Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sepeninggal Rasulullah, Islam sudah tersebar di Seantero Jazirah Arab. Islam terus melakukan ekspansi dibawah
kendali pada khalifah Ar-Rasyidin dan selanjutnya oleh Dinasti Umayyah kemudian Dinasti Abbasiyah. Di akhir
pemerintahan Abbasiyah, Islam semakin merosot selama beberapa abad. Ditengah-tengah keterpurukan Islam
muncullah tiga kerajaan besar, yaitu Kerajaan Turki Usmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal
di India. Ketika Kerajaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuannya, Kerajaan Safawi di Persia baru berdiri. Kerajaan ini
berkembang dengan cepat dan dalam perkembangannya, Kerajaan Safawi sering bentrok dengan Kerajaan
Turki Usmani. Selain itu, Kerajaan Safawi menyatakan Syi’ah sebagai mazhab negaranya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang berdirinya Kerajaan Safawi?
2. Bagaimana perkembangan Kerajaan Safawi?
3. Apa yang menjadi penyebab mundurnya Kerajaan Safawi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang berdirinya Kerjaan Safawi.
2. Untuk mengetahui perkembangan Kerajaan Safawi.
3. Untuk mengetahui penyebab mundurnya Kerajaan Safawi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Latar belakang berdirinya safawiah

Dinasti Safawiyah di Persia berkuasa antara tahun 1502-1722 M. Dinasti Safawiyah merupakan kerajaan
Islam di Persia yang cukup besar. Awalnya Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil,
sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah, yang diambil dari nama pendirinya, Safi Al-Din (1252-
1334 M) dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus
dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan, yakni Kerajaan Safawi. Safi Al-Din berasal dari keturunan orang
yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari Imam Syi’ah yang keenam, Musa Al-
Kazhim. Gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan
Zahid Al-Gilani. Karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Safi Al-Din diambil menantu oleh
gurunya tersebut. Safi Al-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang
wafat tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah
bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut “ahli-ahli bid’ah”.
Tarekat yang dipimpin Safi Al-Din ini semakin penting, terutama setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari
pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syria, dan
Anatolia. Di negeri-negeri diluar Ardabil, Safi Al-Din menempatkan seorang wakil yang memimpin
murid-muridnya. Wakil itu diberi gelar “khalifah”.
Suatu ajaran agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerapkali menimbulkan keinginan dikalangan penganut ajaran
itu untuk berkuasa. Oleh karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi
tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan, dan menentang setiap orang bermazhab selain Syi’ah.
Kecenderungan memasuki dunia politik itu dapat terwujud konkretnya pada masa kepemimpinan Juneid
(1447-1460 M). Dinasti Safawi memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan.
Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara Juneid dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku
bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik tersebut, Juneid kalah dan diasingkan ke suatu
tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK-Koyunlu (domba putih), juga satu suku
bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.
Selama dalam pengasingan, Juneid tidak tinggal diam. Ia malah dapat menghimpun kekuatan untuk
kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan
Uzun Hasan. Pada tahun 1459 M, Juneid mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut

2
Sircassia tetapi pasukan yang dipimpin dihadang oleh tentara Sirwan. Ia sendiri terbunuh dalam pertempuran
tersebut.1
Ketika itu anak Juneid, Haidar, masih kecil dan dalam asuhan Uzun Hasan. Karena itu, kepemimpinan gerakan Safawi
baru bisa diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat setelah
Haidar mengawini seorang putri Uzun Hasan. Dari perkawinan ini lahirlah Ismail yang kemudian hari menjadi pendiri
Kerajaan Safawi di Persia. Kemenangan AK Koyunlu tahun 1476 M terhadap Kera Koyunlu, membuat gerakan militer
Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh AK Koyunlu dalam meraih kekuasaan selanjutnya.
Padahal, sebagaimana telah disebutkan, Safawi adalah sekutu AK Koyunlu. AK Koyunlu berusaha melenyapkan
kekuatan militer dan kekuasaan Dinasti Safawi. Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan
Sirwan, AK Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan
Haidar sendiri terbunuh dalam peperangan itu Ali, putra dan pengganti Haidar, didesak oleh bala tentara
untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK Koyunlu. Tetapi Ya’kub pemimpin
AK Koyunlu dapat menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim dan Ismail, dan ibunya, di Fars selama
empat setengah tahun (1489-1493). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putra mahkota AK Koyunlu, dengan syarat mau
membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah saudara sepupu Rustam dapat dikalahkan, Ali bersaudara kembali ke
Ardabil. Akan tetapi, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara, dan Ali terbunuh
dalam serangan ini (1494 M).
Kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya berada ditangan Ismail, yang saat itu masih berusia tujuh
tahun. Selama lima tahun Ismail bersama pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan
hubungan dengan para pengikutnya di Azerbaijan, Syiria, dan Anaotalia. Pasukan yang dipersiakan tersebut dinamakan
Qizilbash (baret merah). Di bawah kepemimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbas menyerang dan
mengalahkan AK Koyunlu di Sharus, dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu
kota AK Koyunlu dan berhasil merebut dan mendudukinya. Di kota ini Ismail memproklamirkan dirinya
sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ismail inilah yang yang dipandang sebagai pendiri yang pertama dari Kerajaan Safawiyah.

Kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya berada di tangan Ismail. Selama lima tahun Ismail beserta
pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para
pengikutnya di Azerbaijan, Syria, dan Anatolia. Dibawah kepemimpinan Ismail, pada tahun 1501,
pasukan Qizilbash menyerang dan mengalahkan AK-Konyulu di Sharur, dekat Nakhchivan. Pasukan ini

1
Drs. Samsul Munir Amin, M. A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009),

3
terus berusaha memasuki dan menaklukan Tabriz, ibu kota AK-Konyulu dan berhasil merebut serta
mendudukinya.

Persia selama kurang lebih delapan abad lamanya berada di bawah kekuasaan Aarab dan Mongol.
Pada awal abad ke- 16 (1501 M) orang Persia dapat mendirikan sebuah kerajaan yang beraliran syi’ah di
bawah pimpinan sekh ismail. Bangsa safawiah-sebut safawiah-adalah penganut sekte Syi’ah yang taat dari
keturunan imam ke tujuhnya, yaitu imam Musa al-Qasim. Pada masa kekuasaan Timur lang orang syafawi
berdiam di kota Ardabil, azerbajian, terdapat seorang sufi dan ulama terkenal yaitu sheik safiuddin ishak
adalah kake dari sheik ismail. Berangkat dari nama inilah dinasti ini di namakan syafawiah, ulama
karismatik tersebut juga pernah di kunjungi oleh timur lang.

Tercatat, bahwa timur lang membebaskan tawanan perang di anggota dari tujuh suku karena
permintaan dari syaifudin. Ketujuh suku bermukim di Diar-e-Bakr, asia kecil. Kesemua suku tersebut
berterimakasih kepada saifudin dan akhirnya masuk islam. Suku-suku tersebut sangat membantu dan
mendukung kekuasaan safawiah. Mereka di kenal dalam sejarah dengan nama kijilbash. Ayahnya shah
ismail yaitu shah haidar dikenal sebagai ahli strategi militer dan peperangan. Dia hidup sederhana seperti
orang sufi. Telah di sebut , bahwa uljaytu yang semula beraliran sunni beralih ke aliran syi’ah, maka sejak
itu wilayah Persia mulai tertanam aliran syi’ah yang di kembangkan oleh dinasti Caghtai-Timuriah
teerutama masa timur lang secara resmi sekte syi’ah ditetapkan sebagai agama atau aliran Negara. Oleh
karna itu, shah ismail , seorang sufi yang menyukai filsafat agama, adalah khalifah yang pertama kali
dalam dunia yang menerapkan syi’ah itsna ‘asyariyah sebagai ajaran resmi Negara di iran, lanjutan dari
timur yang menjadikan paham syi’ah sebagai paham resmi Negara di Tabris.

