Anda di halaman 1dari 20

11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah Dinasti Syafawi dapat ditelusuri latar jejaknya sejak masa-masa

awal kenabian. Dimulai sejak tahun 8 H/630 M. Ketika Rasulullah SAW berkirim

surat kepada Raja Kisra. Salah seorang Raja dari Dinasti Sasan di Persia. 1

Kekuasaan Islam memang tidak seketika berkibar di Persia pada masa Rasulullah.

Namun itu hanya soal waktu. Hanya dalam hitungan beberapa tahun sepeninggal

sang Nabi. Yaitu pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar. Di tahun 637 M.

Ketika Abu Bakar berhasil menaklukkan Qadisiah. Ibu Kota Dinasti Sasan. Tujuh

tahun paska surat Nabi kepada Kisra. Penguasaan terhadap Persia ini terus

dilakukan. Hingga ke masa kekuasaan Bani Umayyah. Meliputi daerah yang

sangat luas. Mencapai luas yang hampir sama dengan wilayah seluruh

kemaharajaan Persia. Kemaharajaan yang pernah ditaklukkan oleh Iskandar

Agung.2

Latar berdirinya Dinasti Syafawi di Persia, tak bisa dilepaskan dari situasi

politik kekuasaan Islam ketika itu. Pra kondisi berdirinya dinasti ini, diawali

dengan kemunduran yang dialami Dinasti Abbasiah di Baghdad. Kemunduran

yang menjadi semakin parah paska serangan tentara Mongol. Kemunduran di

bidang politik sedemikian parahnya. Disintegrasi terjadi di mana-mana. Wilayah

1
Imam Bukhari, Shahih al-Bukahri, (Riyadh: Baitul Afkar, 1998), 564

2
Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Islamika, 2008), 233
2

kekuasaan yang dulu begitu besar dan berkuasa, seketika tercabik-cabik. Menjadi

kerajaaan-kerajaan kecil yang saling memerangi satu sama lain.

Di tengah kemerosotan parah di bidang politik inilah muncul tiga kerajaan

besar. Antara tahun 1500 M hingga 1800 M. Mewarnai peta politik kekuasaan

Islam selama tak kurang dari 3 abad. Dinasti Syawafi di Persia merupakan salah

satu dari 3 kerajaan besar itu. Dua yang lainnya, Dinasti Turki Usmani di Turki

dan Dinasti Mughal di India.

Makalah ini akan menguraikan tentang masa-masa kekuasaan Dinasti

Syafawi dari sejak masa berdiri, kemajuan-kemajuan yang dicapai, hingga masa

kemunduran dan berakhirnya.

B. Rumusan Masalah

Makalah ini memfokuskan pembahasan untuk menguraikan rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sejarah berdiri dan kemajuan-kemajuan yang dicapai Dinasti

Syafawi di Persia?

2. Bagaimanakah masa-masa kemuduran dan berakhirnya Dinasti Syafawi?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk:

1. Memenuhi sebagian tugas pada Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam.

2. Memberi sumbangsih pemikiran dalam kajian sejarah khususnya tentang

perkembangan Sejarah Peradaban Islam di masa Dinasti Syafawi.


3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdiri dan Kemajuan yang Dicapai Dinasti Syafawi

Di antara tiga dinasti yang berdiri hampir bersamaan dalam satu masa,

Dinasti Syafawi termasuk yang memiliki perkembangan paling pesat. Berbeda

dengan Dinasti Utsmani dan Dinasti Mughal. Bila dua kerajaan besar terakhir

berkembang dan berdiri murni diinisiasi oleh gerakan politik, tidak demikian

halnya dengan Syafawi. Dinasti Syafawi mulanya bukanlah gerakan politik.

Melainkan gerakan tasawuf.

Transformasi Syafawi ini dapat disebut sebagai gerakan

politik-keagamaan. Gerakan ini muncul ketika dunia Islam tengah memasuki

periode pertengahan (1250-1800 M). Muncul di abad ke-13 M. Di Ardabil.

