Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERADABAN ISLAM MASA DAULAH SAFAWIYAH

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah : Sejarah Peradaban Islam

Dosen pengampu : Achmad Saeful, M.A

Oleh kelompok 10

1. Rizza Ummami (1819.01.006)


2. Yunis Setya Ardilia (2122.01.015)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BINAMADANI

2022

i
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Peradaban Islam masa daulah
Safawiyah” guna memenuhi sebagian tugas pada mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam Sekolah Tinggi Binamadani Tangerang.
Sholawat dan salam semoga selalu tercurah dan terlimpahkan ke
pusara baginda Rasulullah Muhammad SAW. kepada keluarganya dan
sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia menjalankan sunah-
sunahnya.
Penulis menyadari kelemahan serta keterbatasan yang ada
sehingga dalam menyelesaikan makalah ini memperoleh bantuan dari
berbagai pihak, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada Achmad Saeful, M.A selaku dosen pengampu mata
kuliah Sejarah Peradaban Islam. Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan baik isi maupun susunannya. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis juga bagi para pembaca,
aamiin.

Tangerang, 02 Februari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

MAKALAH........................................................................................................................i
PERADABAN ISLAM MASA DAULAH SAFAWIYAH.............................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFT.................................................................................................................................ii
AR ISI................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................3
A. Latar Belakang....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...............................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................5
A. Pembentukan dan Pertumbuhan Pemerintahan..............................................5
B. Perkembangan Pemerintahan dan Ilmu Pengetahuan....................................6
C. Masa Kemunduran..............................................................................................9
BAB III PENUTUP........................................................................................................13
A. Kesimpulan........................................................................................................13
B. Saran...................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................15

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal berdirinya, Safawiyah merupakan gerakan tarekat


keagamaan yang bertujuan memerangi orang orang ingkar dan ahli
bid’ah. Lambat laun tarekat Safawiyah mulai memasuki gerakan
politik, akhirnya pada tahun 1501 M berhasil mendirikan sebuah
kerajaan. Hubungan Persia dengan Arab pada masa silam, telah
menciptakan unsur baru dalam peradaban Islam di Persia. Ketika
penaklukan bangsa Arab terhadap Persia, terjadi alkulturasi antara
unsur Arab dengan unsur Persia. Alkulturasi tersebut nampak dari
berbagai bentuk peradaban yang telah dibentuk. Meskipun peradaban
tersebut sempat dihancurkan dengan adanya serangan Bangsa Mongol,
namun berkatmunculnya Kerajaan Safawiyah, peradaban Islam di Persia
berhasil dibangun kembali.
Kerajaan Shafawi dipandang sebagai peletak dasar sejarah
kebangsaan Iran. Kerajaan yang bermula dari gerakan tarekat keagamaan
ini, berkonstribusi besar dalam mengisi peradaban Islam di Persia, baik
dalam bidang politik, ekonomi, sosial-keagamaan, maupun seni dan
budaya. Kemajuan-kemajuan tersebut pada akhirnya mampu menjadikan
kerajaan Shafawi sebagai kerajaan Islam yang adikuasa. Maka dengan
begitu secara singkat artikel ini akan membahas tentang peradaban dan
pemikiran Islam pada masa kerajaan Safawi di Persia baik sejarah
berdirinya Kerajaan Safawi, para penguasa, peradaban yang ada ketika

4
itu, sampai kepada membahas tentang faktor kemunduran Kerajaan
Safawi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah terbentuknya daulah safawiyah ?
2. Bagaimana perkembangan pemerintahan dan ilmu pengetahuan pada
masa daulah safawiyah ?
3. Apakah penyebab kemunduran daulah safawiyah ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya daulah safawiyah.
2. Untuk mengetahui perkembangan pemerintahan dan ilmu pengetahuan
pada masa daulah safawiyah.
3. Untuk mengetahui penyebab kemunduran daulah safawiyah

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembentukan dan Pertumbuhan Pemerintahan


