Anda di halaman 1dari 8

Peradaban Islam Pada Masa Tiga Kerajaan Besar

Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pembimbing : Ahmad Nur Kholis

Oleh :

Safira Amanda Rachmawati (20031263)

Program Studi Pendidikan Bahasa Arab

Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran Yogyakarta

2021
Pendahuluan

Dalam sejarah perjalanan kerajaan Islam, kondisi politik pemerintahan-nya mengalami

pasang surut, kadang mengalami kemajuan dan kadang pula mengalami kemunduran.

Terutama pada masa pertengahan yang dicapai pada periode klasik telah dihancurkan oleh

tentara Mughal dan mengakibatkan runtuhnya khilafah Abbasiyah di Baghdad. 1 Jatuhnya

Abbasiyah Ibu Kota Bani Umayyah ke tangan bangsa Mongol pada tahun 1258 M, telah

membawa perubahan besar dalam sejarah dunia Islam. Perubahan itu tidak hanya dari aspek

politik, namun juga dari aspek sosial dan pendidikan.

Kondisi ini berjalan terus hingga munculnya tiga kerajaan besar dalam periode

pertengahan dunia Islam yang mulai memasuki masa kejayaannya pada tahun 1500-1700 M.

Ketiga kerajaan itu adalah kerajaan Usmani di Turki, Safawiyah di Persia, dan Mughal di India.

Ketiga kerajaan ini mampu memainkan peranan dalam melanjutkan Imperium Islam terus

berlanjut dari Bagdad keluar jazirah Arab. Perjalanan sejarah ini pula mengantarkan dunia Islam

mengalami transformasi ilmu jazirah Arab ke wilayah non Arab seperti Turki, Persia, dan India.2

Namun dalam makalah ini hanya akan fokus pada pembahasan mengenai peradaban

Islam pada masa dinasti Safawiyah di Persia. Kerajaan Safawi dipandang sebagai peletak dasar

sejarah kebangsaan Iran. Kerajaan yang bermula dari gerakan tarekat keagamaan ini,

berkontribusi besar dalam mengisi peradaban Islam di Persia, baik daalam bidang politik,

ekonomi, sosial, keagamaan, maupun seni dan budaya. Kemajuan kemajuan tersebut pada

akhirnya mampu menjadikan kerajaan Safawi sebagai kerajaan Islam yang adikuasa.

Sejarah Peradaban Safawiyah

Dinasti Safawi di Persia berkuasa antara tahun 1520-1722 M, Dinasti Safawi merupakan

Kerajaan Islam di Persia yang cukup besar. Awalnya kerajaan Safawi berasal dari sebuah tarekat

Safawi yang diambil dari nama pendirinya yaitu Shafi al-Din Ishak al-Ardabily di Ardabil,
3
Azerbijan. Shafi al-Din adalah seorang sufi yang beralairan Syi’ah. Beberapa ahli sejarah

mengatakan bahwa ia adalah keturunan imam ketujuh Syi”ah Itsna Asyariah, Musa al-Qasim.

Gurunya bernama Syaikh Taj al-Din Ibrahim Zahid sekaligus sebagai mertuanya. Sebelum

1
Harjoni Desky, “Kerajaan Safawi di Persia dan Mughal di India”, Jurnal Tasamuh, Vol. 8, No. 1, 2016, hal. 121.
2
Ahmad Badwi, “Sejarah Pendidikan Islam di Kerajaan Turki Usmani” , Jurnal Ash-Shahabah, Vol. 4, No. 1, 2018, hal.
92.
3
Harjoni Desky, “Kerajaan Safawi di Persia dan Mughal di India”, hal. 123.

1
gurunya wafat, Safi al-Din ditunjuk sebagai penggantinya untuk memimpin tarekat Zahidiyah

beralih menjadi Safawiyah. Para pengikutnya sangat teguh memegang ajaran agama. 4

Dalam tarekat ini, apabila terjadi pergantian pemimpin maka dilakukan dengan sistem

penunjukan langsung, yaitu apabila seorang ayah wafat, pimpinan tarekat yang dipimpinnya

diambil alih oleh putranya. Hal ini menjadi tradisi turuntemurun dalam tubuh tarekat. Setelah

Safi al-Din wafat, ia digantikan oleh putranya Sadr al-Din lalu Khawaja Ali, lalu Ibrahim. Rupanya

mereka terpengaruh oleh konsep imamah syi’ah bahwa imam itu ditunjuk langsung dan secara

turuntemurun.5

Sebelum menjadi kerajaan, safawi mengalami dua fase pertumbuhan, fase pertama,

dimana Safawi bergerak di bidang keagamaan dan fase kedua bergerak di bidang politik. Pada

tahun 1301 – 1447 M, gerakan Safawi masih murni gerakan keagamaan dengan tarekat

Safawiyah dan tidak dicampuri masalah politik sehingga dia berjalan dengan aman dan lancer

baik pada masa Ilkhan maupun pada masa penjarahan Timur Lenk. Dalam fase ini gerakan Safawi

mempunyai dua corak, pertama bernuansa Sunni pada masa pimpinan Safiuddin Ishaq (1301 –

