Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA DINASTI


SYAFAWIYAH (1501-1722 M) DI PERSIA

(Mata kuliah: Sejarah Kebudayaan Islam)

Dosen Pengampu:

Bapak Mubarak S.Pd.I.,M.Pd.I

Nama Kelompok 8:

Farhan 220511800

Anisa Riwayati 220511893

Baharudin Latif 220511838

Luk Luk Nazilatul .M 220511798

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA
TAHUN AKADEMIK
2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarahkatuh.

Segala puji bagi Allah, tuhan seru sekalian alam atas segala rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah membimbing umatnya dari kegelapan menuju masa yang terang
benderang.

Kami menyadari masih banyak kekurangan baik dalam teknis penulisan


maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Kami menyadari
selaku manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, karena memang salah
datangnya dari manusia dan kebenaran hanya milik Allah SWT. Maka dari itu
kami mohon maaf apabila ada kekurangan dalam makalah ini, kami juga
menerima apabila ada kritik dan saran dari bapak.

Akhir kata, kami berharap semoga penulisan makalah sederhana ini dapat
bermanfaat bagi kami maupun orang yang membacanya, sehingga dapat
menambah pengetahuan kita bersama.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tenggarong, 23 Mei 2023

Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah berakhirnya masa khulafaur rasyidin ,sejarah peradaban islam telah


diwarnai dengan berdirinya dinasti-dinasti islam yang berperan dalam
penyebaran agama islam. Akan tetapi setelah hancurnya dinasti Abbasiyah
karena serangan dari tentara Mongol, cahaya islam sempat redup. Peperangan
dan perebutan kekuasaan Islam terjadi dimana-mana. Bahkan buku-buku ilmu
pengetahuan islam telah dimusnahkan.

Keadaan politik umat islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan


kembali setelah berkembangnya tiga kerajaan besar yaitu kerajaan Usmani di
Turki, Kerajaan Safawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India. Di masa
kemajuan, ketiga kerajaan besar ini mempunyai kelebihan masing-masing.
Khusus kerajaan Safawi yang pada awalnya merupakan suatu gerakan tarekat
yang dipimpin oleh seorang ulama yang bernama Safi Al-Din. Kemudian pada
masa kepemimpinan Junaid berhasil merubah gerakan tersebut kepada gerakan
politik dan akhirnya pada masa Ismail gerakan tarekat ini menjadi sebuah
kerajaan besar yang sangat berpengaruh di dunia Islam pada masa itu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembentukan dinasti syafawiyah?
2. Bagaimana kemajuan peradaban pada masa dinasti Syafawiyah?
3. Bagaimana kemunduran dan keruntuhan dinasti syafawiyah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pembentukan dinasti syafawiyah.
2. Untuk mengetahui kemajuan peradaban pada masa dinasti Syafawiyah.
3. Untuk mengetahui kemunduran dan keruntuhan dinasti syafawiyah.

iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembentukan Dinasti Syafawi

Sebelum menjadi sebuah kerajaan besar, pada awalnya kerajaan Safawi


hanya merupakan gerakan atau aliran tarekat yang didirikan oleh Safi al-Din
Ishak al-Ardabily (1252-1334 M) di Ardabil, Azerbaijan. Tarekat adalah cara
dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Tarekat ini dinamakan Safawi yang diambil dari nama pendirinya.
Nama tersebut bertahan hingga aliran ini beralih menjadi gerakan politik,
bahkan hingga berhasil mendirikan kerajaan. Safi al-Din adalah seorang sufi
yang beraliran Syi’ah. Beberapa ahli sejarah mengatakan bahwa Safi al Din Al
Ardabily adalah keturunan dari Imam Syi’ah Itsna ‘Asyariah yang ketujuh
yaitu Musa al-Qasim1. Oleh karena itu dia masih keturunan Rasulullah dari
garis puterinya Siti fatimah 2.

Gurunya bernama Syaikh Taj al-Din Ibrahim Zahid sekaligus sebagai


mertuanya. Sebelum gurunya wafat, Safi al-Din ditunjuk sebagai penggantinya
untuk memimpin tarekat Zahidiyah yang didirikan oleh gurunya. Di bawah
kepemimpinannya Zahidiyah beralih menjadi Safawiyah. Para pengikutnya
sangat teguh memegang ajaran agama. Dalam tarekat ini, apabila terjadi
pergantian pemimpin maka dilakukan dengan sistem penunjukan langsung,
yaitu apabila seorang ayah wafat, pimpinan tarekat yang dipimpinnya diambil
alih oleh putranya. Hal ini menjadi tradisi turuntemurun dalam tubuh tarekat.
Setelah Safi al-Din wafat, ia digantikan oleh putranya Sadr al-Din (1334- 1399
M) lalu Khawaja Ali (1399-1427) M), lalu Ibrahim (1427-1447 M). Rupanya
mereka terpengaruh oleh konsep imamah syi’ah bahwa imam itu ditunjuk

1
Desky Harjoni. “Kerajaan Safawi di Persia dan Mughal di India”. JURNAL STUDI ISLAM. Vol
8. April 2016
2
Kerajaan Safawi di Persia : Sejarah, Kemajuan dan Kemundurannya https://an-nur.ac.id/kerajaan-
safawi-di-persia-sejarah-kemajuan-dan-kemundurannya/ diakses pada 25/05/2023 pukul 13.37
WITA

v
langsung dan secara turun temurun. Dalam perjalanannya, tarekat Safawi ini
perlahan-lahan berubah dari gerakan tarekat murni yang bersifat lokal menjadi
gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syria dan Anatolia
(Asia kecil) dan pengikutnya pun semakin bertambah. Fanatisme terhadap
tarekat ini yang menentang sikap orang yang tidak mengikuti faham mereka,
memotivasi gerakan ini memasuki dunia politik. Kecendrungan ini terwujud
pada masa kepemimpinan Junaid (1447-1460).

Safawi mulai terlibat dalam konflik-konflik dengan kekuatan-kekuatan


politik yang ada di Persia ketika itu, misalnya konflik dengan Kara Konyunlu
yang bermazhab Syi’ah. Karena kegiatan politiknya, ia mendapat tekanan dari
Kara Konyunlu dan berhasil diusir, sehingga dia diasingkan di Diyar Bakr. Di
daerah tersebut ia meminta suaka politik kepada AK Konyunlu dan tinggal di
Istana Uzun Hasan, seorang amir di daerah tersebut. Di istana tersebut Junaid
tidak tinggal diam, ia mengumpulkan dan memperbanyak pengikutnya. Dan
untuk memperkuat kedudukannya ia berusaha merebut Ardabil (1459 M),
tetapi gagal pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Sircassia, tetapi dihadang
oleh tentara Syirwan. Ia sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut. Ketika
Junaid wafat ia digantikan oleh putranya, Haedar (1470 M). Ketika itu usia
Haidar baru berumur 10 tahun, ia di didik oleh Uzun Hasan sampai ia dewasa
dan sanggup memegang tampuk pemerintahan pusaka ayah dan nenek
moyangnya. Untuk mempererat hubungannya dengan Uzun Hasan, ia juga
menikahi putrinya. Dari hasil perkawinannya itu lahir tiga orang putera yaitu
Ali, Ismail dan Ibrahim, Ismail inilah yang kelak berhasil mendirikan kerajaan
safawiyah di persia. Pada masa pemerintahannya, ia membuat lambang baru
untuk para pengikutnya, yaitu serban merah dengan 12 jambul, yang
pasukannya itu dikenal dengan nama “Qizilbasy” (pasukan baret merah).

Pada masa pemerintahan Haidar, ia melanjutkan persekutuan ayahnya


dengan AK.Koyunlu untuk melawan Kara Koyunlu. Dan Ia berhasil
mengalahkan Kara Konyunlu. Akan tetapi persekutuannya dengan
AK.Koyunlu berantakan dan berakhir bahkan sampai bermusuhan.

vi
AK.Koyunlu menganggap Safawi sebagai rival politiknya dalam meraih
kekuasaan. Oleh karena itu AK.Koyunlu berusaha melenyapkan kekuatan
militer dan kekuasaan Safawi. Dan pada tahun 1488, ketika pasukan Haidar
menyerang wilayah Sircasia dan pasukan AK.Koyunlu memberikan bantuan
militer kepada pasukan Syirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan Haidar
sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut. Kekalahan dan kematian Haidar,
tidak membuat pasukannya putus asa. Mereka berkumpul di Ardabil dan
membaiat Ali, putra sulung Haidar, sebagai pemimpin mereka. Akan tetapi,
karena ketidak senangan AK.Koyunlu, dibawah kepemimpinan Ya’kub, Ali
beserta ibu dan kedua adiknya ditangkap dan dipenjarakan selama 4,5 tahun
(1489-1493 M). Pada tahun 1493 M, mereka dibebaskan dengan syarat Ali
harus membantu Rustam, putra mahkota AK.Koyunlu untuk menyingkirkan
rival politiknya (sepupunya sendiri) dalam menduduki tahta kekuasaan. Setelah
itu Ali kembali ke Ardabil. Karena khawatir akan pengaruh Ali semakin
meluas. Rustam menyerang Ali (1494) dan dalam serangan tersebut Ali
terbunuh.

