MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradilan dalam Islam
Oleh Dosen :
Prof. Dr. H. Lomba Sultan, M.A. dan Dr. Hj. Patimah, M.Ag.
Penyusun:
Sulfi Alis
NIM: 80100218074
PASCASARJANA
2019
i
ii
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji semoga tetap senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah
bagi umat muslim menuju jalan yang lurus dan diridhoi oleh Allah swt.
Rasulullah saw, para sahabat dan keluarga serta para pengikutnya sampai di hari
kiamat, terutama bagi para saudagar islam yang telah menyebarkan ajaran agama
Islam di nusasntara.
Makalah ini berisi tentang sistem peradilan di Aceh maupun hal-hal yang
lain yang berkaitan dengan judul makalah ini. Makalah ini dibuat sebagai syarat
dan juga tuntutan akademik dan diharapkan memberikan pengetahuan baru bagi
kita untuk lebih mengetahui pemikiran hukum Islam yang ada di tengah
masyarakat. Dan tentunya, dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari
diharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan revisi makalah ini
nantinya. Semoga bermanfaat bagi kita semua dan khususnya bagi penyusun.
SULFI ALIS
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL........................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................... 3
A. Kesimpulan............................................................................... 21
B. Saran.......................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
diibaratkan dengan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Hukum Islam
bersumber dari ajaran Islam, sedangkan ajaran Islam adalah ajaran yang
Indonesia. Oleh karena itu, amat wajar jika kajian kedudukan hukum Islam pra-
hingga tahun 1989, keberadaan Peradilan Agama ini hanya sebagai pelengkap
saja. Pada waktu itu Peradilan Agama tidak diberi wewenang untuk menjalankan
1
Ismanto dan Suparman, Sejarah Peradilan Islam di Nusantara masa Kesultanan-
Kesultanan Islam Pra-Kolonial, Historia Madania: h. 68
2
Ari wibowo, Perkembangan Eksistensi Peradilan Agama di Indonesia Menuju Ke
Peadilan Satu Atap, Al-Mawarid Ed. XVII (2007): h. 126.
1
2
karena jenis perkara yang boleh diadilinya, tidaklah mencakup segala macam
B. Rumusan Masalah
masalah yaitu
3
H.A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum (Hk.
Islam, Hk. Barat, dan Hk. Adat) dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang Surut Lembaga
Peradilan Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syari’at Islam di Aceh (Cet. II; Jakarta: Prenada
Media Group, 2010), h. 9.
3
BAB II
PEMBAHASAN
sebut adanya raja atau sultan, pelaksanaan hukum islam didasarkan pada tauliah
oleh ahlu halli wal aqdi. Sementara di kota samudera pasai ada seorang raja atau
sultan yang pertama, yaitu Sultan Malik al-Salih (W. 696 h/ 1292 M) yang telah
memberikan bentuk tauliah kepada hakim atau qadli dalam pelaksanaan hukum
Islam.4
Samudera Pasai paling akhir di banding dengan Peureulak yang menerima Islam
sebelum 1282 M, kendati pada 1292 M, hal ini belum diamati oleh Marcopolo.
Dari data ini setidaknya dapat di katakan bahwa awal pengalaman tauliyah dari
ahlu halli wa al aqdi paling cepat pada tahun 1282 sebelum Marcopolo singgah
1292 M di Peureulak.5
Abdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia (Jakarta: PT Raja
4
Aceh ini tidak hanya terjadi pada masa-masa kerajaan saja, tetapi juga terasa
hingga sekarang. Mazhab hukum Islam yang berkembang di kerajaan Aceh adalah
Mazhab Syafi’i yang pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda memiliki
seseorang mufti yang terkemuka bernama Syekh Abdur Rauf Singkil. Sultan
Iskandar Muda adalah raja yang paling kokoh menjalankan aturan syariat tanpa
pandang bulu terhadap siapa pun, Sultan Iskandar Muda pernah memberlakukan
hukum rajam terhadap putranya sendiri yang bernama Meurah Pupok yang
berzina dengan istri seorang perwira. Sultan Iskandar Muda berkata; “mati anak
berat di selesaikan oleh Balai Hukum Mukim. Apabila yang berperkara tidak puas
6
Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam (Cet. III; Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 203-
204.
7
Abdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia, h. 42.
