Sedangkan terminologi ´Hukum Perdata Islam´ yang menjadi telaah utama makalah ini
dapat penulis uraikan bardasarkan pengertian dari kata-kata penyusunnya, sebagai berikut :
Sedangkan Hukum Perdata, adalah hukum yang bertujuan menjamin adanya kepastian
didalam hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain kedua-duanya sebagai anggota
masyarakat dan benda dalam masyarakat. Dalam terminologi Islam istilah perdata ini sepadan
dengan pengertian mmm m.
Kemudian frase Hukum Perdata disandarkan kepada kata Islam, Jadi dapat dipahami
menurut hemat penulis bahwa ´Hukum Perdata Islam´ adalah peraturan yang dirumuskan
berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rosul tentang tingkah laku m m dalam hal
perdata/mm m yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk Islam
(diIndonesia).
Menurut Muhammad Daud Ali, ´Hukum Perdata Islam´ adalah sebagian dari hukum
Islam yang telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum positif dalam tata hukum
Indonesia, yang isinya hanya sebagian dari lingkup mm m, bagian hukum Islam ini menjadi
hukum positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan. Contohnya
adalah hukum perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, zakat dan perwakafan.
u u
Pada masa ini hukum Islam dipraktekkan oleh masyarakat dalam bentuk yang hampir
bisa dikatakan sempurna ¦ , mencakup masalah mu¶amalah, ahwal al-syakhsiyyah
(perkawinan, perceraian dan warisan), peradilan, dan tentu saja dalam masalah ibadah.
Hukum Islam juga menjadi sistem hukum mandiri yang digunakan di kerajaan-kerajaan
Islam nusantar. Tidaklah berlebihan jika dikatakan pada masa jauh sebelum penjajahan belanda,
hukum islam menjadi hukum yang positif di nusantara.
Ñ
u
Pada fase kedua ini Belanda ingin menerapkan politik hukum yang sadar terhadap
Indonesia, yaitu Belanda ingin menata kehidupan hukum di Indonesia dengan hukum Belanda,
dengan tahap-tahap kebijakkan strategiknya yaitu:
-
(Salomon Keyzer & Christian Van Den Berg [1845-1927]), teori
ini menyatakan hukum menyangkut agama seseorang. Jika orang itu memeluk
Islam maka hukum Islamlah yang berlaku baginya, namum hukum Islam yang
berlaku tetaplah hanya dalam masalah hukum keluarga, perkawinan dan
warisan.
( Snouck Hurgronje [1857-1936] disistemisasi oleh C. Van Vollenhoven
dan Ter Harr Bzn), teori ini menyatakan bahwa hukum Islam baru diterima memiliki kekuatan
hukum jika benar-benar diterima oleh hukum adat, implikasi dari teori ini mengakibatkan
perkembangan dan pertumbuhan hukum Islam menjadi lambat dibandingkan institusi lainnya. di
nusantara.
ü
Menurut Daniel S. Lev Jepang memilih untuk tidak mengubah atau mempertahankan
beberapa peraturan yang ada. Adat istiadat lokal dan praktik keagamaan tidak dicampuri oleh
Jepang untuk mencegah resistensi, perlawanan dan oposisi yang tidak diinginkan.
Salah satu makna terbesar kemerdekaan bagi bangsa Indonesia adalah terbebas dari
pengaruh hukum Belanda, menurut Prof. Hazairin, setelah kemerdekaan, walaupun aturan
peralihan UUD 1945 menyatakan bahwa hukum yang lama masih berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan UUD 1945, seluruh peraturan pemerintahan Belanda yang berdasar teori
(Hazairin menyebutnya sebagai teori iblis) tidak berlaku lagi karena jiwanya
bertentangan dengan UUD 1945.
Teori
harus
karena bertentangan dengan al-Qur¶an dan sunnah Rosul.
Disamping Hazairin, Sayuti Thalib juga mencetuskan teori
m m
, yang
menyatakan bahwa hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam.
u
Pada awal orde baru berkuasa ada harapan baru bagi dinamika perkembangan hukum
Islam, harapan ini timbul setidaknya karena kontribusi yang cukup besar yang diberikan umat
Islam dalam menumbangkan rezim orde lama. Namun pada realitasnya keinginan ini menurut
DR. Amiiur Nurudin bertubrukan denagn strategi pembangunan orde baru, yaitu menabukan
pembicaraan masalah-masalah ideologis selain Pancasila terutama yang bersifat keagamaan.
