Anda di halaman 1dari 15

PENGERTIAN ORIENTALISME, SEJARAH DAN FAKTOR-FAKTOR

KEMUNCULANNYA

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Orientalis dan Studi Hadis
Dosen Pengampu: Dr. H. Umma Farida, Lc, MA.

Disusun Oleh :

M. Agustian Andi Nugroho (1730410017)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS USHULUDDIN
PROGAM STUDI ILMU HADIS
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang muncul di tanah jazirah Arabiah dibagian Timur Asia
melalui Rasul terakhir yang bernama Muhammad bin Abdullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dengan al-Qur’an sebagai kitab-nya. Agama Islam ini merupakan agama yang telah
disempurnakn oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
Masa kejayaan peradaban kaum muslimin tidaklah mudah untuk diraih, peradaban Islam
yang megah tersebut lahir dari jerih payah para ualam Islam yang dengan kekuatan dan
kemampuan yang telah Allah karuniakan kepada mereka, mereka mentransfer seluruh ilmu
pengetahuan dari berbagai peradaban yang pernah jaya, lalu menyemaikannya ke dalam
Islam dengan bermuara pada dua sumber utama yang pada akhirnya melahirkan peradaban
manusia yang sangat maju dan terkenal diseluruh penjuru dunia. Masa tersebut dikenal
sebagai masa keemasan Islam (al-‘Asr al-Zahab), masa terwujudnya berbagai disiplin ilmu
pengetahuan mulai dari ilmu-ilmu Islam (Tafsir, Hadis, Fiqh), hingga sains seperti
kedokteran, matematika, astronomi, fisika dan selainnya. Selain itu, masa tersebut telah
melahirkan banyak tokoh intelektual dan cendekiawan Muslim yang berdedikasi dengan
karya yang masih terus bertahan hingga generasi sekarang.
Masa keemasan Islam berjalan beriringan dengan masa kegelapan di dunia Barat-Eropa
yang tidak mengenal ilmu pengetahuan dan tenggelam dalam keyakinan yang bernuansa
irrasional. Lalu, pada Abad ke-13 M mulai menyadari bahwa mereka sedang berada dalam
keterpurukan dan ketertinggalan. Kesadaran mereka tersebut menjadi salah satu faktor yang
membuat mereka melirik dunia Timur-Islam untuk mereka jadikan sebagai tujuan dalam
mempelajari berbagai cabang ilmu pegetahuan untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat Eropa. Tidak hanya samapai disitu, pada Abad ke-19 ketika kekuatan
dan kekuasan kaum muslimin telah mengalami kemunduran dan kemerosotan, kemudian,
para Intelektual Barat-Eropa yang telah menerima dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
mereka datang lagi ke tanah kaum muslimin untuk membawa kembali seluruh ilmu
pengetahuan yang telah mereka terima dan kembangkan selama enam abad lamanya.1

