Anda di halaman 1dari 11

RESPON AGAMA TERHADAP PENYAKIT SOSIAL

(QS. Al-Muthaffifin: 1-6)

Oleh:
Hasan Bisri (222520079)

Dosen Pengampu:
Dr. Muhammad Hariyadi, MA.

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PTIQ JAKARTA
2023
RESPON AGAMA TERHADAP PENYAKIT SOSIAL
(QS. Al-Muthaffifin: 1-6)

Oleh:
Hasan Bisri, Universitas PTIQ, Mahasiswa, elfaiiz1986@gmail.com

Abstrak
Penyakit sosial dalam tatanan kehidupan bisa berkembang dalam ranah pendidikan, sehingga
menimbulkan banyak spekulasi terkait macam-macam penyakit sosial yang bisa saja menjangkit
pendidik dan peserta didik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan
berdasarkan studi analisis surat Al-Muthaffifin 1-6. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode kepustakaan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
analisis deskriptif dengan membaca, memahami dan menganalisis Surat Al-Muthaffifin mulai dari
huruf, kosa kata (mufrodat), ayat-ayatnya hingga tafsirnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam
surat Al-Muthaffifin menjelaskan tentang realita dakwah yang bertujuan untuk membangkitkan hati,
mengguncang jiwa, dan mengarahkan mereka ke pesan kesetaraan dan persamaan di bumi. Pendidik
dan peserta didik harus menjauhkan diri dari perbuatan curang dan sifat ketidakjujuran. pendidik dan
peserta didik harus yakin percaya dan beriman dengan masa depan, semua yang dilakukan maka akan
dipertanggungjawabkan kelak di akhirat

Kata kunci: Al-Qur’an, Al-Muthaffifin, Penyakit Sosial, Pendidikan Islam.

Abstract
Social diseases in the order of life can develop in the realm of education, giving rise to a lot
of speculation regarding various kinds of social diseases that can infect educators and
students. This study aims to describe educational values based on an analysis study of Al-
Muthaffifin's letters 1-6. This study uses a qualitative approach with the method of literature.
The data collection technique in this study used a descriptive analysis method by reading,
understanding and analyzing Surah Al-Muthaffifin starting from the letters, vocabulary
(mufrodat), the verses to the interpretations. The results of the study show that in Al-
Muthaffifin's letter explains the reality of da'wah which aims to awaken hearts, shake souls,
and direct them to messages of equality and equality on earth. Educators and students must
stay away from cheating and dishonesty. Educators and students must believe in and have
faith in the future, everything that is done will be accounted for later in the afterlife

Keywords: Al-Qur'an, Al-Muthaffifin, Social Disease, Islamic Education.


1. Pendahuluan
Surat Al-Muthaffifin adalah surat ke 83 dalam susunan surat-surat yang disusun
dalam mushaf Utsmani. Al-Muthaffifin yang diletakkan setelah Surat At-Takwir dan
Al-Infithar merupakan keindahan tersendiri dari rangkaian-rangkaian surat-surat yang
terdapat dalam Al-Quran. Surat At-Takwir berbicara tentang dahsyatnya hari kiamat
secara detail, mulai dari keadaan langit pada hari kiamat kelak, keadaan bumi,
keadaan lautan, dan lain sebagainya, Allah sebutkan secara detail tentang
kedahsyatannya. Kemudian selanjutnya surat Al-Infithar Allah menyebutkan sebagian
saja dari dahsyatnya hari kiamat lalu menyebutkan tentang celaan Allah terhadap
orang yang kafir dan lupa akan nikmat Allah subhanallahu wata’ala, serta tidak
terhadap hari kiamat.
Pada surat Al-Muthaffifin, Allah menyebutkan bagaimana keadaan golongan Al-
Abrar dan Al-Fujjar secara detail pada hari akhirat kelak. Di awal surat Al-
Muthaffifin Allah menyinggung salah satu keburukan yang di sepelekan oleh
sebagian orang dan dianggap sebagai perkara ringan yaitu mengurangi timbangan dari
yang seharusnya. Perbuatan ini menimbulakan penyakit sosial dan tentu bisa saj
berkembang di masyarakat jika tidak mempelajari dan meninggalkan keburukan
tersebut.

