Disusun oleh :
Kelompok 06
FAKULTAS SYARIAH
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
judul “Peradilan Agama Pada Masa Orde Baru”. Terima kasih kami
Semoga apa yang tercantum dalam makalah bisa berguna bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Kelompok 6
ii
Daftar Isi
KataPengantar ......................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................. iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
BAB II Pembahasan
A. Peradilan Masa Orde Baru ................................................................. 2
B. Kewenangan dan Kedudukan Peradilan Agama Pada Masa Orde
Baru ................................................................................................... 7
C. perubahan dan penyempurnaan UU peradilan agama ........................ 9
BAB III Penutup
A. Kesimpulan ........................................................................................ 13
B. Saran ................................................................................................... 13
Daftar Pustaka ......................................................................................... 14
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
BAB II
PEMBAHASAN
Penamaan lembaga ini pada masa Orde Lama masih simpang siur.
Seakan-akan lembaga peradilan agama tidak memiliki nama yang pasti
karena pada waktu itu banyak penamaan untuk lembaga peradilan agama
di Indonesia. Argument trsebut dapat dilihat dari perbedaan nama
lembaga peradilan agama di tiap tempat.
1
Oyo Sunaryo Mukhlas, Perkembangan Peradilan Islam, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011)
hlm. 144.
2
Melihat keragaman nama lembaga peradilan pada masa Orde Lama,
Letnan Jenderal TNI Alam Syah yang menjabat sebagai Menteri Agama
RI mulai melakukan langkah maju, ditandai Ketika beliau
menyeragamkan nomen- klatur peradilan agama sebagai upaya ke arah
unifikasi hukum (penyatuan atau penyeragaman hukum).
2
Sutomo, M., Marwiyah, S., Mawaddah, D. N., Stai, W., Kencong, A.-F. A.-S., & Jember,
I. (n.d.). AKAR HISTORIS PENGADILAN AGAMA MASA ORDE BARU. hlm 259.
3
jangkauan, dan penerapan hukum Islam untuk umat Islam di Pengadilan
Agama, seperti yang tertera pada pasal 4 ayat 2 PP Nomor 45 Tahun 1957
(masih kuatnya pengaruh recepti hukum Islam baru bisa diterapkan
apabila sesuai dengan hukum adat), maupun mengenai ketergantungan
Pengadilan Agama kepada pengadilan negeri berkenaan dengan
pengukuhan, sebagaimana tertera dalam pasal 63 ayat 2 UU Nomor 1
Tahun 1974.3
4
Sutomo, M., Marwiyah, S., Mawaddah, D. N., Stai, W., Kencong, A.-F. A.-S., & Jember,
I. (n.d.). AKAR HISTORIS PENGADILAN AGAMA MASA ORDE BARU. hlm 261.
4
Undang-undang tersebut juga sekaligus menghapus sebutan
Pengadilan Agama sebagai pengadilan semu (kuasi pengadilan),
Pengadilan Agama telah memiliki regulasi yang kuat, yang mengatur
tentang susunan, kekuasaan, dan hukum acaranya.5
5
Journal.uii.ac.id.
5
Seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran hukum
masyarakat, pada 26 November 1977 Mahkamah Agung mengerluarkan
Peraturan Nomor 1 Tahun 1977 tentang Jalan Pengadilan dalam
Pemeriksaaan Kasasi untuk Perkara Perdata dan Perkara Pidana oeh
Pengadilan Agama dan Pengadilan Militer, disertai Surat Edaran (SE),
MA/Pemb/0921/1977.
6
Journal.uii.ac.id.
6
pemerintah kolonial Belanda, dan sebagian lagi produk pemerintah
Indonesia. Dasar hukum tersebut meliputi berbagai Peraturan Perundang-
Undangan, yaitu:
7
Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Grafindo Persada: Jakarta) hlm. 126.
7
peristiwa seperti kedudukan, kewenangan, status hingga penamaan.
Bahkan pada masa Orde Baru, Peradilan Agama belum menjadi peradilan
yang mandiri, dikarenakan Peradilan Agama masih berada dibawah
Departemen Agama. Peradilan Agama juga pada saat itu masih belum
memiliki wewenang untuk secara langsung memutus perkara, yang mana
mereka harus mendapat putusan Peradilan Umum untuk persoalan-
persoalan tertentu, seperti persoalan terkait harta benda dan juga
permasalahan terkait waris.8
Data di atas menyatakan bahwa lembaga peradilan agama pada masa orde
baru masih di bawah interfensi dari lembaga peradilan umum, sehingga
putusan yang keluarkan oleh lembaga peradilan agama tidak bisa lebih
luas cakupannya karena harus disetujui oleh lembaga peradilan umum
terlebih dahulu sebelum diakui oleh umum. Hal ini disebabkan oleh
kehendak penguasa yang dominan sebagai pemegang dominasi politik.
8
Sutomo, M., Marwiyah, S., Mawaddah, D. N., Stai, W., Kencong, A.-F. A.-S., & Jember,
I. (n.d.). AKAR HISTORIS PENGADILAN AGAMA MASA ORDE BARU. hlm 268.
9
Sutomo, M., Marwiyah, S., Mawaddah, D. N., Stai, W., Kencong, A.-F. A.-S., & Jember,
I. (n.d.). AKAR HISTORIS PENGADILAN AGAMA MASA ORDE BARU. hlm 269.
8
membuat hukum agama mendapat jatah yang cukup banyak serta
membuat Peradilan Agama mendapat peran yang sangat besar.
9
contohnya peraturan tentang Peradilan agama di jawa timur dan Madura,
tentang mahkamah syariah di beberapa daerah dan ada beberapa aturan
dasar hukum yang lain. Kemudian dengan disahkannya undang undang
ini maka aturan dasar hukum sebelumnya yang menyangkut seperti hal
yang disebutkan tadi tidak lagi diberlakukan
10
Berdasarkan kepada pasal 49 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 bahwa
wewenang Pengadilan Agama lebih luas meliputi tiga bidang, yaitu: a)
perkawinan, b) kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan
hukum Islam, c) wakaf dan sadaqah. Hal ini menunjukkan bahwa wewenang
Pengadilan Agama di Jawa/Madura, dan di sebahagian Kalimantan Selatan
telah bertambah, dan kembali kepada wewenangnya seperti sebelum tahun
1937. Dengan perkataan lain wewenang Pengadilan Agama tersebut lebih
luas dari pada masa sebelumnya. Mengenai wewenang Pengadilan Agama di
selain Jawa/ Madura dan sebahagian Kalimantan Selatan yang diatur dalam
PP No. 45 Tahun 1957 tidak mengalami perubahan.
11
Cik Hasan Bisri, op. cit., hlm. 118.
11
diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman tergugar. Ketentuan ini tidak berlaku
lagi pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama, dan tidak pula
dihapuskan. la tetap berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum.12
12
Cik Hasan Bisri, op. cit., hlm. 120
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal.uii.ac.id.
Sutomo, M., Marwiyah, S., Mawaddah, D. N., Stai, W., Kencong, A.-F. A.-
S., & Jember, I. (n.d.). AKAR HISTORIS PENGADILAN AGAMA
MASA ORDE BARU.
14