Daulah safawiyah (1501-1736 M) berasal dari sebuah gerakan
tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan, Iran. Tarekat
ini diberi nama tarekat Safawiyah didirikan pada waktu yang hampir
bersamaan dengan Daulah Turki Usmani di Asia Kecil. Nama
Safawiyah diambil dari nama pendirinya Safi al-Din (1252-1334 M).
Para Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama.
Pada mulanya gerakan tarekat Safawiyah ini bertujuan memerangi
orang yang ingkar dan orang yang mereka sebut ahlul bid’ah.
Keberadaan tarekat ini semakin penting setelah berubah dari tarekat
kecil yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar artinya
di Persia, Syria dan Anatolia. Di daerah di luar Ardabil, Saf al-Din
menempatkan wakilnya yang memimpin murid-muridnya yang diberi
gelar “kalifah”.1
Dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama murid-murid tarekat
ini berubah menjadi tentara-tentara yang teratur, fanatik dalam
kepercayaan mazhab Syi’ah dan menentang setiap orang yang tidak
bermazhab Syi’ah. Gerakan Safawiyah selanjutnya bertambah luas dan
berkembang sehingga yang pada mulanya hanya gerakan keagamaan
saja berkembang dan bertambah menjadi gerakan politik.
Di bawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M pasukan Qizilbash
menyerang dan mengalahkan AK. Koyunlu di Sharur dekat
Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan

1
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid 3, Jakarta: Bulan Bintang, 1981, h. 60.

6
Tabriz, ibu kota AK Koyunlu dan berhasil merebut dan mendudukinya.
Di kota ini, pada tahun 1501 M., Ismail memproklamirkan berdirinya
Daulah Safawiyah dan dirinya sebagai raja pertama dengan ibu kotanya
Tabriz.
Demikianlah sejarah lahirnya Daulah Safawiyah yang pada
mulanya merupakan suatu aliran yang bersifat keagamaan berfaham
Syi’ah. Kemudian akhirnya menjadi Daulah besar yang sangat berjasa
dalam memajukan peradaban Islam, walaupun tidak dapat menyamai
Daulah Abbasiyah di Baghdad, Daulah Umayyah di Spanyol dan
Daulah Fatimiah di Mesir pada waktu jayanya ketiga Kerajaan tersebut.

B. Perkembangan Pemerintahan dan Ilmu Pengetahuan


Selama Daulah Safawiyah berkuasa di Persia (Iran) di sekitar abad
ke-16 dan ke-17 M, masa kemajuannya hanya ada di tangan dua Sultan,
yaitu: Ismail I (1501- 1524 M), dengan puncak kejayaannya pada masa
Sultan Syah Abbas I (15581622 M).
1. Sultan Ismail
Sultan Ismail berkuasa lebih kurang selama 23 tahun (1501-1524
M), pada sepuluh tahun pertama kekuasaannya, ia berhasil
melakukan ekspansi untuk memperluas kekuasaannya tersebut. Ia
dapat membersihkan sisa-sisa kekuatan dari pasukan AK. Kuyunlu
di Hamadan (1503 M), menguasai Propinsi Kaspia di Nazandaran,
Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M), Baghdad
dan daerah barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan
Khurasan (1510 M). Dengan demikian hanya dalam waktu sepuluh
tahun dia telah dapat menguasai seluruh wilayah di Persia.
Tidak sampai di situ, dia sangat berambisi untuk mengembangkan