Kekuatan gerakan Safawi bangkit kembali setelah dipimpin oleh Ismail bin
Haidar (1501-1524 M), yang sebelumnya ditunjuk oleh Ali. Pada saat tentara
AK.Koyunlu menyerang Safawi (1494), Ismail meloloskan dirinya dan lari ke
Ghilan. Ditempat persembunyiannya ia menghimpun kekuatan dan memelihara
hubungan baik dengan para pengikutnya di Azerbaijan, Syiria dan Anatolia
selama lima tahun ia bersiap siaga dengan pasukan Qizilbasy nya yang
bermarkas di Gilan. Pada tahun 1501, pasukannya berhasil mengalahkan
pasukan AK.Koyunlu, dengan menaklukkan Tybriz, pusat kekuasaan
AK.Koyunlu. Di kota inilah Ismail memproklamirkan dirinya sebagai Syah
Ismail I, penguasa I kerajaan Safawi. Dan sepuluh tahun kemudian, kerajaan
Safawi menguasai seluruh Persia. Dengan demikian semakin tegaklah kerajaan
Safawi dengan sistem pemerintahan teokrat, dan menjadikan Syi’ah Itsna
Asyariah sebagai mazhab resmi Negara 3.

3
Desky Harjoni. “Kerajaan Safawi di Persia dan Mughal di India”. JURNAL STUDI ISLAM. Vol
8. April 2016

vii
Kerajaan Safawi secara resmi berdiri di Persia pada 1501 M/907, tatkala
Syah Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja atau syah di Tabriz.
Selama periode Safawiyah di Persia ini (1502-1722 M) persaingan untuk
mendapatkan kekuasaan antara Turki dan Persia menjadi kenyataan. Namun
demikian, Ismail menjumpai saingan kepala batu yaitu Sultan Salim I dari
Turki. Peperangan ini, seperti para sejarawan menduga, bisa berasal dari
kebencian Salim dan pengejaran terhadap seluruh umat muslim di Syi’ah di
daerah kekuasaannya. Fanatisme Sultan Salim memaksanya untuk membunuh
40.000 orang yang di dakwa telah mengingkari ajaran-ajaran Sunni.
Pembunuhan ini digambarkan oleh seorang ahli sejarah dari Persia sebagai
tindakan yang paling dahsyat atau kejam, walaupun dijalankan dengan atas
nama agama4.

Berikut ini silsilah para pemimpin tarekat safawiyah dan dinasti safawiyah.

a. Silsilah Para Pemimpin Tarekat Safawiyah

(1) Safi al-Din (1252-1334)


(2) Sadar al-Din Musa (1334-1399)
(3) Khawaja Ali (1399-1427)
(4) Ibrahim (1427-1447)
(5) Junaid (1447-1460)
(6) Haidar (1460-1494)
(7) Ali (1494-1501)5

b. Silsilah Para Pemimpin Dinasti Syafawiyah

(1) Ismail I (1502- 1524)

(2) Tahmasp I (1524- 1576)

4
Sewang, A. Buku ajar sejarah peradaban islam; Peradaban Islam pada masa Dinasti Safawiyah.
Wineka Media. Parepare. 2017. Hlm. 286
5
Sewang, A. Buku ajar sejarah peradaban islam; Peradaban Islam pada masa Dinasti Safawiyah.
Wineka Media. Parepare. 2017. Hlm. 287

viii
(3) Ismail II (1576-1577)

(4) Muhammad khudabanda (1577-1587)

(5) Abbas I (1588- 1628)

(6) Safi Mirza (1628- 1642)

(7) Abbas II ( 1642- 1667)

(8) Sulaiman (1667- 1694)

(9) Husein (1694- 1722)

(10) Tahmasp II (1722-1732)

(11) Abbas III (1732- 1736)6

Ismail Syah pemimpin pertama sekaligus Deklarator Safawi digambarkan


bahwa dia bukan sekadar sebagai seorang raja dan jenderal panglima perang
melainkan sebagi seorang terpelajar yang sangat menyukai ilmu pengetahuan,
bahkan memiliki kebiasaan menulis puisi dengan menggunakan bahasa Turki.
Pada periode Syah Abbas I merupakan puncak kejayaan Dinasti safawi.
Sejarah mencatatnya sebagai bangkitnya kembali kejayaan lama Persia7

Dalam persepsi kaum Syi’ah, kelahiran dinasti ini merupakan kebangkitan


kedua bagi paham Syi’ah di pentas sejarah politik Islam setelah kejayaannya
lima abad silam. Dinasti Safawiyah adalah salah satu dinasti terpenting dalam
sejarah Iran. Dinasti ini merupakan salah satu negeri Syiah terbesar semenjak
Runtuh nya Dinasti Syiah Fatimiyyah. Negeri ini juga menjadikan Syiah
sebagai agama resmi, sehingga menjadi salah satu titik penting dalam sejarah
Muslim. Safawiyyah berkuasa dari tahun 1501 hingga 1722 (mengalami

6
Dr. Siti Zubaidah, M. A. Buku SPI. In Sejarah Peradaban Islam (Vol. 1, Issue ISBN 978-
602-6462-15-2). 2016

7
Afkari, S. G. Dinamika Pertumbuhan Pendidikan Islam Periode Pertengahan. TANJAK: Journal
of Education and Teaching. 2020.

ix
restorasi singkat dari tahun 1729 hingga 1736). Pada puncak kejayaannya,
wilayah Safawiyyah meliputi Iran, Azerbaijan, Armenia, sebagian besar Irak,
Georgia, Afganistan, Kaukasus, dan sebagian Pakistan, Turkmenistan dan
Turki. Safawiyyah merupakan salah satu negeri mesiu Islam selain Dinasti
Qajar dan Dinasti Pahlevi. Salah satu warisan terbesarnya adalah kebangkitan
Persia sebagai benteng ekonomi antara timur dan barat, pendirian negara yang
efisien dan birokrasi yang didasarkan pada "check and balance", dan inovasi
arsitektur dan seni. Selain itu, karena Safawiyyah pula Syiah menyebar ke
seluruh Iran dan daerah sekitarnya. Dinasti itu berasal dari Kurdi yang
beremigrasi dari Kurdistan ke Ardabil8.

c. Para Pemimpin Dinasti Syafawiyah

1) Syah Ismail I ( Tabun 1501-1524 Masehi)


Setelah memproklamirkan berdirinya Kerajaan atau Dinasti
Safawiyah, Ismail menobatkan dirinya sebagai raja atau pemimpin yang
sah dari Dinasti Safawiyah, Ismail (selanjutnya dikenal dengan Ismail I)
mulai melakukan berbagai upaya untuk membangun Dinasti Safawiyah.
Setidaknya tercatat dua kebijakan penting yang dilakukan oleh Ismail I,
yaitu pertama : menetapkan syi'ah sebagi ideologi resmi Dinasti
Safawiyah, dan kedua : melakukan ekspansi ke beberapa wilayah yang
berada di sekitar Dinasti Safawiyah.

Pada saat Ismail I menobatkan dirinya sebagai raja yang sah, Ismail
juga memproklamirkan ”Syi'ah Itsna Asy'ariyah” sebagai agama resmi
Dinasti Safawiyah. Namun karena Persia sebelumnya berada di bawah
kekuasaan Sunni, Syah Ismail I harus mendatangkan ulama syiah dari
wilayah yang kuat untuk mempertahankan tradisi syi'ah seperti di Irak,
Bahrain, terutama Jabal Amil Libanon.

8
Dinasti Safawiyah https://id.wikipedia.org/wiki/Dinasti_Safawiyah diakses pada 25/05/2023
pukul 11.17 WITA

x
Menurut Karen Amstrong, peristiwa yang terjadi pada Dinasti
Safawiyah dengan menempatkan syiah sebagai ideologi resminya adalah
perkembangan yang menakjubkan. Sebab sampai saat ini, sebagian besar
syi'ah adalah orang Arab. Terdapat beberapa pusat syi'ah di Iran : Ray,
Kashan dan Khurasan, juga kota Gamisun tua Qun, tetapi sebagian besar
orang Iran adalah Sunni. Karena itu Ismail I melakukan penghapusan
Sunnisme di Iran, tarekat sufi ditindas, dan ulama dieksekusi dan
dideportasi.

Tindakan ismail I yang memberlakukan syiah sebagai ideologi resmi


Dinasti Safawiyah sesungguhnya bermuatan politis. Hal ini bisa
dipahami jika kita memperhatikan konsekuensi logis dari dianutnya
paham Syiah itu, khususnya konsep tentang kepemimpinan.

