DAN FENOMENANYA
Oleh: Almunadi, MA
ABSTRAK; Suatu kejaraan yang bermula dari perkumpulan kecil atau pengajian
tarekat beraliran syi'ah yang lambat laun berkembang dan bergerak
menjadi gerakan politik terbesar dan dapat mendirikan kerajaan besar
ketika itu, merupakan keunikan tersendiri bagi tumbuh kembangnya
peradaban Islam. Estapet kepemimpinan silih berganti, kemajuan dan
kemunduran merupakan dinamisasi cikal bakal negara Iran ini, hingga
sekarang negara tersebut masih menjadikan mazhab Syi'ah sebagai
konstitusi negara, peradaban pun menuju titik kemodernan dunia
Islam.
Kata Kunci; Daulah, safawiyah, dan Persia
A. Pendahuluan
Turki Usmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia adalah tiga
kerajaan besar Islam. Kerajaan Safawiyah berdiri pada tahun 1501 M, dimana Syiah
sebagai mazhhabnya dan ini merupakan peletak dasar negara Iran dewasa ini, yang
sampai sekarang Iran masih menganut Syiah sebagai mazhhab negaranya.
Kerajaan dengan paham Syiah, sangatlah menarik untuk dibahas, karena
kerajaan Islam pada waktu itu- didominasi oleh golongan Sunni. Dalam perjalanan
politik Islam antara Syiah dan Sunni saling berebut untuk menguasai sebuah daerah
atau kerajaan, akan tetapi hanya sebagian kecil kerajaan Islam yang beraliran Syiah,
seperti,
munculnya tiga kerajaan besar (Turki Usmani, Mughal dan Safawi), hanya kerajan
Safawi yang beraliran Syiah, sedangkan Turki Usmani dan Mughal beraliran sunni.
Pada awalnya Safawiyah merupakan perkumpulan tarekat yang beraliran
Syiah, dalam perkembangannya terlibat dalam gerakan politik, sehingga ia berhasil
membangun sebuah kerajaan. Ada hal yang menarik dari pembentukan kerajaan
Safawi yaitu ajaran tarekat, yang dalam kehidupannya berkecimpung dalam
kehidupan rohani dan hampir tidak menaruh perhatian kepada kehidupan duniawi,
kemudian berubah menjadi sebuah kekuatan politik atau memasuki gerakan politik
praktis. Bagaimana sepak terjang kerajaan safawi sehingga menjadi sebuah kerajaan
besar ketika itu? Dan peradaban apa saja yang telah dibangun dan diwariskan kepada
generasi berikutnya? Dalam tulisan ilmiah ini penulis akan mencoba membahas
tentang eksistensi kerajaan Safawi ditinjau dari aspek pembentukan, kemajuan dan
keruntuhannya. Tentunya masukan dan keritik yang membangun serta saran yang
konstruktif dari pembaca sangat penulis butuhkan dalam kesempurnaan karya tulis
ini.
B. Sejarah Pembentukan Kerajaan Safawi
Asal usul kerajaan
sejarawan; namun pada hakekatnya perbedaan pendapat tersebut menuju pada satu
sumber. Amir Ali berpendapat bahwa Safawi berasal dari Shafi yaitu gelar nenek
moyang raja-raja Safawi, Shafi al-Din Ishak al-Ardabily (1252-1334 M, pendiri dan
pemimpin tarekat Safawi. Alasannya adalah bahwa musafir, pedagang dan penulis
Eropa selalu menyebut raja Safawi dengan gelar safi agung Syed Amit Ali, tt;491).
Menurut P.M. Hotl dan Bernand Lewis bahwa nama Safawi berasal dari Shafi
yaitu bagian dari nama Shafi al-Din Ishak al-Ardabil (PM. Holt dan Bernand Lewis,
1977,395).
Melihat dari dua pendapat di atas, pada hakekatnya pengambilan nama Safawi
tersebut sama yaitu masih kembali kepada pendiri dan sekaligus pemimpin pertama
tarekat Safawiyah yaitu Shafi al-Din Ishak al-Ardabil.