7
sayap untuk menguasai daerah-daerah lainnya, seperti ke Turki
Usmani, namun pengembangan ini digagalkan oleh Sultan Salim
yang membuat semangat Sultan Ismail patah. Dalam keadaan
genting seperti ini terjadi persaingan segi tiga antara pimpinan suku-
suku Turki, pejabat-pejabat Persia dan tentara Qishilbash dalam
memperebutkan pengaruh dan kekuasaan untuk memimpin Daulah
Safawiyah. Kondisi yang memprihatinkan tersebut baru dapat
diatasi setelah Sultan kelima Daulah Safawiyah Abbas I, naik tahta.
Ia memerintah Daulah Safawiyah selama empat puluh tahun (1588-
1628 M).
2. Syah Abbas
Segera setelah Sultan Syah Abbas I diangkat menjadi Sultan, ia
mengambil langkah- langkah pemulihan kekuasaan Daulah
Safawiyah yang sudah memprihatinkan itu. Pertama, ia berusaha
menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash atas Daulah Safawiyah
dengan cara membentuk pasukan baru yang anggota-anggotanya
terdiri dari budak-budak berasal dari tawanan perang, Georgia,
Armenia dan Sircassia yang telah ada semenjak Sultan Tahmasp I,
yang kemudian disebutnya dengan pasukan “Ghullam”
Kedua, Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani,
dengan syarat, Abbas I terpaksa menyerahkan wilayah Azerbaijan,
Georgia dan sebagian wilayah Luristan. Selain jaminan itu, Abbas I
berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam
(Abu Bakar, Umar ibn Khattab dan Usman ibn Affan) dalam
khutbah-khutbah Jum’at. Sebagai jaminan atas syarat-syarat
tersebut, ia menyerahkan saudara sepupunya, Haidar Mirza sebagai

8
Sandera di Istambul.2
Usaha-usaha yang dilakukan Abbas I berhasil membuat
pemerintahan Daulah Safawiyah menjadi kuat kembali, setelah itu,
dalam kondisi pemerintahannya yang sudah stabil, Abbas I mulai
memusatkan perhatiannya ke luar berusaha mengambil kembali
wilayah-wilayah kekuasaan Safawiyah yang sudah hilang.
Pada tahun 1597 M Abbas I memindahkan ibu kota Daulah
Safawiyah ke Isfahan, sebagai persiapan untuk melanjutkan langkah
melakukan perluasan wilayah ekspansinya ke daerah-daerah bagian
timur, setelah memperoleh kemenangan-kemenangan di wilayah
timur, barulah Abbas I mengalihkan serangannya ke wilayah barat,
berhadapan dengan Turki Usmani.3
Pada tahun 1598 M ia menyerang dan menaklukkan Herat,
kemudian serangan dilanjutkannya merebut Marw dan Balkh.
Setelah kekuatan pemerintahannya mulai pulih dan terbina kembali,
timbul pula hasratnya untuk mengambil wilayah-wilayah kekuasaan
Daulah Safawiyah yang dulu diambil Turki Usmani. Nampaknya
rasa permusuhan dari dua Daulah Islamiyah yang berbeda aliran
agama (Syi’ah, Sunni) ini tidak pernah padam sama sekali. Kapan
ada kesempatan di situ mereka berperang.
Pada tahun 1602 M di saat Turki Usmani berada di bawah
pemerintahan Sultan yang lemah, Sultan Muhammad III pasukan
Abbas I mengarahkan serangan- serangannya ke wilayah-wilayah
yang dikuasai dulu oleh Turki Usmani tersebut, kemudian mereka
menyerang dan berhasil menguasai daerah Tabriz, Sirwan dan
2
Badri Yatim, op.cit., h.142-143.
3
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: Rosda Bandung,
1988, h. 315.

9
Baghdad.
Adapun yang menjadi faktor keberhasilan Abbas I dalam ekspansi
wilayah, antara lain, kuatnya dukungan militer, karena pada masa
Abbas I sudah ada dua kelompok militer, yaitu pasukan militer
Qisilbash dan pasukan militer Ghullam yang dibentuknya sendiri,
mereka memberikan dukungan penuh bagi ekspansi- ekspansinya.
Faktor kedua, ambisi Sultan yang sangat besar bagi memperluas
wilayah Daulah Safawiyah sehingga ia rela melakukan perjanjian
damai dengan Turki Usmani dan untuk itu ia menyerahkan sebagian
wilayah kekuasaannya kepada mereka, masa damai tersebut
dipergunakannya menciptakan keamanan dalam negerinya,
bermodalkan keamanan tersebut ia dapat melakukan ekspansi ke
luar.
Faktor ketiga, didukung oleh kecakapan diri Sultan yang berbakat
dan profesional dalam merancang strategi politik, kapan saatnya
harus mengalah dan kapan saatnya harus menyerang musuh.
Terdapat beberapa ilmuwan yang selalu menghadiri diskusi pada
majelis Isfahan; mereka itu adalah Baharuddin Syaerasi, Sadaruddin
Syaerasi dan Muhammad Baqir ibn Muhammad Damad, filosof,
ahli sejarah, teolog, dan seorang yang pernah mengadakan observasi
mengenai kehidupan lebah-lebah.

