Anda di halaman 1dari 18

BAB I

SEJARAH LAHIRNYA PERADILAN AGAMA

1. Apakah latar belakang lahirnya pengadilan agama di Indonesia?


Sebelum Islam masuk ke Indonesia, Indonesia memiliki dua macam peradilan,
yaitu peradilan perdata dan peradilan padu. Kedua peradilan tersebut mempunyai
sumber hukum dan kekuasaan yang berbeda.
Dengan masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad pertama Hijriah, yang
bertepatan dengan abad ke-7 Masehi yang dibawa dari Arab oleh para saudagar
Mekah dan Madinah, masyarakat yang menerima Islam mulai melaksanakan
ajaran dan aturan-aturan agama Islam yang bersumber pada kitab-kitab fiqh mulai
dari praktik ibadah, muamalah sampai pelaksanaan sistem peradilan yang disebut
dengan qadha.
Dalam sejarah yang dibukukan oleh Departemen Agama Indonesia tanggal 29
Januari 1882 ditetapkan sebagai hari jadinya, yaitu bersamaan dengan
diundangkannya ordonantie stb 1 1882-152, Tentang Peradilan Agama di pulau
Jawa dan Madura. Peradilan agama sebenarnya sudah ada sejak agama Islam
dikenal dan diterima di wilayah Nusantara, pengakuan berlakunya hukum Islam
yang telah ada sejak lama di wilayah Nusantara ini pada masa yang lalu tercermin
dalam kegiatan peradilan dibeberapa kerajaan kesultanan.
Pada masa tersebut lembaga qadha belum dapat dilaksanakan sepenuhnya.
Penyelesaian perkara-perkara masyarakat pada saat itu dilakukan dengan cara
tahkim (secara sederhana) yaitu para pihak yang berperkara secara sukarela
menyerahkan perkara mereka kepada seorang ahli agama, ulama, atau mubalig
untuk diselesaikan dengan ketentuan bahwa kedua belah pihak yang sedang
berperkara akan mematuhi putusan yang diberikan ahli agama tersebut.
Lembaga tahkim yang menjadi asal-usul peradilan agama itu, tumbuh dan
berkembang bersama dengan masyarakat muslim di kepulauan Nusantara. Maka
lembaga tahkim merupakan cikal bakal atau awal perkembangan peradilan agama
di Indonesia.
2. Dalam hukum Islam kegiatan peradilan merupakan kegiatan muamalah. Apa
maksudnya? Jelaskan.
Dalam hukum Islam kegiatan peradilan merupakan kegiatan muamalah, yang
artinya kegiatan antara manusia dalam kehidupan bersama (manusia dengan
manusia/manusia dengan masyarakat). Melaksanakan amalan (kegiatan)peradilan
hukumnya adalah fardhu kifayah; harus dikerjakan oleh tiap-tiap orang dalam
suatu kelompok masyarakat, namun kalau sudah ada satu atau beberapa orang
yang mengerjakan (melaksanakan), kewjiabn telah terpenuhi. Al Mawardi
didalam Buku Al-Ahkam as Shulthaniyah menegaskan kegiatan peradilan adalah
bagian kegiatan pemerintah dalam rangka bernegara.

3. Apakah sama pengadilan agama dengan Mahkamah Syariah?


Mahkamah syariah pada hakekatnya adalah pengembangan dari Pengadilan
Agama dengan perubahan kewenangan yang meliputi perkara jinayat. Perubahan
nama Pengadilan Agama menjadi Mahkamah Syariah, Pengadilan Tinggi Agama
menjadi Mahkamah Syariah Aceh adalah berdasarkan Keputusan Presiden Nomor
11 Tahun 2003. Sesuai Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun
2003 Pengadilan Agama yang ada di provinsi Aceh diubah menjadi Mahkamah
Syariah.
Jadi Pengadilan Agama sama dengan Mahkamah Syariah, akan tetapi Mahkamah
Syariah merupakan peradilan khusus yang diberikan kepada Nanggroe Aceh
Darusalam sebagai wujud pelaksanaan otonomi khusus.