2. Metode Penelitian
Penulis menggunakan metode penelitian Literatur Review (library research) dengan
menelusuri buku mengenai Asbabun Nuzul dan beberapa Tafsir Al-Qur’an surat Al-
Muthaffifin ayat 1-6. Penulis mengumpulkan data-data atau teori-teori dari buku dan
beberapa tafsir Al-Qur’an surat Al-Muthaffifin serta interdisiplinier dan
multidisiplinier kemudian akan ditarik kesimpulan menurut penulis dan dari teori-
teori tersebut dapat dijadikan sebagai landasan dalam membuat makalah ini.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan


3.1 Teks dan Terjemah Al-Qur’an Surat Al-Muthaffifin Ayat 1-6

ٰۤ
‫ك‬ ‫ى‬ِٕ ‫ل‬ ‫و‬‫ا‬
ُ ‫ن‬
ُّ ‫ظ‬
ُ ‫ي‬ ‫َل‬
ََ‫ا‬ ‫ن‬
َ ‫و‬‫ر‬ ِ
‫س‬ ‫ُي‬
ُ ‫م‬‫ه‬‫و‬ ‫ن‬‫ز‬‫و‬َّ ‫و‬‫ا‬
َ ‫م‬‫ه‬‫و‬‫ل‬
ُ ‫ا‬‫ك‬َ ‫ا‬ ‫ذ‬
َ ِ‫َّاس يست وفُو َن وا‬
ِ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ى‬‫ل‬
َ ‫ع‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫ل‬
ُ ‫ا‬‫ت‬ ‫ك‬
ْ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ذ‬
َ ِ‫ويل لِلْمطَِف ِف ني الَّ ِذين ا‬
َ َ ْ ُ ْ ْ ُ ْ َُ ْ ْ ُ ْ َ ْ ْ َْ َ َ ْ َ َ ْ َْ ُ ٌ َْ
‫ي‬ ِ َ‫ب الْعل‬
‫م‬ ِ ‫ر‬ِ‫اَََّّنُم َّمب عوثُو نَن لِي وٍم ع ِظي نٍم يَّوم ي ُقوم النَّاس ل‬
َْ َ ُ ُ ْ َ َ ْ ْ َ ْ َ ْ ُْ ْ ْ
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (1). (yaitu) orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi (2), dan apabila mereka menakar
atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi (3). Tidaklah orang-orang itu
menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan (4), pada suatu hari yang besar
(5), (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam (6).” (QS. Al-
Muthaffifin; 1-6)

3.2 Sebab Turunnya Ayat


Surat Al-Muthaffifin termasuk surat Makkiyah dengan jumlah tiga puluh enam ayat.1
Imam Ibnu Majah dan Imam An-Nasa’i meriwayatkan dalam kitabnya dengan sanad yang
shahih dari Sahabat Ibnu Abbas ra. Ia mengatakan; Tatkala Nabi saw. sampai ke
Madinah, maka penduduk tersebut sebelumnya adalah orang-orang yang suka
mengurangi timbangan. Maka Allah Swt. menurunkan ayat, “Kecelakaan besarlah bagi
orang-orang yang curang.” Setelah turunnya ayat tersebut maka mereka menimbang
dengan adil dan baik.2

Ibnu katsir menjelaskan dalam Tafsirnya bahwa Hilal bin Thalq berkata, “Aku berjalan di
malam hari bersama dengan Abdullah bin Umar ra. Aku berkata, ‘Di antara manusia yang
paling bagus keadaannya dan paling memenuhi takaran adalah penduduk Makkah dan
Madinah.’ Lalu, Ibnu Umar ra. berkata ‘Mereka sepatutnya seperti itu. Tidakkah kamu
mendengar Allah berfirman “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.”3