Sebuah kota di Azerbaijan.3 Kota ini terletak di wilayah Iran bagian Barat. 4 Ketika

itu Ardabil merupakan daerah kekuasaan Qara Qiyunlu. Penguasa yang berasal

dari suku Turki. Penganut Syi’ah.5

Mulanya gerakan tarekat ini bersifat lokal saja. Namun lama kelamaan

tumbuh menjadi gerakan keagamaan. Pengaruh begitu luas. Mencakup Persia,

Syiria, hingga Anatolia. Transformasi dari gerakan tarekat keagamaan menjadi

gerakan politik, agaknya dipengaruhi oleh perkembangan pemahaman keagamaan


3
C.E. Bosworth, The Islamic Dinasties: A Cronological and Geneological Handbook,
(Edinburgh: Edinburgh University Press, 1970), 72.

4
Julian Baldick, Mystical Islam: An Introduction to Sufism, (New York & London: New
York University Press, 1989), 109.

5
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI
Press,1984), 84.
3
4

para pengikut Syafawi. Pemahaman yang lama-kelamaan mengarah kepada

fanatisme. Implikasi fanatisme pemahaman kegamaan ini kemudian memberi

motivasi politis bagi para pengikutnya untuk berkuasa dan merebut kekuasaan

politik.

Pada saat Tarekat Syafawi masih murni sebagai gerakan keagamaan,

tujuannya tidak lebih kecuali untuk memerangi orang-orang ingkar dan golongan

yang mereka pandang ahli bid’ah.6 Tarekat ini secara berturut-turut dipimpin oleh

para Syaikh. Terdiri atas Safi ad-Din, Sadr ad-Din, Khawajah Ali, dan Ibrahim

Ibnu Khawajah Ali. Di saat telah bertransformasi menjadi gerakan politik,

Syafawi kemudian dipimpin oleh Junaid, Haidar dan Ismail. Pengaruh Syafawi

sebagai tarekat meliputi wilayah Persia, Syiria dan Anatolia.7 Pimpinan pusatnya

berkedudukan di Ardabil. Bergelar Syaikh. Wakilnya yang berkedudukan di luar

Ardabil berjuluk khalifah.8 Pada perkembangannya, julukan khalifah untuk wakil

Syaikh di luar Ardabil ini berkembang pula secara politik. Mengikuti

perkembangan metamorfosis gerakan. Ketika telah menjadi gerakan politik,

julukan khalifah yang semula berkonotasi sekedar sebagai wakil Syaikh,

berkembang sekaligus menjadi jabatan politik. Khalifah dengan demikian, selain

sebagai pemimpin politik untuk wilayah-wilayah luar Ardabil, juga merupakan

wakil Syaikh.

6
Hamka, Sejarah Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1984), 60

7
M. Ira Lapidus, A History of Islamic Society, (Cambridge: Cambridge University Press,
1988), 265.

8
Hamka, Sejarah…, h. 167.
5

Bermula dari gerakan tarekat, Syafawi berubah menjadi gerakan politik

yang fanatik. Mereka menentang setiap orang yang bermazhab selain Syi’ah Dua

Belas. Mereka lalu melakukan upaya militer dengan membentuk pasukan khusus.

Bernama Qizilbas. Juga menyebarkan propaganda doktrin Syi’ah Dua belas secara

radikal dan revolusioner. Tidak heran bila gerakan ini juga terkenal dengan nama

gerakan Mahdi (Messianic Mahdiism).9 Bila ketika masih murni gerakan tarekat

tujuannya sekedar menentang ahli bid’ah, maka ketika menjadi gerakan politik

berjuluk messianic Mahdiism, Syafawi pun tak terhindarkan memiliki tujuan

politik dan keagaaman sekaligus. Berupa tujuan untuk menegakkan keadilan

seraya menanti datangnya Imam al-Mahdi al-Muntazar sebagai penegak keadilan

sejati.

Maka bertrasformasilah para pengikutnya. Bertransformasi dari murid

sebuah gerakan tarekat menjadi prajurit tangguh, teratur, berani dan disiplin.

Fanatisme keagamaan yang berimplikasi politik itu juga ditunjukkan dalam

fanatisme mereka pada Mazhab Syi’ah. Tidak heran bila Dinasti Syafawi ini

kemudian menjadikan Syi’ah sebagai mazhab resmi kerajaan. Fanatisme pada

mazhab Syi’ah ditunjukkan secara frontal melalui penolakan dan penentangan

keras kepada para pengikut mazhab lain. Sampai di sini, terutama melihat latar

mazhab resmi negara, Dinasti Syafawi dapat disebut sebagai peletak dasar

terbentuknya Negara Islam Iran modern saat ini.10 Artinya, karakter dasar yang

berkembang dalam konfigurasi politik dan keagamaan yang berkembang di

9
Muslih Fathoni, Faham Mahdi Syi’ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif, (Jakarta:
Grafindo Persada, 1994), 3-48

10
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), 139.
6

Republik Islam Iran dewasa ini, latar historisnya dapat ditarik jauh ke belakang.

