertentangan dengan hukum
Islam?atau bagaimana adat dan budaya masyarakat selaras dengan ketentuan
hukum atau syari’at Islam?Hal ini perlu pengenalan daya pikir berdasarkan hati
nurani dalam rangka merumuskan dan menerapkan hukum sehingga tidak
bertentangan satu sama lain. 18

18
Syaifudin Nur, Ilmu Fiqh, (Bandung: Humaniora, 2007), hal 25-32.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Fiqh merupakan bagian dari syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan
tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan
manusia yang telah dewasa dan berakal sehat (mukallaf) dan diambil dari
dalil yang terinci.
2. Pembelajaran Fiqih diharapkan menghasilkan manusia yang selalu
berupaya menyempurnakan iman, taqwa, dan akhlak, serta aktif
membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam
memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu
diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan
perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup
lokal, nasional, regional maupun global.
3. Ushul fiqih merupakan ilmu yang secara garis besar mengkaji cara-cara
menginstinbath (menggali hukum). Sekalipun ushul fiqh muncul setelah
fiqih, tetapi secara teknis, terlebih dahulu para ulama menggunakan ushul
fiqh untuk menghasilkan fiqh. Artinya sebelum ulama menetapkan suatu
perkara itu haram, ia telah mengkaji dasar-dasar yang menjadi alasan
perkara itu diharamkan. Hukum haramnya disebut fiqih, dan dasar-dasar
sebagai alasannya disebut ushul fiqh.
4. Sebagaimana halnya suatu disiplin ilmu atau bidang kajian ilmu yang
tidak pernah dapat berdiri sendiri, maka ilmu Fiqih pun selalu
membutuhkan ilmu-ilmu lain, baik sebagai landasan atau fondasinya
maupun dalam rangka pengembangan keilmuannya.
B. Saran
Dalam materi makalah ini, kami menyadari masih jauh dari kata
sempurna. Jadi kami berharap, bagi para pembaca agar memberikan kritiknya.
Agar kami dapat mengambil pelajaran, guna kedepannya membuat makalah yang
lebih baik lagi dan kedepannya dapat memperbaikinya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Djalali, Basiq. 2010. Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.


A. Dzajuli, H. 2005. Ilmu Fiqih. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hasbiyallah. 2014. Fiqh dan Ushul Fiqh Metode Istinbath dan Istidlal. Bandung:
Remaja.
http://media.diknas.go.id/media/document/5681.pdf diakses tanggal 20 April 2020
http://media.diknas.go.id/media/document/PAI.pdf diakses tanggal 20 April 2020
http://media.diknas.go.id/media/document/PAI.pdf diakses tanggal 20 April 2020
M. Faqih Nidzom, Sekilas Tentang Makna Faqih
(https://afi.unida.gontor.ac.id/2019/02/18/sekilas-tentang-makna-faqih),
diakses pada tanggal 20 April 2020.
Muhaimin. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Citra Media.
Nidhom Subkhi, Tafaqquh; Bukan Sekedar
Nama.(https://tafaqquh.com/fikrah/tafaqquh-bukan-sekedar-nama),
diakses pada 20 April 2020.
Nur, Syaifudin. 2007. Ilmu Fiqih. BandungL Humaniora.
Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial; Urgensi Lembaga Kader Fuqaha’,
(https://pcinu-mesir.tripod.com/ilmiah/pusaka/ispustaka/buku07/030.htm .
diakses pada 20 April 2020
Syafe’i. 2015. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta: Pustaka Setia.
Syahar, Saidus. 1996. Asas-asas Hukum Islam. Bandung: Alumni.
Syarifudin, Amir. 2011. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Umar, Hasbi. 2007. Nalar Fiqih. Jakarta: Gaung Persada.

14

Anda mungkin juga menyukai