Namun dalam era orde baru ini banyak produk hukum Islam (tepatnya Hukum Perdata
Islam) yang menjadi hukum positif yang berlaku secara yuridis formal, walaupun didapat dengan
perjuangan keras umat Islam. Diantaranya oleh Ismail Sunny coba diskrisipsikan secara
kronologis berikut ini :
Dengan UU No. 1 tahun 1974 Pemerintah dan DPR memberlakukan hukum Islam
bagi pemeluk-pemeluk Islam dan menegaskan bahwa Pengadilan Agama berlaku bagi
mereka yang beragama Islam.
- Nama, susunan, wewenang, kekuasaan dan hukum acaranya telah sama dan seragam
diseluruh Indonesia. Dengan univikasi hukum acara PA ini maka memudahkan
terjadinya ketertiban dan kepastian hukum dalam lingkungan PA.
Seperti diuraikan diawal makalah ini bahwa sejak masa kerajaan-kerajan Islam di
nusantara, hukum Islam dan peradilan agama telah eksis. Tetapi hakim-hakim agama
diperadilan tersebut sampai adanya KHI tidak mempunyai kitab hokum khusus sebagai
pegangan dalam memecahkan kasus-kasus yang mereka hadapi.
Bulan Februari 1988 ketiga buku itu dilokakaryakan dan mendapat dukungan luas
sebagai inovasi dari para ulama di seluruh Indonesia. Pada tanggal 10 Juni 1991 Suharto
menandatangani Intruksi Presiden No. 1 tahun 1991 sebagai dasar hukum berlakunya
KHI tersebut.
Oleh karena itu sudah jelas bahwa dalam bidang perkawinan, kewarisan dan
wakaf bagi pemeluk-pemeluk Islam telah ditetapkan oleh undang-undang yang berlaku
adalah hukum Islam.
!"
Era reformasi dimana iklim demokrasi di Indonesia membaik dimana tidak ada lagi
kekuasaan repsesif seperti era orde baru, dan bertambah luasnya keran-keran aspirasi politik
umat Islam pada pemilu 1999, dengan bermunculannya partai-partai Islam dan munculnya
tokoh-tokoh politik Islam dalam kancah politik nasional sehingga keterwakilan suara umat Islam
bertambah di lembaga legislatif maupun eksekutif.
Diantara produk hukum yang positif diera reformasi sementara ini yang sangat jelas
bermuatan hukum Islam (Hukum Perdata Islam) ini antara lain adalah
- RUU tentang Perbankan Syariah yang saat ini sedang dibahas di DPR.
Ô "
Ibid, h 200
Ibid, h 14
Ibid, h 14
Ibid, h 17-19
!"
Era reformasi dimana iklim demokrasi di Indonesia membaik dimana tidak ada lagi
kekuasaan repsesif seperti era orde baru, dan bertambah luasnya keran-keran aspirasi politik
umat Islam pada pemilu 1999, dengan bermunculannya partai-partai Islam dan munculnya
tokoh-tokoh politik Islam dalam kancah politik nasional sehingga keterwakilan suara umat Islam
bertambah di lembaga legislatif maupun eksekutif.
Diantara produk hukum yang positif diera reformasi sementara ini yang sangat jelas
bermuatan hukum Islam (Hukum Perdata Islam) ini antara lain adalah
- UU Perbankan Syariah.
#!cc#!c$c#%!%&
%%#!Ôc&cuc!c&
Ôc
%%'cÔÔ #c(&%Ô) c!c&*#
Ô
+
Banyaknya kasus perceraian ataupun kasus-kasus lain yang berhubungan dengan hukum
keluarga muslim di Indonesia cukup membuat sibuk aparat hukum yang diberi wewenang oleh
yang masuk di Peradilan tidak sebanding dengan jumlah hakim yang menangani perkara itu guna
memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan oleh para pihak pencari
keadilan.