Karna syi’ah menjadi ajaran resmi Negara, maka sah ismail pun di juluki sebagai sah –e-syi’ah (raja
orang-orang syi’ah). Setelah berhasil menaklukan Azerbajian, maka ibu kota Negara selanjutnya di
pusatkan di tabris (semula merupakan ibu kota Dinasti iikhan). Sebagai tambahan /telah di sebut , ujayatu
yang semula beraliran sunni beralih ke aliran syi’ah, maka sejak itu dan pengusa selanjutnya abu sa’id,
wilayah Persia mulaih tertanam aliran syi’ah dengan sungguh-sungguh. Aliran ini di kembangkan oleh
dinasti caghti timuriah terutama msa timur lang secara resmi sekte syia’ah ditetapkan sebagai agma/aliran
Negara. 2

2
Ajid Thohir,  Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, tt),

3
Dikutip dari file pdf terkait Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume No. 5 7 april 2007 karangan Masyithah.

4
Selama periode safawiah di Persia persaiangan Antara untuk mendapatkan kekuasaan Antara turki
dan persi menjadi realita, namaun demikian, ismail menjumpai persaingan terberat sebagai kepala batu
yaitu sultan turki utsmani, salim 1. Penyebab ketegangan anatara ke dua penguasa muslim (Ssalim :sunni
dan ismail: syi’ah) di catat hasan, berasal dari kebencian salim dan pengajaran terhadap seluruh umat
muslim syi’ah yang ada di daerah kekuasaanya. Fanatisme salim memaksanya untuk mengubah 40.000
orang di curigai dan di dakwa,bahwa mereka itu telah mengingkari ajaran sunni. Ketegangan ke dua
penguasa yang menjadi kenyataan dalam perang Chaldiran, Tabris (6 september 1514 M) diamna ismail
hampir di tawan , meskipun para tentara Jenisari Turki tidak puas di daerah iran, mereka segera pulang
keturki sebelum menundukan ismail secar penuh. Namun haasil yang nyata ialah daerah Diyar-e bakr dan
khuziztan menajadi wilayah kekuasaan turki utsmani. Persia pimpinan shah ismail yang di bangkitkan
oleh motif-motif religious dan politik guna untuk menjalankan perang dengan turki, sang shah
mengadakan persahabatan dengan Protugis yang ada di india untuk menyerbu turki dan mesir. Tetapi
kegemaran salim untuk berperang sangat kuat tidak dapat di haling-halangi. Perjanjian Persia portugis
akhirnya tidak terujud. Di samping itu, peperangan di Persia kurang menguntungkan bagi salim, jika di
bandingkan dengan Syria dan Mesir, menyebabkan akhirnya sah dapat mempertahankan Pesrsia.

Pada tahun 1524, shah ismail wafat. Wilayah kekuasaanya meliputi daerah utara Tranxosiana
sampai teluk Persia di wilayah selatan. Afganistan di bagian timur hingga bagian barat sungai Efrat.
Setelah ismail wafat putranya yang bernama shah Thmasp, yang berusia 10 tahun di angkat sebagai
raja.pada 1554 M, I amnegadakan perjanjian damai dengan sulaiman Agung dari turki usmani. Dengan
perjanjian ini seluruh Persia di kuasai kecuali Diar-e Bakr dan Kurdistan. Shah thamsahap seorang yang
pandai dan melukis kaligrafinya yang menulis biografinya sendiri. Ibukota di pindahkan ke kazwin. Dalm
waktu yang relatif singkat singkat kota ini menjadi pusat pendidikan dan kebudayaan. Ia menjadi
penguasa yang paling lama dan kerajaan safawiyah. Setelah ia meninggal terjadi lah benturan Antara
pangeran safawi dengan suku kijilbash. Ia membagi wilah kekuasaanya kepada pangeran. Pada saatia
meninggal dunia, hanya ada anak ke lima yang dekat dengan ayahnya, yaitu Haidar Miza. Dia kemudian
mengumukan dirinya sebagai Sultan, inilah yang menyebabkan orang-orang Kijilbash berontak. Akhirnya
haedar mirza terbunuh.