Syah Ismail I mengklaim dirinya sebagai manifestasi Tuhan, Cahaya


Ketuhanan dari sang Imam tersembunyi, dan sebagai Al-Mahdi. Syah
Ismail I mengakui dirinya sebagai "Bayangan Tuhan di Muka Bumi".
Sebagai keturunan Imam Ketujuh, yaitu Musa Al-Kaziim : dari dua belas
imam Syi'ah Itsna "Asy'ariyah, seorang pemimpin yang tidak mungkin
salah dan seorang yang terpancar dari wujud ketuhanan, maka
otoritasnya absolute, tidak dapat dibantah.

Dengan klaim tersebut di atas, Syah Ismail I dapat menuntut


kepatuhan mutlak dari pendukung dan rakyatnya. Apabila jika dikaitkan
dengan Dinasti Safawiyah sebagai kerajaan yang baru berdiri, maka
kepatuhan tersebut sangat diperlukan untuk memperkokoh eksistensi
kerajaan. Klaim ini juga ditujukan untuk mengontrol kelompok Qizilbasy
yang semakin lama semakin menampakan pengaruhnya dalam
Kerajaann.

Menurut Badri Yatim, Langkah berikutnya yang dilakukan oleh Syah


Ismail I dalam membangun dan mengembangkan Dinasti Safawiyah
adalah dengan melakukan ekspansi ke beberapa wilayah yang berada di

xi
sekitar Dinasti Safawiyah. Ismail I berkuasa memimpin Dinasti
Safawiyah selama 23 tahun (Tahun 1501-1524 Masehi). Dalam sepuluh
tahun pertama , Syah Ismail I mempimpin Dinasti Safawiyah telah
berhasil menghancurkan kekuasaan Alaq Koyunlu di Hamadan (Tahun
1503 Masehi), menguasai Provinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan, dan
Yazid (Tahun 1504 Masehi), Diyar Bakr (Tahun 1505-1507 Masehi),
Baghdad dan daerah Barat Daya Persia (Tahun 1508 Masehi), Syirwan
(Tahun 1509 Masehi), dan Khurasan (Tahun 1510 Masehi). Dengan
demikian, hanya dalam waktu sepuluh tahun, wilayah kekuasaan Dinasti
Safawiyah sudah meliputi seluruh Persia dan sebagian timur Bulan Sabit
Subur.

Musuh besar yang sangat berbahaya bagi Syah Ismail I adalah


pertama: Kabilah Uzbek yang menguasai Turkistan di sebelah timur
dengan rajanya yang bernama Muhammad Syaibani. Kedua adalah
Kerajaan Turki Utsmani yang dipimpin oleh Sultan Salim. Keduanya
adalah bermadzhab Sunni. Langkah yang ditempuh oleh Syah Ismail I
terhadap Muhammad Syaibani adalah melakukan penyerangan hebat
terhadap kekuasaan yang dipegang oleh Muhammad Syaibani sehingga
terjadi pertempuran pada tahun 1510 Masehi.

Pertempuran yang terjadi pada tahun 1510 Masehi dimaksudkan


untuk menguasai daerah Karman (salah satu tempat suci Syi'ah, tempat
makam Imam Ali Ridha). Dalam pertempuran ini, Muhammad Syaibani
dan pasukannya kalah oleh pasukan Dinasti Safawiyah yang dipimpin
oleh Syah Ismail I.

Musuh terbesar berikutnya yang dihadapi oleh Dinasti Safawiyah


adalah Kerajaan Turki Utsmani yang sangat membenci Syi'ah.
Peperangan yang terjadi antara Dinasti dengan Kerajaan Turki Utsmani
terjadi pada tahun 1514 Masehi di Chaldiran dekat Tabriz. Dalam
pertempuran tersebut, pasukan Dinasti Safawiyah yang dipimpin oleh

xii
Syah Ismail I mengalami kekalahan yang diakibatkan oleh karena
keunggulan organisasi militer yang dimilki kerajaan Turki Utsmani,
bahkan Kerajaan Turki Utsmani di bawah pimpinan Sultan Salim
berhasil menguasai daerah Tabriz. Namun demikian, Dinasti Safawiyah
tetap terselamatkan, karena Sultan Salim pulang kembali ke Kerajaan
Turki Utsmani yang pada saat itu di kerajaan Turki Utsmani sedang
terjadi pergolakan militer di kalangan Kerajaan Turki Utsmani sendiri.

Kekalahan yang dialami oleh Syah Ismal dari Kerajaan Turki Utsmani
yang dipimpin oleh Sultan Salim menjadi pukulan berat bagi Dinasti
Safawiyah. Syah Ismai I lebih banyak menyendiri, berburu dan berhura-
hura yang mengkibatkan Dinasti Safawiyah terbengkalai dan sering
terjadi persaingan antar tiga suku, yaitu pimpinan sukusuku Turki,
pejabat-pejabat keturunan Persia dan Qizilbasy dalam upaya merebut
pengaruh untuk memimpin Dinasti Safawiyah. Dalam keadaan Dinasti
Safawiyah yang kacau dilanda konflik internal, Syah Ismail I wafat di
Ardabil pada tahun 1524 Masehi dalam usia 38 tahun.

2) Syah Tahmasp ( Tahun 1524-1576 Masehi)

Setelah Syah Ismail I wafat pada tahun 1524 Masehi, Dinasti


Safawiyah dipimpin oleh puteranya yang bernama Syah Tahmasp yang
pada waktu itu masih berusia 10 tahun. Syah Tahmasp memimpin Dinasti
Safawiyah selama 52 tahun. ternyata tidak banyak yang dapat dilakukan
oleh Syah Tahmasp untuk mengembangkan Dinasti Safawiyah, karena
Syah Tahmasp sibuk dengan berbagai peperangan, khususnya
peperangan yang terjadi antara Dinasti Safawiyah dengan Kerajaan Turki
Utsmani dan Kerajaan Uzbek. Selain itu juga, disamping peperangan
yang terjadi dengan dua kerajaan tersebut (Kerajaan Turki Utsmani dan
Kerajaan Uzbek), Syah Tahmasp juga sering melakukan penyerangan
terhadap kaum Keristen di Georgia.

xiii
Syah Tahmasp sebagaimana ayahnya (Syah Ismail) juga menganut
faham Syi'ah. Di akhir-akhir masa kepemimpinannya di Dinasti
Syafawiyah, Syah Tahmasp lebih banyak mengurung diri dan yang
berperan dalam mnjalankan pemerintahan Dinasti Safawiyah adalah para
pejabat yang berada di bawah kekuasaannya. Syah Tahmasp wafat pada
tanggal 14 Mei Tahun 1576 Masehi.

3) Ismail II ( Tahun 1576-1577 Masehi)

Setelah Syah Tahmasp wafat pada tahun 1576 Masehi, Dinasti


Safawiyah dipimpin oleh puteranya yang bernama Ismail Il. Seharusnya
yang menggantikan kepemimpinan Dinasti Safawiyah setelah
meninggalnya Syah Tahmasp adalah putera tertuanya yang bernama
Muharnmad Khudabanda. Namun karena, kelompok Qizilbasy lebih suka
kepada adiknya Muhammad Khudabanda yang bernama Ismail II, maka
yang menjadi pemimpin berikutnya setelah Syah Tahmasp adalah Ismail
II. Ismail II resmi menjadi raja Dinasti Safawiyah pada tanggal 22
Agustus Tahun 1576 Masehi sampai 24 November Tahun 1577 Masehi.
Dalam masa yang singkat itu, Raja Ismail II sempat melakukan
pembunuhan terhadap seluruh saudaranya kecuali Muharnmad
Khudabanda dan anaknya yang bernama Abbas yang lolos dari
pembunuhan tersebut. Ismail II juga sempat mengeluarkan larangan
mencela tiga khalifah sebelum khalifah Ali Bin Abi Tholib, yaitu
Khalifah Abu Bakar Shiddiq, Khalifah Umar Bin Khattab dan Khalifah
Utsman Bin Affan dalam setiap khutbah sholat jum' at.

4) Muhammad Khudabanda ( Tahun 1577-1587 Masehi)

Setelah raja Ismail II wafat pada tanggal 24 November Tahun 1577


Masehi, Dinasti Safawiyah dipimpin oleh kakaknya yang bernama
Muhammad Khudabanda. Muhammad Khudabanda memerintah Dinasti
Safawiyah selama 10 tahun yaitu mulai dari tahun 1577 Masehi sampai
dengan Tahun 1587 Masehi. Meskipun memerintah selama 10 tahun,

xiv
namun tidak ada yang dapat dilakukan oleh raja Muhammad Khudabanda
untuk memajukan dan mengembangkan Dinasti Sañwiyah. Hal ini
disebabkan oleh kondisi fisiknya yang kurang dapat melihat, sehingga
yang banyak menjalankan roda.pemerintahah Dinasti Safawiyah adalah
isterinya sehingga Dinasti Safawiyah berada dalam masa disintegasi dan
persaingan antar kelompok.