4. Sebutkanlah sumber hukum peradilan agama?


1. Sumber Hukum Acara Peradilan Umum:
Undang-Undang
Zaman Kolonial
- HIR (Herziene Indonesische Reglement)
- RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten)
- BW (Burgerlijk Wetboek)
- WVK (Wetboek Van Koophandel)
2. Sumber Hukum Nasional Pada Hukum Acara Perdata:
a. UU No. 20 Tahun 1947, Tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura
(Banding)
b. UU Darurat No. 1 Tahun 1951, Tentang Tindakan-tindakan Sementara Untuk
Menyelengarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan-
pengadilan Sipil.
c. UU No. 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan
d. UU No. 14 Tahun 1970, diganti UU No. 4 Tahun 2004, Amandemen UU No.
48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan Pokok kehakiman.
e. UU No. 14 Tahun 1985, diganti UU No. 5 Tahun 2004, Amandemen UU No.
49 Tahun 2009, Tentang Mahkamah Agung
f. UU No. 2 Tahun 1986 diganti UU No. 8 Tahun 2004, Amandemen UU No. 3
Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum.

3. Sumber Hukum Acara Khusus:


a. UU No. 7 Tahun 1989 (pasal 54-91), UU No.3 Tahun 2006 amandemen UU
No. 50 Tahun 2009.
b. UU No.1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975
c. Inpers No.1 Tahun 1991 TentangKHI (Kompilasi Hukum Islam)
d. Peraturan Menteri Agama No.2 Tahun 1987 Tentang Wali Hakim
e. Peraturan-peraturan lain yang berkenaan dengan sengketa perkawinan
f. Kitab-kitab fiqih Islam sebagai sumber penemuan hukum
g. Yurisprudensi sebagai sumber hukum.

5. Sebutkan enam (6) unsur peradilan agama.


a. Hakim (qadhi) yakni orang yang diangkat oleh kepala negara untuk menjadi
hakim dalam menyelesaikan gugatan dan perselisihan, dikarenakan penguasa
tidak bisa melaksanakan sendiri tugas-tugas peradilan.
b. Hukum yaitu putusan hakim yang yang ditetapkan untuk menyelesaikan suatu
perkara.
c. Al-Mahkum bih (hak) di dalam qadha ilzam dan qadha istiqaq yang diharuskan
oleh qadhi si tergugat harus memenuhinya.
d. Al-Mahkum ‘alaih yaitu orang yang dijatuhi putusan.
e. Al-Mahkum lahu yaitu orang yang menggugat suatu hak.
f. Alat bukti yaitu alat atau upaya yang bisa dipergunakan oleh pihak-pihak yang
berperkara untuk meyakinkan hakim di muka pengaadilan.
BAB II
SUSUNAN, KEKUASAAN DAN KEDUDUKAN PERADILAN
AGAMA

1. Para pencari keadilan tidak boleh langsung mengajukan perkaranya ke


pengadilan tinggi. Mengapa demikian? Jelaskan.
Seseorang mengajukan perkara harus dimulai dari pengadilan tingkat pertama
yang berada di ibukota kabupaten/kota yaitu Pengadilan Agama tingkat pertama.
pengadilan agama tingkat pertama menerima, memeriksa dan memutuskan setiap
permohonan atu gugatan pada tahap awal dan paling bawah.
Jika seseorang tersebut tidak puas dengan keputusan Pengadilan Agama tingkat
pertama, maka dia dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama yang
berkedudukan di ibukota Provinsi.

2. Ada berapakah jumlah pengadilan agama Tk 1 di setiap ibu kota kabupaten dan
kota?
Jumlah pengadilan agama tingkat 1 di setiap ibu kota kabupaten/kota adalah satu
(1)

3. Apa syarat seseorang bisa menjadi ketua Pengadilan Tinggi agama.


Menurut Pasal 14 ayat (2) UU Nomor 50 Tahun 2009 “Untuk dapat diangkat
menjadi ketua pengadilan tinggi agama, harus berpengalaman paling singkat 5
(lima) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 3 (tiga) tahun bagi
hakim pengadilan tinggi agama yang pernah menjabat ketua pengadilan agama.

