Anda di halaman 1dari 12

ASPEK PENDIDIKAN DALAM BANGUNAN PERADABAN

PADA MASA SHAFAWI


Oleh : Tri Era Khoiriyah
Program Studi Magister Pendidikan Islam (MPdI)
Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
E-mail: erakhoiriyah30@gmail.com

A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan kegiatan yang tidak terlepas pada masyarakat dunia.


Melalui pendidikan suatu bangsa dan negara dapat meningkatkan kualitas sumber
daya manusianya. Seperti mengentaskan dari buta huruf, kebodohan,
keterbelakangan, dan kelemahan. Adanya pendidikan dapat mengangkat harkat,
martabat, dan derajat suatu bangsa, sehingga tidak heran jika kita menemukan istilah
bangsa yang maju adalah bangsa yang berpendidikan. Menurut Malik Fajar
pendidikan merupakan aspek yang fundanmental menuju resolusi problem peradaban
dan kemanusiaan, karena peran dan fungsinya dalam mengantarkan manusia yang
berbudaya beradap tidak dapat dibantah.

Melihat catatan sejarah ke belakang, bangsa-bangsa yang besar dapat dilihat


dari kemajuan pendidikan. Karena, pemerintahannya sangat memperhatikan dan
mengayomi para ilmuannya seperti diberikan kesejahteraan hidup melalui perbaikan
ekonomi, para ilmuan diberikan hadiah, fasilitas untuk mengembangkan ilmu. Hal
tersebut membuktikan bahwa pada masa Dinasti Abbasiyah muncul berbagai ilmuan
yang ahli dibidangnya. Namun kita juga dapat melihat bangsa yang besar tersebut
dapat ditaklukan musuhnya karena pada sektor pendidikan mengalami
keterbelakangan. Contohnya negara kita Indonesia yang telah dijajah Belanda selama
350 tahun lamanya. Kerajaan-kerajaan Islam sepertii Usmani, Safawi, dan Moghul
pada akhirnya mengalami kemunduran yang drastis.

Dalam sejarah perjalanan kerajaan islam, kondisi politik pemerintahannya


mengalami pasang surut, kadang mengalami kemajuan dan kadang pula mengalami
kemunduran. Berdasarkan pada uraian di atas sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut
terutama terkait aspek pendidikan pada masa peradaban Shafawi.

B. Pembahasan
1. Sejarah Berdirinya Peradaban Shafawi
Dinasti Safawiyah letaknya berada di Persia berkuasa antara tahun 1502 -
1722 M. Merupakan Kerajaan Islam di Persia yang cukup besar. Kerajaan ini
bermula dari sebuah gerakan tarekat yang didirikan oleh yaitu Shafi Addin (1252
– 1334) di Azerbaijan. Di namakan Safawiyah karena berasal dari nama sang
pendiri tarekat sampai akhirnya berhasil mendirikan sebuah kerajaan dan nama
tarekat ini di pertahankan. Dalam waktu yang tidak lama tarekat ini berkembang
pesat di Persia, Syiria, dan Asia Kecil. Pada mulanya gerakan tarekat ini bertujuan
memerangi orang-orang ingkar dan golongan “ahli bid’ah”1.
Ada dua pendapat yang berbeda tentang asal-usul dari nama Safawi, Amir
Ali berpendapat bahwa Safawi berasal dari kata Shafi yaitu gelar yang diberikan
kepada nenek moyang raja-raja Safawih, yaitu Shafi Ad Din Ishak Al Ardabily
(1225 – 1334), seorang pendiri dan pemimpin tarekat Safawiyah. Ia menyatakan
bahwa para musafir, pedagang, dan penulis Eropa selalu menyebut raja-raja
Safawiyah dengan gelar Shafi Agung. Adapun P.M. Holt berpendapat bahwa
Safawiyah berasal dari kata Safi yaitu bagian dari nama Safi Ad Din Al Ardabily.
Meskipun ia tidak mengemukakan alasan, secara Gramatika Bahasa Arab,
pendapat inilah yang dipandang lebih tepat2.
Sebelum menjadi kerajaan, Safawi mengalami dua fase pertumbuhan, fase
pertama, di mana Safawi bergerak di bidang keagamaan dan fase kedua bergerak
di bidang politik. Pada tahun 1301 – 1447 M. gerakan Safawi masih murni
gerakan keagamaan dengan tarekat Safawiyah. Sebagai sarana, tarekat ini
mempunyai pengikut yang sangat besar hal ini terjadi karena pada saat itu umat
umumnya hidup dalam suasana apatis dan pasrah melihat anarki politik yang

