Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PERADILAN AGAMA DI INDONESIA

“PERKEMBANGAN PERADILAN AGAMA DI INDONESIA”

Disusun Oleh :

Muhammad Rafa Al Qozi :(22020016)


Saddam Al Aras :(22020028)

DOSEN PENGAMPU:
Dr.Desi Asmaret,M.Ag

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT
2022 /2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah “Perkembangan
peradilan agama di Indonesia ” penulisan ini dilakukan dalam rangka menambah
pengetahuan dan menyelesaikan tugas mata kuliah “Peradilan agama di Indonesia”.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi pada
mata kuliah pembelajaran pedagogik. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang bagi para pembaca dan juga penulis. Kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing bidang studi yang memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini. Terima kasih kami
ucapkan kepada semua pihak terutama teman-teman yang telah membantu
penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Segala upaya telah dilakukan untuk menyajikan makalah ini sebaik
mungkin,namun masih terdapat kekurangan-kekurangan di dalamnya, untuk itu kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat
diperlukan. Dalam kesempatan ini penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi
pembaca umumnya dan bagi penulis sendiri khususnya.

Padang, 30 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2

A. Peradilan Agama Masa Kesultanan Islam....................................................2

B. Peradilan Agama Masa Penjajahan...............................................................3

C. Peradilan Agama Masa Kemerdekaan Hingga Sekarang.............................4

BAB III PENUTUP................................................................................................5

A. Kesimpulan...................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................6

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peradilan agama yang telah dilalui dalam waktu yang demikian panjang
berarti berbicara tentang masa lalu yakni sejarah peradilan agama. Hal ini
dianggap penting untuk menumbuhkan lembaga peradilan agama yang akan
datang.Lembaga ini lahir semenjak agama islam dianut oleh penduduk wilayah
ini. \

Tumbuh dan berkembang peradilan agama itu dikarenakan sebagai


kebutuhan dan kesadaran hukum sesuai keyakinan. Namun diakui bahwa data
sejarah peradilan agama tidak mudah untuk mendapatkannya.Para ahli mengakui
sumber rujukan peradilan agama sangatlah minim karena para cendkiawan
sengaja melewatkan sejarah peradilan agama sebab tidak dianggap penting .

Untuk mengetahui bagaimana sejarah peradilan agama di Indonesia dari


masuknya islam ke Indonesia, masa kerajaan islam, masa penjajahan , sampai ke
masa reformasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peradilan agama di masa kerajaan?
2. Bagaimana peradilan agama di masa penjajahan?
3. Bagaimana peradilan agama di masa kemerdekaan hingga sekarang?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui peradilan agama di masa kerajaan


2. Mengetahu peradilan agama di masa penjajahan
3. Mengetahui peradilan agama di masa kemerdekaan hingga sekarang

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengadilan Agama Masa kesultanan Islam

Dengan masuknya Islam ke Indonesia yang utuh pertama kali pada abad
pertama Hijriyah atau bertepatan dengan abad ketujuh Masehi yang dibawa
langsung dari Arab oleh saudagar-saudagar dari Mekkah dan Madinah yang
sekaligus sebagai muballig. Maka dalam praktek sehari-hari, masyarakat
mulai melaksanakan ajaran dan aturan-aturan agama Islam yang bersumber
pada kitab-kitab fikih. Di dalalm kitab-kitab fikih tersebut termuat aturan dan
tata cara ibadah seperti thaharah, shalat, puasa, zakat, dan haji serta sistem
peradilan yang disebut qad . (Zaini Ahmad Nuh, 1983)

a) Peradilan Agama di wilayah Jawa

Masa ini dikenal adanya Pengadilan Surambi yang mempunyai dua


kewenangan, pertama perkara-perkara yang akan diselesaikan menurut hukum
Islam semata, kedua perkara yang akan diselesaikan menurut hukum adat dan
tradisi Jawa. Terhadap perkara-perkara, seperti perkawinan, perceraian, dan
warisan tidak diajukan dan diselesaikan dalam majelis Pengadilan Surambi,
tetapi cukup diajukan kepada penghulu yang memeriksa dan memutuskan
perkara itu di tempat pengadilan. Dalam pemutusan perkara tersebut penghulu
dibantu oleh tiga orang anggota majelis Surambi sebagai penasehat. (Bisri,
1998)
Kewenangan ini sama dengan Pengadilan Agama di Priangan yang
mempunyai wewenang dan kekuasaan untuk memeriksa, mengadili dan
menyelesaikan perkara-perkara perkawinan dan kewarisan. Bahkan ketika
kekuasaan kerajaan Mataram telah merosot, perkara-perkara yang diancam
dengan hukuman badan dan hukuman mati yang merupakan kewenangan
Peradilan Perdata, karena tidak dapat dikirim ke Mataram menjadi wewenang
Pengadilan Agama. (Djalil, 2006)