1
Harun Nasution, Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran (Cet. II; Bandung: Mizan, 1995), hal. 39-40
Kemunduran peradaban Islam tidak serta-merta memudarkan dan menghilangkan
ketertarikan Barat dalam mengkaji dan menelitinya, bahkan mereka terus mengembangkan
diri dalam berbagai cabang keilmuan Islam disebabkan oleh khazanah peradaban Islam yang
masih eksis. Hal ini menyebabkan lahirnya kaum cendikiawan Barat yang ahli dalam bidang
ketimuran khususnya bidang keislaman yang dikenal sebagai orientalis . Kelahiran kaum ini
memiliki motif dan tendensi tertentu, baik politik, ekonomi, sosial, dan agama yang dalam
perkembangan selanjutnya melahirkan berbgai karya dalam bidang arkeologi, sejarah,
bahasa, agama, kesusteraan, etologi, kemasyarakatan, adat-istiadat, politik, ekonomi,
lingkungan dan lainnya. Menurut Syuhudi Ismail bahwa pada kenyataannya para orientalis
senantiasa menyajikan karya tulis yang didasarkan pada tujuan tertentu yang secara garis
besar dapat dibagi ke dalam tiga tujuan yaitu: 1) untuk kepentingan penjajahan; 2) untuk
kepentingan agama mereka; dan 3) untuk kepenringan ilmu pengetahuan.2
Merupakan suatu kenyataan bahwa karya-karya orientalis dalam berbagai disiplin ilmu
baik agama maupun lainnya memberikan efek terhadap perkembangan pemikiran kaum
muslimin dewasa ini. Hal itu lebih disebabkan karena kaum muslimin beranggapan bahwa
karya-karya mereka bersifat ilmiah, rasional, berpikir maju, berprikemanusiaan, sehingga
memberikan kesan lebih unggul dari dunia Timur (termasuk Islam) yang disebut oleh mereka
sebagai dunia dengan ciri statis, irrasional, dan terbelakang. Pada bagian lain, tidak jarang
para orientalis selalu menjadi sorotan bagi sebagian muslim khususnya dikalangan ulama
atas segala bentuk pemikiran dan kesimpulan mereka terhadap peradaban Timur khususnya
Islam. Soratan terhadap mereka sudah mulai muncul sejak para cendikiawan Barat
melahirkan istilah orientalis pada akhir abad ke-18 M yang menunjuk kepada kaum
cendikiawan Barat yang mendedikasikan dirinya dalam meniliti berbagai peradaban dunia
Timur (termasuk Islam).3 Untuk itu, maka tulisan ini disusun bertujuan untuk menulusuri
sejarah dan perkembangan orientalis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Orientalisme?
2. Bagaiaman Sejarah dan Faktor-Faktor Kemunculannya?

2
Syuhudi Ismail, Pengantar Ketua Tim Penerjemah dalam Qasim Assamurai, Bukti-bukti Kebohongan Orientalis
(Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hal. 7.
3
Muhammad Zulkarnain Mubhar, Sejarah Perkembangan Orientalis, MIMBAR 02, no. 04 (2017), hal 126,
www.academia.edu > SEJARAH PERKEMBANGAN ORIENTALIS.
C. Manfaat Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian atau definisi orientalisme.
2. Untuk mengetahui sejarah dan faktor-faktor kemunculan orientalisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Orientalisme
Orientalisme adalah istilah yang berasal dari kata orient yang secara harfiyah
berarti Timur dan secara geografis berarti dunia belahan Timur, dan secara etnologis
berarti bangsa-bangsa yang berada di belahan Timur. Secara linguistik kata
“orientalisme” dan “orientalis” berasal dari kata orient (Inggris) yang dalam bahasa
Indonesia disebut dengan kata orien yang berarti bumi bagian timur. Sedangkan kata
orientalis berarti ahli bahasa, kesusastraan, dan kebudayaan Timur. Adapun kata oriental
adalah sebuah kata sifat yang berarti segala hal yang bersifat timur, pengertian ini
mengandung cakupan yang sangat luas.
Istilah orientalis menunjuk kepada orang yang berarti ilmuan Barat yang
mendalami berbagai problematika ketimaran yang mencakup bahasa, kesustraan,
peradaban dan agama-agama yang ada dibelahan timur dunia. Adapula yang memahami
bahwa orientalis adalah kaum intelektual Barat yang melakukan penkajian dan penelitian
terhadap peradaban Arab dan kaum muslimin. Sedang dalam konteks akademik
bermakna pengkajian dan enelitian orang Barat terhadap seluruh dimensi kehidupan
belahan Timur dunia yang mencakup agama, ekonomi, politik dan sosial. Adapula yang
mendefinisikan orientalis yang mencakup seluruh komunitas yang concern dalam
mempelajari dan meneliti segala hal yang bersifat ketimuran. Mereka melakukan
pengkajian dan penelitian terhadap berbagai jenis cabang keilmuan, seni, kesusastraan,
agama-agama, sejarah dunia timur, serta segala bentuk peradaban Timur seperti India,
Persia, Cina, Jepang, dunia Arab dan bangsa-bangsa lain yang hidup di dunia Timur.
Dengan demikian, maka Definisi orientalis dapat dibagi ke dalam dua bagian
pertama, kaum intelektual Barat yang mengarahkan concern kajian dan penelitiannya
terhadap dunia Islam dan seluruh wilayah geografis yang mendapat pengaruh darinya.
kedua, kaum intelektual Barat yang mengarahkan concern kajian dan penelitiannya
terhadap dunia Timur dengan melihat wilayah geografis.4