Melihat Pemerintahan Dinasti Safawiyah yang dipimpin oleh Raja


Muhammad Khudabanda dalam kondisi yang sangat lemah, Syah Abbas
I yang merupakan putera dari Raja Muhammad Khudabanda ( yang lolos
dari upaya pembunuhan yang dilakukan oleh Ismail II) melakukan upaya
kudeta terhadap ayahnya (Muhammad Khudabanda) dan berhasil
menguasai Dinasti Safawiyah.

5) syah Abbas 1 ( tahun 1588-1628 Masehi)

Setelah Muhammad Khudabanda wafat pada tahun 1588 Masehi,


pemerintahan Dinasti Safawiyah dipimpin oleh Khalifah Syah Abbas
yang memerintah Dinasti Safawiyah mulai dari tahun 1588 Masehi
sampai dengan tahun 1628 Masehi. Langkah-langkah yang dilakukan
oleh Khalifah Abbas I dalam rangka memulihkan kondisi Dinasti
Safawiyah adalah Pertama : Khalifah Abbas I berusaha menghilangkan
dominasi pasukan Qizilbasy dari kekuasaan Dinasti Safawiyah dengan
cara membentuk pasukan baru yang anggotanya terdiri dari budak-budak
yang berasal dari para tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan
Sircassia.

Kedua : Khalifah Abbas I mengadakan perjanjian damai dengan


Kerajaan Turki Utsmani. Untuk mewujudkan perjanjian ini, Khalifah
Abbas I terpaksa harus menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia dan
sebagian wilayah Luristan. Disamping itu, Khalifah Abbas I berjanji
tidak akan menghina tiga khalifah pertama yaitu Khalifah Abu Bakar
Shiddieq, Khalifah Umar Bin Khatab dan Khalifah Ustman Bin Affan

xv
dalam setiap khutbah-khutbah sholat jum'at. Sebagai jaminan atas syarat-
syarat perjanjian Dinasti Safawiyah dengan Kerajaan Turki Utsmani,
Khalifah Abbas I menyerahkan saudara sepupunya yang bernama Haidar
Mirza sebagai sandera di Istambul.

Usaha-usaha yang dilakukan Khalifah Abbas I tersebut berhasil


membuat Dinasti Safawiyah kuat kembali. Langkah selanjutnya,
Khalifah Abbas I mulai memusatkan perhatiannya ke luar dengan
berusaha merebut kembali wilayah kekuasaan Dinasti Safawiyah yang
hilang. Pada tahun 1598 Masehi, Khalifah Abbas I menyerang dan
merebut daerah Heart, Marw dan Balkh.

Setelah kekuatan Dinasti Safawiyah terbina dengan baik, Khalifah


Abbas I berusaha mendapatkan kembali wilayah-wilayah Dinasti
Safawiyah yang telah dikuasai oleh Kerajaan Turki Utsmani. Rasa
permusuhan antara dua dinasti yang berbeda aliran keagamaan ini
memang tidak pernah padam sama sekali. Pada Tahun 1602 Masehi,
Khalifah Abbas I mengerahkan pasukannya untuk menyerang Kerajaan
Turki Utsmani. Pada saat Turki Utsmani dipimpin oleh Sultan
Muhammad III, pasukan Dinasti Safawiyah yang dipimpin oleh Khalifah
Abbas I menyerang pasukan Turki Utsmani dan berhasil menguasai
wilayah Tabriz, Wilayah Sirwan dan Baghdad. Pada tahun 1622 Masehi,
Khalifah Abbas I berhasil menguasai wilayah Kepulauan Hurmuz dan
mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Bandar Abbas.

Dengan demikian, masa kekuasan Khalifah Abbas I merupakan


puncak kejayaan Dinasti Safawiyah. Secara politik, Khalifah Abbas I
mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri Dinasti Safawiyah
serta berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh
dinasti-dinasti lain pada masa khalifah-khalifah Dinasti Safawiyah
sebelurnnya.

xvi
Menurut Zulkifli Abdillah, bahwa kekhalifahan Dinasti Safawiyah
dibawah kepemimpinan Khalifah Abbas I mencapai kekuasaan politik
yag tertinggi. Hal ini dapat terlihat dari adanya sistem pemerintahannya
yang stabil dan dinamis. Sistem pemerintahan yang dilaksanakan
Khalifah Abbas I merupakan sebuah pemerintahan Keluarga yang sangat
dihormati dengan seorang penguasa (pemimpin) yang didukung oleh
sejumlah para pejabat dilingkungan Dinasti Safawiyah dan kekuatan
militer. Khalifah Abbas I memperhatikan kesejahteraan rakyatnya dan
dianggap sebagai pemimpin Dinasti Safawiyah yang terbesar dan mampu
membawa Dinasti Safawiyah mencapai puncak kejayaannya.

6) Safi Mirza (Tahun 1628-1642 Masehi)

Khalifah Safi Mirza naik tahta Dinasti Safawiyah meggantikan


Khalifah Syah Abbas I. Safi Mirza ( cucu Khalifah Abbas I ) adalah
seorang pemimpin yang sangat lemah. Khalifah Safi Mirza sangat kejam
terhadap para pembesar karena sifat "pencemburuya". Selaman
pemerintahannya, ia tidak mampu mewarisi kemampuan bahkan
sebaliknya Dinasti Safawiyah mengalami kemunduran. Ini salah satunya
disebabkan ia suka minum khamar (mabuk-mabukan, kejam dan tidak
memiliki perhatian terhadap masalah politik). Kemajuan Dinasti
safawiyah yang pernah dicapai oleh Khalifah Syah Abbas I mengalami
penurunan yang sangat drastis. Kota Kandahar (sekarang masuk wilayah
Afghanistan) lepas dari Dinasti Safawiyah dan diduduki oleh Kerajaan
Mughol India yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Syah Jehan.
Sementara wilayah Baghdad yang pernah dikuasai oleh kekhalifahan
Dinasti Safawiyah berhasil direbut oleh Kerajaan Turki Utsmani.

7) Syah Abbas II (1642-1667 Masehi)

Setelah kematian Syah Safi Mirza, kemudian digantikan oleh


puteranya yang bernama Sultan Muhammad Mirza yang dikenal dengan
sebutan Syah Abas II. la sedikit banyak mewarisi tradisi yang

xvii
dikembangkan oleh Syah Abbas I. Pada masanya, ia berhasil menata
kembali kekuasaannya yang pada gilirannya memungkinkan dirinya
untuk memberikan perhatian terhadap masalah keagamaan dan
pemerintahan. Kegiatan Filsafat juga berkembang. Kandahar, berhasil
direbut kembali oleh kekhalifahan Dinasti Safawiyah dari kekuasaan
Dinasti Mughol India. Pemberontakan Georgia juga dapat dipadamkan.
la juga memberikan keleluasaan kepada umat Nasrani. Khalifah Abbas II
adalah raja atau khalifah yang suka minum-minuman keras, sehingga
Khalifah Abbas II jatuh sakit dan meninggal dalam usia muda yaitu usia
34 tahun.

8) Sulaiman (Tahun 1667-1694 masehi)

Khalifah Sulaiman naik tahta Dinasti Safawiyah menggantikan


Khalifah Abbas II. Sebagaimana Khalifah Abbas II, Khalifah Sulaiman
juga seorang pemabuk. Khalifah Sulaiman bertindak sangat kejam
terhadap para pembesar Dinasti Safawiyah yang dicurigainya. Akibatnya
rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintahan Dinasti Safawiyah di
bawah kepemimpinan Khalifah Sulaiman.

9) Shah Husein (Tahun 1694-1722 Masehi)

Khalifah Syah Husein naik tahta Dinasti Safawiyah menggantikan


Khalifah Sulaiman. Khalifah Syah Husein memberikan kekuasaan yang
besar terhadap para ulama syi'ah yang sering memaksakan pendapatnya
terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan
golongan sunni di Afganistan, sehingga mereka memberontak dan
berhasil menguasai Dinasti Safawiyah pimpinan Shah Husein.

Pemberontakan bangsa Afganistan terhadap Dinasti Safawiyah terjadi


pertama kali pada tahun 1709 Masehi di bawah pimpinan Mr.Vays dan
berhasil merebut wilayah Kandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di
Heart, Suku Ardabil berhasil menduduki Mahad. Mir.Vays digantikan
oleh Mr.Mahmud sebagai penguasa Kandahar. Mir.Mahmud berhasil

xviii
mempersatukan pasukan Kandahar dengan pasukan Ardabil. Dengan
kekuatan ini, Mr. Mahmud berusaha mempersatukan wilayah
kekuasaannya dengan merebut negeri-negeri Afganistan dari kekuasaan
Dinasti Safawiyah.