2. perkembangan Kerajaan Safawi.

5
Kepemimpinan Ismail selanjutnya digantikan oleh Abbas I (1588-1628 M). Pasukan Abbas I
menyerang dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwaan, dan Baghdad. Sedangkan kota-kota Nakhchivan,
Erivan, Ganja dan Tiflis dapat dikuasai tahun 1605-1606 M. Selanjutnya, pada tahun 1622 M pasukan
Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi Bandar Abbas.
Sebagai salah satu dari tiga kerajaan besar, Dinasti Safawiyah mencapai puncak kemajuan yang cukup
berarti. Kemajuan yang dicapai Dinasti Safawi tidak hanya terbatas di bidang politik. Di bidang yang lain,
dinasti ini juga mengalami banyak kemajuan, antara lain adalah sebagai berikut:

 Bidang Ekonomi

Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan
perekonomian Safawi, lebih-lebih setelah Kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah
menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya bandar ini, maka salah satu jalur dagang laut antara timur dan
barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi milik Kerajaan
Safawi. Di samping sektor perdagangan, Kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian
terutama di daerah Bulan Sabit Subur (Fortile Crescent).

 Bidang Ilmu Pengetahuan

Dalam sejarah Islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa
mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa Kerajaan
Safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut. Ada beberapa ilmuwan yang selalu hadir di majelis istana,
yaitu Bahauddin Al-Syaerazi, seorang filosof, dan Muhammad Baqir Ibn Muhammad Damad, seorang
filosof, ahli sejarah, teolog, dan seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah-
lebah. Dalam bidang ini, Kerajaan Safawi mungkin dapat dikatakan lebih berhasil dari kedua Kerajaan
Islam lainnya pada masa yang sama.3

 Bidang Pembangunan Fisik (Arsitektur) dan Seni

34
Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008),

5
Aleem, K.A.M.Abdul. Bharate Muslim Shasan Baybaster Itihash. Dhaka: Bangla Academy,1976

6
Penguasa Kerajaan Safawi telah berhasil menciptakan Isfahan, ibukota Kerajaan menjadi kota yang
sangat indah. Di kota Isfahan berdiri bangunan-bangunan besar dengan arsitektur bernilai tinggi dan indah
seperti masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan istana Chihil Sutun.
Disebutkan dalam kota Isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian
umum.

Dalam bidang Kesenian, kemajuan tampak begitu kentara dalam gaya arsitektur bangunan-
bangunannya, seperti terlihat pada masjid Shah yang dibangun tahun 1611 M, dan masjid Syaikh Lutfillah
yang dibangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat pula dalam bentuk kerajinan tangan, keramik,
karpet, permadani, pakaian, dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis
sejak zaman Tahmasp I. Raja Ismail I pada tahun 1522 M membawa seorang pelukis timur ke Tabriz,
pelukis itu bernama Bizhad.

 Bidang Tarekat

Sebagaimana diketahui bahwa cikal bakal Kerajaan Safawi adalah gerakan sufistik, yaitu gerakan
tarekat. Oleh karena itu, kemajuan di bidang tarekat pun cukup maju. bahkan gerakan tarekat pada masa
ini tidak hanya berpikir dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam bidang politik dan pemerintahan.
Demikianlah, puncak kemajuan yang telah dicapai oleh Kerajaan Safawi. Setelah itu, Kerajaan ini mulai
mengalami gerak menurun (kemunduran). Kemajuan yang dicapainya membuat Kerajaan ini menjadi
salah satu dari tiga Kerajaan besar di kalangan umat islam pada masa itu yang disegani oleh lawan-
lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer.