1344) dan anaknya Sadruddin Musa (1344 – 1399), kedua berubah menjadi Syiah pada masa

Khawaja Ali (1399 – 1427). 6

Sampai pada gerakan politik, nama Safawi masih dipertahankan bahkan terus

dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan, yaitu kerajaan Safawi. Pada

kepemimpinan Junaidi (1447 – 1460 M.), dinasti Safawi memperluas gerakannya dengan

menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasan ini menimbulkan konflik

antara Junaidi dengan penguasa Kara Koyunlu, salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di

wilayah itu. Dalam konflik tersebut Junaidi kalah dan diasingkan ke suatu tempat.7

Kerajaan Safawi resmi berdiri di Persia pada 1501 M/907, tatkala Syah Ismail

memproklamasikan dirinya sebagai raja atau syah di Tabriz, dan menjadikan Syiah Itsna Asyariah

sebagai ideology negara. Kerajaan Safawi mempunyai pola pemerintahan yang theokratik,

sebab para penguasa bukan saja mengaku sebagai keturunan Ali, namun juga mengklaim

berstatus sebagai titisan para Imam Syi’ah, bahkan Ismail I mengaku sebagai penjelmaan Tuhan,

sinar ketuhanan dari imam yang tersembunyi, dan imam Mahdi. Ia memakai gelar bayangan

4
Seri Muliyani. “Sejarah dan Peradaban Islam Dinasti Safawi di Persia”, Jurnal Al-Manba STAI Al-Ma’Arif Buntok”, Vol.
7, No. 12, 2018, hal. 92.
5
Harjoni Desky, “Kerajaan Safawi di Persia dan Mughal di India”, hal. 124.
6
Seri Muliyani. “Sejarah dan Peradaban Islam Dinasti Safawi di Persia” , hal. 93.
7
Ibid., hal. 94.

2
Tuhan di Bumi, meniru gelar yang dipakai oleh raja raja Persia. Dengan sistem theokraksi ala
Syi’ah tersebut, kemudian dipadukan dengan sistem tarekat, kerajaan Safawi memiliki

kemudahan dalam melakukan konsulidasi pemerintahan. Akan tetapi, dengan sistem itu pula ia

menghadapi persoalan yang cukup krusial.8

Kemajuan

Sama halnya dengan kerajaan kerajaan lainnya, dalam sejarah perjalanan Safawi telah

dicapai kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang antara lain, politik, ekonomi, ilmu

pengetahuan dan kebudayaan, militer. Bidang politik, kemajuan di bidang politik disini adalah

terwujudnya integritas wilayah Negara yang luas yang dikawal oleh suatu angkatan bersenjata

yang tangguh dan diatur oleh suatu pemerintahan yang kuat, serta mampu memainkan peranan

dalam percaturan politik internasional. Sebagaimana lazimnya kekuatan politik suatu Negara

ditentukan oleh kekuatan bersenjata, Syah Abbas I juga telah melakukan langkah politiknya yang

pertama yaitu membangun angakatan bersenjata dinasti Safawi yang kuat, besar, dan modern.9

Di bidang ekonomi, kerajaan Safawi pada masa Syah Abbas mengalami kemajuan

terutama di bidang industry dan perdagangan. Diantara kemajuan yang tampak dalam bidang

ekonomi yaitu ramainya perdagangan melalui teluk Persi, dan meningkatnya ekspor Safawi

terutama komoditi sutra, lancarnya perdagangan dengan luar negeri terutama dengan Inggris,

digalakkannya bidang pertanian terutama ulat sutra sehingga produktivitas pertanian

meningkat, dibangun fasilitas yang mamadai.10

Dapat dikatakan bahwa kemajuan pada masa Abbas I bukan saja dari aspek politik dan

sosial saja, tetapi dari aspek ekonomi juga berkembang dengan pesat. Hal ini dikarenakan

kondisi sosial dan politik sangat mendukung dan kestabilan politik baru dapat terwujud.

Sementara itu, raja-raja sebelumnya tidak ditemukan selain dari perperangan Turki Usmani

sebagai musu bebuyutan dan tiada hentinya dalam mempertahankan mazhab mereka masing-

masing (Sunni dan Syi’ah) serta merebut wilayah kekuasaan. Kestabilan politik itu berdampak

terhadap perkembangan ekonomi masyarakat.11

8
Ibid., hal. 95.
9
Ibid., hal. 96.
10
Ibid., hal. 97.
11
Inrevolzon, “Kondisi Sosial, Politik, Ekonomi, dan Budaya pada Masa Kekhalifahan Dinasti Syafawi dan pengaruhnya
terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam”, skripsi UIN Raden Fatah Palembang, hal. 43.

