Indonesia, hukum Islam, utamanya hukum keluarga Islam,
telah memberi pengaruh dan peranan sangat besar. Pengaruh dan peranan yang tak bisa dipungkiri. Pada prakteknya, pengaruh dan peranan ini, memiliki dua fenomena unik berikut: 1. Hukum Islam berperan dalam mengisi kekosongan hukum dalam hukum positif. Dalam hal ini hukum Islam diberlakukan oleh negara sebagai hukum positif bagi umat Islam.
2. Hukum Islam berperan sebagai sumber nilai yang
memberikan kontribusi terhadap aturan hukum yang dibuat. Oleh karena aturan hukum tersebut bersifat umum, tidak memandang perbedaan agama, maka nilai-nilai hukum Islam dapat berlaku pula bagi seluruh warga Negara. Makalah
HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA: SKETSA HISTORIS DAN NORMATIF
Oleh :
Hayyun Nur NIM: 02.21.04.18.006
TUGAS MAKALAH MATA KULIAH PERBANDINGAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI DUNIA ISLAM A. Latar Belakan Masalah
Dalam Sejarah hukum di Indonesia, perkembangan hukum
Islam mengalami pasang surut. Di masa penjajahan Belanda, misalnya, terdapat upaya sistematis untuk menghilangkan pengaruh hukum Islam. Terutama melalui teori receptie Snouck Hurgronye. Teori ini terang-terangan berusaha mendistorsi pengaruh hukum Islam melalui modus membenturkannya dengan hukum adat. Dalam Sejarah hukum di Indonesia, perkembangan hukum Islam mengalami pasang surut. Di masa penjajahan Belanda, misalnya, terdapat upaya sistematis untuk menghilangkan pengaruh hukum Islam. Terutama melalui teori receptie Snouck Hurgronye. Teori ini terang-terangan berusaha mendistorsi pengaruh hukum Islam melalui modus membenturkannya dengan hukum adat. Makalah ini akan membahas tentang Hukum Keluarga Islam di Indonesia dengan memfokuskan pembahasan pada latar belakang historis pengaruh dan peranannya serta profil hukum keluarga yang saat ini berlaku di Indonesia.
B. Rumusan Masalah 1. Makalah ini memfokuskan pembahasan untuk menguraikan rumusan masalah sebagai berikut:
2. Bagaimanakah sejarah perkembangan hukum keluarga
Islam di Indonesia? Bagaimanakah profil hukum Keluarga Islam di Indonesia? BAB II
A. Sejarah Perkembangan Hukum Keluarga Islam di Indonesia
upaya kongkrit pembaruan hukum keluarga Islam di
Indonesia. Sejak era 1960-an. Bermuara pada lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Indonesia memang negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Sekali lagi itu fakta tak terpungkiri. Namun dalam hal kepemilikan Undang-Undang khusus yang mengatur perkawinan, Indonesia bukanlah pioner terdepan. Negara-negara Islam seperti Sudan, Maroko, dan Libya, telah memilikinya lebih awal ketimbang Indoensia. Kecuali Malaysia (1987), Aljazair (1984) dan Bangladesh (1984). Ketiga negara ini jelas masih di belakang Indonesia dalam hal ini Hari Ibu, 22 Desember 1973. Ini hari bersejarah bagi pembaharuan hukum keluarga di Indonesia. Tepat di hari ibu, 46 tahun lalu itu, rancangan UUP diterima secara bulat dalam sidang paripurna DPR. Rancangan UUP ini telah diajukan pemerintah sejak tanggal 16 Agustus 1973. Segera setelah kesepakatan di paripurna itu, tepatnya tanggal 2 Januari 1974 UUP disahkan secara resmi oleh Presiden. Diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 1 tahun 1974. Berlaku efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. UUP lahir dalam suasana kehidupan politik yang antagonistik. Perlu diingat bahwa saat itu merupakan dekade pertama pemerintahan Orde Baru. Orde yang eranya dimulai sejak keluarnya Supersemar yang terkenal itu. Peralihan tampuk pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru, sebenarnya memberi harapan besar dan angin segar bagi perkembangan kehidupan beragama di Indonesia. Terutama bagi umat Islam. Mengingat kontribusi besar mereka dalam ikut meruntuhkan rezim Orde Lama. Harapan ini pada akhirnya bergesekan dengan politik pembangunan rezim Orde Baru. Politik pembangunan yang lebih mengedepankan stabilitas demi keberhasilan program pembangunan. Peminggiran pengaruh partai politik dan penabuan wacana-wacana ideologis selain ideologi pancasila pun dilakukan. Termasuk ideologi yang berkaitan dengan komunisme dan keagamaan. kontroversi tajam tak urung mengiringi kelahiran UUP. Reaksi keras awalnya malah muncul dari umat Islam sendiri. Justru tepat sebulan sebelum rancangan UUP diajukan. Reaksi keras ini timbul karena umat Islam berpendapat bahwa banyak pasal-pasalnya yang bertentangan dengan ajaran Islam. Begitu kerasnya reaksi ini, digambarkan oleh Kamal Hassan sebagai melibatkan hampir semua kelompok ulama. Baik kalangan modernis maupun tradisional. Mulai dari Aceh hingga Jawa Timur.
Muhammad Kamal Hassan, Muslim Intellectual Responses to “New Order” Medernization in Indonesia, h. 146.