Tarekat -istilah ini secara etimologi berarti jalan; jalan menuju kebenaran,
cara atau aturan hidup dan atau persekutuan para penuntut ilmu tasawuf- khusus
dalam lapangan tasawuf sempai abad ke 11 M (5 H). Tim Penyusun Kamus, Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,1990,678). Istilah tarekat dipahami dalam
pengertian jalan yang ditempuh oleh setiap calon sufi untuk mendekatkan diri sedekat
mungkin kepada Allah. Namun selaras dengan perkembangannya sejak abad ke 12
2
M/6 H, istilah ini tidak lagi hanya mengandung arti jalan, melainkan juga berkonotasi
pada organisasi atau kesatuan jamaah sufi dengan para murid atau pengikutnya (Tim
Penyusun,1994,927)- yang merupakan dasar pembentukan kerajaan Safawi berpusat
di Ardabil yang dibentuk oleh Syeikh Shafi al-Din Ishak al-Ardabil, yakni seorang
keturunan suku Kurdi yang berasal dari Arab Selatan. Pengajaran tarekat ini
mendapat dukungan dari Rasyid al-Din, wazir kerajaan Ilkhan di Persia (Carl
Brockelmann, 1982, 318). Shafi al-Din lahir pada tahun 1252 M, di kota Ardabil,
sebuah kota yang paling Timur daerah Azerbaijan enam tahun sebelum Kolugu Khan
menghancurkan kota Baghdad. Sejak kecil ia gemar melakukan amal-amal yang
berkenaan dengan keagamaan dan mencintai kehidupan sufi. Pada waktu umurnya
mencapai 25 tahun, ia berguru kepada seorang sufi bernama Zahid Tajuddin Ibrahim.
Setelah gurunya meninggal tahun 1302 M. (K. Ali,1977,344). Shafi mendirikan
tarekat yang kemudian terkenal dengan tarekat Safawiyah yang berpusat di Ardabil,
hingga pada akhirnya ia dikenal sebagai seorang sufi besar (Firdaus dan
Desmaniar,2000,52).
Setelah Syekh Shafi al-Din meninggal, pengajaran tarekat dipimpin oleh
anaknya bernama Sadr al-Din. Pada periode ini Tarekat Syafawiyah mulai mengalami
perkembangan dan meluas ke luar daerah Ardabil. Sadral-Din mengorganisir dan
menyusun strukturnya serta mengangkat asisten atau wakil-wakilnya yang disebut
khalifah, untuk memimpin pengikut-pengikut di luar daerah Ardabil (Ira M.
Lafidus,1993,285).
Menurut Carl Brockelmann, perkembangan dan perluasan Tarekat Safawiyah
ini terjadi pada masa kepemimpinan Khawaja Ali atau setelah Sadr al-Din. Hal ini
berkaitan dengan penerimaan mereka atas wilayah Ardabil dari kerajaan Timuriyah,
setelah kerajaan ini dapat mengalahkan Bayazid dari kerajaan Usmani pada tahun
1402 (Carl Brockelmann, 1982, 318).
Pengembangan Tarekat Safawiyah tersebut, di samping sebagai hal yang
bersifat positif, tetapi juga mendatangkan dampak negatif, yakni mengakibatkan
timbulnya konplik dengan golongan Sunni. Ini mulai terjadi sejak masa
3
bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konplik tersebut Juneid kalah dan
mengasingkan diri ke suatu tempat. Di tempat ini ia mendapat perlindungan dari
penguasa Diyar Bakr, AK Koyunlu (Domba Putih), juga masih satu suku bangsa
Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar
Persia (PM. Holt dan Bernand Lewis,1977,396).
Selama dalam pengasingan, Juneid menghimpun para pendukungnya dan
membangun satu kekuatan militer. Dalam hal ini ia tidak hanya menanamkan fanatik
keagamaan (tarekat) dan kesyiahan, tetapi juga mengangkat issu kesukuan (Kurdi)
dan kedaerahan (Persia). Dengan demikian para pendukungnya tidak hanya para
pengikut tarekat atau suku Kurdi saja, melainkan mencakup Turki dan kepala-kepala
suku, para pastor, petani dan pekerja lainnya. Orang-orang yang direkrutnya
dinamakan dengan Qizilbash sebuah nama yang berasal dari nama baret merahnya
yang khas, yang menegaskan bahwa mereka pengikut dan pejuang setia keluarga
Safawiyah. Kemudian ia mengawini saudara perempuan Uzun Hasan (AK Koyunlu)
untuk menarik simpatik Uzun Hasan beserta pengikutnya.
Pada tahun 1460 M, Juneid mencoba merebut Sircilia, tetapi pasukan yang
dipimpinnya menghadapi pasukan Sirwan (Kara Koyunlu), dan mereka mengalami
kekalahan. Juneid sendiri tewas dalam petempuran tersebut (Badri Yatim,1993,140).