1
Anwar Sewang, Sejarah Peradaban Islam, (Parepare: STAIN Parepare, 2017), hlm.285
2
Kusdiana Ading, Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Pertengahan, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
2013),hlm.168
berkecamuk. Hanya dengan kehidupan keagamaan lewat sufisme, mereka
mendapat persaudaraan tarekat dan mereka merasa aman dalam menjalin
persaudaraan antar muslim.
Pada fase pertama gerakan tarekat Safawi tidak mencampuri masalah
politik sehingga dia berjalan dengan aman dan lancar baik pada masa Ilkhan
maupun pada masa penjarahan Timur Lenk. Dan dalam fase ini gerakan Safawi
mempunyai dua corak, pertama bernuansa Sunni yaitu pada masa pimpinan
Safiuddin Ishaq (1301 – 1344) dan anaknya Sadruddin Musa (1344 – 1399),
kedua berubah menjadi Syiah pada masa Khawaja Ali (1399 - 1427). Perubahan
ini terjadi karena ada kemungkinan bertambahnya pengikut Safawi di kalangan
Syiah sehingga kepemimpinannya berusaha menyesuaikan diri dengan aliran
mayoritas pendukungnya.
Kecenderungan memasuki dunia politik secara kongkrit tampak pada
masa kepemimpinan Junaidi (1447 – 1460 M.). dinasti Safawi memperluas
gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan.
Perluasaan kegiatan ini menimbulkan konflik antara Junaidi dengan penguasa
Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di
wilayah itu. Dalam konflik tersebut Junaidi kalah dan diasingkan ke suatu tempat.
Di tempat baru ini ia mendapatkan perlindungan dari penguasa Diar Bakr, Ak.
Koyunlu (domba putih), juga suatu suku bangsa Turki. Selama dalam
pengasingannya, Junaidi tidak tinggal diam, ia justru dapat menghimpun kegiatan
untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan3.
Kerajaan Safawi secara resmi berdiri di Persia pada 1501 M/907, tatkala
Syah Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja atau syah di Tabriz, dan
menjadikan Syiah Itsna Asyariah sebagai ideologi negara. Namun event sejarah
yang penting ini tidaklah berdiri sendiri. Peristiwa itu berkaitan dengan peristiwa-
peristiwa sebelumnya dalam rentang waktu yang cukup panjang yakni kurang
lebih dua abad.