4. Sebutkan syarat pengangkatan hakim pengadilan agama.


Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) UU No. 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua
atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, secara umum syarat bagi
seseorang untuk mencalonkan menjadi hakim pengadilan agama adalah sebagai
berikut:
- warga negara Indonesia
- beragama Islamb
- bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
- setia kepada Pancasila dan UUD 1945
- sarjana syariah, sarjana hukum Islam, atau sarjana yang menguasai hukum
Islam
- lulus pendidikan hakim
- mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban
- berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 40
(empat puluh) tahun
- berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela
- tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
- tidak pernah terlibat dalam organisasi terlarang

5. Dalam pasal berapakah diatur bunyi sumpah seorang hakim?


Sumpah seorang hakim diataur dalam Pasal 16 ayat (2) UU No. 50 Tahun 2009
Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama,
Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbubyi sebagai berikut:
“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan
perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”.

BAB III
HUKUM ACARA DAN ASAS PERADILAN AGAMA

1. Apakah yang dimaksud dengan asas personalitas keislaman?


Asas personalitas keislaman mengandung arti bahwa yang tunduk dan yang dapat
ditundukkan kepada kekuasaan lingkungan peradilan agama hanya mereka yang
beragama Islam. Adapun penganut agama lain di luar Islam atau yang non-Islam
tidak tunduk dan tidak dapat dipaksakan untuk tunduk pada kekuasaan peradilan
agama.

2. Jika seseorang menikah secara Islam dan setelah 10 tahun menikah, suami
murtad dan istri ingin menggugat suaminya ke pengadilan. Ke pengadilan mana si
istri harus mengajukan surat gugatan? Jelaskan.

3. Kekuasaan kehakiman dalam melaksanakan fungsi peradilah adalah alat


kekuasan negara yang lazim disebut yudikatif. Apakah maksudnya? Jelaskan.

4. Apakah maksud asas mendamaikan? Jelaskan.


Asas wajib untuk mendamaikan (asas Ishlah) merupakan upaya yang
membuahkan rasa kedamaian, kerukunan dan persaudaraan yang disepakati kedua
belah pihak yang berperkara tanpa ada paksaan atau penipuaan. Ajaran Islam
selalu menyuruh untuk menyelesikan setiap perselisihan dengan melalui
pendekatan “ishlah” atau damai. Oleh karena itu, tepat bagi para hakim peradilan
agama untuk menjalankan fungsi ‘mendamaikan’ sebab dalam keadaan
bagaimana pun adilnya suatu putusan, lebih indah dan lebih adil jika hasil putusan
itu berupa perdamaian diantara para pihak yang sedang berselisih dalam perkara
tertentu. Perdamaian dilaksanakan dengan cara bermusyawarah antara kedua
belah pihak yang sedang berperkara.

5. Mengapa proses persidangan khususnya dalam pemeriksaan perkara perceraian


sidangnya harus tertutup untuk umum? Jelaskan.
Proses persidangan perceraian dilakukan secara tertutup bertujuan agar para pihak
yang berperkara tidak malu dalam konteks terhadap masyarakat publik karena
dalam persidanagn akan membahas hal-hal yang bersifat privasi serta bersifat
sensitif dan tidak pantas diketahui oleh publik.
Ada dua hala yang perlu diperhatiakan dalam perkara perceraian yang dilakukan
dalam sidang tertutup, yaitu:
a. Ketentuan tersebut bersifat interaktif karena dalam aturan tersebut terdapat
derajat yang berniali ketertiban umum. Oleh karena itu, jika sidang perceraiaan
dilakukan dalam persidangan terbuka, akibatnya adalah pemeriksaan batal demi
hukum.
b. Putusan tetap dilakukan dalam sidang terbuka

BAB IV
GUGATAN DAN PERMOHONAN
1. Apakah yang dimaksud dengan gugatan?
Gugatan adalah upaya/tindakan yang dilakukan oleh pihak yang merasa hak
perdatanya dirugikan. Gugatan merupakan surat yang diajuakan oleh penggugat
kepada ketua pengadilan agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang
didalamnya mengandung sengketa dan merupakan dasar landasan pemeriksaan
perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak tertentu dari pihak tertentu.