4
Muhammad Zulkarnain Mubhar, Sejarah Perkembangan Orientalis, MIMBAR 02, no. 04 (2017), hal 127-128
www.academia.edu > SEJARAH PERKEMBANGAN ORIENTALIS.
Sedangkan menurut Edward W. Said, istilah “orientalisme” adalah sebagai suatu
gaya berpikir yang berdasar pada pembedaan ontologis dan epistemologis yang
diciptakan antara “Timur” dan “Barat”. Mereka itu adalah para penyair, novelis, filosof,
politikus, ekonom, dan para administrator Negara. Mereka menerima pembedaan yang
mendasar anatara “Timur” dan “Barat” sebagai titik tolak dan tolok ukur dalam
menyusun berbagai teori, epic, novel, deskripsi social, dan berbagai pertimbangan politik
dalam meniliti dunia Timur yang mencakup: rakyatnya, adat-istiadat mereka, pikiran
mereka, nasib yang ditetapkan bagi mereka dan berbagai masalah lainnya. Pernyataan
Said ini menunjukkan bahwa istilah “Timur” dan “Barat” dan perbedaan antara keduanya
merupakan istilah yang dibuat oleh para pemikir Eropa untuk membedakan anatara antara
Eropa dan Islam.5
B. Sejarah dan Faktor-faktor Kemunculan Orientalisme
1. Sejarah munculnya Orientalisme
Tidak dijumpai adanya kesepakatan antar para pengkaji dan penulis tentang awal
kemunculan orientalis. Meski demikian, mayoritas mereka mengemukakan bahwa
orientalis mulai muncul sejak terjadinya persinggungan politik dan agama antara Islam
dan Kristen diwilayah Palestina yang memicu meletusnya perang salib pada masa
kekuasaan Nur al-Din Zanky dan Salah al-Din al-Ayyubiy. Sebagian lainnya
mengemukakan bahwa tidak dapat dipastikan tentang siapa orang Barat pertama yang
melakukan kegiatan penelitian terhadap dunia Timur dan kapan itu terjadi. Namun yang
pasti bahwa terdapat beberapa Pendeta yang berkunjung ke Andalusia untuk belajar
kepada para ulama Islam dalam berbagai cabang keilmuan khususnya ilmu tentang
Filsafat, kedokteran, matematika dan lainnya. Bahkan di antara para pendeta tersebut
telah menjadi seorang penerjemah handal yang berusaha menterjemahkan al-Qur’an dan
kitabkitab ke dalam bahasa mereka.6
Menurut sebagian peneliti lainnya menyebutkan bahwa awal munculnya orientalis
pertma kali pada abad ke-10 hingga abad ke-18 M dimana para pendeta asal Prancis
melakukan perjelanan menuju Spanyol yang merupakan pusat ilmu pengetahuan dan

