Kontroversi ini akhirnya menemui titik temu sejak disahkan dan diundangkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
pada tanggal 29 Desember Tahun 1989 yang secara gamblang menyatakan semua peraturan Peradilan Agama yang lama
tidak berlaku. Dengan demikian bagi setiap orang yang beragama Islam diperlakukan dan diterapkan hukum warisan
Islam dimana saja dia berada dan kewenangan mengadili perkara yang timbul dalam bidang warisan tunduk kepada
lingkungan Peradilan Agama.
PENGADILAN AGAMA
PADA ORDE BARU
Perpindahan kekuasaaan Orde Lama kepada Orde Baru dilakukan
berdasar analisis yang menyatakan banyaknya kebijakan pemerintahan
yang telah melenceng dari UUD 1945 dan Pancasila, sehingga apabila kekuasaan ini
diteruskan maka tujuan dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan akan jauh dari
keberhasilan. Perjuangan menggolkan Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama
hanya mengembalikan posisi Peradilan Agama pada posisi semula, yang dulu oleh
Belanda dihanguskan menimbulkan kecemburuan di kalangan non muslim, sehingga
menimbulkan hubungan yang kurang harmonis antara kalangan
muslim dan non muslim.
Pada masa Orde Baru kekuasaan dari lembaga peradilan
2. Masa Orde Baru (1966-1998): Pemerintah Orde Baru memperkuat kendali atas peradilan agama,
dengan mendirikan Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi di tingkat agama. Keputusan
peradilan agama sering kali mencerminkan kebijakan politik rezim otoriter Soeharto.
3. Masa Reformasi (1998-sekarang): Setelah jatuhnya rezim Orde Baru, terjadi upaya untuk
meningkatkan independensi peradilan agama dan memperkuat perlindungan hak asasi manusia.
Namun, tantangan seperti korupsi, politisasi, dan intervensi masih menghadang proses peradilan
agama di Indonesia.
Perubahan politik dan sosial selama periode ini telah membentuk dan memengaruhi perkembangan
sistem peradilan agama di Indonesia, dengan tantangan dan perubahan yang terus terjadi seiring
SEKIA
N
TERIMA
KASIH