3
Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam,( Jakarta: Amzah, 2013), hlm.188
Gerakan kepemimpinan Safawiyah selanjutnya berada di tangan Ismail
yang saat itu masih berusia tujuh tahun. Dia bersama pasukannya bermarkas di
Gillan selama lima tahun mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan
dengan pengikutnya yang berada di Azerbaijan, Syria dan Anatolia. 395 Pasukan
yang dipersiapkan itu diberi nama “pasukan Qizilbash”.
Di bawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M pasukan Qizilbash
menyerang dan mengalahkan AK. Koyunlu di Sharur dekat Nakhchivan. Pasukan
ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Koyunlu dan
berhasil merebut dan mendudukinya. Di kota ini, pada tahun 1501 M Ismail
memproklamirkan berdirinya Daulah Safawiyah dan dirinya sebagai raja pertama
dengan ibu kotanya Tabriz4.
Maka dapat dilihat bahwa dalam tubuh organisasi safawiyah terjadi
perubahan seiring dengan adanya pergantian jabatan. Pada mulanya hanya sebuah
organisasi yang mengorganisir anggotanya untuk meniti jalan hidup yang murni
di bidang tasawuf. Kemudian berubah menjadi gerakan keagamaan yang sangat
berpengaruh di Persia. Selanjutnya di tangan Ismail, telah berubah pula ke arah
gerakan politik yang beroreintasi kepada kekuasaan.
Demikianlah sejarah lahirnya Daulah Safawiyah yang pada mulanya
merupakan suatu aliran yang bersifat keagamaan berfaham Syi’ah. Kemudian
akhirnya menjadi Daulah besar yang sangat berjasa dalam memajukan peradaban
Islam, waalaupun tidak dapat menyamai Daulah Abbasiyah di Baghdad, Daulah
Umayyah di Spanyol dan Daulah Fatimiah di Mesir pada waktu jayanya ketiga
Kerajaan tersebut5.
2. Masa Kekuasaan
Selama Daulah Safawiyah berkuasa di Persia (Iran) di sekitar abad ke-16
dan ke-17 M, masa kemajuannya hanya ada di tangan dua Sultan, yaitu: Ismail I
(1501-1524 M), dengan puncak kejayaannya pada masa Sultan Syah Abbas I
(1558- 1622 M). Di antara sultan-sultan besar dari kerajaan Safawi, selain Syah

4
Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, (Riau: Yayasan Pusaka Riau, 2013), hlm. 299
5
Ibid, hlm. 230
Ismail (1500-1524 M), terdapat nama Syah Tahmasp (1524-1576 M), dan Syah
Abbas (1557-1629 M). sesudah Syah Abbas, raja-raja Safawi tidak ada yang kuat
lagi dan akhirnya dapat dijatuhkan oleh Nadir Syah (1736-1747 M), kepala dari
salah satu suku bangsa Turki yang terdapat di Persia pada saat itu6.

a. Sultan Ismail I
Berkuasa lebih kurang selama 23 tahun (1501-1524 M), pada sepuluh tahun
pertama kekuasaannya, ia berhasil melakukan ekspansi untuk memperluas
kekuasaannya tersebut. Ia dapat membersihkan sisa-sisa kekuatan dari
pasukan AK. Kuyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai Propinsi Kaspia di
Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M),
Baghdad dan daerah barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan
Khurasan (1510 M). Dengan demikian hanya dalam waktu sepuluh tahun dia
telah dapat menguasai seluruh wilayah di Persia.

Ismail I sangat berambisi untuk mengembangkan sayap menguasai


daerah-daerah lainnya, seperti ke Turki Usmani, walau pun dia sadar bahwa
Turki Usmani tersebut adalah musuh yang kuat dan berat. Pada tahun 1514 M
terjadi peperangan dengan Turki Usmani di Chaldiran dekat Tabriz. Karena
keunggulan tentara dan organisasi militer Turki Usmani dalam peperangan ini
sehingga Ismail mengalami kekalahan. Bahkan tidak sampai disitu saja
tentara Turki Usmani di bawah pimpinan Sultan Salim I berhasil pula merebut
Tabriz. Untung Sultan Salim I pulang setelah dapat menguasai Tabriz,
sehingga Daulah Safawiyah terselamatkan

Akibat kekalahan tersebut membuat semangat Sultan Ismail patah,


sehingga setelah itu dia lebih memilih hidup menyendiri, menempuh
kehidupan berhura-hura dan berburu. Keadaan ini berdampak negatif bagi
kelangsungan Daulah Safawiyah.