2. Sebutkan syarat sebuah gugatan.


Syarat sebuah gugatan adalah sebagai berikut:
Syarat gugatan cerai;
a. Surat gugatan minimal 8 (delapan) rangkap
b. Foto copy KTP
c. Foto copy Kartu Keluarga (KK)
d. Foto copy Akte Perkawinan
e. Foto copy Akte Kelahiran Anak
Syarat gugatan non-cerai;
a. Surat gugatan minimal 8 (delapan) rangkap
b. Foto copy KTP
c. Foto copy Kartu Keluarga (KK)
d. Foto copy bukti pendukung (sertifikat, surat perjanjian, dsb)

3. Sebutkan syarat mengajukan sebuah gugatan.


Syarat mengajukan sebuah gugatan adalah sebagi berikut:
a. Gugatan harus diajukan oleh orang yang berhak (orang yang cakap bertindak
hukum)
b. Harus ada kepentingan, diajukan surat gugatan karena adanya kepentingan
yaitu untuk meminta perlindungan hukum.
c. Harus ada alasan, maksudnya sebelum diajukan gugatan ke pengadilan si
penggugat harus terlebih dahulu memberi teguran.

4. Sebutkan pihak-pihak yang ada dalam suatu perkara perdata.


Pihak-pihak dalam perkara perdata adalah;
a. Penggugat
Adalah pihak yang mulai membuat suatu perkara dengan mengajukan gugatan
karena merasa hak perdatanya dirugikan.
b. Tergugat
Adalah pihak yang ditarik didepan pengadilan karena dirasa oleh penggugat
sebagai yang merugikan hak perdatanya.
c. Intervensi (campur tangan)
Adalah pihak ketiga atas kehendak sendiri dan ikut serta dalam sengketa
yang sedang berlangsung antara penggugat dan tergugat.
Jenis-jenis intervensi:
- Voeging (menyertai) dengan sikap memihak kepada salah satu pihak yang
sedang berperkara
- Tussenkomst (menegahi) dengan sikap membela kepentingan sendiri.
- Vrijwaring (penanggungan/pembebasan)
d. Intervenient
Adalah orang atau pihaknya.

5. Jelaskan perbedaan gugatan dan permohonan.


Gugatan adalah upaya/tindakan yang dilakukan oleh pihak yang merasa hak
perdatanya dirugikan. Gugatan merupakan surat yang dibuat dalam rangka untuk
mengajukan pihak penguasa kepada pengadilann yang berwenang. Di dalam surat
ini memuat seluruh tuntutan hak yang mengandung unsur sengketa dan nantinya
akan menjadi dasar untuk dilakukannya pemeriksaan perkara dan coba untuk
dibuktikan kebenarannya. Surat gugatan adalah dokumen hukum yang mengawali
perkara perdata di pengadilan. Surat gugatan diajukan ke pengadilan bisa dalam
bentuk tertulis maupun lisan (Pasal 120 HIR, Pasal 121 HIR). Dalam gugatan ada
sengketa. Dalam gugatan sedikitnya ada dua pihak yaitu penggugat dan tergugat.
Sedangkan permohonan adalah seseorang yang memohon kepada pengadilan
untuk meminta ditetapkan atau mohon ditegaskan sesutau hak bagi dirinya atau
tentang sesuatu situasi hukum tertentu, dan baginya sama sekali tidak ada lawan.
Permohonan merupakan surat yang sengaja dibuat dengan berisikan tentang
semua tuntutan hak perdata yang dibuat oleh pihak yang berkepentingan dan
membahas tentang perkara yang tidak mengandung sengketa. Badan peradilan
yang akan memproses pengadilan ini dianggap sebagai proses peradilan yang
tidak sebenarnya. Dalam permohonan tidak ada sengketa. Dalam permohonan
hanya ad satu pihak yaitu pemohon.