Selain itu jenis perkara yang banyak dan diajukan oleh para pihak pencari keadilan
didominasi oleh kaum perempuan yang seharusnya merasa terlindungi dengan adanya perjanjian
yang berupa ta¶lik talak yang diucapkan dan ditandatangani oleh suami setelah akad nikah
dilangsungkan, namun kenyataannya justru pelanggaran ta¶lik talak membawa kaum perempuan
Indonesia. Namun ada wilayah hukum tertentu yang jumlah perkaranya sedikit yang oleh karena
mempunyai komunitas tertentu dengan hukum kebiasaan atau tradisi budayanya dibidang
perkawinan yang berkaitan dengan perjanjian perkawinan sebelum dilaksanakan akad nikah
menurut hukum Islam ternyata dapat mempertahankan perkawinan mereka hingga salah satu dari
Nusantara dengan agama, bahasa dan adat istiadat yang beraneka ragam sehingga ada beberapa
asas yang membedakan corak / warna budaya Indonesia terakumulasi dalam hukum Adat
1. Mempunyai sifat kebersamaan / komunal yang kuat, artinya manusia menurut hukum
adat merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat, rasa kebersamaan itu
2. Mempunyai corak magis religius yang berhubungan dengan pandangan hidup alam
Indonesia.
3. Sistem hukumnya diliputi oleh pikiran yang serba kongkrit, artinya memperhatikan
terjadi oleh karena ditetapkan adanya suatu ikatan yang dapat dilihat.[1]
Dengan demikian apabila boleh berasumsi bahwa perkawinan yang dilaksanakan dengan
suatu perjanjian perkawinan yang bukan merupakan perjanjian ta¶lik talak seperti yang
tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam ternyata lebih dapat menekan lajunya angka
perceraian di suatu wilayah hukum Peradilan, karena perjanjian perkawinan yang dilaksanakan
Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang Penulis uraikan di muka, maka
1. Bagaimanakan sebenarnya sistem hukum menurut Hukum Perdata Barat dan Hukum
Islam ?
Dalam ruang ini Penulis mencoba menyoroti hal-hal yang berkaitan dengan :
c
u
Apabila berbicara tentang sistem hukum maka yang dimaksud terlebih dahulu adalah arti
dari istilah sistem itu sendiri yaitu menurut Satjipto Rahardja dalam bukunya Ilmu Hukum :
Sistem adalah suatu kesatuan yang bersifat kompleks, terdiri dari bagian-bagian yang
Dan secara garis besar makna sistem dapat digambarkan menurut Shrode dan Voich
sebagai berikut :
$ %m
mm
m
&
&
m
m
#
m
m m
m m
m
m m mm
m#
m
mm
m& &
'
m
# m &
m
m m
&
m m m.[3]
Jadi, istilah sistem mengacu pada 2 hal yaitu
, berupa sesuatu wujud (
m)
atau benda yang mempunyai tata aturan atau susunan struktural dari bagian-bagiannya, seperti
lembaga pemerintahan, alam semesta, manusia dan menunjuk pada suatu rencana,
metode, alat atau tata cara untuk mencapai sesuatu, seperti sistem kontrol, sistem transportasi.
Bahwa kedua pengertian ataupun penggunaan tersebut tidaklah mempunyai perbedaan berarti,
karena keteraturan, ketertiban atau adanya struktur itu merupakan hal yang mendasar bagi
Setelah diketahui makna sistem maka kata tersebut dirangkaikan menjadi sistem hukum
sehingga mengandung pengertian : Suatu kesatuan peraturan-peraturan hukum yang terdiri atas
bagian-bagian (hukum) yang mempunyai kaitan (interaksi) satu sama lain, tersusun sedemikian
Namun hukum barulah dapat dikatakan sebagai sistem, menurut Filler, jika memenuhi 8
e. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang bertentangan satu sama
lain.
f. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat
dilakukan.
h. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya sehari-
hari.[5]
Sistem hukum adat adalah sistem hukum yang tidak tertulis yang tumbuh dan
berkembang serta terpelihara karena sesuai dengan kesadaran hukum masyarakatnya, senantiasa
dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat.
Yang berperan melaksanakan sistem hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang
disegani dan berpengaruh dalam lingkungan masyarakat adat demi memelihara ketertiban dan
ketentraman masyarakat.
Sistem hukum Islam dibedakan atas 2 macam yaitu syariat dan fiqh. Syariat bersumber
Al Qur¶an dan Hadist tanpa adanya penafsiran lagi sedangkan fiqh bersumber pada pendapat /
Sistem hukum Barat (Belanda) diwujudkan dalam bentuk Undang-undang yang disusun
secara sistematis dan lengkap dalam bentuk kodifikasi untuk adanya kepastian hukum. Karena
pengaruh jajahan Belanda di Indonesia maka kitab Undang-undang Hukum Perdata di negeri
Belanda berdasarkan asas konkordansi ditiru dalam membuatnya, maka untuk lebih jelasnya
disini akan ditinjau lebih dahulu berdasarkan awal sejarah pembentukannya yang hingga
sistem hukum, seperti halnya sistem hukum Indonesia. Dalam sistem hukum Indonesia terdapat
sehingga timbulnya istilah sistem hukum perdata, sistem hukum pidana, sistem hukum tata
negara dan sebagainya. Lalu dalam sistem perdata (Barat) misalnya terdapat lagi sistem hukum
orang, sistem hukum benda, sistem hukum perikatan dan sistem hukum pembuktian.