6
Din Muhammad Zakariya, Sejarah Peradaban Islam, (Malang: CV Intrans Publishing, 2018), hlm. 37
Dalam keadaan genting seperti ini terjadi persaingan segi tiga antara
pimpinan suku-suku Turki, pejabat-pejabat Persia dan tentara Qishilbash
dalam memperebutkan pengaruh dan kekuasaan untuk memimpin Daulah
Safawiyah
Sultan Tahmash I (1524-1576 M) pengganti Sultan Ismail, masih terus
melanjutkan rasa permusuhan dengan Daulah Turki Usmani, yang disertai
dengan peperangan masih terjadi beberapa kali, demikian juga pada masa
Sultan ketiga Islamil II (1576-1577 M) dan keempat Muhammad
Khudabandar (1577-1587 M), sehingga di tangan tiga Sultan itu keadaan
Daulah Safawiyah menjadi lemah, akibat terkurasnya tenaga menghadapi
peperangan dengan Turki Usmani yang lebih kuat, juga karena di internal
Daulah Safawiyah sendiri, masih sering terjadi pertentanganpertentangan
antara kelompok. Faktor yang membuat tiga Sultan tersebut tidak berhasil
memperoleh kemenangan dalam ekspansi-ekspansi mereka karena keadaan
dalam negeri mereka masih belum stabil karena jika di internal pemerintahan
masih terjadi konflik-konflik akan mustahil memperoleh kemenangan dalam
melakukan ekspansi. Kondisi yang memprihatinkan tersebut baru dapat
diatasi setelah Sultan kelima Daulah Safawiyah Abbas I, naik tahta. Ia
memerintah Daulah Safawiyah selama empat puluh tahun (1588-1628 M).
b. Sultan Syah Abbas I (1558-1622 M)
Sultan Syah Abbas I diangkat menjadi Sultan, ia mengambil langkah-
langkah pemulihan kekuasaan Daulah Safawiyah yang sudah
memprihatinkan. Pertama, ia berusaha menghilangkan dominasi pasukan
Qizilbash atas Daulah Safawiyah dengan cara membentuk pasukan baru yang
anggota-anggotanya terdiri dari budak-budak berasal dari tawanan perang,
Georgia, Armenia dan Sircassia yang telah ada semenjak Sultan Tahmasp I,
yang kemudian disebutnya dengan pasukan “Ghullam” .
Kedua, Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani, dengan
syarat, Abbas I terpaksa menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia dan
sebagian wilayah Luristan. Selain jaminan itu, Abbas I berjanji tidak akan
menghina tiga khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar ibn Khattab
dan Usman ibn Affan) dalam khutbah-khutbah Jum’at. Sebagai jaminan atas
syarat-syarat tersebut, ia menyerahkan saudara sepupunya, Haidar Mirza
sebagai Sandera di Istambul
Usaha-usaha yang dilakukan Abbas I berhasil membuat pemerintahan
Daulah Safawiyah menjadi kuat kembali, setelah itu, dalam kondisi
pemerintahannya yang sudah stabil, Abbas I mulai memusatkan perhatiannya
ke luar berusaha mengambil kembali wilayah-wilayah kekuasaan Safawiyah
yang sudah hilang.
Pada tahun 1597 M Abbas I memindahkan ibu kota Daulah Safawiyah
ke Isfahan, sebagai persiapan untuk melanjutkan langkah melakukan
perluasan wilayah ekspansinya ke daerah-daerah bagian timur, setelah
memperoleh kemenangan-kemenangan di wilayah timur, barulah Abbas I
mengalihkan serangannya ke wilayah barat, berhadapan dengan Turki
Usmani.
Dengan demikian masa kekuasaan Abbas I adalah masa puncak dari
kejayaan Daulah Safawiyah. Secara politik ia dapat mengatasi berbagai
pergolakan yang terjadi di dalam negerinya, meredam konflik-konflik
sehingga tercipta stabilitas keamanan, melalui dua hal tersebut ia pun berhasil
kembali mengambil wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain,
terutama, kerajaan Turki Usmani sebelum kekuasaannya7.

c. Faktor-Faktor Keberhasilan Abbas I


1) Kuatnya militer,
pada masa Abbas I sudah ada dua kelompok militer, yaitu pasukan militer
Qisilbash dan pasukan militer Ghullam yang dibentuknya sendiri, mereka
memberikan dukungan penuh bagi ekspansi-ekspansinya.