C. Masa Kemunduran
Sepeninggal Abbas I Daulah Safawiyah berturut-turut diperintah
oleh enam Sultan yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667
M), Sulaiman (1667- 1694 M), Husein (16941722 M), Tahmasp II
(1722-1732 M) dan Abbas III (1732- 1736 M).

10
Pada masa Sultan-Sultan tersebut Daulah Safawiyah mengalami
kemunduran yang membawa kepada kehancurannya., seperti Safi Mirza
(1628-1642 M), adalah pemimpin yang lemah dan sangat kejam kepada
pembesar-pembesar kerajaan, sehingga pemerintahannya menurun
secara drastis. Kota Kandahar (sekarang termasuk wilayah Afghanistan)
lepas dari kekuasaan Daulah Safawiyah direbut oleh Daulah Mughal
yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Syah Jehan tidak dapat
dipertahankannya. Sementara itu Abbas II (1642-1667 M) adalah Sultan
yang suka minum-minum keras sehingga jatuh sakit dan meninggal
dunia, Sulaiman juga seorang pemabuk dan bertindak kejam kepada para
pembesar Daulahnya yang dicurigainya. Lain halnya dengan Husein,
pengganti Sulaiman, ia seorang yang alim, tetapi memberikan kekuasaan
yang besar dan dominan kepada para ulama Syi’ah yang sering
memaksakan faham Syi’ah kepada para penduduk yang beraliran Sunni,
sehingga timbul kemarahan golongan Sunni Afghanistan, mereka
berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan Daulah Safawiyah.4
Salah seorang putera Husein, bernama Tahmasp II dengan dukungan
penuh dari suku Qazar dari Rusia memproklamirkan dirinya sebagai raja
yang sah dan berkuasa di Persia dengan pusat kekuasaannya di kota
Astarabad. Tahmasp II bekerja sama dengan Nadir Khan dari suku Afshar
untuk memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan.
Maka pada tahun 1729 M pasukan Nadir Khan memerangi dan dapat
mengalahkan raja Asyraf yang berkuasa di Isfahan dan Asyraf sendiri
terbunuh dalam peperangan tersebut. Dengan demikian Daulah
Safawiyah berkuasa kembali di Persia. Akan tetapi, tiga tahun kemudian
Sultan Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan, tepatnya pada bulan Agustus

4
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid 3, Jakarta: Bulan Bintang, 1981, h. 71-73.

11
1732 M, dan digantikan oleh Abbas III (anak Tahmasp II) yang ketika itu
masih sangat kecil. Selanjutnya empat tahun setelah itu, tepatnya tanggal
8 Maret 1736 M Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai Sultan
menggantikan Abbas III. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan
Daulah Safawiyah di Persia
Di antara faktor-faktor kemunduran Daulah Safawiyah ini adalah
konflik yang terus- menerus berkepanjangan dengan Turki Usmani. Bagi
Turki Usmani berdirinya Daulah Safawiyah yang beraliran Syi’ah
menjadi ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya, akibatnya
harus diperanginya. Konflik antara keduanya boleh dibilang tidak pernah
padam, kecuali dulu Sultan Abbas I pernah mengadakan perjanjian
perdamaian dengan Turki Usmani, setelah itu konflik kembali.
Faktor berikutnya, karena lemahnya Sultan yang diangkat sehingga
mereka tidak dapat mempertahankan kekuasaan yang diwarisinya,
apalagi memperluas, sebaliknya yang terjadi adalah konflik internal
memperebutkan kekuasaan di kalangan keluarga istana, juga tidak
didukung pasukan tentara yang kuat karena pasukan Ghullam yang
dibentuk Sultan Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi.
Adapun untuk faktor-faktor yang terjadi secara intern dan ekstern
mundur dan kehancuran kerajaan safawiyah sebagai berikut :
a. Faktor Intern
1. Pada masa Safi Mirza dan Shah Abbas II, administrasi
pemerintahan dirubah beberapa propinsi kaya dibawah oleh
pemerintahan pusat, di-perintah langsung oleh Shah.
Kebijaksanaan ini membawa akibat negatif bagi kerajaan
yaitu; melemahkan kelompok Qizilbasy yang menguasai
daerah propinsi-propinsi sehingga kerajaan kehilangan