5
susunan Peradilan Agama yang ada sekarang ini. Tetapi setidaknya dapat di
luas dan batas kampung di tingkat pertama, di tingkat kedua yakni Oeloebalang
Mahkamah Agungnya adalah Malikul Adil, Sri Paduka Tuan Bendhara Fakih,
pemerintahan nya.8
dihapusnya tujuh kata dari isi piagam Jakarta. Setelah orde baru isu ini kembali
mengenai penerapan syari’at Islam masih berlanjut sampai sekarang dan masing-
Jika dikilas balik saat penyusunan UUD ada tiga periode yang secara jelas
9
Syamsul Bahri, Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh Sebagai Bagian Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Jurnal Dinamika Hukum 12, no. 2 Mei (2012): h. 359.
6
kontituante blok islam kembali bertarung dengan blok pancasila dalam perdebatan
dasar-dasar Negara sampai dekrit presiden, dan ketiga, pada amandemen UUD
1945, partai Islam kembali menuntut agar memasukkan tujuh kata dari piagam
Jakarta.10
memuat pelaksanaan syari’at Islam (hukum Islam) di provinsi Aceh secara lebih
luas.11
Syamsul Bahri, Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh Sebagai Bagian Wilayah Negara
10
Syamsul Bahri, Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh Sebagai Bagian Wilayah Negara
11
berbeda. Hingga sekarangpun belum ada contoh ideal dalam sebuah Negara yang
(PERDA) dalam rangka terlaksananya syari’at Islam di Aceh. Dari perda-perda ini
qanun Aceh.13
adalah hak dan peluang untuk membentuk Mahkamah Syar’iyah sebagai Peradilan
Syariat Islam. Hal ini dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006
khususnya dalam Pasal 128 ayat (2) yang menyebutkan bahwa ”Mahkamah
Syar’iyah merupakan pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan
berada di Aceh.”14
12
Syamsul Bahri, Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh Sebagai Bagian Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI): 360.
13
Syamsul Bahri, Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh Sebagai Bagian Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI): h. 360.
Dihubungkan dengan Sistem Peradilan di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum 3, no. 2:h. 113.
8
bahwa Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi
beberapa aspek dari hukum Islam. Namun demikian Mahkamah Syar’iyah tetap
merupakan bagian dari sistem peradilan nasional. Hal ini secara tegas telah
aqidah), tidak shalat Jumat tiga kali berturut-turut tanpa uzur syar'i (bidang
untuk tidak berpuasa (bidang ibadah), makan minum di tempat umum di siang
hari di bulan puasa (bidang ibadah), dan tidak berbusana Islami (bidang syiar
tindak pidana dalam pengelolaan zakat. Sebagaimana diatur dalam Qanun Nomor
7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat. Tindak pidana dimaksud, meliputi tidak
membayar zakat setelah jatuh tempo, membuat surat palsu atau memalsukan surat
yang telah ditetapkan pula menjadi wewenang Mahkamah Syar’iyah, sampai saat
ini belum disusun qanunnya. Oleh karena itu wewenang di bidang tersebut belum
dapat dilaksanakan, kecuali beberapa perkara perdata yang sejak dulu telah
menjadi wewenang Pengadilan Agama, seperti masalah wakaf, hibah, wasiat dan
sadaqah.22
Hisbah dan beberapa lembaga lain terkait dengan pelaksanaan syari’at Islam.
1. Kewenangan Relatif
Dalam bahasa Belanda kewenangan relatif ini disebut dengan “distributie van
rechtsmacht”. Atas dasar ini maka berlakulah asas “actor sequitur forum rei”.24
khusus perkara gugat cerai bagi yang beragama Islam, maka gugatan dapat
diajukan kepada Pengadilan Agama di mana Penggugat bertempat tinggal. Hal ini
adalah hukum acara khusus yang diatur dalam Pasal 73 Undang-Undang Nomor 7
Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Pedata Dalam Teori dan Praktek (Bandung:
24
Tahun 1989 sehingga berlaku asas “lex specialis derogate legi generalis” artinya
2. Kewenagan Mutlak
peradilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang mutlak tidak dapat
diperiksa oleh badan peradilan lain. Kewenangan mutlak ini untuk menjawab
kekuasaan kehakiman.26
Qanun Nomor 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan Syari’at Islam Bidang Aqidah,
Khairani, Peran Wilayatul Hisbah Dalam Penegakan Syariat Islam (Relfeksi 10 tahun
27
Berlakunya Syari’at Islam di Aceh) ( Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2014), h. 29.