5
Edward W. Said, Orientalism (London: Rautledge, 1978), hal. 5.
6
Edward W. Said, Orientalism (London: Rautledge, 1978), hal. 10.
peradaban Islam pada masa itu, untuk belajar dari ulama Islam, di antara mereka yang
terkenal adalah pendeta Jerbert (938 – 1003 M) yang mempelajari Baha Arab dan
mendalami berbagai ilmu pengetahuan khususnya matematika, kedokteran, kimia, dan
filsafat, disamping itu memperdalam ilmu agama, bahkan dikatakan bahwa dia termasuk
cendikiawan yang memiliki keluasan pengetahuan tentang ilmu bangsa Arab khususnya
dalam bidang matematika dan astrologi. Sekembalinya dari Andalusia menimba ilmu
kemudian mengikuti suksesi paus dan terpilih sebagai paus pada tahun 999 M dengan
gelar kepausan Sylvester II (999-1003 M) dia merupakan paus pertama dari Negeri
Prancis, dengan kekuasaannya sebagai Paus dia mulai membentuk dua lembaga
pendidikan yang mengajarkan Bahas Arab dan ilmunya, pertama, lembaga yang dibentuk
dalam wilayah kepausan di Roma. kedua dia mendirikan sekolah yang sama di tanah
kelahirannya Demes. Selanjutnya, melalui dirinya berdiri lembaga pendidikan ketiga
dengan nama sekolah Schartar . Usaha lain yang dilakukan oleh Sylvester II adalah
dengan menterjemahkan seluruh kitab-kitab rujukan dalam bidang matematika dan
astrologi, dari usahanya tersebut bangsa Eropa khususnya bangsa Prancis dapat mengenal
angka Nol.
Ada pula yang berpendapat bahwa selain Sylvester II pendeta lain yang juga
mengenyam ilmu pengetahuan dari ulama Arab di Spanyol adalah Pierrelle Aénéré
(1092-1156 M), dan Gérard de Grémone (1114 – 1187 M). setelah mereka menimba
berbagai ilmu pengetahuan di Andalusia mereka kembali ke Negara mereka untuk
menyebarkan ilmu pengetahuan bangsa Arab serta karya-karya para ulama dengan
mendirikan berbagai lembaga pendidikan untuk mengajarkan ilmu pengetahuan bangsa
Arab yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin yang merupakan bahasa resmi
pengajaran ilmu di Eropa. Pendidikan terhadap bangsa Eropa akan ilmu-ilmu bangsa
Arab terus berlanjut hingga didirikannya berbagai perguruan tinggi yang mendasarkan
pengkajiannya pada kitab-kitab karya ulama Arab. Bahkan, dijadikan sebagai rujukan
utama dalam setiap penelitian.
Ahmad Samailovic dalam Falsafal al–Istisyraq mengutip pendapat Yoseph Jera
bahwa orientalis Prancis pertama adalah Gelium Bustell (1505-1581 M) yang
memberikan andil dalam penelitian dan pengkajian terhadap ilmu pengetahuan dan
peradaban Timur yang tidak ditemukan bandingannya pada orang sebelumnya dan orang
setelahnya, Bustell adalah seorang yang sangat mencintai ilmu dan senang dengan
diskusi-diskusi Ilmiah…dia termasuk salah seorang ilmuan yang dikenal paling
menguasai ilmu Bahasa khususnya Bahasa Bangsa Timur, dengan kahliannya tersebut dia
menjadi terkenal dikalangan orang-orang Eropa, sehingga eropa tercerahkan dan menjadi
jembatan terbentuknya renaissance yang mulai di Prancis melalui para orientalis yang
terididik.
Sikap obyektif orientalis dalam mengkaji dan meneliti Timur khususnya Islam terus
berlanjut. Pada abad ke-18 banyak penulis Barat yang berusaha membela Islam dan
melawan berbagai pandangan skeptik orientalis abad pertengahan. Rodinson
membenarkan fakta tersebut, menurutnya bahwa abad ke18 membawa sikap yang lebih
baik terhadap Islam. Para filosof rasionalis menjunjung tinggi sikap kebijaksanaan dan
toleransi terhadap Islam untuk mengarahkan serangan mereka kepada gereja dan
absolutisme secara hebat. Pada abad ini mulailah istilah orientalisme itu dikenal sebagai
sebuah gerakan pemikiran dimana istilah ini pertama kali diperkenalkan di Inggris pada
1779 M, kemudian merebak ke Prancis pada tahun 1799 M. Akhirnya, pada tahun 1838
M istilah orientalisme mulai dicantumkan dalam berbagai kamus akademik di Prancis.
Kemunculan orientalisme sebagai salah satu aliran pemikiran pencerahan pada abad
ke-18, melahirkan lembaga-lembaga orientalis, dan lembaga orientalis pertama adalah
Ecole des Langues Orientales Vivanter yang didirikan di Prancis pada 1795 M. Produk
utama lembaga ini adalah menyusun secara sistematik dalam rangka inventarisasi warisan
sejara, dan ilmu pengetahuan dari negeri-negeri Islam. Produk tersebut diterbitkan
dengan judul Descriptiondel’ Egypte dalam 23 jilid. Selanjutnya, gerakan orientalisme di
Paris mulai membetuk karakteristik ilmiahnya melalui Sylvester de Sacy (1838 M)
dengan menjadikan Paris sebagai pusat pengkajain bahasa dan kebudayaan Arab, dan
menjadi tujuan para siswa dan intelektual Barat dari berbagai penjuru Eropa.7
Pada paruh awal abad ke-19, para orientalis mulai mendirikan berbagai lembaga
kajian ilmiah di beberapa wilayah yang ada di Eropa dan Amerika dengan
mengkhususkan kajiannya pada tentang berbagai aspek ke-Timur-an. Lembaga dengan
jenis tersebut pertama kali didirikan di Paris pada tahun 1822 M. Lembaga serupa juga