Sepeninggal Juneid pimpinan Tarekat Safawiyah digantikan oleh anaknya
bernama Haidar. Ia masih dalam asuhan Uzun Hasan ketika itu. Kepemimpinan
secara resmi diserahkan kepadanya tahun 1470 M. Hubungan Haidar semakin erat
setelah ia mengawini putri Uzun Hasan. Dari perkawinan ini lahirlah Ali, Ibrahim dan
Ismail, yang kemudian Ismail sebagai pendiri kerajaan Safawi di Persia (Carl
Brockelman,1974,494).
Haidar berupaya mengorganisir kekuatan militernya secara baik dan memberi
identitas khusus berupa penutup kepala berwarna merah yang diberi jumbul sebanyak
12 buah, sebagai pertanda kelompok Syiah Isna Asyariyah. Kekuatan militer ini
digerakkan Haidar untuk melawan Circassia dan Sirwan (Kara Koyunlu). Ia berhasil
mengalahkan kedua kekuatan tersebut tahun 1476 M, yang membuat nama Safawiyah
5
dalam
merekrut
pendukungnya,
-disamping
menggunakan
pemerintahan syah Ismail I (1501-1524 M) dan syah Abbas I (1588-1628 M). Ini
dapat dilihat pada keterangan berikut ini:
1. Bidang Politik dan Militer
Sebagai
raja (syah) pertama yang berkuasa, Syah Ismail berupaya membangun
kerangka dasar kerajaan Safawi. Ia membentuk birokrasi pemerintahan dengan
mengangkat kepala-kepala suku yang turut berjuang menjadi wakil untuk mengatur
pemerintahan, memimpin militer dan mengepalai agama (Ira M. Lapidus,11993,289).
Pemberian wewenang kepada kepala-kepala suku, dimaksudkan untuk
membina dan mempertahankan solidaritas dan ashhabiyah. Ini dilakukannya, karena
mereka telah membantu Ismail I dalam memperluas kekuasaan.
Keputusan terpenting yang dikeluarkan Ismail I adalah penetapan ideologi
resmi kerajaan, yakni Syiisme. Pemerintah Safawi bersipat teokrasi. Syah Ismail I
berupaya menerapkan ajaran kedua belas imam Syiah. Ia berupaya memasukkan
rakyat yang kebanyakan menganut aliran sunni ke dalam aliran syiah. Syah Ismail I
juga berperan sebagai pemimpin sufi. Para pengikutnya adalah pasukan Qizilbash
bentukan Juneid- yang merupakan pasukan inti kerajaan. Dengan demikian
peraturan kerajaan mencerminkan nilai-nilai kesufian. Dan inilah awal mula
perkembangan aliran sufi (Akbar S. Ahmad, 1992,76).
Abbas I, setelah kerajaan ini mengalami kemunduran pada masa raja-raja
setelah Ismail I, berupaya membangun kembali kekuatan politik dan militer kerajaan
safawi dengan menempuh beberapa langkah yaitu:
a. Mengadakan perdamian dengan Turki Usmani yang disertai dengan persyaratan,
bahwa ia menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia dan sebagian wilayah
Luristan.
b. Menciptakan toleransi terhadap penganut paham sunni. Bahwa ia tidak akan
mencaci tiga khalifah Islam pertama (Abu Bakar al-Siddiq, Umar ibn Khattab dan
Usman ibn Affan).
8
10
Persia adalah salah satu bangsa yang telah melahirkan peradaban tinggi, yang
gilang-gemilang, di antaranya yang telah di rintis oleh kerajaan Safawi ini, dalam
keberhasilannya mengembangkan ilmu pengetahuan. Dari pertemuan-pertemuan
ilmiah di istana kerajaan, muncul beberapa ilmuan dan pemikir, yang paling terkenal
di antaranya; Muhammad Baqir ibn Muhammad Damad menguasai filsafat, sejarah,
teologi, dan pernah mengadakan observasi sejumlah besar ilmu pengetahuan
kontemporer dan Sadr al-Din ash-Shirazi menguasai filsafat dari seluk beluk
metafisika.