Kemudian naiklah ismail mirza sebagai sultan yang di kenal kejam dan rakus pada 1576. Setelah
naik tahta selama 2 tahun tidak sekalipun ia menengok ibunya yang berusia lanjut dan sakit-sakitan, ia
membunuh delapan pangeran dan 15 kerabat kerajaan. Ismail Mirza mengumumkan dirinya sebagai
penguasa yang adil, namun pada kenyataan kepribadian dirinya tidak memiliki keadilan dan kearifan
tersebut. Pada saat kematianya rakyat merasa terbebas dari kediktatoranya. Kemudian ia di gantikan oleh
Muhammad Mirza. (anak sulung dari shah Thmasp), selanjutnya ia di gelari dengan shah Muhammad
Khuda Bandah. Periode ini tidak ada kemajuan yang berarti.
Setelah itu naiklah Shah Abas sebagai sultan yang baru berusia 16 tahun. Ia sangat terkenal dan
berhasil mnarik simpati rakyat. Dia di sejajarkan dengan Sulatan Akbar Agung, dinasti Mughal di india,
ratu Elisabeth I di London, sulaiman agung di turki, dan Charles V di prancis. Hal ini di sebabkan karna

7
keberhasilanya menstabilkan kondisi pemerintah yang sebelumnya kacau balau. Speninggal Shah Abbas
tidak ada sultan yang kuat dan berkarakter, meskipun dinasti ini masih dapat bertahan cukup lama.
Pada periode ini, kemajuan ilmu politik dan ekonomi maju pesat. Kebudayaan dan kesenian dapat
di sejajarkan dengan peradaban –peradabana agung di belahan dunia lainya seperti mongol dan turki.
Salah satu yang terkenal adalah bangunan yang masyhur dengan nama Cehel Sultum yang berada di atas
empat puluh pilar yang kokoh. Di sana terdapat istana safawiah. Mereka juga berhasil memproduksi
karpet dan permadani yang istimewa. Di sisi lain puisi dan filsafaat juga mendapatkan ruang yang terbuka.
Filosof yang terkenal adalah Sayed Abdul Qasim, Shikh Bahanudin, dan Mulla Sadrudin. Periode ini juga
di kenal sebagai masa kejayaan tasawuf. Selain itu pada masa shah abbas I berkuasa, qota kum telah
menjadi pusat kebudayaan dan penelitian mazhab Syi’ah yang terbesar pada saat itu. Dengan demikian
jelasalah bahwa periode safaawiah adalah masa renaissance di bidang seni dan filsafat Persia. Lembaga-
lembaga pendidikan syi’ah juga berkembang subur, banyak sekolah-sekolah yang di bangun oleh dinasti
safawiah di is fahan, masyhad, dan siraj. Di antaranya adalah chahar bagh di Isfahan yang banunanya
merupakan sebuah karya agung seni islam, sekolahkan di shiraj (iran tenggara) yang terkenal dengan
seorang tokoh pengajarnya, yaitu mulla sadra, dimana selama abad ke 17 para wisatawan eropa
menyaksikanya sebagai tempat kehidupan akademis komprehensip dan sangat aktif.

3. Faktor-Faktor Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawiyah


Secara khusus, M. Zurkani Yahya (1984:18-19) meneyebutkan ada tiga faktor yang mempercepat
kemunduran dan kehancuran Kerajaan Safawiyah, diantaranya:
Adanya sistem pergantian syah yang tidak konsisten. Sebagai sebuah dinasti, pergantian syah
diturunkan kepada anak saudaranya. Namun, realitas dalam sejarah Safawi, hal tersebut tidak berlaku.
Banyak sekali syah yang membinasakan keluarganya, termasuk anaknya sendiri karena dianggap
membahayakan kelestarian tahtanya. Petulangan para tokoh pemerintahan yang oportunis
Petualangan para tokoh pemerintahan yang oportunis dari golongan qizilbash, gulam, harem, dan ulama,
yang ada saat-saat tertentu mereka mendapat kesempatan untuk menentukan roda pemerintahan di bawah
syah-syah yang lemah. Namun, mereka tidak melaksanakan amanah itu dengan baik, bahkan
memanfaatkannya secara sewenang-wenang. Akibatnya, timbullah permusuhan antargolongan dalam
kerajaan, sehingga kerajaan menjadi lemah. Sebagai contoh, pada pemerintahan Syah Husein para Ulama
Syi’ah yang memerintah banyak yang berlaku kejam, yang mengakibatkan bangkitnya golongan Sunni
untuk menumbangkannya. Menurunnya loyalitas para pendukung kerajaan kepada Kerajaan Safawiyah.
Loyalitas Qizilbash bergeser pada suku masing-masing, setelah Syah Ismail meninggal.