Sejak masa berkuasanya Dinasti Syafawi.

Nama Dinasti Syafawi diambil dari nama sebuah gerakan tarekat. Nama

tarekat ini sendiri diambil dari nama pendirinya. Shafi al-Din. Lahir tahun 1252

M. Wafat tahun 1334 M.11 Nama lengkapnya Syeikh Shafi al-Din Ishaq

al-Ardabili. Murid sekaligus menantu Syaikh Taj ad-Din Ibrahim Zahidi al-Gilani

(1216 – 1301).12

Pendiri Dinasti Syafawi sendiri adalah Shah Ismail al-Syafawi. Cucu dari

Shafi al-Din. Sebagian kalangan mensinyalir bahwa Shafi al-Din ini memiliki

keterkaitan silsilah dengan Musa al-Kazhim. Imam ketujuh dalam tradisi Syi’ah

Itsna ‘Asyariah. Tapi oleh sebagian sejarawan penisbatan ini diragukan. Dianggap

tak memiliki bukti historis yang memadai. Namun demikian, kalangan yang

mendukung penisbatan silsilah tersebut, mendasarkan diri pada kitab tulisan Ibnu

Bazzaz. Berjudul Shafwat al-Shafa. Ibnu Bazzaz merupakan penduduk Ardabil.

Hidup semasa dengan Syaikh Shafi al-Din. Juga tinggal di Ardabil. Kitab ini

dengan sendirinya juga ditulis pada masa hidup sang Syaikh.13 Kepemimpinan

Shafi al-Din di tarekat Syafawi, sebenarnya merupakan warisan dari guru

sekaligus mertuanya. Taj al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301M). Seorang guru

tarekat yang dikenal dengan julukan Zahid. Prestasi dan ketekunan

Shafi al-Din selama berguru dengan Taj al-Din, membuat sang guru berkenan

mengangkatnya sebagai menantu. Sepeninggal mertuanya di tahun 1301 H,


11
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), 187.

12
Adel Allouche, The Origins and Develovment of The Ottoman Safavid Conflict (1500-
1555), (Michigan: Michigan University Micro Film Internasional, 1980), 96.
13

Muhammad Suhael, Tarikh al-Daulah al-Shafawiyah, (Beirut: Dar An-Nafaes, 2009), 35


7

sebagai murid sekaligus mantu kinasih, Shafi al-Din kemudian mewarisi gerakan

tarekat peninggalan sang guru. Gerakan tarekat ini kemudian berkembang pesat.

Melampui sekedar kota Asalnya. Pengaruhnya menembus hingga Persia, Syiria,

sampai ke Anatolia. Besarnya pengaruh gerakan inilah yang membuat

Shafi al-Din merasa perlu menempatkan perwakilan khusus untuk

wilayah-wilayah di luar Ardabil. Wakil khusus ini bertugas memimpin

murid-murid tarekat di wilayah-wilayah tersebut. Para wakil khusus inilah, seperti

telah dikemukakan, diberi gelar mentereng. Khalifah.14

Di tangan kaum Syafawi, tarekat sebagai organisasai keagamaan yang

mulanya bertujuan jenuin dakwah, benar-benar dapat dirubah menjadi institusi

politik-dakwah. Bertujuan tidak lagi sekedar jenuin dakwah, tapi lebih jauh lagi

dari itu. Bertujuan dakwah dan politik sekaligus. Yaitu untuk menyebarkan Islam

di satu sisi, sekaligus meraih cita-cita politik di sisi lain. Organisasi tarekat secara