b) Pengadilan Agama di luar pulau Jawa

Beberapa daerah di luar pulau Jawa seperti Aceh, Jambi, Palembang,


Bengkulu, Sumatera Barat, Lampung kesemuanya memiliki Pengadilan Agama
yang mempunyai wewenang untuk menyelesaikan perkara-perkara
perkawinan, perceraian serta harta peninggalan atau warisan. Di Sulawesi
integrasi ajaran Islam dan lembaga-lembaganya dalam pemerintahan kerajaan
dan adat lebih lancar karena peranan raja, sehingga raja dominan sebagai
pemutus perkara, salah satu contohnya adalah kerajaan Bone dimana raja
adalah penghulu tertinggi dalam kerajaan, yang berwenang memutus perkara
keagamaan yaitu pernikahan dan kewarisan di luar perkara-perkara kerajaan
lainnya. Sama halnya kewenangan Pengadilan Agama di Jawa, kewenangan
Pengadilan Agama di luar pulau Jawa zaman kerajaan Islam, menurut penulis
tidak terlepas dari putusan perkara perkawinan dan kewarisan.
2
B. Peradilan Masa Penjajahan

Pada Pada tanggal 25 mei 1760 berlakunya Hukum Islam di akui oleh
VOC melalui Resolutie der Indische Regeling, yaitu berupa kumpulan aturan
Hukum Perkawinan dan Hukum Kewarisan mebnurut Hukum Islam[4].

Hal ini mungkin disebabkan karena sistem pemerintahan Belanda belum


kuat kekuasaannya, dan juga idealisme serta fanatisme keberagamaan
masyarakat Indonesia pada saat itu yang sangat kuat sekali, sehingga upaya
pemerintah Belanda untuk menekan Peradilan Agama dan memasukkan hukum
Eropa kurang berjalan lancar.

Kemudian pada masa Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811)


Pengadilan  Agama belum berdiri sendiri sebagai lembaga independen,
meskipun demikian untuk daerah Banten, daendels membiarkan adanya
Pengadilan Penghulu yang dapat praktik memutuskan perkara-perkara
kekeluargaan menurut hukum Islam. Di daerah-daerah Jawa Tengah dan Jawa
Timur, walaupun tidak ada Pengadilan Agama di setiap landgerecht diikut
sertakan seorang penghulu yang akan ikut memberikan pertimbangan bila ketua
(bupati) Landoros beserta anggota akan memutuskan perkara untuk
setiap viredesqerecht di Jawa Tengah dan Jawa Timur diangkat seorang
penghulu sebagai anggota dan viredesqerecht ini akan memutuskan perkara-
perkara kecil misalnya perselisihan-perselisihan dalam perkawinan,
penganiayaan, utang piutang, dan sebagainya.

Dapat disimpulkan bahwa potret peradilan agama pada awal penjajahan


Belanda sudah beroperasi secara maksimal, diakui dan diterapkan oleh kerajaan-
kerajaan di Indonesia, walaupun belum diakui sebagai lembaga resmi yang
independen oleh Belanda. hal ini bisa terjadi karena memang pengaruh Islam kuat
sekali, kemudian pengakuan dan legitimasi yang diberikan oleh penguasa juga
sangat mendorong berdirinya peradilan agama dan diakui keberadaannya serta
aktualisasinya

Ini sesuai dengan teori living law dan teori hukum ketatanegaraan.
Peradilan Agama pada mulanya masih eksis dan memiliki peran penting pada
masa awal penjajahan belanda, ini karena sesuai dengan teori living law hukum
yang hidup di masyarakat  dan yang mempengaruhi pola pikir mereka adalah
hukum Islam, namun ketika belanda berkuasa dan melancarkan politik hukumnya,
peradilan agama dengan hukum Islam yang diusungnya bersinggungan dengan
hukum Eropa dan hukum adat, ketika terjadi gap semacam ini maka kebijakan
penguasalah yang paling menentukan, pemerintah belanda dalam hal ini ingin
menyingkirkan peradilan agama walaupun masyarakat mayoritas muslim, ini
tentunya tidak lepas dari pertimbangan politik dari mereka. (Jazuni, 2005)