Jauh sebelum itu, sejak tahun 1968 bahkan telah terjadi perdebatan sengit mengenai draft yang oleh Boland disebut sebagai “bill of the fundamental principles of marriage”. Draft ini memuat aturan tentang usia perkawinan, poligami, hak dan kewajiban suami isteri, hak dan kewajiban orang tua dan anak, dan lain-lain. Masalah poligami menjadi salah satu pemicu utama perdebatan ketika itu. Perdebatan yang terbilang sengit. Menguras banyak pikiran dan energi.
B.J. Boland, B.J., The Struggle of Islam in Modern Indonesia,
(Leiden: The Hague-Martinus Nijhoff, 1971), h. 167.
B. Profil Hukum: Sketsa Normatif UUP dan KHI
Secara keseluruhan, UUP terdiri dari 67 Pasal. Terbagi dalam
14 bab. Mengatur tentang dasar perkawinan, syarat-syarat perkawinan, pencegahan perkawinan, batalnya perkawinan, perjanjian perkawinan, hak dan kewajiban suami isteri, harta benda dalam perkawinan, putusnya perkawinan serta akibatnya, kedudukan anak, hak dan kewajiban antara orang tua dan anak, perwalian dan ketentuan-ketentuan lainnya. aturan pelaksanaan UUP ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974. PP ini meliputi 10 bab dan 49 Pasal. Berisi tentang Ketentuan Umum, Pencatatan Perkawinan, Tata Cara Perkawinan, Akta Perkawinan, Tata Cara Perceraian, Pembatalan Perkawinan, Waktu Tunggu, Beristri Lebih dari Seorang, Ketentuan Pidana, dan Penutup Dasar perkawinan merupakan bab paling awal yang diatur oleh UUP. Bab ini terdiri dari 5 Pasal. Hal pertama yang diatur oleh bab ini adalah tentang pengertian perkawinan. Pada Pasal 1 Ayat (1) UUP mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Bandingkan misalnya dengan pengertian perkawinan menurut KUHPerdata. Hukum warisan Belanda ini menyebutkan perkawinan ialah persetujuan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang secara hukum untuk hidup bersama dalam jangka waktu yang cukup lama Terdapat setidaknya delapan asas atau prinsip pokok perkawinan dalam UUP. Meliputi: 1. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal. 2. Perkawinan sah bila dilaksanakan menurut agama dan kepercayaan. 3. Perkawinan harus dicatat menurut aturan perundangan. 4. Asas monogami terbuka. 5. Calon suami istri harus sudah masak secara jiwa raga. 6. Pembatasan usia minimal dibolehkan kawin. Pria minimal 19 tahun. Perempuan 16 tahun. (Sudah diamandemen oleh UU 16/2019) 7. Perceraian dipersulit dan harus dilaksanakan di muka pengadilan. 8. Hak dan kedudukan suami istri seimbang UUP bahwa secara normatif UUP banyak sekali mengadopsi ketentuan-ketentuan fiqh Islam. Adanya fakta ini menjadikan UUP sebagai penanda era baru bagi perkembangan hukum Islam di Indonesia. Era baru yang disebut sebagi fase taqnin. (Fase Pengundangan). Disebut demikian karena melalui UUP, hukum Islam khususnya yang berkaitan dengan hukum perkawinan, benar-benar memberi kontribusi besar bagi pembentukan hukum nasional. Melalui UUP hukum perkawinan Islam benar-benar dapat ditransformasikan menjadi hukum positif. Meskipun tentu saja telah terlebih dahulu dilakukan modifikasi untuk menyesuaikan dengan konteks keindonesiaan UUP dan BW berbeda dalam menetapkan sah tidaknya perkawinan. Perbedaan itu bahkan terkesan berbanding terbalik. Bagi UUP perkawinan hanya sah bila dilaksanakan menurut ketentuan suatu agama. Berbeda secara diametral dengan ketentuan UUP ini, BW malah mengesampingkan legalitas perkawinan menurut agama. Bagi BW, sahnya perkawinan bukan karena dilaksanakan menurut ketentuan agama. Melainkan oleh pelaksanaannya yang didasarkan sesuai ketentuan perundang-undangan. BAB III PENUTUP Kesimpulan
1. Perkembangan Hukum Keluarga Islam di Indonesia
memiliki sejarah panjang. Sejarahnya dapat ditelusuri sejak masa pra kolonial, hingga era milenial saat ini. Keseluruhan latar historis tersebut bermuara pada lahirnya Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Lahirnya Undang-undang ini tak bisa dilepaskan dari sejarah panjang itu. Sejarah yang dengan sendirinya melatari upaya kongkrit pembaruan hukum keluarga Islam di Indonesia. Upaya yang semakin konkrit dan sistemik dilakukan sejak era 1960-an. Hingga akhirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 diberlakukan. Lalu kemudian disusul oleh penetapan Kompilasi Hukum Islam (KHI) melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991.
2. Profil Hukum Keluarga Islam di Indonesia terepresentasi dengan jelas melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI. Kedua norma hukum ini merupakan perwujudan dari politik hukum pemerintah Orde Baru sekaligus bagian dari akomodasi politik terhadap kepentingan hukum umat Islam. Selain pengaruh hukum Islam yang kental, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga merupakan unifikasi terhadap berbagai peraturan perkawinan yang telah ada sebelumnya. Secara normatif kedua norma hukum ini juga merupakan pembaharuan terhadap Hukum