3.3 Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Muthaffifin Ayat 1-6

‫ي‬ ِِ ِ
َ ‫َويْ ٌل للْ ُمطَفف‬
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang

• Tafsir Ibnu Katsir


Ibnu Abbas berkata, “Ketika Nabi saw. tiba di Madinah, penduduknya adalah
termasuk orang yang paling jelek dalam menakar. Maka turunlah firman-Nya ‫َو ْي ٌل‬
َ ‫ل ْل ُم‬.ِّ Kata َ‫ط ِّففِّين‬
َ‫ط ِّففِّين‬ َ ‫ ُم‬berasal dari kata ‫ التطفيف‬yang berarti mengurangi takaran dan
timbangan. Adakalanya dengan meminta tambahan jika meminta dari orang lain, atau
mengurangi jika memberikan kepada orang lain. 4

1
Imam As-Suyuthi, Asbabun Nuzul, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, hal. 590
2
Shahih Ibnu Majah (2223), Bab Al-Tijarat dan An-Nasai (673), Bab at-Tafsir.
3
Tafsir Ibnu Katsir: Tahdzib wa Tartib Jilid 6, Maghfirah Pustaka: Jakarta, hal. 596
4
Tafsir Ibnu Katsir: Tahdzib wa Tartib Jilid 6, Maghfirah Pustaka: Jakarta, hal. 596
• Tafsir Juz’amma Syaikh Al-Utsaimin
Kata ‫ َو ْي ٌل‬adalah kata untuk menunjukan suatu ancaman yang disampaikan oleh Allah
swt. kepada siapa saja yang menentang perintah-Nya atau melakukan larangan-Nya
َ ‫و ْي ٌل ل ِّْل ُم‬.
sebagaimana yang bisa dipahami di dalam kalimat selanjutnya yaitu َ‫ط ِّففِّين‬ َ
5

• Tafsir Al-Wajiz,
Kerusakan dan siksa bagi orang-orang yang mengurangi timbangan meskipun sedikit.
Baik mengurangi takaran atau timbangan, juga atau menambahnya. Diriwayatkan dari
An-nasai dan Ibnu Majah dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas, berkata: “Ketika
Nabi saw. masuk Madinah, diketahui bahwa penduduknya terkenal akan
timbangannya yang paling kecil. Maka Allah menurunkan ayat: “Kecelakaanlah bagi
orang-orang yang mengurangi timbangan.” Maka setelah itu semua timbangan
diperbaiki sesuai takaran.6

ِ ‫ين إِ َذا ٱ ْكتَالُوا َعلَى ٱلن‬ ِ


‫َّاس يَ ْستَ ْوفُو َن‬ َ ‫ٱلَّذ‬
(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi,

• Tafsir Ibnu Katsir


Orang yang curang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta untuk
dipenuhi. Mereka mengambil hak mereka dengan penuh dan lebih namun, apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka merugikan orang lain dan
mengurangi takaran dan timbangan.7

• Tafsir Juz’amma Syaikh Al-Utsaimin


Jika mereka membeli dari orang lain apa saja yang ditakar maka mereka meminta
untuk dipenuhi haknya dengan sempurna dan tidak kurang sedikitpun.8

• Tafsir Al-Wajiz,
Yaitu mereka yang mengambil hak orang lain dengan mengurangi timbangan atau
takaran dengan sempurna.9

5
Tafsir Juz’amma Syaikh Utsaimin, Darul Falah: Jakarta, hal. 129
6
https://tafsirweb.com/12253-surat-al-muthaffifin-ayat-1.html
7
Tafsir Ibnu Katsir: Tahdzib wa Tartib Jilid 6, Maghfirah Pustaka: Jakarta, hal. 597
8
Tafsir Juz’amma Syaikh Utsaimin, Darul Falah: Jakarta, hal. 130
9
https://tafsirweb.com/12254-surat-al-muthaffifin-ayat-2.html
‫وه ْم ُُيْ ِس ُرو َن‬ ُ ُ‫َوإِذَا َكال‬
ُ ُ‫وه ْم أَو َّوَزن‬
dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi

• Tafsir Ibnu Katsir


Apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka merugikan orang
lain dan mengurangi takaran dan timbangan.10

• Tafsir Juz’amma Syaikh Al-Utsaimin


Jika mereka menakar untuk orang lain atau menjual makanan dengan takaran, mereka
mengurangi timbangan atau takarannya. Dikiaskan kepada segala yang
menyerupainya. Semua orang yang menuntut haknya dengan sempurna dari orang
yang dibawahnya dan mencegah orang yang diatasnya maka termasuk dalam ayat ini.
Misal suami menghendaki agar istrinya memberi haknya yang sempurna dan tidak
menyepelekan sedikitpun dari haknya. Akan tetapi ketika dia harus memenuhi hak
istrinya dia menyepelekan dan tidak memberinya suatu yang menjadi hak istrinya.11

• Tafsir Al-Wajiz,
Apabila menimbang atau menakar untuk orang lain mereka mengurangi
timbangannya.12

‫ن‬ ٰۤ
ٍ‫ك اَََّّنُْم َّمْب عُ ْوثُ ْو َن لِيَ ْوٍم َع ِظْي نم‬
َ ‫اَََل يَظُ ُّن اُول ِٕى‬
Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,
pada suatu hari yang besar,

• Tafsir Ibnu Katsir


Ini adalah ancaman dari Allah Swt. bagi orang-orang yang berbuat curang. Apakah
meraka orang-orang yang berbuat curang itu tidak takut pada kebangkitan, berdiri
dihadapan Allah Swt. yang mengetahui rahasia-rahasia dan isi hati pada hari yang
kegentingannya sangat besar, banyak sekali yang menakutkan, serta peristiwa yang
agung? Barang siapa yang merugi di hari itu maka dia akan dimasukkan ke dalam
neraka yang panas.13

10
Tafsir Ibnu Katsir: Tahdzib wa Tartib Jilid 6, Maghfirah Pustaka: Jakarta, hal. 597
11
Tafsir Juz’amma Syaikh Utsaimin, Darul Falah: Jakarta, hal. 130
12
https://tafsirweb.com/12255-surat-al-muthaffifin-ayat-3.html
13
Tafsir Ibnu Katsir: Tahdzib wa Tartib Jilid 6, Maghfirah Pustaka: Jakarta, hal. 597
• Tafsir Juz’amma Syaikh Al-Utsaimin
Apakah mereka itu tidak yakin bahwa mereka akan dibangkitkan atau dikeluarkan
dari tubuh mereka demi Allah Rabb semesta alam pada suatu hari yang besar. Hari
yang sangat besar itu tidak diragukan bahwa hari itu benar-benar sangat besar.14
Sebagaimana firman Allah Swt. “Sesungguhnya keguncangan hari Kiamat itu adalah
suatu kejadian yang sangat besar.” (Q.S. Al-Hajj :1)

• Tafsir Al-Wajiz,
Apakah mereka merasa aman dari azab yang akan diterima orang-orang yang
mengurangi timbangan, padahal mereka akan dibangkitkan, amal mereka ditimbang.
Apakah mereka tidak memikirkan azab atas perbuatan mereka? Mereka akan
dibangkitkan pada hari yang penuh dengan bencana dan hiruk pikuk yaitu hari
kiamat.15

‫ي‬ ِ ِ ‫يَّوم ي ُقوم النَّاس لِر‬


َ ْ ‫ب الْعلَم‬َ ُ ُْ َ َْ
(yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?