7
Achmad Zuhdi, Pandangan Orientalis Barat Tentang Islam (Cet. I; Surabaya: PT. Karya Pembina Swajaya, 2004),
hal. 21-22.
didirikan di Inggris Raya dan Irlandia pada tahun 1823 M. Kemudian, pada tahun 1842 M
di Amerika beridiri lembaga kajian TimurAmerika, dan terakhir pada tahun 1845 M
berdiri kajian Timur di Jerman. Dalam pada itu, selain mendirikan lembaga-lembaga
kajian ke-Timur-an, para orientalis juga mengadakan berbagai pertemuan internasional
yang mempertemukan para orientalis dari seluruh penjuru, pertemuan orientalis
internasional ini pertama kali dilaksanakan pada tahun 1873 M yang bertujuan untuk
melakukan koordinasi pergerakan orientalisme di seluruh wilayah Timur. Setelah
pertemuan tersebutnya, selanjutnya disusul dengan konferensi serupa dan telah terjadi
selama 30 kali sejak terlaksananya pertama kali di Paris.
Pada abad ke-20 orientalisme berada pada puncak kekuasaan dan pengaruhnya di
berbagai wilayah yang ada di wilayah Timur. Hal ini ditandai dengan berdirinya School
Of Oriental and African Studies pada tahun 1917 M di Inggris yang kemudian disusul
pendirian lembaga yang sama di negara-negara lain di Eropa dan Amerika.
Perkembangan kajian orientalis yang pada awalnya berbentuk kajian filologi, bergeser
dan mengambil bentuk kajian sosiologi dan fenomenologi yang mencapai puncaknya
pasca meletusnya perang dunia ke-2. Kajian orientalis pada periode ini mulai memasuki
studi kawasan (area study) khususnya kawasan Timur Tengah, Asia Timur, Asis Selatan,
Asia Tenggara, dan Afrika. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu sosial yang sangat
dinamis mempercepat perubahan kajian para orientalis dan merambah dunia akademis.8
2. Faktor-faktor Pendorong Munculnya Gerakan Orientalisme
Berikut ini faktor-faktor penting pendorong munculnya orientalisme :
a. Agama
Agama atau sentiment agama ini dimulai oleh para rahib gereja kemudian
berlanjut para pendeta kemudian menjadi kelompok besar orientalis dimana
mereka hanya memikirkan bagaimana caranya menyerang Islam, merusak
eksistensi agama Islam dan memutarbalikkan fakta kebenaran ajaran Islam.
Dengan cara demikian, mereka menyampaikan kepada public bahwa Islam
hanyalah agama kebudayaan arab yang tidak layak untuk dianut dan diikuti.