13
Islam berdasarkan surat perintah yang ditujukan melalui Kepala bagian yang
oleh Kepala Dinas kepada kepala kesatuan Wilayatul Hisbah, sehingga sangat
wewenangnya saja yang masih lemah dalam hal penerapan tugas dan fungsinya,
diterapkan kepada masyarakat yang didasarkan pada hukum material yakni Qanun
Nomor 11, 12, 13 dan 14 yang merupakan landasan penerapan awal bagi
masyarakat Aceh yang diawasi oleh Wilayatul Hisbah selaku badan yang
Syari’at Islam.29
besar dari seluruh kalangan, karena tidak terlepas dari pada program khusus
Khairani, Peran Wilayatul Hisbah Dalam Penegakan Syariat Islam (Relfeksi 10 tahun
28
Khairani, Peran Wilayatul Hisbah Dalam Penegakan Syariat Islam (Relfeksi 10 tahun
29
secara kaffah, sehingga dukungan dari pemerintah daerah sangat besar kepada
Wilayatul Hisbah yang kemudian badan ini semakin berkiprah dalam menertibkan
Badan ini semakin berwibawa dalam pandangan masyarakat, terlebih lagi berada
Syari’at Islam serta menitik beratkan pada subtansi pelaksanaan Syari’at Islam di
1999, kepada Aceh diberikan keistimewaan dibidang pendidikan, adat dan agama,
Khairani, Peran Wilayatul Hisbah Dalam Penegakan Syariat Islam (Relfeksi 10 tahun
30
Khairani, Peran Wilayatul Hisbah Dalam Penegakan Syariat Islam (Relfeksi 10 tahun
31
Hasanuddin Yusuf Adan, Refleksi Implementasi Syari’at Islam di Aceh (Cet. I;Banda
32
Syari’at Islam.
Syari’at Islam33
sarana
tempat umum; Mengedarkan booklet, leaflet dan buku-buku bacaan lainnya yang
33
Resti yuliana, peran wilayatul hisbah dalam mencegah terjadinya khalwat di kabupaten
aceh selatan, Skripsi, h. 21
17
berkenaan dengan tata cara pergaulan yang Islami; dan Pembinaan melalui media
perundangundangan.
34
Resti yuliana, peran wilayatul hisbah dalam mencegah terjadinya khalwat di kabupaten
aceh selatan, Skripsi, h. 22.
35
Resti yuliana, peran wilayatul hisbah dalam mencegah terjadinya khalwat di kabupaten
aceh selatan, Skripsi, h. 22.
18
Syari’at Islam.
b. Muhtasib berwenang;
pelaku pelanggaran;
perundang-undangan.36
36
Saleh, Suhaidy, Himpunan Undang-Undang Keputusan Presiden Peraturan
Daerah/Qanun Instruktur Gubernur Berkaitan Pelaksanaaan Syariat Islam (Banda Aceh: Dinas
Syariat Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2006), h. 296.
37
Resti yuliana, peran wilayatul hisbah dalam mencegah terjadinya khalwat di kabupaten
aceh selatan, Skripsi, h. 23.
19
Islam.
2005, kepada Wilayatul Hisbah diberikan tugas lain, yaitu menjadi petugas
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
masyarakat Aceh ini tidak hanya terjadi pada masa-masa kerajaan saja,
adalah raja yang paling kokoh menjalankan aturan syariat tanpa pandang
yang berzina dengan istri seorang perwira. Sultan Iskandar Muda berkata;
38
Resti yuliana, peran wilayatul hisbah dalam mencegah terjadinya khalwat di kabupaten
aceh selatan, Skripsi (Banda Aceh: Fak. Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Darussalam,
2019), h. 24.
21
B. Saran
karena minimnya referensi yangh kami dapatkan. Oleh karena itu kami masi
mengharapkan kritik dan saran oleh pembaca demi perbaikan makalah ini.
22
DAFTAR PUSTAKA
(Hk. Islam, Hk. Barat, dan Hk. Adat) dalam Rentang Sejarah Bersama
Syari’at Islam di Aceh. Cet. II; Jakarta: Prenada Media Group, 2010..
2014.
23
Koto, Alaiddin. Sejarah Peradilan Islam. Cet. III; Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
2006.
Sutantio, Retnowulan. Hukum Acara Pedata Dalam Teori dan Praktek. Bandung: