MAKALAH
Oleh :
PENYUSUN:
SULFI ALIS
NIM: 80100218074
Dosen Pemandu:
Prof. Dr. H. Kasyim Salenda, S.H, M.Th.i
Dr. Ahmad Musyahid, M.Ag
i
ii
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji semoga tetap senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah
bagi umat muslim menuju jalan yang lurus dan diridhoi oleh Allah swt.
Rasulullah saw, para sahabat dan keluarga serta para pengikutnya sampai di hari
kiamat, terutama bagi para Mujtahid yang senantiasa menuangkan hasil pemikiran
Makalah ini berisi tentang kaidah fiqhi “Apa yang haram digunakan,
haram pula didapatkannya” maupun hal-hal yang lain yang berkaitan dengan judul
makalah ini. Makalah ini dibuat sebagai syarat dan juga tuntutan akademik dan
pemikiran hukum Islam yang ada di tengah masyarakat. Dan tentunya, dalam
penyusunan makalah ini tidak terlepas dari segala kekurangan, penulis telah
tersebut. Oleh karena itu, sangat diharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan revisi makalah ini nantinya. Semoga bermanfaat bagi kita semua
Penyusun,
SULFI ALIS
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL........................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................... 2
Ittakhadzuhu.............................................................................. 2
Ittakhadzuhu.............................................................................. 3
A. Kesimpulan............................................................................... 9
B. Saran.......................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari kaidah inilah seorang pengkaji hukum Islam atau fiqih tidak dapat
memahami segala kajian hukum Islam kecuali ia mempelajari qawaid al-
fiqhiyyah. 2
B. Rumusan Masalah
1
2
PEMBAHASAN
Berikutnya kata ( ) حرمadalah fiil madhi bina ma’lum dengan timbangan (فعل
) yang artinya terlarang. Secara bahasa kata haram digunakan untuk melarang
seseorang agar tidak melakukan sesuatu. Sedangkan menurut istilah adalah
tuntutan syar’i (Allah) kepada mukallaf untuk menahan satu perbuatan (tidak
melakukannya), dengan tuntutan yang keras. Dan sebagai konsekuensinya bagi
orang yang mengerjakannya maka ia berdosa dan bagi yang meninggalkannya
maka dia berpahala.
Kata ( ) استعمالهadalah fa’il dari fi’il madhi mazid dengan tiga huruf dari kata
( عملmengerjakannya). Setelah ditambahkan ت- س- اmaka artinya
memperkerjakan, memanfaatkan, atau menggunakan.
Adapun kata اتخاذهadalah fail dari fiil mazid dengan dua huruf, dari kata اخذ
(mengambil). Setelah penambahan ت- اmaka menjadi ذهQQ إإتخyang kemudian
menggabungkan (idgham) dua hamzah tersebut dan menggantikan ibdal dengan ت
lalu dibaca ( إتخذmengambil dengan usaha).6 Dalam hal ini kata اذهQ إتخberarti usaha
untuk memperoleh sesuatu untuk dimiliki.
Jika kita cermati dari paparan tersebut dapat dipahami bahwa setiap yang
haram digunakan, maka usaha untuk memperolehnya juga diharamkan. Ini
konklusi logis dari keharaman sesuatu yang masih pararel hukumnya. Sebab, jika
pengharaman hanya dilakukan secara sepihak, sementara pihak yang lain masih
dibiarkan begitu saja, maka tidak ada efek hukum yang dihasilkan dari pelarangan
tersebut. Dan ini termasuk dalam kategori sadd al-zarai’.
ب َو الْ ِفض َِّة َّ اج َو اَل تَ ْشربُ ْوا ىِف اٰنِيَ ِة
ِ الذ َه
َ َ َاَل َت ْلبَ ُس ْوا احلَ ِر ْيَر َو اَل الد ِّْيب
Artinya:
Nabi bersabda: kamu sekalian jangan memakai sutera dan jangan minum
dengan tempat dari emas atau perak.8
7
H.A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih (Jakarta: Kencanan Prenada Media Group, 2007), h. 96.
8
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 5 (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1987), h. 2052.