Dengan demikian dalam suatu negara mengenal hirarki atau tingkatan sistem hukum.
Semua peraturan hukum positif di Indonesia merupakan sistem hukum sekaligus juga merupakan
tidak kongkrit yang tidak menunjukkan kesatuan yang dapat dilihat. Unsur-unsur dalam sistem
hukum memiliki hubungan khusus dengan unsur-unsur lingkungannya. Lain dari itu dikatakan
juga bahwa sistem hukum adalah sistem yang terbuka karena peraturan-peraturan hukum beserta
istilah-istilahnya yang bersifat umum terbuka untuk ruang interprestasi yang berbeda dan untuk
interprestasi yang lebih luas. Sistem hukum bersifat konsisten (tetap) dan bulat, artinya utuh
dalam kesatuannya, tidak boleh bercerai-berai, antara teori dan prakteknya harus ada kecocokan
dan kalaupun terjadi bias atau penyimpangan karena adanya berbagai kepentingan dalam
masyarakat Indonesia yang majemuk maka akan berlaku secara konsisten asas-asas hukum
seperti :
1. !
m
m
m
2. !
m
3. !
m
[7]
Sistem hukum perdata Barat (BW) yang berlaku di Indonesia masih dipengaruhi oleh
sistem hukum Eropa Kontimental yang berkembang di negara-negara Eropa Barat, awal sekali di
Prancis, lalu diikuti oleh negara-negara Eropa Barat lainnya seperti Belanda, Jerman, Belgia,
Swiss, Italia, Amerika Latin dan termasuklah negara Indonesia pada masa penjajahan
Prinsip yang ditekankan pada dasar sistem hukum Eropa Kontimental ini adalah Hakim
sebagai corongnya Undang-undang karena hukum sudah tersedia dan ada dalam bentuk Undang-
undang yang lengkap dan tersusun secara sistematis (kodifikasi). Hakim menurut sistem ini tidak
akan dapat secara leluasa untuk menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
masyarakat, tetapi putusan hakim dalam suatu perkara hanyalah mengikat kepada para pihak
Pengertian Hukum Perdata Barat sebenarnya tidak lepas dari konteks sejarah karena
setelah merdeka bangsa Indonesia masih belum memiliki hukum yang bersumber dari tradisinya
Belanda, namun atas dasar nasionalisme peraturan tersebut mengalami perubahan nama menjadi
Kitab Undang-undang Hukum Perdata dari asalnya Burgerlijk Wetboek (BW) sedangkan kata
Barat mengacu pada pengaruh sistem hukum Eropa Barat / kontinental yang masih sangat kental
Berbeda dengan sistem hukum Islam yang berlaku di Indonesia berdasarkan teori
[8] maupun teori
[9] yang keduanya mempunyai hubungan
timbal balik yang tampaknya tidak bisa dipisahkan karena sudah sejak sebelum tahun 1800 dan
tahun-tahun sesudahnya telah diakui bahwa di Indonesia berlaku hukum Islam sebab penduduk
telah menganut agama Islam walaupun terdapat sedikit bias terhadap pelaksanaannya karena
asli. Kedua teori tersebut tidak terlalu perlu untuk dipertentangkan, namun perlu diambil jalan
tengah oleh para ahli hukum yang berkompeten dibidangnya sehingga tersusunlah suatu kitab
undang-undang hukum perdata (BW) untuk daerah jajahan Hindia Belanda sehingga masih
berlaku di Indonesia hingga kini sesuai aturan peralihan yang terdapat dalam UUD 1945.
154. Dan secara garis besar perjanjian perkawinan berlaku mengikat para pihak / mempelai
Dengan mengadakan perjanjian perkawinan kedua calon suami isteri berhak menyiapkan
harta kekayaan, asal perjanjian itu tidak menyalahi tata susila yang baik dalam tata tertib umum
2. Tanpa persetujuan isteri, suami tidak boleh memindahtangankan barang-barang tak
bergerak isteri.
3. Dibuat dengan akta notaris sebelum perkawinan berlangsung dan berlaku sejak saat
perkawinan dilangsungkan.
