PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah dapat diketahui bahwa tujuan dari penulisan adalah
sebagai berikut:
2
BAB II
PEMBAHASAN
a. Secara Etimologi
b. Secara Terminologi
1
Satri Efendi, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008)
2
Wikipedia “Istishhab” Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Istishhab pada 30 Oktober 2017
pukul 22.00
3
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah
Maksud dari definisi Imam Ibnu Qayyim adalah, suatu hukum baik
dalam bentuk positif maupun negatif, tetap berlaku selama belum ada yang
mengubahnya, dan status keberadaan hukum tersebut tidak memerlukan dalil
lain untuk dapat tetap terus berlaku.3
a. Segala hukum yang telah ditetapkan pada masa lalu, dinyatakan tatap
berlaku pada masa sekarang, kecuali jika ada yang telah mengubahnya.
b. Segala hukum yang ada pada masa sekarang, tentu telah ditetapkan pada
masa lalu.5
3
Ibid
4
Ibid
5
Muhammad Muslih,M.Ag. Fiqih 3 untuk Madrasah Aliyah Kelas XII (Bogor: Yudhistira, 2011)
hal.30
4
2.2 Landasan Istishab
29. Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha
mengetahui segala sesuatu.
13. dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi
semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.
5
untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah
tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab
yang memberi penerangan.
6
Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2011)
6
diakui pula efektifnya wadiah dan rahn orang yang bersangkutan. Hal ini
jelas menunjukkan prinsip istishab.
3. Aturan –aturan hukum syara’ yang pernah ada pada masa Rasulullah, juga
berlaku bagi kita yang hidup setelah masa tersebut. Jadi kita juga terkena
taklif aturan aturan tersebut. Hal demikian didasarkan atas logika prinsip
istishab, yakni yang sudah ada tetap diakui ada sebagaimana adanya.
4. Keadaan ragu yang timbul terhadap akad perkawinan mengimplikasikan
haramnya si laki-laki berhubungan terhdap si perempuan, si laki-laki itu
ragu apakah telah berakad atas si perempuan itu atau tidak. Keadaan ragu
yang timbul terhadap talak tidak menyebabkan haranya si suami
menggauli si istri, si suami ragu apakah telah mentalak istrinya atau tidak.
Dalam dua kasusus sesungguhnya tidak ada yang berbeda. Pada kasus
pertama terjadi istishab terhadap kondisi yang ada yakni ketiadaan akad
sebelum timbul keraguan. Sedangkan pada kasus kedua terjadi istishab
pada kondisi yang ada yakni adanya akad. Sekiranya istishab tidak
menunjukkan adanya dugaan yang kuat atas keterus berlakuan tentu
hukum dari kedua itu sama.
7
Ibid
7
sekiranya yang menjadi kaidah pokok itu adalah sifat lestarinya sesuatu,
tentu tindakan membayar kafarah dengan cara demikian itu sah hukumnya.
Para ulama ushul Fiqih mengemukakan bahwa istishab itu ada lima macam,
Yaitu:8
8
http://seaskystone.blogspot.co.id/2014/12/makalah-fiqih-ilmu-ushul-fiqih-istihsan.html,
diakses pada 21 Oktober 2017 pukul 00.30
8
sesuatupun daripadanya, melainkan dengan ada suatu dalilyang khusus.
Contohnya: kewajiban puasa yang berlaku bagi umat sebelum Islam, tetap
wajib wajib bagi umat Islam (QS.Al-Baqarah : 183) selama tidak ada nash
lain yang membatalkannya.
4. Istishab An-Nashshi (Istishab Maqlub/Pembalikan). Yaitu istishab pada
kondisi sekarang dalam menentukan status hukum pada masa lampau,
sebab istishab pada bentuk-bentuk sebelumnya, merupakan penetatapan
sesuatu pada masa kedua berdasarkan ketetapannya pada masa pertama
lantaran tidak ditemukannya dalil secara spesifik. Urgensinya, dalam suatu
dalil (nash) terus-menerus berlaku sehingga di-nasakh-kan oleh sesuatu
nash, yang lain. Contoh: kasus adanya seseorang yang sedang dihadapkan
pertanyaan, apakah Muhammad kemarin berada di tempat ini? padahal
kemarin ia benar-benar melihat Muhammad disini. Maka ia jawab, benar
ia berada disini kemarin.
5. Istishab Al-Washfi Ats-Tsabiti. Sesuatu yang telah diyakini adanya, atau
tidak adanya masa yang telah lalu, tetaplah hukum demikian sehingga
diyakini ada perubahannya. Disebut pula dengan istishabul madhi bilhali
yakni menetapkan hukum yang telah lalu sampai kepada masa sekarang.
Yaitu istishab terhadap hukum yang dihasilkan dari ijma’ dalam kasus
yang dalam perkembangannya memicu terjadinya perselisihan pendapat.
Contoh: Kasus orang yang bertayamum, dalam pertengahan shalat melihat
air. Menurut ijma’ ditetapkan shalatnya tidak batal, keabsahan shalat itu
ditentukan sebelum melihat air. Hal ini menunjukkan pula pada
keberlanjutan ketetapan hukum, sampai ditemukan adanya dalil yang
menunjukkan batalnya penetapan tersebut.
9
konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung. Sistem penjualan ini
menggunakan beberapa level (tingkatan) di dalam pemasaran barang
dagangannya.9
9
Farasyi, “MLM dalam perspektif hukum Islam”, Diakses dari
http://farasyi.blogspot.co.id/2014/07/multi-level-marketing-mlm-dalam-islam_6.html pada 31
Oktober 2017 pukul 03.00
10
“Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam telah melarang dua pembelian
dalam satu pembelian.”( HR Tirmidzi, Nasai dan Ahmad. Berkata Imam
Tirmidzi : Hadist Abu Hurairah adalah hadist Hasan Shahih dan bisa menjadi
pedoman amal menurut para ulama)
11
2. Alasan Kedua: Di dalam MLM terdapat makelar berantai. Sebenarnya
makelar (samsarah) dibolehkan di dalam Islam, yaitu transaksi di mana
pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya memasarkan
produk dan pertemukannya dengan pembelinya.
12
“Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan
cara al-hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang
mengandung unsur gharar (spekulatif).“ (HR. Muslim, no: 2783)
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istishab sendiri adalah dalil syar’i terakhir yang dapat digunakan sebagai
rujukan oleh mujtahid untuk mengetahui hukum dari permasalahn yang
dihadapinya apabila tidah terdapat penjelasan dalam al-Qur’an dan as-sunnah.
Salah satu contoh istishab dalam ekonomi ialah MLM (Multi Marketing
Level). Sebelum adanya keputusan para ulama tentang haramnya MLM, kegiatan
MLM dihalalkan. Tapi setelah keluar hukum baru yang menyatakan MLM itu
haram maka MLM itu Istishabkan dan hukumnya menjadi Haram.
14
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Istishhab
Efendi, Satri. Ushul Fiqh. Cet. 1 ; Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008
http://seaskystone.blogspot.co.id/2014/12/makalah-fiqih-ilmu-ushul-fiqih-
istihsan.html
http://www.voa-islam.com/
http://farasyi.blogspot.co.id/2014/07/multi-level-marketing-mlm-dalam-
islam_6.html
15