simultan menjadi institusi dakwah keagamaan sekaligus politik. Pada tataran ini,

organisasi tarekat Syafawi bekerja efektif memudahkan konsolidasi dan

penyebaran doktrin tarekat. Baik bagi pengikutnya, maupun untuk meningkatkan

prestise mereka di hadapan penguasa dan di tengah masayarakat. Sebagaimana

umumnya organisasi tarekat, Syafawi terdiri atas unsur-unsur: guru/pimpinan

tarekat (mursyid/syaikh) dan wakil syaikh berjuluk khalifah. Adapula pengikut

syaikh yang biasa disebut murid/darwis. Tempat beraktifitas disebut ribat/

zawiyah (pondokan). Terdapat petunjuk tehnik pelaksanaan (zikir, do’a, dan

14

Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h. 60
8

wirid), bai’at, kekeluargaan dan persaudaraan (ukhuwah), ijazah, dan silsilah.15

Unsur-unsur ini merupakan kesatuan sistem tarekat yang oleh kaum Syafawi

dimanfaatkan dengan efektif untuk mencapai tujuan mereka. Baik dalam

penyebaran Islam maupun pembentukan citra dan cita-cita politik.

Awal berdirinya Dinasti Syafawi tidaklah berlangsung dengan mulus.

Tetap saja diwarnai pertentangan dan konflik politik. Terutama dengan penguasa

Turki Utsmani. Sebagaimana diketahui, paska keruntuhan Bani Abbasiah, Turki

Usmani menjadi adikuasa yang mendominasi perpolitikan dunia Islam. Dinasti ini

secara politik benar-benar memimpin dunia Islam di Abad ke-9 Masehi. Tidak

mengherankan jika di akhir abad ke-9 ini, ketika muncul kekuatan politik baru

yang dimotori oleh gerakan tarekat Shafawi, serta merta berhadapan langsung

dengan kekuatan sang adidaya. Munculnya gerakan sufisme yang bertransformasi

menjadi gerakan politik bahkan secara terang-terangan hendak merebut kekuasaan

ini, benar-benar menjadi permasalahan politik sekaligus militer yang membuat

penguasa Turki Utsmani kewalahan. Tidak heran bila awal kemunculan Dinasti

Syafawi, diwarnai dengan konflik-konflik sporadis melawan suku-suku

pendukung kekhalifahan Turki Usmani16

Konflik paling awal terjadi antara Juneid, salah seorang pemimpin

Syafawi, dengan Qara Koyunlu, pengikut Turki Utsmani. Konflik ini ditandai

dengan kekalahan Juneid. Kekalahan yang mengakibatkan pengasingan baginya.

Kekalahan dan pengasingan tidak lantas membuat ambisi politik Juneid berakhir.

15
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat Kajian Historis tentang Misitik, (Solo:
Ramadhoni, 1992), 236.
16

Jamsed Mu’zami, al-Usrah al-Syafawi, Maktabah Syamilah, edisi 4, 2


9

Sebaliknya, justru di dalam pengasingan ini Juneid menemukan momentum baru

bagi perlawanan politiknya. Mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr,

AK Koyunlu dan tinggal di istana Uzun Hasan, penguasa sebagian besar wilayah

Persia, Juneid malah berhasil membangun aliansi politik strategis dengan sang

pemberi suaka.17

Tidak saja aliansi politik, Juneid bahkan berhasil membangun aliansi

kekeluargaan dengan mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun

Hasan. Persekutuan politik dan kekeluargaan ini kemudian memungkinkan Juneid

kembali mengobarkan perlawanan politik melalui gerakan militer. Meskipun pada

akhirnya ia gagal dalam upaya merebut Ardabil dan kemudian tewas ketika

hendak merebut kota Sircassia pada tahun 1460 M18, namun gerakan politik

tarekat Syafawi tidak lantas ikut mati bersamanya.

Persekutuan politik dengan Uzun Hasan yang dirintis oleh Juneid,

benar-benar menjadi persekutuan politik strategis penentu masa depan politik

Dinasti Syafawi sesudahnya. Dari persekutuan politik yang lalu berkembang

menjadi persekutuan keluarga inilah lahir Ismail. Sang pendiri Dinasti Syafawi.

Ismail adalah anak Haidar. Sepeninggal Juneid, tampuk kepemimpinan Syafawi

diserahkan kepada Haidar. Putra Juneid yang ketika mewarisi kepemimpinan itu

belum lagi dewasa. Haidar sendiri berada di bawah pengasuhan Uzun Hasan.