Karena desakan dan ancaman Mir. Mahmud, khalifah Shah Husein


akhirnya mengakui kekuasaan Mr. Mahmud dan mengangkatnya sebagai
Gubernur di Kandahar dengan gelar Husein Quli Khan. Dengan
pengakuan ini, Mr. Mahmud menjadi lebih leluasa bergerak . Pada tahun
1721 Masehi, Mr. Mahmud berhasil merebut wilayah Kirman, Isfahan
dan memaksa Shah Husein untuk menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 25
Oktober 1722 Masehi Khalifah Shah Husein menyerah kepada Mr.
Mahmud.

10) Tahmasp II (Tahun 1722-1732 Masehi)

Tahmasp II yang merupakan salah satu putra Khalifah Shah Husein


dengan penuh dukungan Suku Qazar dari Rusia memproklamasikan
dirinya sebagai khalifah yang sah dan berkuasa atas Persia dengan pusat
kekuasaannya di Astarabad. Pada Tahun 1726 Masehi, Khalifah
Tahmasp II bekerjasama dengan Nadhir Khan dari Suku Afshar untuk
memerangi dan mengusir bangsa Afganistan yang berhasil menduduki
Isfahan. Asyraf yang menggantikan Mr. Mahmud, yang berkuasa di
Isfahan digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadhir Khan pada tahun
1729 Masehi. Dalam pertempuran ini, Asyraf terbunuh. Dengan
demikian, Dinasti Safawiyah kembali berkuasa.

Pada Bulan Agustus Tahun 1732 Masehi, Khalifah Tahmasp II


dipecat oleh Nadhir Khan dan digantikan oleh Khalifah Abbas III yang
merupakan anak Tahmasp II.

11) Abbas III ( Tahun 1732-1736 Masehi)

xix
Khalifah Abbas III naik tahta, pada saat itu masih berusia sangat kecil.
Empat tahun setelah pengangkatan Khalifah Abbas III menjadi Khalifah
Dinasti Safawiyah, pada tanggal 8 Maret 1736, Nadhir Khan mengangkat
dirinya sebagai khalifah pengganti Khalifah Abbas III. Dengan demikian
berakhirlah riwayat Dinasti Safawiyah di Persia9.

B. Kemajuan Peradaban

Selama Daulah Safawiyah berkuasa di Persia (Iran) di sekitar abad ke-16


dan ke-17 M, masa kemajuannya hanya ada di tangan dua Sultan, yaitu: Ismail
I (1501-1524 M), dengan puncak kejayaannya pada masa Sultan Syah Abbas I
(1558- 1622 M) raja yang kelima.

1. Sistem pemerintahan

Dinasti safawi menganut sistem pemerintahan teokratik, yaitu pemeran


utama di negrinya adalah tuhan. Pemegang jabatan tertinggi adalah wakil
syah, yang mengurusi dua bidang penting yaitu politik dan keagamaan.
kerajaan Safawi dengan sistem pemerintahan teokrat, dan menjadikan Syi'ah
Itsna Asyariah sebagai mazhab resmi Negara.

Bidang pemerintahan di masa Syah Ismail ia memperbaiki tatanan sistem


dan Administrasi pemerintahan sebagai kemajuan dinasti Syafawiyah
dengan melakukan perluasan wilayah dengan bantuan Qizilbash sehingga
dapat menguasai seluruh Persia bagian barat dan wilayah Eropa, tidak hanya
itu Syah Ismail I juga menjalin hubungan dengan inggris, spanyol dan
potugis. Sedangkan lembaga pemerintahan yang dibuat oleh Syah Ismail
adalah Lembaga Mullah Basyi (dimana lembaga ini yang bertugas sebagai
pembaca doa-doa dalam persoalan keagamaan), Diwan Basyi merupakan
sebuah lembaga yang di bentuk sebagai pengadilan tingkat tinggi yang ada
9
Abidin, Zaenal. Dinasti Safawiyah. Jurnal Agama Dan Budaya Tsaqofah. Vol. 11. 2013.

xx
di dinasti Syafawiyah dan lembaga Shadr (ditugaskan untuk mengurusi
bagian bentuk rumah) Ismail juga memutuskan untuk berperang
dikarenakan dia tidak bisa tinggal di Ardabil untuk menarik pengikut militer
dari para tarekat yang ia butuhkan dikarenakan seorang gubernur yang
terpilihnya oleh bantuan Aq Qoyunlu yang menyebabkan mengahalangi dari
kalangan tarekat yang secara terang-terangan mendukung Syah Ismail.
Akhirnya secara siginifikan untuk Syah Ismail memimpin perang suci
(Shaza-yi-Kiran) melawan Georgia, namun perang itu di batalkan pada
musim semi dimana dimulai dari kamp musim dinginnya Ismail di
Mahmudabad untuk langkah-langkah menyelesaikan penaklukan Shirvan.
Namun karna berita sampai kepada Alvand sultan dari Aq Qoyunlu bahwa
kemenangan Ismail atas Shirvan dan mulai bergerak melawan Aq Qoyunlu.
Keadaan di tempat Alvand pun menjadi kacau dan membuat Ismail
menghentikan usahanya di Shirvan dan untuk sementara waktu juga
membatalkan rencananya ke Georgia. Namun selanjutnya peperangan
terjadi dan dimenangkan oleh Ismail yang akhirnya membukakan jalan
untuk Ismail ke kota Tabriz yang berhasil menaklukan Azarbaijan dan
Anatolia timur Ismail mengalihkan perhatiannya ke Mesopotamia yang
mana penaklukannya di mulai sebelum 1507 M dengan berhasil merebut
Mardin yang merupakan benteng terakhir dari Aq Qoyunlu dan di akhiri
dengan mengambil alih Baghdad di tahun berikutnya.

Kemudian pada masa pemerintahan Syah Abbas yang di kenal dengan


“Abbas Agung” jalan sejarah mempromosikan cara yang baru tentang
bagaimana kedaulatan kekaisaran dan pemerintahan Dinasti, cara ini
dibentuk oleh Transformasi dalam struktur sosial Syafawiyah dan Klaim
politik, dimana Syah Abbas di awal abad ke 17 M Dinasti Syafawiyah yang
berada di bawah kepemimpinannya, yang membuat kekaisaran Syafawiyah
mengalami penataan kembali agar struktur dan tatananya baik dan kuat dari
militer Qizilbash, penyerahan kekuasaan Negara yang di tandai dengan
adanya pungutan pajak terhadap suku-suku , pengurangan penduduk secara

xxi
besar-besaran, Ekspansi Militer, dan pertumbuhan Ekonomi, Syah Abbas
melenyapkan beberapa komandan dan dewan tentara Qizilbash yang sudah
menghasut para budak kerajaan Gergoia, Sirkasia, Kaukasia, dan Armeinia
(Ghulaman). Yang status dan kepentingan utamanya berasal dari kesetiaan
mereka kepada Syah Abbas. Syah Abbas membuat perubahan yang
struktural pada basis kekuatan keuangan dan militer mereka namun masih
tetap mengandalkan mereka untuk kampanye Militer untuk proses
perekrutan Ghulaman terutama dari tahanan Georgia, kedalalam militer
Syafawiyah sudah di mulai dari masa Thamsap tetapi menjadi sebuah
praktir yang sistemastis dan sadar pada Syah Abbas, alih-alih menyebabkan
terjadinya matinya unsur-unsur suku turkoman, namun Reformasi besar dari
Syah Abbas ini meminggirkan mereka dalam system Militer dan
Admiinistrasi.

2. Gerakan Politik Keagamaan

Dimasa kepemimpinan dari para khalifah, yang paling banyak


berkontribusi ialah Syah Ismail dan Syah Abbas dalam bidang kepolitikan.
Bidang politik dan kemiliteran, dalam bidang politik yang di lakukan Syah
Ismail ialah agresivitas ekspansi kebijakan terhadap Negara nya untuk
melakukan tindakan ekspansi dimana Ismail sudah mendorong perbatasan
Syafawiyah di asia kecil bahkan lebih kebarat. yang dilakukan dimasa
sebelum dan masa setalah Syah Ismail I menciptakan dinasti ini, Syah
Ismail harus melakukan pertempuran dengan dinasti-dinasti kecil lainnya
seperti Aq Qoyunlu, Kara Qoyunlu, dinasti Turki Utsmani. Dan untuk
wilayah-wilayah penaklukannya pasukan Syafawiyah melakukan
pendoktrinan terhadap masyarakat Persiadengan konsep Imamah dan
Mahdisme dalam upaya agar mendapatkan kekuasaan di Persia. Syah Ismail
juga membentuk birokrasi pemerintahan yang mengangkat kepala-kepala
suku yang turut berjuang menjadi wakil yang mengatur pemerintahan,
memimpin militer dan mengepalai agama10.
10
Rizqiah, F., Liadi, F., & Husni, M. “Transformasi Gerakan Sosial Dinasti Syafawiyah di Persia”.
Jurnal Studi Keislaman. Vol 2. 2021.