4. Tidak berlaku terhadap pihak ketiga sebelum didaftar di kepaniteraan Pengadilan Negeri
Sedangkan hukum Islam seperti yang tercantum pada Undang- undang No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan hanya terdiri atas satu pasal saja tentang perjanjian perkawinan, yaitu pasal
29 menyatakan :
³Pada waktu sebelum perkawinan berlangsung kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat
mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan setelah mana
isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut´.
*
- c
Setelah mengetahui dasar yuridis yang terdapat dalam hukum Perdata Barat (BW) dan
hukum Islam tentang Perjanjian Perkawinan, maka sekarang tibalah pada pembahasan dan
Bahwa untuk melihat Sistem Hukum Perdata Barat dan Sistem Hukum Perdata Islam
dalam suatu perbandingan, maka dapat diketahui berdasarkan sejarah pembentukannya dari
masa ke masa sehingga kini dapat dipakai dan tetap eksis oleh sebagian penduduk Indonesia
berdasarkan penundukan diri mereka terhadap sistem hukum barat tersebut, disamping sejarah
pembentukan hukum Islam yang memenuhi kepentingan umat Islam di Indonesia seperti halnya
Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam merupakan
akumulasi sistem hukum Islam yang materinya sudah tersusun baik dan sudah dianggap dapat
Bagi mereka yang telah menundukkan diri terhadap Hukum Barat tentu juga mempunyai
alasan tersendiri secara pribadi terlepas dari penundukan diri mereka secara diam-diam, secara
sebagian maupun secara keseluruhannya, namun yang jelas berdasarkan kajian buku yang ditulis
oleh Soetandyo Wignjosoebroto dipaparkan bahwa pengaruh perkembangan pendidikan hukum
atau kehakiman pada masa kolonial itu dibagi dalam 3 suasana sosio politik yang dialami oleh
1. Suasana pendidikan Rechtsschool di awal dasawarsa 1910-an, dimana ketika itu anak-
anak pelajar pribumi tidak mempunyai cita-cita apapun selain untuk menjadi anak asuh
yang baik dibawah perwalian pejabat-pejabat Belanda yang paternalistik, dan kelak bisa
sadar pada pemikiran ideologi politik dan kenegaraan modern dan karena itu pula lebih
menyadari eksistensi mereka sebagai warga bangsa yang memiliki kebudayaan yang
yakni semasa selapisan kaum terpelajar elit pribumi yang telah mulai marak dengan ide-
ide nasionalisme dan melahirkan pikiran-pikiran yang serba kritis yang cenderung
menolak kendali-kendali perwalian paternalistik yang pada waktu itu tak hanya
kehakiman landraad yang berkecerdasan tinggi untuk memahami hukum yang berkembang atau
hukum yang hidup (living law) menurut konsep-konsep dan prosedur yang ditradisikan dalam
budaya Eropa, yang berintegritas tinggi untuk dapat menerapkannya secara jujur dan adil, tetapi
sekalipun demikian tetap juga masih berkemampuan dan berkepekaan untuk mengenali dengan
penuh penghayatan alam budaya simbolik bangsanya sendiri yaitu bangsa pribumi. Namun
kenyataannya tuntutan untuk lebih mengenali formalitas-formalitas dan sistem nilai yang
dijunjung tinggi dalam peradilan model Eropa sangat nyata atau tampak lebih dominan dari
sehingga dalam perkembangannya Rechtsschool tidak lagi setaraf sekolah dengan tingkat yang
sederhana untuk penyelenggaraan peradilan bagi orang pribumi melainkan terkesan pada taraf
yang kian tinggi, apalagi dengan dibukanya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke
Universitas Leiden, tidak hanya ke pendidikan khusus yang sengaja distrukturkan untuk
kepentingan kolonial pada saat itu sehingga mendorong mahasiswa pribumi mengetahui dunia
kehidupan hukum eropa dan peradilan-peradilan lain yang tak terbatas hanya setaraf peradilan
Kenyataan ini sangat jelas menunjukkan bahwa gerak perkembangan intelektual anak-