Mengingat usianya yang masih belia, tampuk kepemimpinan Syafawi baru

benar-benar dipegangnya di tahun 1470 M. Hampir 10 tahun setelah wafatnya

17
P.M. Holt, dkk, (ed.), The Cambridge History of Islam, Vol. I A, (Cambridge
University Press, 1970), 396

18
Ibid. 496
10

Juneid. Sang ayah. Persekutuan kekeluargaan di antara keturunan Juneid dengan

Uzun Hasan di masa Haidar terus berlanjut. Membuat hubungan kedua trah ini

semakin erat. Baik secara politik maupun secara kekeluargaan. Bila Juneid,

ayahnya mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hassan, maka

Haidar malah menikahi putri Uzun Hasan sendiri. Pernikahan dengan putri Uzun

Hasan, melahirkan Ismail. Sang pendiri dinasti.19

Kematian Haidar yang terbunuh oleh pasukan Qara Koyunlu ketika

menyerang Sarcassia dan pasukan Sirwan, lagi-lagi tidak mampu memadamkan

api perlawanan kaum Syafawi terhadap penguasa. Dari perkawinannya dengan

putri Uzun Hasan, Haidar dikarunia tiga orang putra. Ali, Ibrahim, dan Ismail.

Putra pertamanya, Ali kemudian melanjutkan perlawanan sang Ayah. Ali

kemudian juga terbunuh dalam sebuah peperangan. Gugurnya Ali menjadi

momentum kepemimpinan bagi Ismail. Di bawah kepemimpinan Ismail inilah

gerakan Syafawi menemukan momentum kekuasaannya. Setelah melalui beberapa

pertempuran menentukan melawan Qara Koyunlu, Ismail akhirnya berhasil

memasuki dan menaklukkan kota Tabriz. Ibu Kota Qara Koyunlu. Peristiwa ini

terjadi pada tahun 1501 M. Ini adalah saat paling bersejarah dan menentukan bagi

pengikut Syafawi. Karena di kota Tabriz ini, Ismail kemudian memproklamirkan

berdirinya Dinasti Syafawi. Mendaulat dirinya sebagai Raja Pertama dinasti baru

tersebut, dengan gelar Ismail I.20

Kemenangan Ismail atas Qara Koyunlu dan proklamasi berdirinya Dinasti

Syafawi benar-benar menjadi starting point bagi berlangsungnya kekuasaan yang


19
Carl Brockelmann, Tarikh al-Syu’ub al-Islamiyah, (Beirut: Dar al-‘Ilm, 1974), 494
20

P.M. Holt, dkk, (ed.), The Cambridge, h. 398.


11

bermula dari gerakan tarekat ini. Tak terbayangkan sebelumnya, bagaimana

sebuah gerakan tarekat yang notabene murni gerakan keagamaan, tiba-tiba

menjadi penguasa politik dengan cakupan kekuasaan sedemikian luas. Pula

dengan masa kekuasaan yang tidak bisa dibilang pendek. Ismail sendiri berkuasa

tak kurang dari 2 dekade. Tepatnya selama tak kurang dari 23 tahun. Sejak tahun

1501 M sampai dengan tahun 1524 M. Dalam 10 tahun saja wilayah

kekuasaannya sudah mencakup seluruh wilayah Persia dan bagian Timur Bulan

Sabit Subur (Fortile Cressent). Keberhasilan demi keberhasilan dalam penaklukan

membuat ambisi politik Ismail terus bergelora. Tak merasa cukup dengan wilayah

kekuasaan yang sudah demikan luas, Ia masih terus berusaha melebarkan sayap

kekuasaan bahkan dengan menantang salah satu kekuatan militer besar ketika itu.,

Turki Utsmani. Sampai di sini, Ismail mendapatkan batu sandungan besar.

Melawan pasukan Turki Utsmani, Ismail tidak saja harus berhadapan dengan

pasukan militer yang kuat dan besar, tapi juga berhadapan langsung dengan kaum

yang memiliki kebencian mendalam terhadap Syi’ah. Mazhab Resmi Dinasti

Syafawi. Pada peperangan di Chaldiran, dekat Tabriz, di Tahun 1514, Ismail

terpaksa harus menelan pil pahit. Mengalami kekalahan. Hingga kota Tabriz

berhasil diduduki oleh pasukan Turki Utsmani. Hanya karena terjadinya friksi

hebat di kalangan pasukan Turki Utsmani saja yang akhirnya memberi

kesempatan bagi Dinasti Syafawi dapat terselamatkan. Pertentangan internal hebat

di kalangan pasukan Turki Utsmani, memaksa mereka harus kembali ke Turki.


