Anda di halaman 1dari 12

HUKUM ACARA

PERADILAN
AGAMA
DOSEN
PEMBIMBING :
SITI RAHMA,
SH.,MH
DISUSUN OLEH : KELOMPOK
2
 RAHMAT DIAN (NIM : 2135069)
 MARIAS MUHAMMAD (NIM : 2135081
 HANDY AFRIANTO (NIM : 2135032)
 REZKI TAMBUSAI (NIM : 2135034)
 RUDI HARTONO (NIM : 2135027)
Asas-Asas Hukum Acara di Peradilan
Agama

Asas-asas hukum Peradilan Agama ialah sebagai berikut :


 Asas Personalitas Keislaman
 Peradilan Bebas Dari Campur Tangan Pihak-Pihak Diluar
Kekuasaan Kehakiman
 Hakim Bersifat Menunggu
 Hakim Bersifat Pasif
 Sifatnya Terbukanya Persidangan
 Mendengar Kedua Belah Pihak
 Putusan Harus Disertai Alasan-Alasan
 Beracara Dikenakan Biaya
 Tidak Harus Mewakili
 Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan
SUMBER HUKUM ACARA
PERADILAN AGAMA
Adapun yang menjadi pedoman ataupun dasar hukum acara
Peradilan Agama baik ketentuan hukum tertulis maupun yang
tidak tertulis berada pada ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
 Hukum Islam yang Bersumber pada Al-Quran dan
Hadist Nabi SAW
 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
 HIR (Het Herzeine Indonesich Regelement)
 R.Bg (Reglement Bultengwesten)
 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977
Tentang Perwakafan Tanah Milik
 Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun
1987 Tentang Wali Hakim
 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
Tentang Kompilasi Hukum Islam
 Yurisprudensi
 Surat Edaran Mahkamah Agung.
Sejarah Perkembangan dan Metode
Peradilan Agama di Indonesia

Sejarah Perkembangan Pengadilan Agama di


Indonesia :
 Peradilan Agama Pada Masa Kesultanan Islam
 Peradilan Agama Islam di Kerajaan Mataram
 Peradilan Islam di Kerajaan Aceh
 Peradilan Agama Islam di Peringan
 Peradilan Agama Islam di Banten
 Peradilan Agama Pada Masa Kolonial Belanda
Masyarakat pada masa itu dengan rela dan patuh
serta tunduk mengikuti ajaran-ajaran Islam
dalam berbagai dimensi kehidupan. Namun,
keadaan itu kemudian menjadi terganggu dengan
munculnya kolonialisme barat yang membawa
misi tertentu, mulai dari misi dagang, politik
bahkan sampai misi kristenisasi.
Peradilan Agama Pada Masa Kolonial Jepang

Tahun 1942 adalah tahun Indonesia


diduduki oleh Jepang. Kebijaksanaan
pertama yang dilakukan oleh Jepang
terhadap perundang-undangan dan
pengadilan ialah bahwa semua peraturan
perundang-undangan yang berasal dari
pemerintahan Belanda dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan.
Pada masa pendudukan Jepang kedudukan
pengadilan agama pernah terancam yaitu tatkala
pada akhir Januari 1945 pemerintah bala tentara
Jepang (guiseikanbu) mengajukan pertanyaan
pada Dewan Pertimbangan Agung (Sanyo-Aanyo
Kaigi Jimushitsu) dalam rangka Jepang akan
memberikan kemerdekaan pada bangsa
Indonesia yaitu bagaimana sikap dewan ini
terhadap susunan penghulu dan cara mengurus
kas masjid, dalam hubungannya dengan
kedudukan agama dalam negara Indonesia
merdeka kelak.
Peradilan Agama Pada Masa Kemerdekaan
 Pada Masa Awal Kemerdekaan
Peranan peradilan agama sebagai pelaksana
kekuasaan kehakiman yang mandiri dihapuskan.
Peradilan agama menjadi bagian dari Peradilan
Umum. Untuk menangani perkara yang menjadi
kewenangan dan kekuasaan peradilan agama
ditangani oleh peradilan umum secara istimewa
dengan seorang hakim yang beragama Islam
sebagai ketua dan didampingi dua orang hakim
ahli agama Islam.
 Masa Orde Baru

Dengan keluarnya Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970


tentang Ketentuanketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman,
maka kedudukan Peradilan Agama mulai nampak jelas
dalam sistem peradilan di Indonesia. Undang-undang ini
menegaskan prinsip-prinsip sebagai berikut : Pertama,
Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan
ketuhanan Yang Maha Esa”; Kedua, Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan
Tata Usaha Negara; Ketiga, Mahkamah Agung adalah
Pengadilan Negara Tertinggi. Keempat, Badan-badan yang
melaksanakan peradilan secara organisatoris, administratif,
dan finansial ada di bawah masing-masing departemen yang
bersangkutan. Kelima, susunan kekuasaan serta acara dari
badan peradilan itu masing-masing diatur dalam undang-
undang tersendiri.
TERIMA KASIH
........

Anda mungkin juga menyukai