MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Pertanahan Semester IV
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh :
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MEMPAWAH
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan kepada kita rahmat,
hidayah, serta inayah-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini tanpa
suatu halangan apapun. Shalawat serta salam tak lupa selalu tercurahkan kepada
junjungan Nabi Agung Muhammad Saw. Yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
Yaumul Qiyamah nanti. Ucapan terima kasih yang mendalam Kami haturkan kepada
Bapak Drs. M. Yusuf Was Syarif M.HI yang telah memberikan kesempatan untuk
Kami menyusun makalah ini.
Makalah ini Saya susun dengan Judul Sejarah Peradilan Agama Di Sumatera.
Makalah ini akan membahas tentang Sejarah Peradilan Agama Di Sumatera secara
rinci dari berberapa referensi yang Kami peroleh. Makalah ini juga Saya susun
dengan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami oleh pembaca.
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum
Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (vide:
Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006).
Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis
dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian, keuangan, dan
umum/perlengkapan)
Sebelum tahun 1957 di Sumatera Utara telah terdapat dua macam Badan Peradilan
Agama, yakni Mahkamah Syar’iyah dan Majelis Agama Islam, masing-masing
berkedudukan di Tapanuli dan Sumatera Timur.
Kedua macam badan ini, tumbuh dari situasi yang berbeda dan diakui sah sebagai
Badan Peradilan Negara dengan peraturan yang berlainan pula. Mahkamah Syar’iyah
terbentuk sebagai salah satu hasil revolusi kemerdekaan yang akhirnya telah diakui
oleh pemerintah d.h.i oleh wakil pemerintah pusat darurat di Pematang Siantar
dengan surat kawatnya tertanggal 13 Januari 1947.
6
Sedangkan Majelis Agama Islam, adalah sebagai kelanjutan dari Majelis Agama
Islam dimasa N.S.T yang pembentukannya berdasarkan penetapan Wali Negara
Sumatera Timur tertanggal 1 Agustus 1950 Nomor 390/1960 termuat dalam warta
resmi N.S.T Nomor 70 Tahun 1950, yang kemudian diaktivir dengan Peraturan
Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1953 dengan Majelis Agama Islam tersebut diatas.
Majelis Agama Islam tersebut terbatas hanya memeriksa perkara pada tingkat
pertama saja, sedangkan mengenai pemeriksaan perkara banding (appel) maka
ditangguhkan penyelenggaraannya menunggu perkembangan selanjutnya.
- Deli Serdang, meliputi kota besar Medan dan Kabupaten Deli Serdang
7
- Labuhan Batu, meliputi Kabupaten Labuhan Batu
Keadaan seperti ini berlangsung sampai dengan Bulan Desember 1957. Kemudian
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tertanggal 5 Oktober 1957,
semua yang bertentangan dengan peraturan pemerintah ini dinyatakan dicabut
(kecuali peraturan tantang kerapatan Qadi disekitar daerah Banjarmasin Stbld. 1937
Nomor 638 jo Nomor 639) dan ditetapkan peraturan tentang Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah di luar Jawa Madura. Dalam pasal 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 ditetapkan bahwa di tempat-tempat yang ada
Pengadilan Negeri dibentuk sebuah Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang
daerah hukumnya sama dengan daerah Hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Dalam pasal 11 ayat (1), ditetapkan apabila tidak ada ketentuan lain, di Ibukota
Propinsi diadakan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iah propinsi yang wilayahnya
meliputi satu, atau lebih daerah propinsi yang ditetapkan oleh Menteri Agama.
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah propinsi ini menyelenggarakan pemeriksaan
perkara pada tingkat Banding (appel) (Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957
pasal 8 ayat 3 ). Dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 1957
ini, maka semua Badan Peradilan Agama yang telah ada di daerah Sumatera Utara
sebagai tersebut di atas yakni Mahkamah Syar’iyah di Keresidenan Tapanuli dan
Majelis (Pengadilan) Agama Islam di daerah Sumatera Timur dengan sendirinya
bubar, dan sebagai penggantinya dibentuklah Pengadilan Agama/Mahkamah
Syar’iyah dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah Propinsi. Untuk daerah
Sumatera Utara, pembentukannya diatur dengan penetapan Menteri Agama No. 58
Tahun 1957 tertanggal 12 November 1957 dan berlaku mulai tanggal 1 Desember
1957.
8
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iah di daerah Sumatera Utara menurut penetapan
Menteri Agama No. 58 Tahun 1957, penetapan I huruf A angka rum. II :
9
2. Pengadilan Agama Binjai
10
19. Pengadilan Agama Panyabungan
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyelesaian perselisihan dan persengketaan di dalam kehidupan
masyarakat itu sangat dbutuhkan. Adapun peradilan adalah kekuasaan negara dalam
menerima, memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara untuk
menegakkan hukum dan keadilan.
Penyelenggaraan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama
tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Agama pada tingkat banding.
Sedangkan pada tingkat kasasi dilaksanakan oleh Mahkamah Agung, sebagai Pengadilan
Negara Tertinggi.
Pada masa Kolonial Belanda tidak mau mencampuri organisasi Pengadilan
Agama. Dan terdapat perubahan yang cukup peting yaitu Reorganisasi yang membentuk
Pengadilan Agama yang baru disamping landraad dengan wilayah hukum yang sama
dan Pengadilan yang menetapkan perkara-perkara yang masuk dalam lingkungan
kekuasaannya.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
mempunyai beberapa Bab yaitu Ketentuan Umum, Susunan pengadilan, Kekuasaan
Pengadilan, dan Ketentuan Penutup. Pada masa kolonial Belanda Pengadilan Agama
disebut “ priesterraad”. Sistem Peradilan Agama Satu Atap Dibawah Mahkamah Agung.
12
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, Ahmad, “Dimensi Hukum Islam dalam system Hukum Nasional
Indonesia”, Jakarta: Gema Insani Press , 1996.
Anshari, Abdul Ghofur, “Peradilan Agama Di Indonesia Pasca UU No. 3 Tahun
2006 (sejarah, kedudukan dan kewenangan)”, Yogyakarta: UII
Press, tt
Ali, Muhammad Daud, “Hukum Islam dan Peradilan Agama”, Jakarta: Rajawali
Press, 1997.
13