12

Meninggalkan begitu saja ibu Kota Kerajaan Syafawi, Tabriz, yang baru saja

mereka duduki.21

Permusuhan dengan Turki Utsmani terus berlanjut sepeninggal Ismail I.

Tiga Raja paska Ismail I, Tahmahsap I (1524-1576), Ismail II (1576-1577), dan

Muhammad Khudabanda (1577-1587), berturut-turut mengalami pertempuran

melawan pasukan Turki Utsmani. Masa ketiga raja ini, menjadi titik kemunduran

dan kelemahan Dinasti Syafawi. Perang yang sering terjadi melawan kekuatan

militer Turki Utsmani yang jauh lebih kuat dan perpecahan internal yang kerap

terjadi, menjadi pemicu melemahnya kekuatan Dinasti.

Kondisi politik memprihatinkan ini baru mulai berubah dan dapat diatasi

setelah naik tahtanya Raja Kelima. Abbas I. Memerintah antara tahun

1587-1629 M.22 Inilah Raja Dinasti Syafawi paling populer. Sangat dekat dengan

rakyat. Kebesarannya disebut-sebut sejajar dengan Sultan Akbar Agung dari

Dinasti Mughal di India. Disejajarkan pula dengan tokoh-tokoh besar dunia

lainnya. Semacam Ratu Elisabeth dari Inggris. Sulaiman Agung di Turki. Juga

Charles V di Perancis. Keberhasilannya menstabilkan roda pemerintahan yang

sebelumya semrawut tak menentu, menjadi kunci utama penentu kesuksesannya.23

Terdapat tiga langkah taktis strategis yang dilakukan Abbas I untuk

menstabilkan kondisi pemerintahan:

21
Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang,
1989), h.337
22

Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 254.

23
M.Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007), h.305
13

1. Membentuk pasukan baru. Pasukan ini terdiri dari budak-budak. Berasal dari

tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia. Pasukan baru ini

dimaksudkan untuk mengeliminir status quo dominasi pasukan Qizilbash atas

kerajaan.

2. Menyelenggarakan perjanjian damai dengan Turki. Perjanjian yang

memaksanya harus memberikan konsesi berupa penyerahan beberapa wilayah

kekuasaannya kepada Turki Utsmani. Azerbaijan, Georgia, dan sebagian

Luristan menjadi bagian dari konsesi ini.

3. Berjanji untuk menghentikan penghinaan terhadap ketiga khalifah Islam

pertama selain Ali. Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Ketika itu, di kalangan

pengikut Syi’ah, penghinaan kepada ketiga khalifah ini lazim dilakukan

terutama pada saat khutbah jum’at di masjid-masjid.24

Tiga langkah taktis strategis ini berhasil menstabilkan jalannya roda

pemerintahan. Ini dengan sendirinya memberi benefit politik bagi Abbas I.

Stabilnya kondisi pemerintahan, membuatnya mendapatkan ruang yang cukup

untuk mulai mengupayakan kembali perebutan wilayah kekuasaan yang

sebelumnya sempat hilang.25 Di masa Abbas I ini, Dinasti Syafawi benar-benar

mencapai puncak kejayaan. Di sampimg berhasil mengurai kemelut dalam negeri,

Abbas I juga sukses merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah direbut

kerajaan lain di masa sebelum kekuasaannya eksis.26

24
Badri Yatim, Sejarah, h. 143.

25
Dedi Supriyadi, Sejarah, h. 255.

26
Ira. M. Lapidus, A History…, h. 73.
14

Puncak kejayaan di masa pemerintahan Abbas I, ditandai dengan

kemajuan di berbagai bidang kehidupan. Mulai dari bidang ekonomi, Ilmu

Pengetahuan, Pembangunan fisik dan seni, hingga di bidang pendidikan.

Kemajuan Kerajaaan Syafawi di bidang ekonomi, mendorong kemajuan

pesat dibidang lainnya. Ini berdampak langsung misalnya pada penguasaan

terhadap kepulauan Hurmuz dan pelabuhan Gumrun. Pelabuhan ini kemudian

diubah menjadi Bandar Abbas. Melalui Bandar ini kerajaan Syafawi menguasai

perdagangan melalui jalur laut antara Timur dan Barat. Kemajuan di bidang

ekonomi juga berdampak pada bidang pertanian. Tekhnologi pertanian

berkembang pesat. Ragam hasil pertanian mengalami surplus di seantero negeri.