7
Din Muhammad Zakariya, Sejarah Peradaban Islam,hlm.301-306
2) Ambisi Sultan yang sangat besar untuk memperluas wilayah Daulah
Safawiyah sehingga ia rela melakukan perjanjian damai dengan Turki
Usmani dan menyerahkan sebagian wilayah kekuasaannya kepada
mereka, masa damai dipergunakan untuk menciptakan keamanan dalam
negerinya, bermodalkan keamanan tersebut ia dapat melakukan ekspansi
ke luar.
3) Kecakapan diri Sultan yang berbakat dan profesional dalam merancang
strategi politik, kapan saatnya harus mengalah dan kapan saatnya harus
menyerang musuh8.

C. Masa Kemajuan dalam Berbagai Bidang


1. Bidang Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Sains

Dalam sejarah Islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang


peradaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa Kerajaan Safawi tradisi
keilmuan ini terus berlanjut. Ada beberapa ilmuwan yang selalu hadir di majlis
istana yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi (generalis iptek), Sadar Al-Din Al-Syaerazi
(filosof), dan Muhammad Baqir bin Muhammad Damad (teolog, filosof,
observatory kehidupan lebah-lebah).

Dalam bidang ilmu pengetahuan, Safawi lebih mengalami kemajuan dari


pada kerajaan Mughal dan Turki Usmani. Pada masa Safawi Filsafat dan Sains
bangkit kembali di dunia Islam, khususnya di kalangan orang-orang Persia yang
berminat tinggi pada perkembangan kebudayaan. Perkembangan baru ini erat
kaitannya dengan aliran Syiah yang ditetapkan Dinasti Safawi sebagai agama
resmi Negara. Dalam Syiah Dua Belas ada dua golongan, yakni Akhbari dan
Ushui. Mereka berbeda di dalam memahami ajaran agama. Pertama, cenderung
berpegang kepada hasil ijtihad para mujtahid Syiah yang sudah mapan. Sedang

8
Din Muhammad Zakariya, Sejarah Peradaban Islam,hlm.306
kedua mengambil dari sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan Hadits, tanpa terikat
kepada para mujthadi. Golongan Ushuli inilah yang palling berperan pada masa
Safawi.

Menurut Hodhson, ada dua aliran filsafat yang berkembang pada masa
Safawi tersebut. Pertama, aliran filsafat “Perifatetik” sebagaimana yang
dikemukakan oleh Aristoteles dan Al-Farabi. Kedua filsafat Isyraqi yang dibawa
oleh Syaharawadi pada abad ke XII. Kedua aliran ini banyak dikembangkan di
perguruan Isfahan dan Syiraj. Di bidang filosof ini muncul beberapa orang filosof
di antaranya Muhammad Baqir Damad (W. 1631 M) yang dianggap guru ketiga
sesudah Aristoteles dan Al-Farabi, tokoh lainnya misalnya Mulla Shadra yang
menurut sejartah ia adalah seorang dialektikus yang paling cakap di zamannya9.

2. Bidang Perkembangan Fisik dan Seni


Para penguasa kerajaan menjadikan Isfahan menjadi kota Kerajaan yang
sangat indah. Di sana terdapat bangunan-bangunan besar dan indah seperti
masjid, rumah sakit, jembatan raksasa di atas Zende Rud dan Istana Chilil Sutun.
Kota Isfahan juga diperindah dengan taman-taman wisata yang ditata secara apik.
Ketika Abbas I wafat di Isfahan terdapat 162 Masjid, 48 Akademi, 1802
penginapan dan 273 pemandian umum.

Di bidang seni, kemajuan nampak begitu kentara dalam gaya arsitektur


bangunan-bangunannya seperti terlihat pada mesjid Shah yang dibangun tahun
1611 M dan mesjid Syaikh Lutf Allah yang dibangun tahun 1603 M. Unsur seni
lainnya terlihat pula adanya peninggalan berbentuk kerajinan tangan, keramik,
karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni lainnya.
Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Raja Tahmasp I.