3
Namun setelah Khalifah Abbas I meninggal, sector perekonomian Dinasti Safawi lambat

laun mengalami penurunan, terutama ketika kekhalifahan Dinasti Safawi dipimpin oleh Khalifah

Safi Mirza. Pada masa Khalifah Mirza, rakyat cenderung bersikap masa bodoh karena mereka

sudah banyak memperoleh penindasan dari Khalifah Safi Mirza, tetapi para saudagar asing

banyak berdiam diri di Iran dan mengendalikan roda perdagangan dan kegiatan ekonimi lainnya

di wilayah Iran.12

Dalam sejarah Islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berpengetahuan tinggi

dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan, sehingga tidak mengherankan jika tradisi

keilmuan terus berlanjut di kerajaan Safawi. Kegiatan keilmuan banyak diadakan di Majelis

Istana, seperti kajian teologi, kesejarahan dan kefilsafatan. Pakar ilmuan yang selalu tampil waktu
itu adalah Bahr al-Din al-Syaerazi Ibnu Muhammad Damad (ahli bidang filosof, ilmu sejarah dan

teologi).13

Di bidang seni, kemajuan Nampak begitu kentara dalam gaya arsitektur bnagunan-

bangunannya seperti terlihat pada masjid Shah yang dibangun tahun 1611 M dan masjid Syaikh

Lutf Allah yang dibangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat pula adanya peninggalan

berbentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar,

dan benda seni lainnya.

Demikian puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Safawi, kemajuan yang

dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang disegani

oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer. Kerajaan ini telah memberikan

kontribusinya mengisi peradaban Islam melalui kemjuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu

pengetahuan, peninggalan seni dan gedung-gedung bersejarah.14

Kemunduran

Masa kemunduran dan kehancuran Kerajaan Safawi dimulai sejak Raja Abbas I telah

wafat, sepeninggal Abbas I kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Shafi

Mirza (1628 – 1642), Abbas II (1642 – 1677), Sulaiman (1667 – 1694), Husen (1694 – 1722),

Tahmasp II (1722 – 1732), Abbas III (1732 – 1736). Pada masa raja-raja tersebut, kondisi kerajaan

tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran

12
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : Penerbit Pustaka Setia, 2008), hal, 256.
13
Isman Usman, “Pendidikan pada Tiga Kerajaan Besar (Kerajaan Turki, Usmani, Safawi di Persia dan Moghul di
India)”, Jurnal Pendidikan Islam Iqra’, Vol. 11, No. 1, hal. 6.
14
Seri Muliyani. “Sejarah dan Peradaban Islam Dinasti Safawi di Persia” , hal. 98.

4
yang akhirnya membawa kepada kehancuran, karena Kerajaannya ketika itu diperintah oleh raja-

raja yang lemah dan memiliki perangai dan sifat yang buruk. Hal ini menyebabkan rakyat kurang

respon terhadap pemerintahnya.15

Diantara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran Dinasti Safawiyah adalah Pertama :

Konflik berkepanjangan antara Dinasti Safawiyah dengan Kerajaan Usmani. Bagi Kerajaan

Usmani, berdirinya Dinasti Safawi yang beraliran syi;ah merupakan ancaman langsung terhadap

wilayah Kerajaan Usmani. Konflik antara dua dinasti ini berlangsung sangat lama, meskipun

pernah berhenti sejak tercapainya perdamaian pada masa Khalifah Shah Abbas I meneruskan

konflik dan setelah itu dapat dikatakan tidak ada lagi perdamaian antara Dinasti Safawiyah dan

Kerajaan Usmani.

Kedua : Dekadensi moral yang melanda sebagian besar pemimpin Dinasti Safawiyah. Hal
ini turut mempercepat proses kehancuran Dinasti Safawiyah ditambah lagi dengan adanya

konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keliarga Dinasti Safawiyah. Ketiga

: Pasukan Gulam (budak-budak) yang dibentuk Khalifah Abbas I tidak memiliki semangat perang
yang tinggi seperti Qizilbasy. Hal ini disebabkan karena pasukan tersebut tidak dipersiapkan

secara terlatih dan tidak melalui proses pendididkan rohani seperti yang dialami oleh Qizilabash.
16
. Keempat : Sikap para ulama Syi’ah yang sangat berpengaruh dalam kekuasaan Dinasti
Safawiyah yang tidak memiliki sikap terbuka dan demokratis. Dengan berlindung di balik

kekuasaan politik Dinasti Safawiyah, Ulama Syi;ah menekan kelompok lain, baik ulama sunni

maupun agama lain.17

Raja Raja Yang Memerintah Setelah Abbas I :


Raja Shafi Mirza, memerintah pada tahun 628 – 1642 M sebab kemunduran dan
kehancuran pemerintahannya jiwa kepemimpinannya lemah, sangat kejam terhadap para

pembesar kerajaan, memiliki sifat cemburu terhadap para pemimpin kerajaan, dan kota

Qandahar lepas dan diduduki kerajaan Mughal serta Bagdad direbut Turki Usmani.

Raja Abbas II, memerintah pada tahun 1642 – 1667 M sebab kemunduran dan
kehancuran pemerintahannya Abbas II mempunyai sifat dan moral yang jelek dia suka

bermabuk-mabukan dengan minum-minuman keras.

15
Ibid.
16
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 156.
17
Zaenal Abidin, “Dinasti Safawiyah (Tahun 1501 M – 1736 M)”, Jurnal Tsaqofah IAIN SMH Banten, Vol. 11, No. 02,
2013, hal. 231.

5
Raja Sualiman, memerintah pada tahun 1667 – 1694 M sebab kemunduran dan
kehancuran pemerintahannya karena raja Sulaiman meruapkan raja yang sangat kejam terhadap

para pembesar kerajaan apalagi terhadap para pembesar kerajaan yang dicurigainya, oleh

karena sifatnya tersebut sehingga rakyat tidak bersimpatik kepadanya.

Raja Husen, memerintah pada tahun 1694 – 1722 M sebab kemunduuran dan
kehancuran pemerintahannya memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama syiah namun

para ulama syiah meyalahgunakan wewenang yang diberikan dan ulama syiah juga sering kali

memaksakan pendapatnya kepada kelompok aliran sunni. Hal itu mengakibatkan orang-orang

sunni marah dan sering terjadi konflik yang mengakibatkan pada tidak stabilnya pemerintahan.

Raja Tahmasp II, memerintah pada tahun 1722 – 1732 M sebab kemunduran dan
kehancuran pemerintahannya adalah Tahmasp II menduduki pemerintahan atas dukungan suku

Qazar Rusia yang memproklamasikan diri sebagai raja yang berkuasa atas Persia dan menjadikan

pusat pemrintahan di Astaraba, kemudian ia bekerjasamsa dengan Madhir Khan untuk

memerangi bangas Afghan yang menduduki kota Isfahan, Isfahan berhasil direbut dan Safawi

kembali berdiri. Kemudian Tahmasp II dipecat oleh Nadhir Khan pada 1732 m.

Raja Abbas III, memerintah pada tahun 1732 – 1736 M, sebab kemunduran dan
kehancuran pemerinthannya dikarenakan pada mas diangkat menjadi raja ia masih kecil

sehingga tidak berpengalaman dalam pemerintahan hal ini membuat ua dilengserkan dari tahta

kerajaannya adan kerajaan Safawi diambil oleh Nadhir Khan dengan demikian berakhir kerajaan

Safawi.18

18
Seri Muliyani. “Sejarah dan Peradaban Islam Dinasti Safawi di Persia” , hal. 99-100.

6
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zaenal, “Dinasti Safawiyah (Tahun 1501 M – 1736 M)”, Jurnal Tsaqofah IAIN SMH

Banten, Vol. 11, No. 02, 2013, hal. 231.


Badwi, Ahmad, “Sejarah Pendidikan Islam di Kerajaan Turki Usmani” , Jurnal Ash-Shahabah, Vol.

4, No. 1, 2018, hal. 92.

Desky, Harjoni, “Kerajaan Safawi di Persia dan Mughal di India”, Jurnal Tasamuh, Vol. 8, No. 1,

2016, hal. 121.

Inrevolzon, “Kondisi Sosial, Politik, Ekonomi, dan Budaya pada Masa Kekhalifahan Dinasti

Syafawi dan pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan

Islam”, skripsi UIN Raden Fatah Palembang, hal. 43.

Muliyani. Seri, “Sejarah dan Peradaban Islam Dinasti Safawi di Persia”, Jurnal Al-Manba STAI Al-

Ma’Arif Buntok”, Vol. 7, No. 12, 2018, hal. 92.


Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Penerbit Pustaka Setia, 2008.

Usman, Isman, “Pendidikan pada Tiga Kerajaan Besar (Kerajaan Turki, Usmani, Safawi di Persia

dan Moghul di India)”, Jurnal Pendidikan Islam Iqra’, Vol. 11, No. 1, hal. 6.

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. 1993.

Anda mungkin juga menyukai