D. Keruntuhan Kerajaan Safawi
Setelah berakhirnya kekuasaan Abbas I, kerajaan safawi secara berturut-turut
diperintah oleh Shafi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1666 M), Sulaiman
(1667-1692 M), Husein (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), dan Abbas III
(1732-1736 M). Pada masa pemerintahan raja-raja ini, kondisi politik kerajaan Safawi
mengalami penurunan dan berakibat pada kehancurannya. Hal ini disebabkan oleh
keperibadian, sikap dan tindakan mereka yang kurang mendukung serta adanya
serangan dari kerajaan Turki Usmani, Mughal dan Rusia.
Ada dua faktor -interen dan eksteren- penyebab kemunduran dan kehancuran
kerajaan Safawi yaitu:
Pertama, faktor interen:
a. Kerusakan moral yang melanda sebagian penguasa kerajaan safawi disebabkan
oleh minuman dan candu narkotika.
b. Pasukan Ghulam yang telah dibentuk oleh Syah Abbas I tidak memiliki
semangat berperang lagi sebagaimana halnya pasukan Qizilbash. Hal ini
disebabkan pasukan Ghulam tidak disiapkan secara terlatih dan tidak dibekali
pendidikan rohani secara mantap.
c. Timbulnya konplik interen dalam perebutan kekuasaan di kalangan keluarga
istana (Carl Brockelmann,1974,320).
Ira M. Lapidus,1993,299 menambahkan:
11
dapat menguasai Kirman, tahun 1722 M menguasai Isfahan dan memaksa Husein
menyerahkan jabatan tanpa syarat. Dengan demikian Mir Mahmud menerima
mahkota kerajaan safawi. Seiring dengan itu, Turki Usmani dan Rusia melakukan
penyerangan ke Iran, tahun 1724, yang kemudian mereka sepakat membagi wilayah
transcaucasia. Usmani mendapat wilayah Armenia dan sebagian Azerbaijan,
sedangkan Rusia memperoleh propinsi Jilan di daerah laut Caspia, Mazandaran dan
Astarabat. Dengan demikian runtuhlah pendirian kerajaan Safawi yang pernah
mencapai masa keemasannya pada masa Abbas I. Setelah kerajaan Safawi runtuh
lahirlah Dinasti Hajar 1904-1971 dan Dinasti Fahlevi 1976-1979, pada masa Dinasti
Fahlevi inilah terjadinya revolusi Iran.
E. Penutup
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kerajaan Safawi muncul
dengan keunikan, yakni bermula dari ajaran tarekat yang kemudian menjadi gerakan
politik, hingga pada akhirnya menjadi sebuah kerajaan adikuasa ketika itu. Berdiri
pada tahun 1501 M, yang diproklamirkan oleh Ismail I. dengan ideologi mazhab
syiah. Dalam perjalanan masa kerajaan safawi ayang berkuasa selama 235 tahun,
kerajaan ini telah dapat menoreh peradabahn dunia Islam yang gilang-gemilang,
puncaknya pada masa pemerintahan Abbas I tahun 1588-1628 M. karena banyak
factor intern dan ekstern- yang tidak memihak kepada keabadian kerajaan ini. Ia
runtuh pada tahun 1736 M. ditangan Abbas III.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Akbar S., Discopering Islam Making Sense of Muslim History and Society,
terj., Nuning Ram, Jakarta: Erlangga, 1992
Ali, Syed Amir, The Spirit of Islam, Delhi: Idarah al-Adabiyah tt.
Ali, K., Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), judul asli A Study of Islamic History,
Jakarta: Raja Grafindo, 1997
Brockelmann, Carl, History of The Islamic Peoples, London: Routledge dan Kegan
Paul, 1982
-------, Tarikh al-Suub al-Islamiyah, Beirut: Dr al-Ilmi, 1974
Firdaus dan Desmaniar, Negara Adikuasa Islam, Padang: IAIN-IB Press, 2000
Glasse, Ciryl, The Concise Encyclopedia of Islam, London: Stacy Internasional, 1989
Harun, Maidir, dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, Padang: IAIN-IB Press, 2001
Holt, P.M. dan Bernand Lewis, The Cembridge History of Islam, Combridege at The
University Press, 1977
Lapidus, Ira M., A Histori of Islamic Societies, terj. Sejarah Sosial Umat Islam),
Combridge University Press, 1993, bagian ke- 1 dan 2
Mufradi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997.
Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990
Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar baru Van Hoeve, 1994
Yunis, Husaini, Alam al-Islamy,Mesir: Dr al-Maarif, 1973
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1993
14