Demikian puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Safawi, kemajuan


yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar

9
Seri Mulyani, Sejarah dan Peradaban Islam Dinasti Safawi di Persia, (AL-MANBA: Jurnal STAI Al-Ma’arif
Buntok Vol.VII-No.13, 2018), hlm. 98
Islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan
militer. Kerajaan ini telah memberikan kontribusinya mengisi peradaban Islam
melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan,
peninggalan seni dan gedung-gedung bersejarah10.

3. Bidang Ekonomi
Kerajaan Safawi pada masa Syah Abbas mengalami kemajuan di bidang
ekonomi, terutama industri dan perdagangan. Setelah kepulauan Hurmuz berhasil
dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Bandar ini
merupakan salah satu jalur dagang antar Timur dan Barat. Yang biasa direbutkan
oleh Belanda, Inggris, dan Perancis, sesungguhnya menjadi milik Kerajaan
Safawi.
Digalakkannya bidang pertanian, terutama yang digunakan untuk
peternakan ulat sutra, sehingga produktivitas pertanian meningkat dan nilai
eksport sutra ikut meningkat. Pemerintah juga membangun berbagai fasilitas
perdagangan yang memadai, seperti sarana transportasi, jembatan-jembatan,
pusat-pusat perdagangan dan jalur yang luas yang menghubungkan daerah
sebelah timur laut Kaspia dengan daerah di sebelah Barat11.

D. Masa Kemunduran
Hanya satu abad setelah ditinggal Abbas I, kerajaan ini mengalami kehancuran.
Faktor-faktor yang menyebabkan berakhirnya kerajaan Safawi :
1) Konflik panjang dengan kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan mazhab antar kedua kerajaan. Bagi Kerajaan Usmani, berdirinya
Kerajaan Safawi yang beraliaran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap
wilayah kekuasaannya. Konflik antara kedua kerajaan tersebut berlangsung lama.
2) Adanya dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin Kerajaan Safawi

10
Seri Mulyani, Sejarah dan Peradaban Islam Dinasti Safawi di Persia,hlm.97
11
Ibid, hlm.96-97
3) Pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I tidak memiliki semangat
perang yang tinggi seperti Qilzibash (baret merah) hal ini dikarenakan pasukan
tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan
rohani. Anggota pasukan Qilzibash yang baru tidak memiliki militansi dan
semangat yang sama dengan anggota Qilzibash sebelumnya.
4) Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan
keluarga istana
E. Kesimpulan

Nama Safawi diambil dari pendirinya yaitu Shafi Ad Din. Dinasti Safawi
merupakan sebuah kerajaan yang cukup besar pada masanya, dan pada masa
permulaan di bentuk, ia merupakan gerakan tarekat keagamaan namun pada masa
perjalanan selanjutnya tarekat ini berubah menjadi sebuah gerakan politik. Masa
kejayaan dinasti safawi berada pada masa Ismail I dengan ditandai perluasaan
berbagai wilayah dan Abbas I ditandai munculnya berbagai kemajuan pada sektor
ilmu pengetahuan, ekonomi, dan seni. Perebutan kekuasaan di kalangan keluarga
Istana dapat menyebabkan kemunduran suatu kerajaan.
Daftar Pustaka

Amin, Samsul Munir. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah


Anwar, Sewang. 2017. Sejarah Peradaban Islam. Parepare: STAIN Parepare

Din, Muhammad Zakariya. 2018. Sejarah Peradaban Islam. Malang: CV Intrans Publishing
Kusdiana, Ading. 2013. Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Pertengahan. Bandung:
CV. Pustaka Setia

Seri, Mulyani. 2018. Sejarah dan Peradaban Islam Dinasti Safawi di Persia. AL-MANBA:
Jurnal STAI Al-Ma’arif Buntok Vol.VII-No.13
Syamruddin, Nasution. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Riau: Yayasan Pusaka Riau

Anda mungkin juga menyukai