Anda di halaman 1dari 12

ANGKA PEROKSIDA PADA MINYAK/LEMAK

(Oleh: Kurnia Andy W, S.Si)

Angka peroksida atau bilangan peroksida merupakan suatu metode yang biasa digunakan untuk
menentukan degradasi minyak atau untuk menentukan derajat kerusakan minyak. Bilangan
Peroksida sebagai jumlah asam lemak teroksidasi ditentukan berdasarkan jumlah iodine (I2) yang
terbentuk dari reaksi peroksida dalam minyak dengan ion iodine (I-) yang sebanding dengan kadar
peroksida sampel. Sesuai dengan reaksi sebagai berikut

Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami
oksidasi Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang
mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan
suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah
dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi
iodometri.
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida.
Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida
yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi
mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih
rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida
rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju
degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan
bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak
dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe
lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak curah terdistribusi tanpa kemasan, paparan oksigen dan
cahaya pada minyak curah lebih besar dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen,
cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan
suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak
akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari
senyawa oleofin menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses
pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen
membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain
menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru.
Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak
dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksida/kg minyak
akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida
merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.
Minyak atau lemak bersifat tidak larut dalam semua pelarut berair, tetapi larut dalam pelarut
organik seperti misalnya : petroleum eter, dietil eter, alkohol panas, khloroform dan bensena.
Dimana asam lemak rantai pendek sampai panjang rantai atom karbon sebanyak delapan bersifat
larut dalam air. Makin panjang rantai sehingga akan terbentuk gugus karboksil yang tidak
bermuatan. Kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut non-polar seperti petroleum.
Asam lemak jenuh sangat stabil terhadap oksidasi, akan tetapi asam lemak tidak jenuh sangat
mudah terserang oksidasi. Dimana lemak tidak dapat meleleh pada satu titik suhu, akan tetapi
lemak akan menjadi lunak pada suatu interval suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena pada
umumnya lemak merupakan campuran gliserida dan masing-masing gliserida mempunyai titik cair
sendiri-sendiri (Tranggono & Setiaji, 1989).
Lemak dan minyak hampir terdapat dalam semua bahan pangan dengan kandungan yang
berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak seringkali ditambahkan dengan sengaja ke bahan
makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi
sebagai media penghantar panas, seperti minyak goreng, shortening (mentega putih), lemak
(gajih), mentega dan margarin. Di samping itu penambahan lemak dimaksudkan untuk menambah
kalori serta memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan. Lemak hewani mengandung banyak
sterol yang disebut kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lenih banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno, 1997).
Mentega menurut Winarno (1997), lemak dari susu terdiri dari trigliserida-trigliserida
butirat, dimana asam lemak butirat dan kaproat dalam keadaan bebas akan menimbulkan bau dan
rasa tidak enak. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut
proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam
lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh
faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida,
logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn. Bau tengik yang tidak sedap disebabkan oleh
pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Kemudian dengan adanya
radikal bebas ini dengan O2 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida
yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang
lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim.
Titik asap (smoke point) adalah temperatur dimana sampel mulai berasap ketika berada di
bawah kondisi spesifik. Cup di isi dengan minyak atau lemak yang mendidih dan dipanaskan di
kontainer yang menyala. Titik asap (smoke point) pada temperatur yang rendah, diteruskan secara
tajam oleh bluish smoke dan menjadi menurun. Tes ini memberikan reflek material organik yang
volatil pada minyak dan lemak, terutama asam amino bebas dan sisa ekstraksi pelarut. Minyak
penggorengan dan minyak olahan harus memiliki titik asap sekitar 2000C dan 3000C (Nielsen,
1998). Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentuk timbul asap tipis kebiruan. Titik ini
disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan akan tercapai flash point, yaitu minyak
mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu
terjadinya smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebas. Jika asam
lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah,
ketiga suhu itu lebih rendah (Winarno, 1997).
Karena tiap jenis lemak berbeda smoke point-nya, lemak yang digunakan untuk menggoreng
sebaiknya dipilih lemak yang tahan untuk membentuk asap pada temperatur yang digunakan untuk
menggoreng. Lemak yang mengandung tambahan mono- dan di-gliserida cocok digunakan untuk
membuat cake dan kurang sesuai jika digunakan untuk menggoreng karena pada lemak tersebut
ditambahkan emulsifier pada titik asapnya. Faktor lain, selama penggorengan juga menghasilkan
suatu perubahan pada titik asap. Perkembangan dari asam lemak bebas pada beberapa hidrolisis
dari lemak selama penggorengan menyebabkan menururnnya titik asap (Bennion & Hughes,
1975).
Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami
oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan pembentukkan
senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut
orang sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah atom
karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi
sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan oksigen membentuk peroksida
aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah
menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas,
katalis logam, atau enzim. Senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak,
aldehid-aldehid, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak
(Winarno, 1997)
Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih dan penambah
kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan
minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada
tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin
tinggi titik asap makin baik mutu minyak goreng tersebut. Titik asap suatu minyak goreng
tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya
akan turun, karena telah terjadi hidrolisis lemak (Winarno, 1997).
Reaksi oksidasi bergantung pada banyak frekuensi reaksi dari lemak dalam bahan makanan.
Ini biasanya terdiri oleh atmosfer oksigen, frekuensi yang sedikit oleh ozon, peroksida, logam dan
agen oksidasi yang lain. Dalam penambahan untuk oksigen dan ozon, lemak dapat dirusak oleh
pembentukan reaksi lain, seperti anion superoksida (O2) dan radikal (O2), radikal perhidrosilik
(HO2), hidrogen peroksida dan hidrosil radikal (HO). Asam peroksida diproduksi oleh autoxidasi
dari aldehid, dan mungkin reaksi dengan molekul lain dari produk aldehid asam karboksilat.
Oksidasi langsung dari lemak oleh reaksi dengan ion logam sangat lambat dibawah kondisi normal
tetapi mungkin menjadi penting seperti inisiator dari rantai radikal bebas autoxidasi karena ion
Fe3+ atau Ca2- dapat di produksi raddikal bebas oleh reakssi dengan asam lemak tidak jenuh,
dimana tahap oksidasi dari ion metal ditingkatkan dengan :
R – H + Cu2+ R + Cu + H
Ion mengandung logam yang diubah tahap oksidasinya oleh dua elektron (Pb4+, MnO42-,
CrO42-) bereaksi dengan rantai ganda dari lemak tidak jenuh untuk membentuk asam hidroksi tetapi
beberapa reaksi tidak disukai didalam produk makanan (Nielsen, 1998).
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada lemak
dan minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga
membentuk peroksida. Peroksida dapat ditentukan dengan metode iodometri. Cara yang sering
digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida
dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan apda reaksi ini kemudian
dititrasi dengan natrium tiosilfat. Penentuan peroksida ini kurang baik dengan cara iodometri biasa
meskipun bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya
hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi
antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Ketoren, 1986).
Jenis minyak yang mudah teroksidasi adalah jenis minyak yang tidak jenuh. Semakin tidak
jenuh asam lemaknya akan semakin cepat teroksidasi. Selain itu, faktor – faktor seperti suhu,
adanya logam berat dan cahaya, tekanan udara, enzim dan adanya senyawa peroksida juga semakin
mempercepat berlangsungnya oksidasi dan dengan demikian akan semakin cepat terjadi
ketengikan. Berlangsungnya proses oksidasi tersebut dapat diamati dengan beberapa cara, salah
satunya dengan mengamati jumlah senyawaan hasil penguraian senyawaan peroksida (asam –
asam, alkohol, ester, aldehid, keton, dan sebagainya). Uji peroksida ini pada dasarnya mengukur
kadar senyawaan peroksida yang terbentuk selama proses oksidasi. Cara ini biasa diterapkan untuk
menilai mutu minyak tetapi cara ini sangat sulit diterapkan untuk jenis makanan yang berkadar
lemak rendah (Syarief & Hariyadi, 1991).
Pada proses oksidasi ini akan dihasilkan sejumlah aldehid, asam bebas dan peroksida
organik. Untuk mengetahui tingkat ketengikan dari minyak atau lemak, dapat dilakukan dengan
menggunakan jumlah peroksida yang telah terbentuk pada minyak atau lemak tersebut. Lemak
tidak jenuh khususnya oleat ternyata lebih cepat tengik dibandingkan lemak jenuh. Lemak yang
tengik menimbulkan rasa tidak enak, bahkan pada beberapa individu dapat menimbulkan
keracunan ringan, dan dapat merusak zat-zat lain yang ada dalam makanan seperti karoten, vitamin
A dan vitamin E. Kerusakan minyak dan lemak selain disebabkan oleh proses oksidasi dapat juga
disebabkan oleh proses hidrolisa. Pada proses hidrolisa dihasilkan gliserida dari asam-asam lemak
berantai pendek (C4-C12) sehingga akan terjadi perubahan rasa dan bau menjadi tengik (Winarno,
1997).
Menurut Buckle et al. (1997) ada dua tipe kerusakan yang utama pada minyak dan lemak,
yaitu :