8
Munculnya Ghulam yang dibina oleh Syah Abbas telah berhasil menopang kerajaan dengan
monoloyalitasnya yang tinggi terhadap Safawi. Akan tetapi, setelah Syah Abbas I meninggal, loyalitas
mereka juga menurun dan mulai bergeser kepada asal-usul bangsa mereka sebagai bangsa Georgia. Oleh
karena itu, pada masa Syah Hussein, ada beberapa pemimpin Georgian yang sangat menentukan politik di
ibukota Isfahan, seperti George XI dan Kay Khusraw. Dengan munculnya suatu bangsa dengan tingkat
ashabiyah-nya tinggi seperti bangsa Afghan yang berusaha menghancurkan Safawi, Safawi tidak dapat
diperintahkan lagi, karena ditinggalkan oleh para pendukungnya. (Ading Kusdiana, 2013:198-199)
Dalam literatur lain Badri Yatim (2005:158-159) menjelaskan sebab-sebab kemunduran dan
kehancuran kerajaan Safawi ialah konflik berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani. Bagi Kerajaan
Usmani, berdirinya Kerajaan Safawi yang beraliran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap
wilayah kekuasaannya. Konflik antara dua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun pernah berhenti
sejenak ketika tercapai perdamaian pada masa Shah Abbas I. Namun, tak lama kemudian Abbas
meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan tidak ada lagi perdamaian antara dua
kerajaan besar Islam itu. Penyebab lainya adalah dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan
Safawi. Ini turut mempercepat proses kehancuran kerajaan tersebut. Sulaiman, di samping pecandu berat
narkotik, juga menyenangi kehidupan malam beserta harem-haremnya selama tujuh tahun tanpa sekali pun
menyempatkan diri menangani pemerintahan. Begitu juga Sultan Husein. Penyebab penting lainnya
adalah karena pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat
perang yang tinggi seperti Qizilbash. Hal ini disebabkan karena pasukan tersebut tidak disipakan secara
terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohai seperti yang dialami oleh Qizilbash. Sementara itu,
anggota Qizilbash yang baru ternyata tidak memiliki militansi dann semangat yang sama dengan anggota
Qizilbash sebelumnya.

kerajaan safawiaah sudah mulai mengalami kehancuran setelah wafatnya abbas I, tetapi tanda
kehancuran total mulai kelihatan ketika khalifah Sulaiman berkuasa. Ia balas dendam karna rezim Syi’ah
mengadakan pemerasan dan penindasan terhadap rakyat, termasuk kepada ulama dari paham-paham sunni
di paksa menerima paham syi’ah. Puncak kehancuranya terjadi pada masa kekuasaan di pimpin oleh Shah
sultan Husain II. Pada saat itu, iran di serang oleh pasukan turki utsmani dan bangsa rusia yang berbatasan
dengan daerahnya. Akhirnya mereka bersepakat untuk membagi wilayah kekuasaan Trans –Kaukasus,
yaitu pihak turki usmani mendapatkan daerah Armenia dan beberapa wilayah Azerbajian, sedangkan rusia
menerima beberapa provinsi sekitar laut Capsia, Jhilan, Mazandaran, dan austrakhan.