• Tafsir Ibnu Katsir


Orang-orang berdiri dihadapan Tuhan semesta alam pada hari kiamat dalam keadaan
telanjang kaki, tidak berpakaian dan tidak dikhitan dalam situasi yang sulit, susah dan
sempit bagi pendosa.16

• Tafsir Juz’amma Syaikh Al-Utsaimin


Yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam. Dia adalah Allah
Swt. mereka bangkit dari kuburnya tanpa alas kaki, tidak mengenakan sendal atau
sepatu, mereka telanjang tanpa sehelai pakaian pun, tidak memakai baju tidak pula
memakai celana, tidak pula kain sarung, dan tidak pula selendang. Tidak disunat.17

• Tafsir Al-Wajiz,
Hari dimana mereka dibangkitkan dari kubur, kemudian menghadap Allah Swt. untuk
dihisab dan diberi balasan.18

14
Tafsir Juz’amma Syaikh Utsaimin, Darul Falah: Jakarta, hal. 130
15
https://tafsirweb.com/12256-surat-al-muthaffifin-ayat-4.html
16
Tafsir Ibnu Katsir: Tahdzib wa Tartib Jilid 6, Maghfirah Pustaka: Jakarta, hal. 597
17
Tafsir Juz’amma Syaikh Utsaimin, Darul Falah: Jakarta, hal. 130
18
https://tafsirweb.com/12257-surat-al-muthaffifin-ayat-6.html
4. Tafsir Tarbawi Al-Qur’an Surat Al-Muthaffifin Ayat 1-6
Kandungan ayat yang bisa diambil dari nilai-nilai pendidikan:
4.1 Surat Al-Muthaffifin menggambarkan bagian dari realita dakwah di Mekkah, dakwah
yang bertujuan untuk membangkitkan hati, mengguncang jiwa, dan mengarahkan mereka
ke pesan kesetaraan dan persamaan di bumi.
4.2 Surat tersebut dimulai dengan perang yang dinyatakan Allah Swt. terhadap orang yang
curang, kecelakaan dan kehancuran baginya. Orang yang curang adalah mereka yang
menerima barang dagangannya secara penuh jika mereka menjadi pembeli, dan
memberikannya kepada orang lain takaran yang tidak sempurna atau menguranginya jika
mereka menjadi penjual, itu merupakan hal yang aneh, mereka bertindak seolah-olah
tidak ada hari perhitungan atau hisab atas apa yang mereka peroleh dalam kehidupan di
dunia, seolah-olah dia tidak akan dihadapkan kepada Allah Swt. pada hari yang besar,
yaitu hari perhitungan amal dan pembalasan. 19
4.3 Setiap orang memiliki malaikat yang mencatat perbuatannya, sehingga dia akan dimintai
pertanggungjawaban atas mereka pada hari kebangkitan.20
4.4 Orang beriman yang saleh menikmati kebahagiaan Surga, dan orang jahat yang korup
akan disiksa di Neraka dan mereka tidak akan pernah keluar selama-lamanya.21
4.5 Seorang Muslim harus adil dalam takaran dan timbangan, dan tidak mendzolimi siapa
pun dalam jual beli.22

5. Interdisiplinier dan Multidisiplinier


Untuk mengetahui lebih jauh tentang tafsir, kandungan dan korelasi secara interdisiplinier dan
multidisiplinier ilmu pendidikan, maka disajikan beberapa data dan teori sebagai berikut:

5.1 Pada ayat pertama dijelaskan bahwa kehinaan dan kecelakaan bagi orang yang berbuat
curang. Perbuatan curang termasuk perbuatan dzolim dan kedzoliman adalah perbuatan
yang dilarang oleh Nabi Muhammad saw. Nabi saw. bersabda:

‫حمرما؛ فال تظاملوا‬


ً ‫ وجعلته بينكم‬،‫ إين حرمت الظلم على نفسي‬،‫ اي عبادي‬:‫قال هللا تبارك وتعاىل‬
“Allah Tabaaraka wa ta’ala berfirman: ‘wahai hambaku, sesungguhnya aku haramkan
kezaliman atas Diriku, dan aku haramkan juga kezaliman bagi kalian, maka janganlah
saling berbuat zalim’” (HR. Muslim no. 2577).