xxii
Masa Syah abas dalam bidang politik dan kemiliteran yang ia lakukan
adalah :

a. Mengadakan perjanjian perdamaian tahun 1590 dengan turki Usmani


disertai juga dengan adanya persyaratan bahwa ia menyerahkan wilayah
syafawiyah ke tangan turki usmani yaitu Azerbaijan, Georgia, dan
qarabagh bagian Khuzistan, dan shiren dari wilayah Luristan. Dan pada
tahun 1590 juga Syah abbas berhasil mengalahkan Yaqub khan dhul qadr,
secara efektif menandai berakhirnya perang saudara kedua dunia.

b. Merenovasi militer dengan mengambil dari para tawanan perang yang


terdiri dari bangsa Georgia, Armenia, Sircassia, Syah abbas juga
menghilangkan dominasi pasukan Qizhilbah terhadap dinasti Syafawiyah
dengan membuat pasukan yang baru dan di beri nama Ghulam.

c. Juga membuat toleransi terhadap penganut paham sunni bahwa Syah


Abbas tidak akan mencaci maki tiga Khalifah Islam (Abu Bakar ashidiq,
Umar bin Khatab, dan Usman bin Affan.)

d. Syah abbas memindahkan pusat pemerintahan Qazwin ke Isfahan.

e. Menyerang kekuatan Uzbekistan dengan mengadakan perluasan


wilayah sehingga menguasai Heart, Marv dan Balk.

f. Menggunkan politik luar negri yang terbuka sehingga mewujudkan


hubungan yang diplomatik dengan eropa, sehingga dilakukan kerjasama
dan kontak dagang. Syah abas juga mewujudkan keamanan di dalam negri
sehingga dapat mencapai kemajuan di segala bidang dan memperkuat
pertahanan dalam negeri.

g. Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan


pengontrolan dari pusat.

xxiii
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi.
Secara politik dia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri
yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-
wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain di masa raja-raja
sebelumnya, dengan reformasi politiknya.
Kemajuan di bidang keagamaan pada masa Abbas, kebijakan
keagamaan tidak lagi seperti masa khalifah-khalifah sebelumnya yang
senantiasa memaksakan agar Syi’ah menjadi agama negara, tetapi ia
menanamkan sikap toleransi. Paham Syi’ah tidak lagi menjadi paksaan,
bahkan orang Sunni dapat hidup bebas mengerjakan ibadahnya, Bukan
hanya itu saja, pendeta-pendeta Nasrani diperbolehkan mengembangkan
ajaran agama dengan leluasa sebab sudah banyak bangsa Armenia yang
telah menjadi penduduk setia di kota Isfahan.
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Safawiyah
Dalam perkembangan peradaban kerajaan Safawi, berkembang pula
ilmu pengetahuan sebagai dasar pendidikan Islam, meskipun belum secara
pesat dan terpusat pada ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Syah
Ismail I belum begitu terlihat pengaruh yang besar dari aspek sosial,
politik, ekonomi dan budaya terhadap pendidikan, sekalipun ia termasuk
orang sangat cinta ilmu pengetahuan. Bahkan, ia memiliki kebiasaan
menulis puisi dengan menggunakan bahasa Turki. Dinasti ini begitu
memperhatikan aspek pendidikan.

Kejayaan Dinasti Safawi dalam bidang pengembangan ilmu


pengetahuan di masa pemerintahan Syah Abbas I juga terlihat dari segi
fisik bangunan. Hal ini ditunjukkan dengan didirikannya 162 masjid dan
48 pusat pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut sebagian
didirikan atas inisiatif para kerabat kerajaan. Di antaranya adalah Dilaram
Khanun (nenek dari Syah Abbas II) yang mendirikan madrasah “Nenek
Kecil” (small grandmother) pada tahun 1645 dan madrasah “Nenek Besar”

xxiv
(large grandmother) tahun 1647. Terdapat pula putri Syah Safi, yakni
Maryam Begun yang mendirikan madrasah pada tahun 1703. Shahr Banu,
adik perempuan Syah Husain mendirikan madrasah bagi para pangeran
pada tahun 1694 M. Selain madrasah yang didirikan oleh para kerabat
kerajaan, ada juga madrasah didirikan oleh para orang kaya Dinasti
Safawi. Dua di antaranya adalah Zinat Begum, istri seorang fisikawan
Hakim al-Mulk Ardistani, mendirikan madrasah Nim Avard (1705 M.).
Izzat al-Nisa Khanum, putri pedagang dari Qum Mirza Khan, yang juga
istri dari Mirza Muh. Mahdi yang mendirikan madrasah Mirsa Husain
tahun 1687. Adanya bangunan madrasah tersebut menunjukkan perhatian
yang serius dari pemerintahan dalam memajukan gagasan ilmu
pengetahuan.

Adapun karya intelektual terkenal pada masa ini adalah dua belas
tulisan Sadr al-Din yang mencakup komentar dan saran terhadap
AlQur’an, disertai dengan kehidupan tradisi, cerita-cerita polemik dalam
bidang teologi dan metafisika dan catatan perjalannya. Perkembangan
Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Safawiyah, Rizki Laelatul Azizah, Kholid
Mawardi 1477 Sistem dan praktik pendidikan pada masa Dinasti Safawi
ini secara umum didominasi oleh tiga jenis pendidikan.

Pertama, pendidikan indoktrinatif sebagai kurikulum inti dalam seluruh


pusat pendidikan untuk memantapkan paham Syi’ah demi terwujudnya
patriotisme masyarakat dalam mengabdi kepada mahzab keagamaan.

Kedua, pendidikan estetika dengan menekankan seni karya yang


diharapkan mampu mendukung sektor industri dan perdagangan.

Ketiga, pendidikan militer. pemikiran teosofis dan filsuf ditujukan


sebagai penyatuan antara sufisme genostik dengan beberapa kepercayaan
Syi’ah. Hal tersebut dapat dipahami ketika Syah Ismail pada mula
pembentukan dinastinya menjadikan teologi Syi’ah sebagai teologi negara.

xxv
Dengan demikian, pembangunan pusat-pusat pendidikan yang
dilakukan tentu juga dalam tujuan yang sama, yakni pendidikan yang
diarahkan sebagai penguatan aqidah dan desiminasi ajaran Syi’ah. Adapun
kegiatan keilmuan banyak diadakan di Majelis Istana, seperti kajian
teologi, kesejarahan dan kefilsafatan.

a. perkembangan ilmu agama

Ilmu pengetahuan agama yang berkembang pada masa dinasti


Syafawiyah terutama fiqih, karena menurut anggapan kaum Syi’ah
pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Di antara ulama ternama adalah
Bahau al-Din al-Amily. Selain itu, hidup pula filosof Shadr al-Din al-
Syirozi. Pada masa Dinasti Safawi ini kota Qumm dijadikan sebagai
pusat kebudayaan dan penelitian mahzab Syi’ah. Pengajaran pendidikan
Islam lahir ditandai dengan didirikannya lembaga-lembaga yang
bertujuan untuk memberikan dasar pendidikan Islam, tetapi masih fokus
pada mengutamakan ajaran paham Syiah.

b. Bidang Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Sains

Dalam sejarah Islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang


peradaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa Kerajaan
Safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut. Ada beberapa ilmuwan yang
selalu hadir di majlis istana yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi (generalis
iptek), Sadar Al-Din Al-Syaerazi (filosof), dan Muhammad Baqir bin
Muhammad Damad (teolog, filosof). Dalam bidang ilmu pengetahuan,
Safawi lebih mengalami kemajuan dari pada kerajaan Mughal dan
Turki Usmani. Pada masa Safawi Filsafat dan Sains bangkit kembali di
dunia Islam, khususnya dikalangan orang-orang persia yang berminat
tinggi pada perkembangan kebudayaan.

Perkembangan baru ini erat kaitannya dengan aliran Syiah yang


ditetapkan Dinasti Safawi sebagai agama resmi Negara. Dalam Syiah

xxvi
Dua Belas ada dua golongan, yakni Akhbari dan Ushui. Mereka
berbeda didalam memahami ajaran agama. Yang pertama cenderung
berpegang kepada hasil ijtihad para mujtahid Syiah yang sudah mapan.
Sedang kedua mengambil dari sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan
Hadits, tanpa terikat kepada para mujthadi. Golongan Ushuli inilah
yang palling berperan pada masa Safawi. Menurut Hodhson, ada dua
aliran filsafat yang berkembang pada masa Safawi tersebut. Pertama,
aliran filsafat “Perifatetik” sebagaimana yang dikemukakan oleh
Aristoteles dan Al-Farabi. Kedua filsafatI “syraqi” yang dibawa oleh
Syahrawadi pada abad ke-12. Kedua aliran ini banyak dikembangkan di
perguruan Isfahan dan Syiraj.