6. Sebutkan perbedaan kompetensi absolute dan relatif.


Kompetensi absolute (mutlak) diatur dalam Pasal 134 HIR dan Pasal 160 RBg
yaitu masing-masing dari Mahkamah Agung serta badan peradilan dibawahnya
dan Mahkamah Konstitusi itu mempunyai kewenangan sendiri, yaitu:
a. Pengadilan Agama merupakan pengadilan yang bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara agama pada tingklat
pertama.
b. Peradilan Tinggi Agama merupakan pengadilan yang bertugas dan
berwenang mengadili perkara perdata pada tingkat banding dan mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir sengketa. Kewenangan mengadili anatar
Pengadilan Agama di daerah hukumnya.
c. Eksepsi (tangkisan) adalah tidak berwenangnya pengadilan secara mutlak
untuk memeriksa dan memutuskan suatu perkara dapat diajukan setiap saat
selama persidangan berlangsung (Pasal 134hir/pasal 160 RBg).
Sedangkan kompetensi relatif (nisbi) secara khusus dan terperinci tentang
wewenang nisbi pengadilan negeri diatur dalam pasal 118 HIR/pasal 142 RBg,
yang menentukan sebagai berikut:
a. Gugatan perdata tingkat pertama yang termsuk wewenang Pengadilan Negeri
diajukan kepada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
tinggal, tempat kediamannya yang sebenarnya.
b. Jika tergugat lebih dari 1 orang sedangkan mereka tidak tinggal dalam satu
daerah hukum Pengadilan Negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri
yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal salah seorang tergugat menurut
pilihan penggugat.
c. Jika tempat tinggal dan tempat kediaman tergugat tersebut tidak diketahui,
gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal penggugat/salah
seorang penggugat.
d. Jika gugatan itu mengenai benda tetap gugatan diajukan kepada Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi benda tetapa itu terletak dalam beberapa
daerah hukum Pengadilan Negeri, gugatan diajukan kepada salah satu Pengadilan
Negeri menurut pilihan tergugat.
e. Apabila ada suatu tempat tinggal yang dipilih dan ditentukan bersama dalam
suatu akta, penggugat kalau ia mu dapat mengajukan gugatannya kepada
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal yang dipilih
tersebut.

BAB V
HAKIM MENURUT ISLAM
1. Jelaskan pengertian hukum acara peradilan agama menurut para pakar.
A. Menurut Mukti Arto hukum acara peradilan agama adalah peraturan hukum
yang mengatur bagaimana cara menaati hukum perdata materiil dengan
perantaraan hakim atau bagaimana bertindak di muka pengadilan agama dan
bagaimana cara hakim bertindak agar hukum itu berjalan sebagaimana mestinya.
B. Menurut Roihan A Rasyid, hukum acara peradilan agama adalah segala
peraturan baik yang bersumber dari peraturan perundang-undangan negara
maupun dari syariat Islam yang mengatur bagaimana cara pengadilan agama
tersebut menyelesaikan perkaranya untuk mewujudkan hukum materil Islam yang
menjadi kekuasaan peradilan agama.
C. Menurut Abdul Manan, hukum acara perdata agama merupakan hukum yang
mengatur tentang tata cara mengajukan gugatan kepada pengadilan, bagaimana
pihak tergugat mempertahankan diri dari gugatan penggugat, bagaimana para
hakim bertindak baik sebelum dan sedang pemeriksaan dilaksanakan dan
bagaimana cara melaksanakan putusan tersebut sebagaimana mestinya sesuai
dengan peraturan yang berlaku, sehingga hak dan kewajiban sebagaimana yang
telah diatur dalam Hukum Perdata dapat berjalan sebagaimana mestinya.

2. Jelaskan pengertian hukum acara peradilan agama menurut UU Peradilan


Agama.
Dalam Pasal 54 UU No. 7 Tahun 1989 Tentang peradilan Agama, hukum acara
peradilan agama adalah hukum acara yang beralaku pada pengadilan dalam
lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada
pengadilan di lingkungan peradilan umum, kecuali diatur khusus dalam undang-
undang ini.
Menurut Pasal 1 UU No.50 Tahun 2009 AmandemenPeradilan Agama,
disebutkan peradilan agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama
Islam. Prinsip hukum acara perdata pada peradilan umum berlaku juga bagi
peradilan agama.