12
kekuatan, karena kelemahan tersebut tidak segera
ditanggulangi dan kekuatan Ghulam (budakbudak) yang
tidak memiliki mutu tempur seperti kelompok Qizilbasy.
2. Terjadinya perebutan kekuasaan dalam kerajaan yang
disebabkan oleh tradisi penunjukan raja.
3. Dekadensi moral para raja-raja dan watal mereka yang
kejam, seperti Safi Mirza yang tidak segan-segan
membunuh pembesarpembesar kerajaan. Abbas dan
Sulaiman yang pemabuk dan tidak terlalu memperhatikan
kondisi kerajaan, akibatnya rakyat bersikap apatis terhadap
pemerintah.
b. Faktor Ekstern
1. Konflik berkepanjangan dengan Turki Usmani dengan
Safawi yang tidak pernah berhenti, mengakibatkan lemahnya
kekuasaan Safawi.
2. Kelemahan-kelemahan tersebut mengundang keberanian
musuh untuk merampas daerah-daerah kekuasaannya,
ditambah lagi dengan banyaknya daerah dalam wilayah
kekuasaan Safawi melepaskan diri dan melakukan
pemberontakanpemberontakan daerah-daerah yang
melepaskan diri ter-hadap kerajaan.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kerajaan Safawiyah berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri
di kota Azerbaijan. Nama Sfawiyah diambil dari nama pendirinya Safi
Al-Din. Kerajaan Safawiyah adalah salah satu kerajaan yang pernah ada
dalam periode pertengahan dan banyak menghasilkan capaian-capaian
kemajuan dalam bidang plitik, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan seni
arsitektur yang monumental.
Kerajaan safawi di Persia baru berdiri ketika kerajaan Usmani sudah
mencapai puncak kemajuannya. Kerajaan ini berkembang dengan cepat.
Dalam perkembangannya kerajaan Safawi menyatakan Syi’ah sebagai
mazhab negara. Karena itu kerajaan ini dianggap sebagai peletak pertama
dasar terbentuknya negara Iran dewasa ini.
Sepeninggal Abbas I kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh
enam raja, yaitu safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M),
Sulaiman (1667-1694), Husain (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732
M), dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi
kerajaan safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi
justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada
kehancuran.

14
B. Saran

Berbagai hal yang penulis paparkan pada bagian sebelumnya


merupakan sebagian kecil dari peradaban pada masa daulah Safawiyah.
Indonesia menyimpan berbagai bentuk agama, kepercayaan dan
peradaban yang sangat beragam. Maka, sebagai generasi bangsa yang
sadar akan sisi akademis, perlu bagi penulis untuk melakukan penelitian
tetang peradaban islam. Oleh karena itu, penulis mengaharap adanya
koreksi dari berbagai pihak. Dengan harapan bahwa koreksi, saran dan
kritik tersebut menjadi acuan bagi penulis untuk dapat menyempurnakan
penulisan karya ilmiah ini di masa yang akan datang.

15
DAFTAR PUSTAKA

Hamka, 1975. Sejarah Umat Islam, Jilid 3. Jakarta: Bulan Bintang

Hasan, Ibrahim, 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota


Kembang Mahmudunnasir, Syed, 1988. Islam Konsepsi dan Sejarahnya.
Bandung: Rosda Bandung Nasution, Harun, 1979.

Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang

Nasution, Syamruddin, 2013. Sejarah Peradaban Islam. Pekanbaru:


Yayasan Pusaka Riau Yatim, Badri, 1993. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: PT Persada Grapindo.

16

Anda mungkin juga menyukai