8
Muhammad Zulkarnain Mubhar, Sejarah Perkembangan Orientalis, MIMBAR 02, no. 04 (2017), hal 141-142
www.academia.edu > SEJARAH PERKEMBANGAN ORIENTALIS.
Semenjak menyaksikan dan merasakan hasil dari peristiwa Futuhat
Islamiyyah, Perang Salib, dan penaklukan-penaklukan pada masa
Ustmaniah di Eropa, disinyalir sangat mempengaruhi kondisi jiwa
Bangsa Barat, berupa rasa takut (syndrome) terhadap kekuatan Islam
sampai mereka membenci penganutnya. Sehingga dari kondisi
psikologis seperti ini timbul keinginan dan usaha dalam diri mereka
untuk melakukan studi tentang Islam.
Ketika berdiri lembaga-lembaga misionaris dengan tujuan untuk
memurtadkan kaum Muslim dari agamanya kepada agama Kristen atau
atheis, cara yang paling utama digunakan mereka adalah dengan
orientalisme, yakni melalui dua tahap :
1. Menjauhkan orang-orang Islam dari agamanya sendiri.
2. Berusaha mengajak masuk ke agama Kristen.
Doktrin-doktrin yang mereka lakukan, diantaranya :
1) Memalingkan orang-orang Islam dari agamanya dan mengiring mereka untuk
benci kepada keyakinannya. Selain itu, memutarbalikkan kebenaran dan
mengesankan adanya keraguan dalam pokok-pokok ajaran Islam dengan
memberikan cela terhadap ajaran-ajaran Islam.
2) Menghiasi ajaran dan hukum-hukum agama Kristen, sehingga terkesan
menarik dan indah.
3) Mengundang orang-orang Islam untuk melihat peradaban modern yang
materialistik dengan segala sesuatunya yang menggiurkan hawa nafsu manusia.9
b. Kolonialisme
Setelah banyak mengalami kekalahan dalam peperangan Salib, bangsa Eropa
tidak berputus asa untuk kembali berusaha menjajah negara-negara Arab dan seluruh
negara Islam dengan berbagai cara, salah satunya, mereka mempelajari negara-negara
Islam baik dari segi ideology, adat-istiadat, perilaku, kekayaan alam, bahasa dan lain-lain.
Orientalisme dan kolonialisme mempunyai hubungan yang erat guna
mewujudkan cita-cita bangsa Eropa. Terlebih setelah kekalahan kaum