4
ِ َالذهب إِلِ ن
اث اَُّميِت ْ َو ُحِّر َم َعلَى ذُ ُك ْو ِر َها َّ ِ
ُ َ اُح ُّل احلَ ِر ْيُر َو
Artinya:
ان ْال َكاه ِِن ِ أَنَّ َرس ُْو َل هَّللا ِ صلم َن َهى َعنْ َث َم ِن ْال َك ْل
ِ ب َو َمه ِْر ْال َبغِىِّ َو ح ُْل َو
Artinya:
9
Muhammad bin Futuh al-Humaidi, al-Jam’u Baina Shahihain Bukhari wa Muslim, Juz 1
(Beirut: Dar al-Nasyr, 2002), h. 305.
10
Faturrahman Azhar, Qawaid Fiqhiyyah Muamalah (Cet. I; Banjarmasin: Lembaga
Pemberdayaan Kualitas Ummat (LPKU), 2015), h. 237.
5
benda itu diharamkan oleh syariat untuk memakainya, maka syariat melarang pula
untuk menyimpannya.11
11
Faturrahman Azhar, Qawaid Fiqhiyyah Muamalah, h. 237.
12
Faturrahman Azhar, Qawaid Fiqhiyyah Muamalah, h. 238.
13
Faturrahman Azhar, Qawaid Fiqhiyyah Muamalah, h. 240.
6
b. Haram hukumnya memiliki bejana yang terbuat dari emas dan perak.
Hal ini dikarenakan keharaman menggunakannya baik untuk wadah
makanan maupun hiasan. Rasulullah saw bersabda “janganlah kamu
meminum dengan menggunakan bejana yang terbuat dari emas atau
perak, dan jangan makan dengan piring yang terbuat dari keduanya,
karena keduanya untuk orang-orang musyrik semasa mereka di dunia,
dan untuk kamu nantinya di akhirat”.
14
Wahbah az-zuhaili, fiqh al-islam wa adillatuhu (Beirut: dar al-fikr, 2003), h. 2662-2667.
7
Dari beberapa contoh yang telah dikemukakan bisa dipahami bahwa suatu
hukum bersifat pararel dengan sebab yang sebelumnya karena mengarah pada
akibat yang akan muncul sesudahnya. Jika sebuah akhir adalah haram, tentu
mengharamkan permulaannya adalah langka yang lebih tepat sebagai bentu k
pencegahan dini.
Oleh karena itu, setiap benda yang haram digunakan maka apapun cara
memperolehnya, meski tergolong pada cara yang halal maka tetap dihukumkan
haram. Dan sebagai konsekwensi logis, jika memperolehnya saja haram maka
seluruh aktivitas yang berbentuk pemanfaatannya, baik itu disimpan, dimakan,
ataupun diminum, kalau berupa makanan dan minuman semuanya juga haram.
Terjemahnya:
Dalam menerapkan kaedah ini, ada beberapa kasus yang dapat dijadikan
sebagai contoh dalam penerapan kaedah ma hurrima isti’maluhu hurrima
ittakhadzuhu yaitu:
2. Meminum air dengan bejana yang terbuat dari emas dan perak adalah
haram, maka haram pula membelinya atupun menyimpannya. Karena
jika dibolehkan menyimpannya, suatu saat dikhawatirkan akan
meminum air dengan bejana tersebut.17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
15
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya Juz 1-Juz 30 (Surabaya: Pustaka
Agung Harapan, 2006), h. 141.
16
Faturrahman Azhar, Qawaid Fiqhiyyah Muamalah, h. 241.
17
Faturrahman Azhar, Qawaid Fiqhiyyah Muamalah, h. 241.
9
dapat dipahami bahwa setiap yang haram digunakan, maka usaha untuk
memperolehnya juga diharamkan. Ini konklusi logis dari keharaman
sesuatu yang masih pararel hukumnya. Sebab, jika pengharaman hanya
dilakukan secara sepihak, sementara pihak yang lain masih dibiarkan
begitu saja, maka tidak ada efek hukum yang dihasilkan dari pelarangan
tersebut. Dan ini termasuk dalam kategori sadd al-zarai’.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya Juz 1-Juz 30. Surabaya:
Pustaka Agung Harapan, 2006.
Nahr Farid Muhammad Washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam. Qawaid
Fiqhiyyah. Cet. II; Jakarta: 2009), h. v.