Di bidang filosof ini muncul beberapa orang filosof diantaranya


Muhammad Baqir Damad yang dianggap guru ketiga sesudah
Aristoteles dan Al-Farabi, tokoh lainnya misalnya Mulla Shadra yang
menurut sejartah ia adalah seorang dialektikus yang palingcakap di
zamannya. Sejumlah ilmuan yang selalu hadir di majlis istana yaitu
Baha al-Dina al-Syaerazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar al-Din al-
Syaerazi, filosof, dan Muhammad al-Baqir Ibn Muhammad Damad,
filosof, ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah pernah
mengadakan observasi tentang kehidupan lebah.

c. dalam bidang pendidikan seni

1) Dalam bidang seni lukis dan kaligrafi

Adapun di bidang pendidikan seni, dinasti ini juga mengalami


perkembangan. Pada tahun 1510, sekolah seni lukis Timuriyah
dipindahkan dari Herat ke Tibriz. Bahzad, seorang pelukis terbesar
saat itu, diangkat menjadi direktur perpustakaan raja dan sebagai
pembimbing dari sebuah workshop yang menghasilkan sejumlah
manuskrip. Syah Tahmasp juga dikenal sebagai seniman besar yang di
antaranya menghasilkan pakaian jubah, hiasan diding, dan sejumlah

xxvii
karya seni logam dan keramik. Dari sekolah seni tersebut terbitlah
sebuah edisi Syah Name (buku tentang raja-raja), yang memuat lebih
dari 250 lukisan dan merupakan salah satu karya besar seni manuskrip
iran. Syah Abbas I juga menciptakan beberapa jenis lukisan, seperti
peperangan, pemandangan dan upacara kerajaan (Agus, 2022).
Kemajuan dalam bidang seni diayomi oleh seniman Persia genius, di
antaranya Syah Ismail dan Syah Tahmasp. Dalam bidang seni
kaligrafi juga nampak nyata, kaligrafer yang menjadi pujaan Syah
Abbas adalah Ali Riza. Seni lukis miniatur mencapai puncaknya
dengan karya lukis yang menggambarkan naskah sastra kalsik,
misalnya lukisan Syah Nama yang diperkirakan mencapai 250 karya
lukis, salah satu pelukisanya adalah Firdausi. Kemajuan dalam bidang
seni tersebut, nampaklah kota Isfahan menjadi salah satu kota yang
indah di dunia pada jamannya.

2) dalam bidang arsitektur

Keadaan taman kota nampak indah di mata pengunjung. Kemajuan


ini juga ditandai dari penampakan kota Isfahan sebagai ibu kota
kerajaan Safawi dan merupakan kota yang sangat indah. Di kota ini
berdiri bangunan-bangunan yang megah lagi indah seperti mesjid,
rumah-rumah sakit, sekolah-sekolah, jembatan raksasa dan istana
Chihil Sutun, dari segi arsitekturnya nampak jelas keindahannya. Kota
ini diperindah oleh taman wisata yang ditata secara apik. Dan ketika
Abbas I wafat, di Isfahan terdapat 162 mesjid, 48 akademi 1802
penginapan dan 273 permandian umum. Unsur seni lain terdapat pula
dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet permadani, pakainan
tenunan, tembikar dan lain-lain. Selai itu, terdapat bangunan yang
terkenal adalah bangunan dengan nama Cehel Sultun yang berada di
atas empat puluh pilar yang kokoh. Mereka juga berhasil
memproduksi karpet dan permadani yang istimewa. Selanjutnya, pada
periode Syah Abbas II, kemerdekaan berpikir atau liberalitas

xxviii
intelektual memperoleh puncaknya. Hal ini ditunjukkan dengan
diberlakukannya “kebijakan toleransinya” yakni toleransi bukan hanya
antar sekte Syi’ah melainkan juga toleransi antar agama. Seluruh
perbedaan paham yang terdapat dalam masyarakatnya diletakkan di
bawah supremasi keadilan, yang sangat bersesuaian dengan salah satu
prinsip dasar dalam ajaran mazhab Syi’ah yakni prinsip al-adl. Pada
masa Abbas II ini, wanita memperoleh kebebasan dalam berekspresi
atau memainkan perannya dalam segala bidang termasuk dunia
pendidikan. Kesejajaran para wanita pada masa ini seperti terlukiskan
pada ilustrasi yang ada pada manuskrip Shahnama (puisi terpanjang
sejarah dunia kesusateraan). Para wanita sengaja dilukiskan secara
terpisah dengan kaum lak-laki (biasanya dipisahkan oleh gambar
tenda). Pemisahan ini dapat dimaknai bahwa para wanita didudukkan
secara setara dan diberi ruang partisipasi dalam mengelola aspek-
aspek kehidupan secara sama. Lingkungan sosial yang tergambarkan
dalam manuskrip tersebut oleh beberapa ahli dimaknai bahwa para
wanita masa Safawi memperoleh kesempatan yang sama dalam
memperoleh pendidikan sains, keagamaan dan seni.

Perkembangan arsitektur antara lain:

a) Pembangunan pusara Harun-I Vilayat


Pada masa Shah Ismail I, terdapat karya yang cukup besar, yaitu
pengembangan bangunan pemakaman Harun-I Vilayat di Isfahan.
b) Pembangunan Kota Isfahan
Kota Isfahan adalah ibukota Safawi. Syah Abbas I merubah kota
ini menjadi amat indah.
c) Chehel Sotoun
Chehel Sotoun adalah sebuah paviliun di kota Isfahan, Iran.
Pemrakarsanya ialah Shah Abbas II. Fungsi bangunan ini sebagai
tempat pertemuan dan hiburan.
d) Penginapan Caravanserai

xxix
Shah Abbas II membangun penginapan ini untuk pedagang kaya
dan pengunjung khusus, kini telah diubah menjadi penginapan
mewah dan berganti nama menjadi Hotel Abassi.
d. Pendidikan militer

Dinasti syafawi yang dipimpim oleh Ismail I memiliki kekuatan


yang sangat berpengaruh di bidang pertahanan dan kemiliteran.
Pendidikan militer ini, yang ditujukan untuk lebih memperkuat armada
perang untuk keperluan pertahanan pemerintahan dan profesionalisme
pengelolaan administrasi pemerintahan.

Terdapat beberapa fakta pendidikan pada saat itu, yaitu:

(1) Banyak kaum terpelajar.

(2) Pada masa Syah Abas I, ilmu pengetahuan dan pendidikan telah
berkembang dengan ditandai oleh bangunan, seperti dibangunnya 162
masjid dan 48 pusat pendidikan, dalam data versi lain menyebutkan
162 masjid dan 446 sekolah.

(3) Lembaga pendidikan bukan hanya dibangun oleh para kerabat


kerajaan, tetapi juga oleh para hartawan, seperti: Zinat Begum
mendirikan madrasah Nim Advard (1705), Izzat Khanum mendirikan
madrasah Mirza Husain (1687).

(4) Pendidikan digunakan sebagai sarana pengembangan paham Syiah.


Oleh sebab itu, para penguasa pada waktu itu mendatangkan para
pengajar dan buku-buku serta kurikulum yang mempropagandakan
paham Syi’ah dari Libanon dan daerah Syi’ah lainnya.

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi berdirinya suatu lembaga


pendidikan. Dalam hal ini, kerajaan Safawi mempunyai alasan untuk
mendirikan lembaga pendidikan, antara lain:

xxx
(1) Madrasah dibangun untuk memperkokoh paham Syi’ah dan
membendung penyebaran paham Sunni. Terbukti, dengan
ditetapkannya ideologi Syi’ah sebagai ajaran resmi Kerajaan
Safawiyah, dan bahkan sangat keras terhadap paham Sunni. Bagi
masyarakat yang berbeda paham dipenjarakan atau bahkan dibunuh.
Hal ini memunculkan kebencian masyarakat terhadap pemerintah.
Karena itu, para pemuka Syi’ah banyak berperan pada lembaga
pendidikan agar ajaran Syi’ah tetap eksis di kalangan masyarakat.

(2) Madrasah didirikan untuk mencetak kader-kader yang loyal


terhadap penguasa (raja). Menurut catatan sejarah sejumlah sekolah
yang didirikan oleh keluarga kerajaan membuktikan bahwa
pengkaderan dilakukan dengan cara melalui madrasah, sehingga pada
masa raja Abbas I banyak didirikan madrasah-madrasah yang
berpengaruh besar terhadap lembaga pendidikan.

(3) Keinginan penguasa untuk tetap dapat mengontrol atau


mendapatkan dukungan dari kalangan elit agama. Ini dibuktikan
dengan adanya rekruitmen ulama terkemuka menghadiri atau mengisi
kajian di dalam istana. Kajian ini sangat terbatas pada kalangan
keluarga kerajaan dan pemuka agama yang bersifat eksklusif. Menurut
George Makdisi, madrasah adalah perkembangan lebih lanjut dari
Masjid Khan. Ini berarti madrasah tidak bisa dipisahkan dari tujuan
keagamaan. Maka semakin jelas keinginan penguasa untuk tetap
mendapat simpatik dan mengakar kekuasaannya dengan adanya
madrasah, kajian, dan lembaga pendidikan lainya11.