9
Wahyu Utami, “Sejarah Perkembangan Pemikiran Orientalisme Edward W. Said” (Universitas Islam Negeri Sunan
Amo, 2019), 22–24, https://doi.org/.1037//0033-2909.I26.1.78.
salibis, tujuan gerakan orientalisme, melebur dengan tujuan perang
salib, seolah-olah gerakan orientalisme sebagai pengganti strategi kaum salibis, dari
perang fisik berganti menjadi perang pemikiran. Ini termaktub dalam wasiat Louis. Raja
Perancis yang juga merupakan pemimpin pasukan salib ke 8, yang mengalami kegagalan
dan kekalahan sehingga menjadi tawanan di sebuah keluarga Mesir tepatnya di kota
Mansurah sampai akhirnya ditebus dengan jumlah yang besar.
Setelah Louis kembali ke Perancis, ia berpikir dan yakin bahwa peperangan
bukanlah strategi yang tepat untuk bisa meraih kemenangan dan mengalahkan umat
Islam, karena umat Islam amat memegang teguh agamanya dan rela berjihad,
mengorbankan jiwa dan raganya demi membela agama Islam. Harus dengan strategi lain
Yaitu mengalihkan pemikiran dan perhatian umat Islam terhadap agamanya melalui jalan
perang pemikiran. Oleh karena itu, cendekiawan-cendekiawan Eropa berbondong-
bondong mempelajari Islam untuk dijadikan senjata dalam memerangi Islam.
Perubahan strategi dari perang fisik kepada perang pemikiran, menurut mereka
ini meruapakan senjata yang ampuh, efektif dan efisien sebagai kekuatan baru dalam
upaya melemahkan umat Islam dari aspek rohani dan jasmani dalam diri kaum muslim.
c. Ekonomi
Di antara motif-motif yang mendorong kuat orang-orang Barat melakukan
gerakan orientalisme adalah keinginannya menguasai pasar-pasar perdagangan, lembaga-
lembaga keuangan, kekayaan alam dan mengeskpor sumber-sumber alam migas maupun
non migas dengan harga semurah mungkin.
d. Politik
Setelah negara-negara Islam terlepas dari penjajahan yang zalim, kekuatan dan taktik
kolonialisme terus berjalan, antara lain dengan menempatkan orang-orang pilihan yang
berpengalaman dan luas pengetahuannya mengenai dunia Islam di kedutaan-kedutaan
dan konsulat-konsulat mereka untuk memenuhi kepentingan politik kolonialismenya di
negara-negara Islam.
e. Keilmuan
Sejarah telah mencatat keberhasilan umat Islam dalam pengembangan Sains dan
teknologi, ketika orang-orang Barat belum mempunyai apa-apa. Mereka menganggap
bahwa agama Islam adalah sebagai suatu kenyataan yang tidak bisa dilupakan begitu
saja, karena itu mereka melakukan penyelidikan dari segala aspeknya, kemudian menulis
dan menerbitkan buku-buku.10

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Setelah melalui kajian melalui berbagai sumber yang berhasil dikumpulkan dan ditelaah tentang
pngertian,sejarah dan factor-faktor munculnya orientalisme, selanjutnya akan disebutkan
beberapa kesimpulan berdasarkan dua rumusan masalah, yaitu:
1. Kata “orientalis” secara istilah dapat didefinisikan dengan dua bentuk definisi yaitu umum dan
khusus;

a. Definisi umum : kata “orientalis” berarti kajian tentang peradaban dunia Timur yang
meliputi seluruh perabadan baik bahasa, sejarah, kesusteraan, dan adat-Istiadat serta
agama seluruh bangsa yang ada di wilayah Asia dan Afrika.

b. Definisi khusus, yang dimaksud adalah kajian dan penelitian Barat terhadap segala hal
yang berhubungan erat dengan bangsa-bangsa Arab serta peradaban Islam yang
mengitarinya.

Berdasarkan Definisi di atas, maka yang dimaksud dengan “orientalis” adalah:

a. Kaum intelektual Barat yang mengarahkan concern kajian dan penelitiannya terhadap
dunia Islam dan seluruh wilayah geografis yang mendapat pengaruh darinya.

10
Dr. Hasan Abdul Rauf M. el Badawy dan Dr. Abdurrahman Ghirah, Orientalisme dan Misionarisme (Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya, 2008), hal 13-15.
b. Kaum intelektual Barat yang mengarahkan concern kajian dan penelitiannya terhadap
dunia Timur dengan melihat wilayah geografis.

Sedangkan yang dimaksud dengan “orientalisme” merujuk kepada sebuah gerakan pemikiran
dan pemahaman serta cara pandangan Eropa terhadap dunia Timur (Asia-Afrika), baik dari sisi
geografis maupun peradaban khususnya terhadap Islam dan masyarakat serta peradabannya.
Selain itu, juga sebagai suatu disiplin ilmu yang kini berkembang di Barat dan memberikan
pengaruh terhadap pemikiran Timur.