anak pribumi menuju kepada dunia pemikiran barat semakin bertambah untuk menghasilkan
yuris-yuris akademisi yang dapat diharapkan berfungsi di dalam sistem hukum kolonial. Akan
tetapi yuris-yuris muda pribumi lebih suka mengidentifikasikan dirinya sebagai orang-orang
yang netral dari kepentingan sebuah kekuasaan kolonial. Namun oleh sebab pecahnya perang
Pasifik sekolah tinggi hukum ini ditutup tetapi wawasan falsafah pendidikannya yang liberal
sedikit banyak berpengaruh memaksa dualisme hukum di Indonesia tetap bertahan dan
tentu saja tidak lepas dari pengertian syariat dan fiqh yang dikembangkan berdasarkan pendapat
ulama yang terkenal dengan 4 madzhab yaitu Syafi¶i, Maliki, Hanafi dan Hambali. Bahwa ulama
madzhab sepakat tentang pengertian Syariat, yakni nama umum yang diberikan kepada
peraturan-peraturan dalam agama Islam dan oleh ahli-ahli dirumuskan sebagai sesuatu yang
tidak akan diketahui seandainya tidak ada wahyu Ilahi.[11] Definisi dari syariah ini cukup luas
dan termasuk ke dalamnya wahyu-wahyu Ilahi yang diturunkan pada nabi-nabi bangsa Ibrani dan
Nabi Isa dengan ketentuan, bahwa wahyu-wahyu mereka itu hanya berlaku selama dikuatkan
atau dibenarkan lagi oleh wahyu-wahyu yang disampaikan pada Nabi Muhammad. Karena itu
yang terakhir ini menjadi syari¶ah yang terutama. Kesimpulan kedua dari definisi tersebut adalah
bahwa hanya apa yang dengan jelas dicantumkan dalam wahyu Ilahi atau yang boleh
dimasukkan ke dalamnya secara analogi, yang sebetulnya termasuk syari¶ah. Hal-hal yang
ditentukan oleh perkembangan kecerdasan terletak diluar syari¶ah, karena hal itu ditetapkan
dengan akal.
Oleh karena ketentuan-ketentuan yang ada dalam syari¶ah dalam memakai analogi
hukum itu berguna sebagai bukti-bukti dalam menetapkan hukum syari¶ah, maka para ahli
tersebut, maka ahli-ahli menentukan 4 macam bukti syari¶ah itu yakni Al-Qur¶an, Sunnah, Ijma
dan Qiyas.
Hukum syari¶ah atau hukum syar¶i diartikan sebagai ketentuan yang ditetapkan sebagai
hasil dari wahyu Ilahi, misalnya, perbuatan berdusta yang dilakukan oleh seseorang, yang
fiqh´ atau fiqh dan orang yang ahli dalam ilmu ini adalah faqih. Fiqh itu diartikan juga secara
khusus sebagai deduksi dari hukum syari¶ah mengenai amal atau perbuatan, masing-masing dari
sudut pandang bukti-bukti khusus. Dengan memakai istilah syari¶ah dimaksudkan untuk
meninggalkan nilai-nilai akal dan pancaindra seperti beriman kepada Allah dan Nabi-Nabi. Kata
amal memisahkan teori yang misalnya mengatakan, bahwa Ijma itu adalah suatu bukti yang sah
untuk menetapkan hukum syari¶ah. Dalam kesimpulan itu tidak termasuk pengetahuan yang di
dapat dari seorang Mujtahid dan sebagai gantinya adalah penyelidikan langsung terhadap bukti-
bukti. Maka menurut ini seseorang tidak dinamai Faqih, apabila dia hanya mengetahui hukum
syari¶ah. Dia hanya dinamai Faqih apabila dia sendiri dengan penyelidikan dan pemikiran
langsung (olehnya sendiri) menyimpulkan hukum-hukum itu. Demikian definisi menurut ahli-
ahli Syafi¶i, sedangkan menurut Hanafi adalah pengetahuan tentang hukum syari¶ah itu saja
adalah fiqh dan orang yang mempunyai pengetahuan ini adalah faqih. Dengan kata l.ain,
seorang faqih itu tidak semestinya seorang mujtahid. Akhirnya istilah khusus itu menunjukkan
bahwa lapangan fiqh itu tidak langsung diperdapat dari keempat bukti-bukti syari¶ah yaitu
Qur¶an, Sunnah, Ijma dan Qiyas. Bukti-bukti ini sebagaimana adanya, adalah terlalu umum
(Ijmali) dan tidak sesuai dengan maksud fiiqh sebelumnya disimpul;kan lagi oleh suatu ilmu
khusus kepada dalil-dalil yang masuk akal, masing-masing mengenai satu kumpulan hukum
yang khusus.