3
C. Peradilan Agama Masa kemerdekaan hingga sekarang

Hukum dan penegakan hukum dalam era ini tidak dapat dipisahkan dari
perilaku politik. Keterkaitan hukum dan penegak hukum dalam perilaku politik
tersebut hanya dapat terjadi dalam suatu negara yang tidak demokratis dimana
transparasi, supremasi hukum dan promosi, juga perlindungan HAM
dikesampingkan.

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu agenda reformasi adalah


supremasi hukum, sebab lemahnya penegakan hukum dan ketidak mandirian
lembaga peradilan yang terjadi pada era sebelumnya. Hal ini menghasilkan TAP
MPR NOMOR X/MPR/1998 yang menharuskan Pemerintah untuk segera
meninjau ulang ketentuan yang telah membagu dua penanganan lembaga
peradilan antara institusi eksekutif di satu bidang dan institusi yudikatif pada
bidang yang lain.

Badan peradilan agama sejak lama berada di bawah Departemen Agama,


bahkan dalam hal-hal tertentu tidak dapat dipisahkan hubungannya dengan
Departemen Agama secara khusus dan dengan umum termasuk majelis ulama.
Maka, khusus untuk badan peradilan agama mengingat sejarah peradilan agama
yang spesifik dalam sistem peradilan nasional, pembinaan terhadap badan
peradilan agama dilakukan dengan memperhatikan saran dan pendapat Menteri
Agama dan Majelis Ulama Indonesia.
Berubahnya UUD 1945 memberikan implikasi pada perubahan Undang-
undang Nomor 14 Tahun 1970 menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004.
Begitu pula halnya dengan undang-undang yang mengatur tentang peradilan
agama, dengan adanya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004, maka secara
otomatis meniscayakan adanya perubahan terhadap Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Atas dasar inilah, kemudian lahir
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.7 tahun
1989 tentang peradilan agama. (Wahyudi, 2018)

4
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masuknya Islam ke Indonesia yang utuh pertama kali pada abad
pertama Hijriyah atau bertepatan dengan abad ketujuh Masehi yang dibawa
langsung dari Arab oleh saudagar-saudagar dari Mekkah dan Madinah yang
sekaligus sebagai muballig. Maka dalam praktek sehari-hari, masyarakat
mulai melaksanakan ajaran dan aturan-aturan agama Islam yang bersumber
pada kitab-kitab fikih.
Seiring jalanya waktu, peradilan agama pada awal penjajahan Belanda
sudah beroperasi secara maksimal, diakui dan diterapkan oleh kerajaan-
kerajaan di Indonesia, walaupun belum diakui sebagai lembaga resmi yang
independen oleh Belanda. hal ini bisa terjadi karena memang pengaruh Islam
kuat sekali, kemudian pengakuan yang diberikan oleh penguasa juga sangat
mendorong berdirinya peradilan agama dan diakui keberadaannya.
Sampai berubahnya UUD 1945 memberikan implikasi pada perubahan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 menjadi Undang-undang Nomor 4
Tahun 2004. Begitu pula halnya dengan undang-undang yang mengatur tentang
peradilan agama, dengan adanya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004, maka
secara otomatis meniscayakan adanya perubahan terhadap Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Atas dasar inilah, kemudian
lahir Undang-undang Nomor 6 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.7
tahun 1989 tentang peradilan agama.

5
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Tri Wahyudi. Hukum acara peradilan agama.(Solo, CV. Mandar Maju 2014)

Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia (Cet. II; Jakarta: PT. Grafindo Peersada,

1998)

Djalil,  Basiq, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010),

cet 2

Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA. Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2010.)

H. A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia Cet. I; Jakarta: Kencana, 2006

Zaini Ahmad Nuh, Sejarah Peradilan Agama (Laporan hasil Simposium, Proyek
Pembinaan Administrasi Hukum dan Pradilan, 1983),

Anda mungkin juga menyukai