19
Anwar Baaz, Tafsir Tarbawi. Kairo: Darunnashr, hal. 353
20
Anwar Baaz, Tafsir Tarbawi. Kairo: Darunnashr, hal. 353
21
Anwar Baaz, Tafsir Tarbawi. Kairo: Darunnashr, hal. 353
22
Anwar Baaz, Tafsir Tarbawi. Kairo: Darunnashr, hal. 353
5.2 Hendaknya seseorang tidak bermudah-mudahan dalam berbuat dosa, terlebih dosa
terhadap orang lain. Dosa yang dia lakukan secara pribadi antara dia dan Allah Swt.
masih lebih ringan dibanding dosa yang berkaitan dengan hak orang lain. Sufyan Ats-
Tsauri rahimahullāh pernah berkata :

‫اح ٍد‬
ِ‫بو‬ ِ ِ َ ‫اىل أَهو ُن علَي‬
َ ٍ ْ‫ك م ْن أَ ْن تَ ْل َقاهُ ب َذن‬
َِّ ‫ك وبي‬
ْ َ َ ْ َ ‫اَّلل تَ َع‬ َ َْ َ َ َ‫يما بَْي ن‬
ِ ِ
َ ‫اىل بِ َسْبع‬
َ ‫ي َذنْبًا ف‬ َ ‫اَّللَ تَ َع‬
َّ ‫يت‬ ِ
َ ‫إِ ْن لَق‬
‫ي الْعِبَ ِاد‬ ِ
َ َْ‫ك َوب‬
َ َ‫يما بَْي ن‬
َ‫ف‬
“Jika engkau bertemu Allāh Swt. (meninggal dunia) dengan membawa 72 dosa antara
engkau dan Allāh masih lebih ringan bagimu, daripada engkau bertemu Allāh dengan
membawa satu dosa antara engkau dengan hamba-Nya.”23
5.3 Dalam konteks pendidikan maka seorang pendidik maupun peserta didik keduanya
memiliki kesetaraan dalam larangan berbuat dzolim. Seorang pendidi tidak boleh
mendzolimi peserta didiknya begitu juga sebaliknya.
5.4 Dalam ayat pertama pula dijelaskan tentang perbuatan yang menyebabkan seseorang
binasa dan celaka yaitu curang. Dalam teks ayat dan tafsirnya curang yang dijelaskan
adalah pada muamalah jual beli. Adapun dalam lingkup pembelajaran perbuatan curang
adalah ketidak jujuran dalam mengikuti aturan akademik, misal peserta didik mencontek
dalam ujian, menyalin materi tanpa menyantumkan sumber, pemalsuan dokumen dan
informasi. Hal ini juga bisa terjadi pada tenaga pendidik, yaitu berlaku curang atau tidak
jujur dalam mengajar, memberikan informasi dan materi kepada peserta didiknya.
5.5 Dalam ranah pendidikan Thomas Lickona menawarkan teori untuk menangani problem
ketidakjujuran yaitu dengan tiga pendidikan karakter. Pertama Pengetahuan Moral (moral
knowing). Pengetahuan nilai moral merupakan pemahaman dalam bemacam-macam nilai
moral, seperti kejujuran. Lalu, memahami cara penerapan nilai sesuai dengan situasi yang
dialami.24 Kedua Perasaan Moral (moral feeling) merupakan kemampuan untuk merasa
bersalah dan memiliki perasaan untuk melakukan perbuatan yang sesuai dengan moral
yang berlaku. Ketiga, Tindakan Moral (moral acting) adalah hasil akhir dari dua
komponen sebelumnya. Menurut Thomas Lickona karakter individu ditentukan oleh
kebiasaan yang dilakukan, karena kebiasaan merupakan tindakan yang dilakukan secara
berulang – ulang.
5.6 Konsep pembelajaran dari ayat kedua dan ketiga ini, nasihat kepada pendidik dan peserta
didik yang hanya ingin di hargai dan dihormati. Pendidik ingin selalu dihormati tanpa
menghormati peserta didik maka itu bisa terjerembab dalam kecurangan dan kedzoliman.

23
As-Samarkandi, Tanbiihul Goofiliin bi Ahaadiit Sayyidil Anbiyaa’ wal Mursalin, hal. 380
24
Fitriani, Indri. Implementasi Teori Thomas Lickona terhadap Problem Ketidak Jujuran. UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Begitu juga peserta didik yang melulu ingin diperlakukan dengan baik oleh pendidiknya
dengan tidak berusaha menghormati pendidik. Hal ini tentu selaras dengan sabda Nabi
saw.

‫َم ْن ََل يَْر َح ْم ََل يُْر َح ْم‬


”Barang siapa yang tidak menyayangi, tidak akan disayangi” (HR. Bukhari)
5.7 Konsep pembelajaran dari ayat keempat dan kelima ini, pendidik dan peserta didik harus
sadar dan terus menjauhkan sifat ketidakjujuran, curang dan saling mendzolimi, karena
ancaman bagi keduanya bukanlah sekedar hukuman di dunia tetapi bisa menyebabkan
keduanya dimasukan kedalam neraka pada hari Kiamat.
5.8 Konsep pembelajaran dari ayat keenam, bagi pendidik dan peserta didik harus yakin
percaya dan beriman dengan masa depan, semua yang dilakukan maka akan
dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.

6. Kesimpulan
Al-Muthaffifin adalah surat Makkiyah dengan jumlah 36 ayat. Sebab turunnya ayat Al-
Muthaffifin adalah perilaku penduduk Madinah yang suka mengurangi timbangan kemudian
turunlah ayat “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang”. Setelah ayat ini turun,
penduduk Mekkah maupun Madinah menjadi yang paling baik dalam memnuhi timbangan.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan nilai-nilai pendidikan dalam surat Al-
Muthaffifin menggambarkan bagian dari realita dakwah di Mekkah, dakwah yang bertujuan
untuk membangkitkan hati, mengguncang jiwa, dan mengarahkan mereka ke pesan
kesetaraan dan persamaan di bumi.
Dalam ayat pertama pula dijelaskan tentang perbuatan yang menyebabkan seseorang
binasa dan celaka yaitu curang. Dalam teks ayat dan tafsirnya curang yang dijelaskan adalah
pada muamalah jual beli. Lalu, memahami cara penerapan nilai sesuai dengan situasi yang
dialami. Konsep pembelajaran dari ayat kedua dan ketiga merupakan nasihat kepada pendidik
dan peserta didik yang hanya ingin di hargai dan dihormati. Konsep ayat keempat dan
kelima, pendidik dan peserta didik harus sadar dan menjauhkan sifat ketidakjujuran. Konsep
pembelajaran dari ayat keenam, bagi pendidik dan peserta didik harus yakin percaya dan
beriman dengan masa depan, semua yang dilakukan maka akan dipertanggungjawabkan kelak
di akhirat.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemah


Al-Utsaimin, Muhammad. (2007). Tafsir Juz’amma Syaikh Al-Utsaimin. Jakarta: Darul Falah.
As-Samarkandi, Tanbiihul Goofiliin bi Ahaadiits Sayyidil Anbiyaa’ wal Mursalin
As-Suyuthi, Imam. (2015). Asbabun Nuzul. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Baaz, Anwar. (2007). Tafsir Tarbawi. Kairo: Darunnashr
Katsir, Ibnu. (2017). Tafsir Ibnu Katsir: Tahdzib wa Tartib Jilid 6, Jakarta: Maghfirah Pustaka.
Fitria, N. (2017). Konsep Pendidikan Karakter Menurut Thomas Lickona dan Yusuf Qardhawi (Studi
Komparatif tentang Metode, Strategi dan Konten).
Fitriani, Indri. Implementasi Teori Thomas Lickona terhadap Problem Ketidak Jujuran. UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta
https://tafsirweb.com/

Anda mungkin juga menyukai