Pengetahuan yang khusus ini, yang mempersiapkan fiqh itu dinamai penghetahuan
tentang ushul fiqh atau menurut apa yang tertulis dinamai ilmu tentang dasar-dasar fiqh. Dinamai
begitu, karena keempat bukti syari¶ah yang tersebut di atas itu yang merupakan hal yang
dibicarakan, menurut analisa terakhir, adalah keempat dasar pada mana disandarkan kesimpulan-
kesimpulan fiqh. Ilmu ushul fiqh itu dirumuskan oleh ahli-ahli sebagai pengetahuan tentang
dasar-dasar untuk mendapatkan fiqh itu menurut aturan yang sewajarnya atau sebenarnya. Ushul
fiqh itu hanya membahas dasar-dasar yang segera diperlukan untuk mendapatkan fiqh itu dengan
kata lain, ia tidaklah mengenai hal-hal yang kurang langsung seperti bahasa, ilmu nahwu atau
kalam, walaupun hal-hal ini perlu juga. Sebaliknya pernyataan menurut aturan yang sewajarnya
dalam fiqh untuk menetapkan hukum syari¶ah pada kejadian atau peristiwa yang khusus. Jadi
ushul fiqh itu menyelenggarakan keterangan umum (qawaid kulliyah) bagi fiqh sebagai
pendirian-pendirian yang digunakan oleh fiqh dalam mendapatkan hukum yang berguna untuk
kejadian atau peristiwa yang khusus. Dengan singkat dikatakan bahwa ushul fiqh itu membahas
bukti-bukti syari¶ah yakni dasar-dasar fiqh sepanjang yang boleh dipergunakan sebagai bukti-
bukti untuk menetapkan hukum syari¶ah dan hukum syari¶ah itu sepanjang yang disimpulkan
dari bukti-bukti syari¶ah, namun tidak membahas apa yang dinamai hukum syari¶ah itu dalam
peristiwa atau kejadian yang khusus, yaitu fungsi dari fiqh. Bagian-bagian yang menjadi ushul
fiqh dan fiqh itu maupun kedudukan dari keduanya ini dalam lapangan ilmu pengetahuan secara
1. Akal (aqliyah) yang diperoleh melalui atau menggunakan akal pikiran dan pancaindra.
2. Naluri (naqliyah) yang diperoleh melalui kebiasaan yang turun temurun, yang terbagi
lagi menjadi 2 macam ilmu yaitu : ilmu kesusasteraan dan ilmu syari¶ah. Sedangkan ilmu
- Pembacaan al-Qur¶an,
- Itiqad, ilmu tentang ke-Esaan dan sifat-sifat Allah (kalam atau ushuludin).
- Yang praktis (amaliyah) atau ilmu fiqh, yang terdiri atas ilmu tentang dasar-dasar
fiqh (ushul fiqh) dan ilmu pemakaian fiqh (furu¶al fiqh atau fiqh).
puasa, zakat, berhaji ke Mekah, berjuang di jalan Allah dalam konteks melawan
b. Perbuatan dari yang wafat/mati, yakni mengenai pusaka dan harta peninggalan
(faraid).
3. Perbuatan-perbuatan seseorang dalam bentuk campuran dari hak-hak Allah dan hak-hak
perseorangan, disinilah dimungkinkan adanya ijtihad hukum dari seorang mujtahid dan
masuknya pendapat para ulama berdasarkan istimbath hukum yang digunakan terhadap
peristiwa/kejadian hukum yang terdapat dalam masyarakat yang belum jelas hukumnya
Dengan demikian jika ingin diambil persamaannya maka antara Hukum Perdata Barat
dan hukum Islam itu sama-sama mempunyai kontribusi yang sama terhadap Hukum Nasional
Indonesia. Demikian pula antara Hukum Islam dengan Hukum Adat mempunyai titik pertalian
yang sama tergantung dari sudut mana pandangan diarahkan dengan memperhitungkan
kecenderungan pengaruh yang lebih besar dari Hukum Eropa Barat (BW) ataukah hukum Islam
murni (syariat).