4. Bidang Ekonomi

Keberadaan stabilitas politik kerajaan safawi pada masa abbas I


ternyata telah memacu perkembangan perekonomian. Terlebih setelah

11
rizal. “Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah”. Journal on Education.
Vol 06. 2022

xxxi
kepulauan hurmuz dan pelabuhan gumrun diubah menjadi bandar abbas.
Dengan dikuasainya bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara
timur dan barat yang biasa di perebutkan oleh belanda, inggris dan
perancis sepenuhnya menjai kerajaan safawi. Di samping bidang
perdagangan, kerajaan safawi juga mengalami kemajuan dalam sektor
pertanian terutama di daerah sabit subur.

5. Bidang Tarekat

Sebagaimana diketahui bahwa cikal bakal kerajaan safawi adalah


gerakan sufistik, yaitu gerakan tarekat. Oleh karna itu, kemajuan di
bidang tarekat pun cukup maju. Bahkan gerakan tarekat pada masa ini
tidak berfikir dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam bidang politik
dan pemerintahan12.

C. Kemunduran Dan Keruntuhan Dinasti Syafawiyah

Sepeninggal Abbas I, Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam


raja, yaitu : Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman
(1667-1694 M), Husein (1694- 1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M) dan
Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi
tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan
kemunduran, yang akhirnya membawa kepada kehancuran. Raja Safi Mirza
(cucu Abbas I) juga menjadi penyebab kemunduran Safawi, karena dia seorang
raja yang lemah dan sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Di
lain sisi dia juga seorang pencemburu yang akhirnya mengakibatkan
mundurnya kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh dalam pemerintahan
sebelumnya (Abbas I).

12
Sewang, A. Buku ajar sejarah peradaban islam; Peradaban Islam pada masa Dinasti
Safawiyah. Wineka Media. Parepare. 2017. Hlm. 290

xxxii
Kota Kandahar lepas dari kekuasaan kerajaan Safawi, diduduki oleh
kerajaan Mughal yang ketika itu diperintah oleh Sultan Syah Jehan, sementara
Baghdad direbut oleh kerajaan Usmani. Abbas II adalah raja yang suka minum-
minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Sebagaimana Abbas II,
Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar
yang dicurigainya. Akibatnya rakyat bersikap masa bodoh terhadap
pemerintah. Ia diganti oleh Shah Husein yang alim. Ia memberi kekuasaan
yang besar kepada para Ulama Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya
terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan
Sunni Afghanistan, sehingga mereka berontak dan berhasil mengakhiri
kekuasaan Dinasti Safawi. Pemberontakan bangsa Afghan tersebut terjadi
pertama kali tahun 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil
merebut wilayah Kandahar.

Pemberontakan lainnya terjadi di Heart, suku Ardabil Afghanistan berhasil


menduduki Mashad. Mir Vays diganti oleh Mir.Mahmud dan ia dapat
mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil, sehingga ia mampu
merebut negeri-negeri Afghan dari kekuasaan Safawi. Karena desakan dan
ancaman Mir Mahmud, Shah Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir
Mahmud dan mengangkatnya menjadi Gubernur di Qandahar dengan gelar
Husein Quli Khan (budak Husein). Dengan pengakuan ini, Mir Mahmud makin
leluasa bergerak sehingga tahun 1721 M, ia merebut Kirman dan tak lama
kemudian ia menyerang Isfahan dan memaksa Shah Husein menyerah tanpa
syarat. Pada tanggal 12 Oktober 1722 M Shah Husein menyerah dan 25
Oktober Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.
Salah seorang putera Husein, bernama Tahmasp II, mendapat dukungan penuh
dari suku Qazar dari Rusia, memproklamasikan dirinya sebagai raja yang sah
dan berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasaannya di kota Astarabad. Tahun
1726 M, Tahmasp II bekerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk
memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. Asyraf,
pengganti Mir Mahmud, yang berkuasa di Isfahan digempur dan dikalahkan

xxxiii
oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729 M. Asyraf sendiri terbunuh dalam
peperangan itu, dengan demikian Dinasti Safawi kembali berkuasa. Namun,
pada bulan Agustus 1732 M, Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan, dan
digantikan oleh Abbas III (anak Tahmasp II) yang ketika itu masih sangat
kecil. Empat tahun setelah itu, tepatnya tanggal 8 Maret 1736, Nadir Khan
mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Abbas III. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan Dinasti Safawi di Persia.

Adapun sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi adalah:

1. Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Berdirinya


kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi’ah merupakan ancaman bagi kerajaan
Usmani, sehingga tidak pernah ada perdamaian antara dua kerajaan besar ini.

2. Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaaan


Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan ini. Raja
Sulaiman yang pecandu narkotik dan menyenangi kehidupan malam selama
tujuh tahun tidak pernah sekalipun menyempatkan diri menangani
pemerintahan, begitu pula dengan Sultan Husein.

3. Pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I ternyata tidak


memiliki semangat perjuangan yang tinggi seperti semangat Qizilbash. Hal
ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental karena tidak
dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Kemerosotan
aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya
ketahanan dan pertahanan kerajaan Safawi.

4. Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di


kalangan keluarga istana13.

13
Dr. Siti Zubaidah, M. A. Buku SPI. In Sejarah Peradaban Islam (Vol. 1, Issue ISBN 978-602-
6462-15-2). 2016. Hlm. 195

xxxiv
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa ilmu pengetahuan dan


pendidikan Islam sangat diperhatikan pada masa Dinasti Safawiyah. Hal ini
dapat dilihat dari lembaga pendidikan yang didirikan, di mana pejabat kerajaan
dan tokoh-tokoh masyarakat yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan
lembaga pendidikan. Meskipun pendidikan difokuskan untuk pengembangan
paham Syiah, tetapi dalam hal ini tidak menutup pintu ijtihad dan sangat
terbuka pemikirannya demi kemajuan peradabam Islam.

Persia dikenal sebagai bangsa yang telah berperadaban tinggi dan


memberikan kontribusi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Sejumlah
ilmuwan yang selalu hadir di majlis istana dalam rangka pengembangan ilmu
pengetahuan. Kemajuan pendidikan juga dapat dilihat dalam perkembangan
seni. kota Isfahan sebagai ibu kota kerajaan Safawi dan merupakan kota yang
sangat indah. Di kota ini berdiri bangunan-bangunan yang megah lagi indah
seperti mesjid, rumah-rumah sakit, sekolah-sekolah, jembatan raksasa dan
istana Chihil Sutun, dari segi arsitekturnya nampak jelas keindahannya. Kota
ini diperindah oleh taman wisata yang ditata secara apik. Dengan demikian,
kemajuan dalam bidang pendidikan Islam juga diwarnai dengan bangunan dan
arsitektur yang menghiasi kota.

xxxv
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zaenal. (2013). Dinasti Safawiyah. Jurnal Agama Dan Budaya Tsaqofah.
Vol. 11

Afkari, S. G. (2020). Dinamika Pertumbuhan Pendidikan Islam Periode


Pertengahan. TANJAK: Journal of Education and Teaching, 1(1), 73–86.
https://doi.org/10.35961/tanjak.v1i1.82

Dr. Siti Zubaidah, M. A. (2016). Buku SPI. In Sejarah Peradaban Islam (Vol. 1,
Issue ISBN 978-602-6462-15-2).

Humaidi, M. (2016). Peradaban Islam di Masa Pemerintahan Turki Utsmani.


Sejarah Peradaban Islam, 1–356.

rizal. (2022). Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah. 24,


06(01), 8.

Rizqiah, F., Liadi, F., & Husni, M. (2021). Transformasi Gerakan Sosial Dinasti
Syafawiyah di Persia, 1301-1629. Syams: Jurnal Kajian Keislaman, 2(2),
68–84. https://doi.org/10.23971/js.v2i2.3875

Sewang, A. (2017). Buku ajar sejarah peradaban islam. Book, iii–446.

Kerajaan Safawi di Persia : Sejarah, Kemajuan dan Kemundurannya https://an-


nur.ac.id/kerajaan-safawi-di-persia-sejarah-kemajuan-dan-kemundurannya/
diakses pada 25/05/2023 pukul 13.37 WITA

Dinasti syafawi; pemerintah; militer; ekonomi; budaya


https://www.studocu.com/id/document/universitas-islam-negeri-alauddin-
makassar/hukum-tatanegara-islam-i/dinasti-syafawi-pemerintah-militer-ekonomi-
budaya/38099445 diakses pada 07/06/2023 pukul 14.45 WITA

xxxvi
Dinasti Safawiyah https://id.wikipedia.org/wiki/Dinasti Safawiyah diakses pada
25/05/2023 pukul 11.17 WITA

xxxvii

Anda mungkin juga menyukai