Terutama didaerah yang dikenal dengan sebutan Bulan Sabit Subur (Fortile

Crescent). Selain itu aktifitas pendidikan dan keagamaan tak kuarang

mendapatkan dampak signifikan dari kemajuan di bidang ekonomi ini. Sejumlah

sekolah dan perguruan tinggi dibangun hingga mencapai jumlah 48 buah.

Demikian pula masjid. Terus dibangun secara besar-besaran. Tercatat tak kurang

dari 162 masjid eksis berdiri selama masa ini. Tak lupa pula fasilitas penunjang

lainnya. Bertebaran di seantero kota.27

Di bidang ilmu pengetahuan, Dinasti Syafawi mewarisi peradaban tinggi

dari bangsa Persia. Tradisi keilmuan yang berurat berakar pada bangsa Persia,

memberi warna sangat kental pada kemajuan Dinasti Syafawi di bidang ini.

Kajian teologi, filsafat dan sejarah berkembang pesat. Didukung langsung oleh

pemerintah. Bahkan kegiatan keilmuan tak jarang dilakukan di Majelis Istana.

Dari masa itu tercatat ilmuan seperti Bahr al-Din al-Syaerazi Ibnu Muhammad
27
Ibid., h. 453.
15

Damad. Seorang filosof. Tapi juga mumpuni sebagai ahli sejarah dan teologi. Di

bidang-bidang ini, Dinasti Syafawi mencatat keberhasilan melebihi kerajaan Turki

Utsmani maupun Mughal. Pembangunan di bidang fisik dan seni juga patut

dicatat sebagai kemajuan yang membanggakan dari Dinasti Syafawi di masa

Abbas I. Periode ini mewariskan bagi peradaban karya-karya arsitektur berkelas.

Sebut saja misalnya Masjid Shah dan Masjid Syekh Luth Ailah. Dua masjid

karya arsitektur bernilai seni tinggi.28

B. Masa Kemunduran dan Berakhirnya Dinasti Syafawi

Berakhirnya pemerintahan Abbas I, menjadi titik awal kemunduran

Kerajaan Syafawi. Pengganti Abbas, Sulaiman, agaknya tak dapat meneruskan

kebijakan politik populis pendahulunya. Sulaiman malah mempraktikkan

kebijakan yang memicu penentangan terhadap pemerintah. Ia misalnya melakukan

penindasan dan pemerasan terhadap kalangan Sunni. Sambil secara bersamaan

memaksakan mazhab Syi’ah. Penindasan terhadap kaum Sunni terus berlanjut di

masa sesudahnya. Sultan Hussein pengganti Sulaiman, meneruskan tindakan lalim

pendahulunya. Ia melakukan penindasan terhadap penduduk Afghan. Ketika itu

Afghan masih menjadi bagaian dari Iran. Memaksa mereka memeluk Syi’ah. Tak

pelak lagi, penindasan demi penindasan ini memicu pemberontakan.

Pemberontakan pertama terhadap Dinasti Syafawi dipimpin oleh Amir

Kandahar, Mahmud Khan. Pemberontakan ini cukup berhasil merepotkan pihak

Dinasti. Hingga berhasil merebut Herat, dan Masyhad. Bahkan kemudian secara

28
Marshal G.S. Hodson, The Venture of Islam, Volume III (Chichago : The University of
Chichagi Press : 1981). h. 40
16

gemilang berhasil merebut Isfahan. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1772 M.

Timbulnya pemberontakan besar itu, benar-benar menurunkan kekuatan dan

pengaruh politik Dinasti Syafawi. Serangan Turki Utsmani dan Rusia sesudahnya,

hanya semakin memperlemah Kerajaan Syafawi. Terlebih ketika serangan Turki

itu berhasil menganeksasi Armenia, dan beberapa wilayah Azerbaijan. Keadaan

itu semakin diperparah oleh direbutnya beberapa wilayah propinsi laut Kaspia di

Jilan, Mazandaran, dan Asterabad oleh Rusia.