u c
,
u (u$
Setelah diketahui kedudukan Hukum Perdata Barat (BW) dan Hukum Islam di Indonesia
maka tibalah pada pembahasan yang lebih fokus yaitu berkaitan dengan perikatan Perjanjian
Dalam Hukum Perdata Barat atau kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) sudah ada
pasal-pasal yang mengatur tentang Perjanjian Perkawinan secara khusus, namun ada kalanya
perlu penafsiran secara umum terhadap peristiwa dan hubungan hukum yang baru apabila pada
ketentuan yang khusus belum ditemukan peraturannya sehingga diperlukan asas hukum yang
berlaku umum, seperti halnya dengan perjanjian perkawinan ini maka akan mengacu pada buku
ketiga tentang perikatan yaitu pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat yang diperlukan
Unsur kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak (no.1 dan 2) di atas merupakan
syarat subjektif, sedangkan unsur suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal (no.3 dan 4)
Kemudian untuk isi suatu perjanjian ada asas kebebasan berkontrak yang bisa dipakai
untuk memperjanjikan apa saja dan tentang apa saja perbuatan hukum yang perlu bagi suami
perkawinan antara suami isteri tersebut maka tergantung pada itikad baik kedua belah pihak
Perjanjian perkawinan ini lebih sempit dari pada perjanjian secara umum karena
bersumber pada persetujuan saja dan pada perbuatan yang tidak melawan hukum, tidak termasuk
Sungguh pun tidak ada definisi yang jelas tentang perjanjian perkawinan ini namun dapat
diberikan batasan bahwa hubungan hukum tentang harta kekayaan antara kedua belah pihak,
yang mana dalam satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal,
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa mereka yang mengikatkan diri dalam
maupun sesudahnya sehingga untuk memutuskan perkawinan berarti pula melanggar perjanjian
maka merupakan hal yang sangat jarang terjadi mengingat akibat-akibat hukum yang akan
ditanggung / resiko bila salah satu pihak ingkar terhadap perjanjian perkawinan tersebut,
biasanya ada sanksi yang harus diberlakukan terhadap pihak yang melanggar perjanjian
perkawinan tersebut.
perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh calon suami dengan calon isteri pada waktu atau
sebelum perkawinan dilangsungkan, perjanjian mana dilakukan secara tertulis dan disahkan oleh
Pegawai Pencatat Nikah dan isinya juga berlaku terhadap pihak ketiga sepanjang
diperjanjikan.[13]
Persamaannya antara hukum BW dan hukum Islam adalah dilakukan secara tertulis,
sedangkan perbedaannya terletak pada keabsahan perjanjian perkawinan tersebut, kalau menurut
BW harus dilaksanakan dihadapan notaris sedangkan menurut hukum Islam cukup dihadapan
Pegawai Pencatat Nikah. Kemudian berlaku mengikat terhadap pihak ketiga jika sudah
demikian menurut BW, sedangkan menurut hukum Islam berlaku mengikat terhadap pihak
ketiga sepanjang termuat dalam klausula / diperjanjikan dalam perjanjian perkawinan tersebut.
c
1. Sistem Hukum Perdata Barat adalah apa yang termuat dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perdata atau dengan nama Burgerlijk Wetboek (BW) sebelum dinasionalisasikan,
dan sistem hukum Islam adalah apa yang termuat dalam Undang-undang No.1 Tahun
2. Perjanjian Perkawinan dalam Hukum Perdata Barat (KUH Perdata) dengan Hukum Islam
u .
1. Perlu diadakan penelitian / pengkajian lebih lanjut tentang kekuatan mengikat Sistem
2. Perlu diadakan penelitian / pengkajian lebih lanjut tentang institusi Perjanjian Perkawinan
Indonesia.
Ôc/&c!%&cc
P. Aghnides, Nicolas. (trans). 1956. Ê mm m. Solo : Sitti Sjamsijah.
Rahardjo, Satjipto. 1991. . Cet. III. Jakarta : Citra Aditya Bakti
Supomo, R. 1965.
m. Jakarta : Pradnjaparamita.
Simorangkir, J.C.T. Et.al. 1980. m. Jakarta : Aksara Baru.
[2] Satjipto Rahardja. 1991. #. Jakarta : Citra Aditya Bhakti. Hal : 48.
[4] J. Eddy Iskandar. Tahun. Ê mm (mm ). Banjarnasin :
Unlam. Hal : 10.
[7] J.C.T. Simorangkin, Et.al. 1980. Kamus Hukum. Jakarta : Aksara Baru. Hal : 95
[8] Pencetusnya Prof. Mr. Lodewijk Willem Christian Van Den Berg (1845 ± 1927). Ahli
Hukum Islam dari Belanda .
[9] Pencetusnya Christian Snouck Horgrnje (1857 ± 1936). Penasehat Pem. Hindia
Belanda tentang soal Islam.
[10] Soetandyo Wignjosoebroto. 1994. Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional. Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada. Hal : 144.