3. Jelaskan hakim menurut Islam.


Pengertian hakim menurut Syar’a adalah orang yang diangkat oleh kepala negara
untuk menjadi hakim dalam menyelesaikan gugatan, perselisihan-perselisihan
dalam bidang hukum perdata oleh karena penguasa sendiri tidak dapat
menyelesaikan tugas peradilan. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW telah
mengangkat qadhi untuk bertugas menyelesikan sengketa diantara manusia di
tempat-tempat yang jauh, sebagaimana ia telah melimpahkan wewenang itu
kepada sahabatnya. Hakim sendiri adalah pejabat peradilan Negara yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.
Sikap yang harus dimiliki seorang hakim menuryt Al-Quran tertulis dalam:
Surat Al-Maidah 49
Artinya: “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah.”
Surat An-Nisa 58
Artinya: “Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil.”

4. Jelaskan syarat-syarat hakim menurut Islam.


Syarat-syarat menjadi hakim menurut Islam:
1. Islam (berarti yang menjadi hakim itu hendaknya orang Islam)
2. Balig (sedikitnya sudah berumur 15 tahun)
3. Berakal (bukan orang bodoh)
4. Merdeka (bukan hamba sahaya)
5. Adil (tidak memihak pada siapapun)
6. Laki-laki
7. Mengerti ayat Al-Qur’an dan Hadits, paling kurang yang bersangkutan
dengan hukum Islam
8. Mengetahui bahasa Arab sekedar dapat memahami ayat dan Hadits
9. Pandai menjalankan qias
10. Pendengaran dan penglihatannya cukup
11. Sadar (bukan orang lalai)

5. Jelaskan hakim yang masuk surga dan hakim yang masuk neraka.
a. Hakim yang masuk surga
Hakim yang masuk surga adalah hakim yang mengetahui haknya, yaitu hakim
yang mengetahui hukum yang sebenarnya menurut hukum Allah, dan ia
mengadili/menghukum dengan hak itu. Hakim tersebut mengetahui kebenaran,
lalu menetapkan hukum dengan kebenran sesuai dengan hukum Allah.
b. Hakim yang masuk neraka
- Hakim yang masuk neraka adalah hakim yang mengetahui hak, tetapi ia
menghukum yang dengan bukan hak. Hakim tersebut mengetahui kebenaran
tetapi karena sesuatu hal dia mengabaikan kebenaran tersebut sehingga
menghukum/mengadili orang yang salah. Contoh sesuatu hal yang dimaksud
adalah karena dia diberi uang oleh salah satu pihak, dapat pula dikarenakan pihak
tergugat itu adalah keluarganya dan karena hal-hal lainnya.
- Ada pula hakim yang masuk neraka dikarenakan hakim yang menghukum tidak
mengetahui hukum Allah dalam perkara itu. Dengan kata lain hakim tersebut
bodoh.

BAB VI
BESLAAG (PENYITAAN)
1. Jelaskan tentang beslaag.
Sita adalah suatu tindakan hukum oleh hakim yang bersifat eksposional, atas
permohonan salah satu pihak yang bersengketa, untuk mengamankan barang-
barang sengketa atau yang menjadi jaminan dari kemungkinan
dipindahtangankan, dibebani sesuatu sebagai jaminan, dirusak, atau dimusnahkan
oleh pemegang atau pihak yang menguasai barang-barang tersebut, untuk
menjamin agar putusan hakim nantinya dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Untuk menjamin hak-hak orang yang berperkara, maka hukum
memberi jalan dengan hak baginya untuk mengajukan permohonan sita terhadap
barang-barang sengketa atau yang dijadikan jaminan.