 Ketengikan
Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang mudah menguap terbentuk sebagai
akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak tak jenuh. Komponen-komponen ini
menyebabkan bau dan cita-rasa yang tak diinginkan dalam lemak dan minyak produk-produk yang
mengandung lemak dan minyak itu.

 Hidrolisa
Hidrolisa minyak dan lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang dapat
mempengaruhi cita-rasa dan bau daripada bahan itu. Hidrolisa dapat disebabkan oleh adanya air
dalam lemak atau minyak atau karena kegiatan enzim.

Hidrogenasi terjadi karena enzim lipase menghidrolisis lemak, memecahnya menjadi


gliserol dan asam lemak. Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak, tetapi
enzim itu dapat diaktivasi dengan pemanasan. Hidrogenasi minyak tumbuhan dilakukan untuk
meningkatkan titik lebur dan untuk memperlambat oksidasi serta kerusakan rasa selama
hidrogenasi. Beberapa asam lemak mengubah susunan alami bentuk cis menjadi trans, ketika
minyak kelapa dihidrogenasi. Sehingga jumlah isomer trans asam lemak yang dibentuk, relatif
sedikit daripada minyak tumbuhan lainnya. Lemak yang telah terhidrogenasi, titik asapnya akan
meningkat karena lebih stabil terhadap pemanasan. Contoh produk hasil hidrogenasi lemak
tumbuhan adalah margarin (deMan, 1997).
Menurut Soedarmo et al (1988), kerusakan karena proses hidrolisa terutama banyak terjadi
pada minyak atau lemak yang mengandung asam lemak jenuh dalam jumlah cukup banyak seperti
pada minyak kelapa yang mengandung asam laurat, sedangkan bau yang tengik ditimbulkan oleh
asam lemak bebas yang terbentuk selama proses hidrolisa. Proses hidrolisa pada minyak atau
lemak umumnya disebabkan oleh aktifitas enzim dan mikroba. Proses hidrolisa dapat dipercepat
dengan kondisi kelembaban yang tinggi, kadar air tinggi serta temperatur tinggi. Proses hidrolisa
pada minyak dan lemak akan menghasilkan ketengikan hidrolitik, dimana terjadi pembebasan
asam-asam lemak yang mempengaruhi rasa dari minyak tersebut. Enzim yang dapat menimbulkan
ketengikan hidrolitik adalah enzim lipase. Ketengikan pada minyak dan lemak nabati terjadi
karena berkurangnya kandungan vitamin E (tocopherol) yang dapat berfungsi sebagai anti oksidan.
Angka peroksida merupakan cara pengujian yang paling sering digunakan untuk uji oksidasi
lemak atau minyak. Metode iodometri yang paling banyak digunakan untuk menentukan angka
peroksida umumnya ditentukan dengan pengukuran banyaknya iod bebas dari larutan kalium
iodida jenuh pada suhu ruang dari lemak atau minyak yang dipisahkan dalam pencampuran asam
asetat dan kloroform. Iod bebas ditritasi dengna natrium thiosulfat standar. Angka peroksida
sebagai indikator produk dasar oksidasi. Angka ini menyatakan milimol oksigen peroksida per
kilogram lemak (Pomeranz & Meloan, 1987). Peroksida merupakan produk utama otooksidasi
yang dapat diukur dengan teknik berdasarkan pada kemampuannya untuk melepaskan iodin dari
kalium iodida atau untuk mengoksidasi ion fero menjadi feri. Kandungannya biasanya diistilahkan
dengan miliekuivalen oksigen per kg lemak, yaitu sejumlah oksigen yang diserap atau peroksida