9
Berikutnya pada masa kepemimpinan karim khan, pemimpin koalisi kelompok kesukuan Zan di
iran barat. Rezim ini berlangsung secara evektiv dari 1750-1779. Pada akirnya, rezim ini memberikan
jalan bagi 4kelompok Qajar. Pada 1779 , kelompok kajar ini mengalahkan zan dan mendirikan sebuah
dinasti yang berlangsung hingga tahun 1924. Sebuah sumber mengatakan bahwa kekuasaan berlangsung
pada1795-1925. Selama periode Qajar, iran berada di bawah dominasi ekonomi dan politik dari kekuatan
barat, khususnya inggris dan rusia. Meskipun iran tidak pernah menjadi Negara koloni dari Negara-negara
imperialis manapun, ia pernah mengalami pengalaman semi colonial, campur tangan bagsa-bangsa eropa
trhadap iran pertama kali daatang dalam bentuk penaklukkan dan pengukuhan pengaruh mereka melalui
persaingan antar kekuatan eropa terutama inggris dan rusia. Pada 1925, munculah dinasti Pahlevi yang di
pimpin oleh Rza khan setelah mengusir ahmad Ali shah penguasa dari dinasti Qajar. Pada mulanya, ia
merupakan seorang panglima militer yang mengangkat dirinya sebagi shah iran. Tahun berikutnya ia
secara resmi memakai mahkota iran. Pada masa itulah iran maju di berbagai bidang. Pada perang dunia II
menguasai sebagian wilayah Iran, mereka Reza Shah mengundurkan diri dan mengangkat putranya yang
bernama muhamad Reza saebagai shah-e-iran. Pada masa inilah ia berhasil menasionalisasikan Anglo-
iranian oil company menjadi milik iran pada 1951, melalui pengesahan di parlemen, kekuasaanya lama
sampai pada akhirnya munculah revolusi iran yang di pimpin oleh ayatollah khumaini.

46
Abdurahman, Dudung. Metode penelitian sejaeah. Jakarta: Logos, 1999.

7
Ahmed, Ashrafuddin. Maddhyajuger muslim itihash (1258-1800 M). Dhaka; cayonika,2013

10
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Sepeninggal Abbas I Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza
(1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), Tahmasp
(1722-1732 M), Dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut,kondisi kerajaan Safawi tidak
menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi  justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya
membawa kepada kehancuran. Seperti pada masa pemerintahan Sulaeman, di samping pecandu berat
narkotik, juga menyenangi kehidupan malam beserta harem-haremnya. Ia disebutkan selama tujuh tahun
tidak pernah menangani pemerintahan. Kondisi ini tentu saja menjadi preseden buruk bagi masa depan
kerajaan Safawiyah.
Faktor-faktor kemunduran dan kehancuran dinasti Safawiyah, seperti yang di kemukakan oleh M.
Zurkani Yahya, yaitu: Adanya sistem pergantian syah yang tidak konsisten; Petulangan para tokoh
pemerintahan yang oportunis dan Menurunnya loyalitas para pendukung kerajaan kepada Kerajaan
Safawiyah. Sementara faktor utama kemunduran dan kehancuran dinasti Safawiyah yaitu karena adanya
penyerbuan bangsa Afghan terhadap ibukota Isfahan pada tahun 1722 sehingga dengan terpaksa Syah Husein
menyerahkan mahkota kerajaan kepada Mir Mahmud, pemimpin Afghan. Perlu diketahui bahwa Kandahar
sebagai tempat bangsa Afghan berdiri, terletak disebalah timur Persia, berkali-kali menjadi daerah jajahan
Safawi dan Mughal di India.

11
DAFAR PUSTAKA

Drs. Samsul Munir Amin, M. A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009),

Ajid Thohir,  Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, tt),

Dikutip dari file pdf terkait Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume No. 5 7 april 2007
karangan Masyithah.

Dr. Badri Yatim, M. A., Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008),

Abdullah, Taufiq. Manusia dalam kemelut sejarah. Jakarata: LP3ES,1978.

Abdurahman, Dudung. Metode penelitian sejaeah. Jakarta: Logos, 1999.

Aboebakar. Sejarah masjid dan amal ibadah di dalamnya. Jilid v

Banjarmasin: toko buku: aadil 1995.

Ahmed, Ashrafuddin. Maddhyajuger muslim itihash (1258-1800 M). Dhaka; cayonika,2013

Ismail, faisal islam transformasi social dan kontinuitas sejarah. Yogyakarta: tiara wacana, 2001

12

Anda mungkin juga menyukai