2. Jelaskan macam-macam beslaag.


Macam-macam beslaag:
a. Sita Jaminan (Conservatoir Beslaag) adalah sita yang dimohonkan oleh
penggugat agar barang terperkara/barang-barang tergugat disita sebagai jaminan
tuntutan penggugat. Jaminan ini penting agar selama perkara berjalan supaya
barang-barang terperkara jangan dijual oleh tergugat, sebab jika gugatan
penggugat dinyatakan menang, maka barang yang telah dibeslag tadi dapat untuk
memenuhi bunyi putusan pengadian. Tetapi seandainya barang tergugat telah
dijual, sementara perkara masih berjalan maka putusan tersebut mungkin tidak
dapat dipenuhi dan eksekusi dapat dilaksanakan menurut semestinya. Jadi alasan
memohon beslaag ini ada kekhawatiran bahwa tergugat berusaha hendak
menjual/menggadaikan hartanya sementara perkara sedang berlangsung.
b. Sita Tarik (Revindicaitor Beslaag) yaitu sita yang diletakkan di atas barang
penggugat sendiri atau dengan kata lain beslaag atas harta milik sendiri yang
sedang berada di tangan orang lain (tergugat), dengan dilakukan sita tarik maka
tergugat tidak dapat lagi memindah tangankan, menjaminkan, atau menyewakan
barang-barang yang telah disita kepada orang lain.
c. Sita Eksekusi (Eksekutorial Beslaag) yaitu beslaag untuk pemenuhan isi/bunyi
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkract van
gewijsde). Oleh sebab itu jika putusan itu putusan berbentuk mengabulkan
gugatan penggugat maka sita eksekusi yang telah diletakkan sebelumnya, menurut
hukum dengan sendirinya akan menjadi beslaag eksekutorial.
Menurut Juhaya (2017 :323) selain sita yang disebutkan diatas ada jenis sita
lainnya yaitu:
Sita harta bersama (marital/matrimonial beslaag), yaitu sita yang diletakkan atas
harta gono-gini yang berada pada suami ataupun istri dalam perkara permohonan
cerai, gugat cerai, ataupun gugatan harta bersama.

3. Jelaskan unsur-unsur beslaag.


Unsur-unsur sita adalah sebagai berikut:
a. Pemohon sita
Pemohon sita adalah pihak dalam sengketa yang mempunyai alasan sita yaitu
kekhawatiran terhadap kepentingan yang akan dirugikan oleh tindakan yang
mungkin akan dilakukan oleh pihak lawan terhadap objek sita, dalam perkara.
b. Permohonan sita
Permohonan sita diajukan kepada Pengadilan Agama yang memeriksa perkara.
Permohonan sita harus menyebutkan:
- pihak-pihak dalam perkara
- alasan permohonan sita
- barang-barang yang dimohonkan sita
- petitum sita
c. Objek sita
Objek sita adalah barang yang menjadi sengketa atau yang dijadikan jaminan
dalam sengketa. Penyitaan tidak boleh melebihi dari nilai tuntutan ganti rugi.
d. Tersita
Tersita adalah tergugat/termohon atau pihak yang menguasai benda objek sita.
e. Hakim
Hakim yang berwenang menetapkan perintah sita adalah hakim yang memeriksa
perkara, yaitu hakim tunggal atau hakim majelis, selain hakim yang memeriksa
perkara tidak berwenang menerapkan perintah sita.
f. Pelaksana sita
Pelaksana sita adalah juru sita pengadilan agama dan dibantu oleh dua oreang
saksi.

4. Jelaskan tujuan beslaag.


Tujuan sita adalah untuk menagamankan barang-barang sengketa atau dijadikan
jaminan, artinya tidak semata-mata hanya bertujuan untuk mengamankan berang-
barang sengketa yang dijadikan jaminan dari kemungkinan dipindahtangankan,
dibebani sesuatu sebagi jaminan, dirusak atau dimusnahkan oleh pemegang atau
pihak yang menguasai barang tersebut. Sita tidak memindahkan atau merampas
barang sitaan pihak yang menguasai.
Selain itu sita juga bertujuan untuk menjamin agar putusan hakim nantinya,
sekiranya tuntutan dalam pokok perkara dikbulkan, dapat dilaksankan sebagaimana
mestinya artinya putusan hakim secara nyata dapat diwujudkan. Putusan hakim tidak
hampa karena barang sengketa telah tiada, rusak atau dipindahtangankan pada pihak
ketiga.

Anda mungkin juga menyukai