2. Peletak dasar kajian orientalis, tidak dapat sepenuhnya disandarkan pada peristiwa dialogis
yang terjadi antara sahabat Nabi Saw. dengan Hiraklius Penguasa Romawi, atau kepada Gerbert
seorang pastur yang masuk ke Andalusia pada saat Islam berjaya di sana dengan ilmu
pengetahuan, lalu mempelajari ilmu di sekolah Islam khususnya ilmu Filsafat, ilmu pasti dan
ilmu falak, lalu menyebarkan pengetahuan tersebut di tengah-tengah kaun Kristen dibawah
kekuasaan kepausan yang dimilikinya. Juga tidak dapat disandarkan kepada Gellium Buster, juga
tidak kepada peristiwa konferensi Gereja di Wina pada tahu 1312. Tetapi, justeru lebih tepat jika
peletak dasar kajian orientalis disandarkan kepada Yohanna al-Dimasyqiy (676-749 M) yang
merupakan salah seorang pegawai istana dinasty Umawiyah. Kajian orientalis mengelami
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dari kajian individu untuk kepentingan
pengetahuan, kemudian beralih menjadi kajian yang bersifat keagamaan dan kebudayaan untuk
kepentingan kristenisasi serta membantu kolonilisme. Perkembangan berikutnya, dari kajian
keagamaan dan kebudayaan bergeser menjadi gerakan pemikiran yang kemudian pada abad ke-
18 mengambil bentuk sebagai gerakan pemikiran untuk pencerahan yang selanjutnya dikenal
dengan istilah orientalism dengan motif yang relatif tidak berbeda dari sebelumnya. Pada awal
perkembangannya, orientalisme bersifat sangat filologis, kemudian pada abad ke-20 bergeser
kepada kajian sosiologis-fenomenologis terhadap dunia Timur dan Afrika. Kajian dalam bentuk
terus barjalan hingga hari ini. Bahkan, mengalami perkembangan yang sangat signifikan dalam
kajiannya sebab telah memasuki wilayah kajian kawasan ( area studies ) yang kemudian oleh
Amerika membagi kawasan dunia menjadi tiga yaitu kawasan Amerika, kawasan Eropa, dan
kawasan Timur-Afrika. Ketiga kawasan ini dalam istilah Amerika disebut dengan dunia pertama,
kedua dan ketiga. Meski demikian fokus kajian orientalisme lebih kepada berbagai permasalahan
yang muncul di dunia ke-3, baik permasalahan tersebut berhubungan dengan bahasa, politik
maupun sosial-budaya dan kesenian. Dengan demikian, kajian orientalis tidak lagi hanya
terfokus pada peradaban Islam. Tetapi, juga mengkaji budaya-budaya Timur dan Afrika secara
menyeluruh serta berbagai fenomena dan problematika sosial yang terjadi di dunia Timur dan
Afrika.

Sedangkan faktor-faktor pendorong munculnya orientalisme ada 5 yaitu :

a. Agama

b. Kolonialisme

c. Ekonomi

d. Politik

e. Keilmuan

DAFTAR PUSTAKA

Dr. El badawy, Hasan Abdul Rauf M, Dr. Ghirah, Abdurrahman. Orientalisme dan Misionarisme.
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya 2008.

Ismail, Syuhudi. Pengantar Ketua Tim Penerjemah dalam Qasim Assamurai, Bukti-bukti Kebohongan
Orientalis. Cet. I. Jakarta: Gema Insani Press. 1996.

Mubhar, Muhammad Zulkarnain. “Sejarah Perkembangan Orientalis.” MIMBAR 02, no. 04


(2017): 124–146. www.academia.edu > SEJARAH PERKEMBANGAN ORIENTALIS.

Nasution, Harun. Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran, Cet. II. Bandung: Mizan. 1995.

Said, Edward W. Orientalism. London: Rautledge. 1978.

Utami, Wahyu. “Sejarah Perkembangan Pemikiran Orientalisme Edward W. Said.” Universitas


Islam Negeri Sunan Amo, 2019. https://doi.org/.1037//0033-2909.I26.1.78.

Zuhdi, Achmad. Pandangan Orientalis Barat Tentang Islam. Cet. I. Surabaya: PT. Karya Pembina
Swajaya. 2004.

Anda mungkin juga menyukai