Anda di halaman 1dari 3

MODEL PENELITIAN FIQIH: Model Harun Nasution

Bahan Bacaan, opini September 12th, 2010 Harun Nasution sebagai guru besar bidang Teologi dan filsafat Islam mempunyai perhatian terhadap hukum Islam. Penelitiannya dalam hukum Islam ini ia tuangkan secara ringkas dalam bukunya Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya jilid II. Melalui penelitiannya yang secara ringkas dan mendalam terhadap berbagai literature tentang hukum Islam dengan menggunakan pendekatan sejarah, Harun Nasution telah berhasil mendiskripsikan struktur hukum Islam secara komprehensif yaitu mulai dari kajian terhadap ayat-ayat hukum yang ada dalam Al-Quran, latar belakang dan sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam dari sejak zaman Nabi hingga sampai sekarang, lengkap dengan beberapa madzhab yang ada di dalamnya berikut sumber hukum yang digunakannya serta latar belakang timbulnya perbedaan pendapat. Dalam penelitiannya itu kita dapat memperoleh informasi tentang jumlah ayat Al-Quran yang berkaitan dengan hukum, yang jumlahnya 368 ayat dan 228 ayat atau 3 1/5 persennya merupakan ayat yang mengungkap soal kehidupan kemasyarakatan umat, yakni ayat yang berkaitan dengan hidup kekeluargaan, perkawinan, perceraian hak waris dan lain sebagainya; ayat-ayat mengenai mengenai perdagangan, perekonomian, jual beli sewa menyewa, pinjam meminjam, gadai, perseroan, kontrak dan lain sebagainya; lalu ayat-ayat tentang criminal, mengenai hubungan Islam dan non-Islam, soal pengadilan, hubungan kaya dan miskin serta mengenai soal kenegaraan. Melalui pendekatan kesejarahan, Harun Nasution membagi perkembangan hukum Islam menjadi 4 periode, yaitu: 1. Periode Nabi, 1. Periode Sahabat, 2. Periode Ijtihad serta kemajuan, dan 3. Periode Taklid serta kemunduran. Harun Nasution melaporkan bahwa di periode Nabi, karena segala persoalan dikembalikan kepada Nabi untuk menyelesaikannya, maka Nabilah yang menjadi satu-satunya sumber hukum. Secara langsung pembuat hukum adalah Nabi, tetapi secra tidak langsung Tuhanlah pembuat hukum, karena hukum dikeluarkan Nabi bersumber pada wahyu dari Tuhan. Nabi sebenarnya bertugas menyampaikan dan melaksanakan hukum yang ditentukan Tuhan. Lalu sember hukum yang diringgalkan Nabi untuk zaman-zaman sesudahnya adalah al-Quran dan Sunnah Nabi. Selanjutnya pada periode ini karena daerah yang dikuasai Islam bertambah dan termasuk didalamnya daerah di luar semenanjung Arab yang telah mempunyai kebudayaan tinggi dan susunan kemasyarakatan yang bukan sederhana dibanding dengan masyarakat Arabi ketika itu, maka sering dijumpai berbagai persoalan hukum. Oleh karena itu para sahabat disamping berpegang kepada al-Quran dan as-Sunnah juga sunnah para sahabat.

Dalam pada itu pada periode ijtihad yang disamakan oleh Harun Nasution sebagai kemajuan Islam I (700-1000 M.), problem yang dihadapi semakin beragam sebagai akibat dari semakin bertambahnya daerah Islam dengan berbagai bangsa masuk Islam dengan membawa berbagai macam adat istiadat, tradisi dan sistem kemasyarakatan. Dalam kaitan ini maka muncullah ahli-ahli hukum mujtahid yang disebut imam atau faqih/fuqaha dalam Islam, dan pemukapemuka hukum ini mempunyai murid. Pada masa itulah timbulnya empat madzhab dalam hukum Islam yaitu Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan Ahmad ibn Hambal. Di dalam pendapat hukumnya Abu Hanifah dipengaruhi oleh perkembangan hukum yang ada di kufah yang letaknya jauh dari madinah sebagai pusat kegiatan dawah Rasulullah dan tempat tumbuhnya as-Sunnah. Dalam keadaan demikian Abu Hanifah banyak mempergunakan rasio. Sumber hukum Islam yang beliau gunakan adalah al-Quran, asSunnah, ar-Rayu, Qiyas, Istihsan dan syariat Islam sebelum Islam yang masih sejalan dengan al-Quran dan as-Sunnah. Madzhab ini sekarang banyak dianut di Turki, Suria, Afganistan, Turkmenistan dan India, dan yang memakainya secara resmi adalah Suria, Lebanon, dan Mesir. Selanjutnya Imam Maliki yang tinggal di Madinah sebgai pusat dawah Rasulullah dan tempat beredarnya hadits, serta masyarakatnya tidak semaju dibandingkan dengan masyarakat Kufah yang dihadapi Imam Malik, nampaktidak sulit mendapatkan hadits guna memecahkan berbagai masalah. Untuk ini beliau menggunakan sumber hukum berupa alQuran, as-Sunnah, Qiyas, al-Masalih al-Mursalah, yaitu maslahat umum. Madzhab ini banyak dianut di Hejaz, maroko, Tunis, tripoli, Mesir selatan, Sudan, Bahrain dan Kuwait. Sementara itu Imam Syafii yang pernah berguru pada Abu hanifah dan pada Imam Malik serta pernah tinggal di berbagai kota seperti Kufah, Mesir, Madinah dan Makkah tentu menghadapi permasalahan yang berlainan lagi. Dalam kaitan pemecahan masalah yang dihadapi, Imam Syafii berpegang pada lima sumber hukum Islam yaitu al-Quran, as-Sunnah, ijma (konsensus), pendapat sebagian sahabat yang tidak diketahui adanya perselisihan serta Qiyas. Madzhab ini banyak dianut di daerah pedesaan Masir, Palestina, Suria, Libanon, Irak, Hejaz, India, Indonesia dan juga di Persia dan Yaman. Ahmad Ibn Hambal yang lahir di baghdad pada tahun 780 M dan berasal dari keturunan Arab, selain dikenal sebgai ahli-Hadits juga sebagai ahli Fiqih. Diantara gurunya adalah Abu Yusuf dan imam Syafii. Dalam pemikiran hukumnya Ahmad bin Hanbal memakai lima sumber yaitu: al-Quran, as-Sunnah, pendapat sahabat yang diketahui yang tidak mendapat tantangan dari Sahabat yang lain, pendapat seorang atau beberapa Sahabat dengan syarat sesuai dengan al-Quran sertaas-Sunnah, hadits mursal, dan Qiyas dalam keadaan terpaksa ( Harun Nasution dalam bukunya Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya jilid II ). Apabila berbagai sumber hukum islam dari kelima Madzhab tersebut disatukan antara satu dan lainnya, maka sumber hukum Islam itu meliputi al-Quran, al-Hadits, pendapat para Sahabat, Qiyas, Istihsan, Mashlahat Mursalah atau Maslahat al-Ummah dan syariat sebelum Islam. Dalam sejrah sebenarnya mengenal lebih dari empat madzhab hukum tersebut, seperti madzhab Sufyan as-Sauri, madzhab Syuraih an-Nakhai, madzhab Abi Saur, madzhab alAuzai, madzhab at-Tabari dan madzhab al-Zahiri.

Madzhab al-Zahiri didirikan oleh daud Ibn ali Al-Ashfahami (202-270 H.). Sebagaimana diketahui Daud adalah salah seorang dari murid as-Syafii, tetapi kemudian membentuk madzhab sediri yang dikenal dengan nama al-Zahiri karena Beliau berpegang pada arti zahir atau tersurat dari teks al-Quran dan as-Sunnah. Juga beliau menolak pemakai Qiyas untuk sumber hukum dan demikian pula Ijma. Pengikutnya yang termasyhur adalah Ali Ibn Hazm di andalusia, dan di sanalah madzhab ini pernah berkembang. Madzhab al-Awza yang dibentuk oleh Abd al-Rahman Ibn Amr al-Awzai (88-157 H.) pernah dianut di Suria dan Andalusia tetapi dengan datangnya madzhab Maliki dan madzhab Syafii madzhab itu lenyap di abad kedua Hijriah. Disamping empat madzhab Ahl as-Sunnah tersebut, Harun Nsution melaporkan ada lagi madzhab-madzhab dari kalangan Syiah yaitu madzhab Zaidiah, madzhab Syiah dua belas dan madzhab Syiah Ismailiah. Sehabis periode Ijtihad dan perkembangan hukum tersebut di atas, datnglah pintu taklid dan penutupan pinti Ijtihad. Di abad ke empat Hijrah (abad kesebelah masehi) bersamaan dengan mulainya masa kemunduran dalam sejarah kebudayaan Islam, berhentilah perkembangan hukum Islam, berhentilah perkembangan hukum Islam.. Madzhab yang empat di waktu itu sudah memiliki kedudukan stabil dalam masyarakat dan perhatian bukan lagi ditujukan kepadaal-Quran, as-Sunnah dan sumber-sumber hukum lainnya, tetapi kepada buku-buku Siqih, Ijtihad yang dijalankan di periode ini mengmbil bentuk Ijtihad berdasarkan atas ajaranajaran Imam Madzhab yang dianutnya. Oleh karena itu pendapatnya tidak keluar dari garisgaris besar yang ditentukan oleh Imam yang bersangkutan. Ijtihad juga dijalankan dalam menyelesaikan masalah-masalah tertentu. Ijtihad semacam ini mengmbil bentuk fatwa. Pendapat yang mengatakan bahwa pintu ijtihad tertutup, mulai mendapat tantangan dari pemuka-pemuka pembaharuan dalam islam di akhir abad kesembilan belas yang lalu, seperti al-Tahtawi, Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad abduh. Mereka mengnjurkan agar ummat Islamkembali kepada al-Quran dan As-Sunnah. Dari uraian tersebut terlihat bahwa model penelitian hukum Islam yang digunakan Harun Nasution terlihat adalah penelitian eksploratif, deskriptif, dengan mneggunakan pendekatan kesejarahan. Interpletasi yang dilakukan atas data-data historis tersebut selalu dikaitkan dengan konteks sejarahnya. Related post/Posting yang mungkin Berhubungan: 1. Hukum Islam & karakteristiknya Pengertian Hukum Islam hingga saat ini masih rancu dengan
pengerian...

2. Menuju Metode Penemuan Hukum Islam Kontekstual Pendekatan metodologis yang


digagas Louay Safi, sesungguhnya hanya menyajikan suatu...

3. Prosedur Inferensi Historis Menganalisis aksi individu yang termasuk ke dalam fenomena sosial
yang...

Be Best Together!

Anda mungkin juga menyukai