yang dibentuk untuk menghasilkan ketengikan dari berbagi macam komposisi minyak (Fennema,
1985).
Lemak netral murni tidak berbau, tidak ada rasa, dan umumnya tidak berwarna. Warna dari
lemak dan minyak alami adalah karena adanya pigmen-pigmen yang bercampur atau larut dalam
lemak. Lemak tidak larut dalam semua pelarut berair tetapi langsung larut dalam benzena, eter,
kloroform, alkohol panas, dan pelarut organik lainnya. Asam lemak rantai pendek dapat larut
dalam air dan semakin panjang rantai asam-asam lemaknya semakin berkurang daya kelarutannya
dalam air. Bila lemak dibiarkan dalam waktu yang lama kontak langsung dengan udara dan
lembab, khususnya ada cahaya dan panas, akan terjadi perubahan menjadi tengik. Perubahan ini
terjadi karena proses oksidasi dan proses ini akan dipercepat dengan adanya logam-logam yang
bersifat katalisator seperti Zn, Cu (Soedarno & Girindra, 1988).
Kerusakan lemak pada daging ikan dapat terjadi karena oksidasi, baik secara oto-oksidasi
(enzimatis) maupun secara non enzimatik. Pemeriksaan kerusakan lemak dapat dikerjakan dengan
memeriksa kandungan peroksidanya atau jumlah monaldehida yang bisanya dinyatakan sebagai
angka TBA (thiobarbituric acid) (Hadiwiyoto, 1993). Selama penggorengan dengan suhu tinggi,
minyak mengalami hidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol dan selanjutnya gliserol akan
terdehidrasi menjadi senyawa akrolein (Bennion & Hughes, 1975). Lemak yang telah
terhidrogenasi, titik asapnya akan meningkat karena lebih stabil terhadap pemanasan. Contoh
produk hasil hidrogenasi lemak tumbuhan adalah margarin (deMan, 1997).
Lemak yang mengalami ketengikan akan mengandung senyawa aldehid dan kebanyakan
berbentuk malonaldehid. Banyaknya malonaldehid dapat ditentukan melalui proses destilasi.
Malonaldehid yang terbentuk kemudian direaksikan dengan Thiobarbiturat, sehingga terbentuk
senyawa komplek yang berwarna merah. Intensitas warna merah sebanding dengan jumlah
malonaldehid dalam suspensi. Pengukuran intensitas warna merah ini dapat dilakukan dengan
menghitung abosbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 528
nm. Semakin besar angka TBA maka semakin tengik larutan yang diuji (Sudarmadji et al., 1989).
Penambahan antifoam bertujuan untuk mencegah terjadinya pembentukan buih. Pemanasan
pada suhu tinggi akan mempercepat proses autooksidasi sehingga akan terbentuk polimer.
Pembentukan polimer tersebut akan mengakibatkan kekentalan minyak menjadi naik yang
nantinya dapat meningkatkan pembentukan buih pada minyak (deMan, 1999).
Penentuan bilangan peroksida dapat dihitungna menggunakan rumus
CARA KERJA :
1. Sebanyak kurang lebih 5 gram sampel ditimbang secara seksama
2. Masukkan dalam erlenmeyer bertutup 250 mL dan ditambah 30 mL larutan asam asetat-
kloroform (3:2).
3. Larutan digoyangkan sampai bahan terlarut semua
4. Tambahkan 0,5 mL larutan jenuh KI.
5. Diamkan selama 1 menit dengan kadangkala digoyang kemudian ditambah 30 mL
akuades.
6. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
sampai warna kuning hampir hilang
7. Tambah 2 mL larutan pati 1 %.
8. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru tetap hilang.

BILANGAN PENYABUNAN
Angka penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya (mg) KOH yang dibutuhkan untuk
menyabunkan satu gram (1 g) lemak atau minyak. Alcohol yang ada pada KOH berfungsi untuk
melarutkan asam lemak hasil hidrolisa agar mempermudah reaksi dengan basa sehingga
membentuk sabun. Apabila sejumlah sampel minyak atau lemak disabunkan dengan larutan KOH
berlebih dalam alkohol, maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH
bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal ditentukan dengan
titrasi menggunakan HCL sehingga KOH yang bereaksi dapat diketahui.
Angka Penyabunan dapat dilakukan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak
secara kasar. Minyak yang disusun asam lemak berantai C pendek berarti mempunyai berat
molekul relative kecil, akan mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya, minyak
dengan berat molekul yang besar mempunyai angka penyabunan relative kecil.
Sabun merupakan merupakan suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi
saponifikasi. Istilah saponifikasi dalam literatur berarti “soap making”. Akar kata “sapo” dalam
bahasa Latin yang artinya soap / sabun. Pengertian Saponifikasi (saponification) adalah reaksi
yang terjadi ketika minyak / lemak dicampur dengan larutan alkali. Ada dua produk yang
dihasilkan dalam proses ini, yaitu Sabun dan Gliserin.

Penentuan angka penyabunan berbeda dengan penentuan kadar lemak, sampel yang
dipergunakan untuk penentuan angka penyabunan adalah margarine. Penentuan bilangan
penyabunan ini dapat dipergunakan untuk mengetahui sifat minyak dan lemak. Pengujian sifat ini
dipergunakan untuk membedakan lemak yang satu dengan yang lainnya. Selain untuk mengetahui
sifat fisik lemak atau minyak, angka penyabunan juga dapat dipergunakan untuk menentukan berat
molekul minyak dan lemak secara kasar.

Apabila sampel yang akan diuji disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alkohol,
maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu
molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal tersebut kemudian ditentukan dengan
titrasi dengan menggunakan asam, sehingga jumlah alkali yang turut bereaksi dapat diketahui.
Pelarut yang dipergunakan untuk melarutkan KOH adalah Alkohol, penambahan alkohol
dimaksudkan untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisis agar dapat membantu mempermudah
reaksi dengan basa dalam pembentukan sabun. Kesalahan yang timbul pada saat titrasi adalah
penentuan titik akhir, kesalahan ini disebabkan karena perubahan warna yang seharusnya yerjadi
adalah dari coklat pekat, kemudian kuning, lalu berubah menjadi putih pucat. Perubahan warna
dari kuning ke putih tersebut tidak terlalu kontras dan menyebabkan titik akhir sulit ditentukan.
Untuk mengetahui hasil pengujian tersebut benar atau tidak, maka perlu dibandingkan dengan
titrasi blanko. Reaksi yang terjadi saat penentuan bilangan penyabunan adalah sebagai berikut:
Bilangan penyabunan dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini:

Penentuan bilangan penyabunan meliputi langkah-langkah sebagai berikut:


1. Sebanyak kurang lebih 1,5 gram minyak ditimbang dengan seksama, dimasukkan dalam
labu Erlenmeyer 200 mL
2. Tambahkan 50 mL larutan KOH-etanolik.
3. Setelah itu ditutup dengan pendinginan balik dan dididihkan dengan hati-hati selama 30
menit.
4. Larutan selanjutnya didinginkan dan ditambah beberapa tetes indikator fenolftalein (pp).
5. Kelebihan larutan KOH dititrasi dengan larutan baku HCl 0,4768 N.
6. Untuk mengetahui kelebihan laturan KOH ini diperlukan titrasi blanko, yakni dengan prosedur
yang sama kecuali tanpa bahan lemak atau minyak.

ANGKA IOD
Bilangan iodium mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak dan lemak.
Asam lemak tak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk senyawaan yang jenuh. Banyaknya
iod yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap. Lemak yang tidak jenuh dengan mudah
dapat bersatu dengan iodium (dua atom iodium ditambahkan pada setiap ikatan rangkap dalam
lemak). Semakin banyak iodium yang digunakan semakin tinggi derajat ketidakjenuhan. Biasanya
semakin tinggi titik cair semakin rendah kadar asam lemak tidak jenuh dan demikian pula derajat
ketidakjenuhan (bilangan iodium) dari lemak bersangkutan. Asam lemak jenuh biasanya padat dan
asam lemak tidak jenuh adalah cair; karenanya semakin tinggi bilangan iodium semakin tidak
jenuh dan semakin lunak lemak tersebut.
Analisis bilangan iodin merupakan contoh iodometri. Suatu larutan iodin berwarna kuning/coklat.
Ketika ini ditambahkan ke dalam larutan yang akan diuji, tetapi, setiap gugus kimia (biasanya
dalam tes ini adalah ikatan rangkap C=C) yang bereaksi dengan Iodium secara efektif mengurangi
kekuatan, atau besarnya warna (dengan mengambil Iodium dari larutan). Dengan demikian jumlah
iodium yang diperlukan untuk membuat larutan tetap mempertahankan karakteristik warna
kuning/coklat dapat secara efektif digunakan untuk menentukan jumlah gugus sensitif iodium yang
terdapat dalam larutan.
Bilangan iodium dinyatakan sebagai banyaknya gram iod yang diikat oleh 100 gram
minyak atau lemak. Penentuan Bilangan iodium dapat dilakukan dengan cara Hanus atau cara
Kaufmaun dan cara Von Hubl atau cara Wijs (Sudarmadji dkk, 1997). Pada cara Hanus, larutan
iod standarnya dibuat dalam asam asetat pekat (glasial) yang berisi bukan saja iod tetapi juga
iodium bromida. Adanya iodium bromida dapat mempercepat reaksi. Sedang cara Wijs atau cara
Von Hubl menggunakan larutan iod dalam asam asetat pekat, tetapi mengandung iodium klorida
sebagai pemicu reaksi (Winarno, 1997).

Cara Hanus
Pembuatan Pereaksi Hanus Dalam cara Hanus digunakan pereaksi iodium bromida dalam larutan
asam asetat glasial (Larutan Hanus). Untuk membuat larutan ini, 20 gram iodium bromida
dilarutkan dalam 1000 ml alkohol murni yang bebas dari asam asetat. Jumlah contoh yang
ditimbang tergantung dari perkiraan besarnya bilangan iod, yaitu sekitar 0,5 gram untuk lemak,
0,25 gram untuk minyak, dan 0,1 sampai 0,2 gram untuk minyak dengan derajat ketidakjenuhan
yang tinggi. Jika ditambahkan 25 ml pereaksi harus ada kelebihan pereaksi harus ada kelebihan
pereaksi sekitar 60 persen.

Cara Kaufmann dan Von Hubl


Pada cara ini digunakan pereaksi Kaufmann yang terdiri dari campuran 5,2 ml larutan brom murni
didalam 1000 ml metanol dan dijenuhkan dengan natrium bromida. Contoh yang telah ditimbang
dilarutkan dalam 10 ml kloroform kemudian ditambahkan 25 ml pereaksi. Didalam pereaksi ini,
natrium bromida akan mengendap. Reaksi dilakukan ditempat yang gelap. Larutan ini dititrasi
dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N dengan indikator larutan pati. Blanko dikerjakan dengan
cara yang sama. Pada cara Von Hubl digunakan pereaksi yang terdiri dari larutan 25 gram iod
didalam 500 ml etanol dan larutan 30 gram merkuri klorida didalam 500 ml etanol. Kedua larutan
ini baru dicampurkan jika akan dipergunakan, dan tidak boleh berumur lebih dari 48 jam. Pereaksi
ini mempunyai reaktivitas yang lebih kecil dibandingkan dengan cara-cara lainnya, sehingga
membutuhkan waktu reaksi selama 12 sampai 14 jam.
Cara Wijs
Pembuatan Larutan Wijs Pereaksi Wijs yang terdiri dari larutan 16 gram iod monoklorida dalam
1000 ml asam asetat glasial. Cara lain yang lebih baik untuk membuat larutan ini yaitu dengan
melarutkan 13 g iod dalam 1000 ml asam asetat glasial, kemudian dialirkan gas klor sampai terlihat
perubahan warna yang menunjukkan bahwa jumlah gas klor yang dimasukkan bahwa jumlah gas
klor yang dimasukkan sudah cukup. Pembuatan larutan ini agak sukar, dan bersifat tidak tahan
lama. Larutan ini sangat peka terhadap cahaya, panas, dan udara, sehingga harus disimpan
ditempat yang gelap, sejuk dan tertutup rapat (Ketaren, S.,2005).

Bilangan iodin suatu minyak/lemak dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

Anda mungkin juga menyukai