Kerajaan Syafawi kemudian berakhir di tangan Nadir Shah. Pemimpin

Dinasti Asyfariah ini berhasil menundukkan Dinasti Syafawi. Dibantu oleh

dukungan suku Zand dari Iran Barat. Setelah menundukkan Dinasti Syafawi,

Nadir Syah yang kemudian populer dengan gelar Syah Iran ini mengambil

kebijakan yang sekaligus mengoreksi kebijakan Dinasti Syafawi sebelumnya.

Kebijakan itu berupa upaya untuk memadukan Sunni-Syi’ah. Kebijakan ini

diumaksudkan untuk memperoleh dukungan politik baik dari Afghan maupun

dari Turki Usmani.29

BAB III

PENUTUP
29
Jaih Mubarok, Sejarah…, h. 236-237
17

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada Bab Pendahuluan dan Pembahasan, Penyusun

menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dinasti Syafawi diinisiasi oleh gerakan tarekat pimpinan Shafi al-Din. Dari

nama pimpinan tarekat ini nama Dinasti Syafawi diambil. Gerakan tarekat ini

kemudian bertransformasi menjadi gerakan politik. Berjuang merebut

kekuasaan. Lalu mendirikan sebuah Dinasti. Dipimpin oleh Ismail I sebagai

pendirinya. Dinasti Syafawi mengalami puncak kejayaan di masa pemerintahan

Abbas I. Masa kemunduran Dinasti ini mulai terjadi paska pemerintahan Abbas

I. Dinasti Syafawi praktis berakhir setelah Nadir Shah, pemimpin Dinasti

Asyfariah menundukkan Dinasti Syafawi.

2. Kemajuan-kemajuan yang dialami Dinasti Syafawi diraih pada masa

pemerintahan Abbas I. Kemajuan-kemajuan itu meliputi berbagai bidang

kehidupan yang luas. Mulai dari bidang ekonomi, pembangunan fisik,

arsitektur, keagamaan, hingga pendidikan.

B. Saran-Saran

Menutup makalah ini, penyusun menyampaikan saran sebagai berikut:

1. Perlunya melakukan kajian mendalam tentang akar pertentangan Sunni-Syi’ah

paska runtuhnya Dinasti Syafawi dikaitkan dengan konteks kekinian.

2. Perlunya melakukan kajian mendalam 17


tentang kontribusi Dinasti Syafawi bagi

perkembangan peradaban Islam hingga kini.


18

DAFTAR PUSTAKA
19

Aceh, Abu Bakar. 1992. Pengantar Ilmu Tarekat Kajian Historis tentang Misitik,
Solo: Ramadhoni

Allouche, Adel. 1980. The Origins and Develovment of The Ottoman Safavid
Conflict (1500-1555), Michigan: Michigan University Micro Film
Internasional

Amin, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah

Baldick, Julian. 1989. Mystical Islam: An Introduction to Sufism, New York &
London: New York University Press

Bosworth, C.E. Bosworth. 1970, The Islamic Dinasties: A Cronological and


Geneological Handbook, Edinburgh: Edinburgh University Press

Brockelmann, Carl. 1974. Tarikh al-Syu’ub al-Islamiyah, Beirut: Dar al-‘Ilm

Bukhari, Imam. 1998. Shahih al-Bukahri, Riyadh: Baitul Afkar

Fathoni, Muslih. 1994. Faham Mahdi Syi’ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif,
Jakarta: Grafindo Persada

Hamka. 1981. Sejarah Umat Islam, Jilid III, Jakarta: Bulan Bintang

Hamka. 1984. Sejarah Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta:


Pustaka Panjimas
Hassan, Ibrahim Hassan. 1989. Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Kota
Kembang

Hodson, Marshal G.S. 1981. The Venture of Islam, Volume III. Chichago : The
University of Chichagi Press

Holt, P.M., dkk, (ed.). 1970. The Cambridge History of Islam, Vol. I A,
Cambridge University Press

Karim, M.Abdul, 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta:


Pustaka Book Publisher

Lapidus, Ira M. 1988. A History of Islamic Society, Cambridge: Cambridge


University Press

Mu’zami, Jamsed. t.th. al-Usrah al-Syafawi, Maktabah Syamilah, edisi 4


Mubarok, Jaih. 2008. Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Islamika
19
Nasution, Harun. 1984. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI
Press
20

Suhael, Muhammad. 2009. Tarikh al-Daulah al-Shafawiyah, Beirut: Dar


An-Nafaes

Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam,Bandung: Pustaka Setia

Yatim, Badri. 2009. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai