Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di wilayah yang mayoritas penduduknya islam, studi islam belum banyak
dilakukan. Meskipun demikian upaya untuk mengembangkan studi slam diberbagai
wilayah tetap diusahakan oleh para sarjana muslim dan para sarjana yang
berkecimpung dalam kajian kajian keislaman. Di kalangan para ahli masih terdapat
perdebatan disekitar permasalahan apakah studi islam ( agama) dapat dimasukkan
ke dalam bidang ilmu penegtahuan, mengingat sifat dan karakteristik Antara ilmu
pengetahuan dan agama berbeda. Ketika islam dilihat dari sudut normatif islam
merupakan agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan yang berkaitan dengan
urusan akidah dan muamalah Sedangkan Kedilihat dari sudut historis atau
sebagaimana yang tampak dalam masyarakat. Islam tampil sebagai sebuah disiplin
ilmu ( Sayyed Hussen Nasr 1996)
Salah satu cara untuk mengamati perilaku Islam di dunia adalah dengan
bercermin pada Islam di Indonesia. Dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di
dunia, Islam di Indonesia telah memperlihatkan suatu ciri khas tertentu, yang
mungkin berbeda dari tempat asal Islam itu sendiri, Mekkah. Sebagai agama
rahmatan lil alamin, Islam telah membuktikan kebenarannya. Kebenaran Islam telah
terbukti di berbagai belahan dunia. Setidaknya itulah hasil perjuangan Rasulullah
SAW yang menyebarkan Islam mati-matian sampai-sampai harus menghadapi
berbagai cobaan yang datang silih berganti. Ketika beliau masih hidup, setidaknya,
beliau telah melihat orang secara berbondong-bondong masuk Islam pada masa
Fathu Mekah. Jauh setelah itu, Islam kini berada di setiap jengkal negeri di seluruh
dunia.
Di Indonesia Islam merupakan agama resmi dan menjadi mayoritas. Oleh
karena itu, umat Islam perlu bangga akan tingginya umat Islam di indonesia.
Mengapa Islam di Indonesia dapat menjadi besar dan terhormat? Itu tidak terlepas
dari usaha para pendahulu kita yang dengan tekun dan gigih menyebarkan dan
mempertahankan Islam di Indonesia
Studi kawasan Islam ialah kajian yang menjelaskan tentang situasi yang terjadi
di berbagai area mengenai kawasan Islam di dunia dan ruang lingkup yang ada
didalamnya, mulai dari pertumbuhan, perkembangan serta ciri-ciri karakteristik
sosial budaya yang ada di dalamnya. Dan dalam makalah ini akan diuraikan tentang
studi kawasan Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah arti dan asal usul studi kawasan islam?
2. Bagaimana orientalisme melihat islam kritis?
3. Bagaimanakah oksidentalisme menjawab islam sejati?
4. Apakah dunia islam sebagai obyek studi Antara timur dan barat?
5. Bagaimanakan Problem dan Prospek Pendekatan Study Kawasan?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Untuk mengetahui arti dan asal usul studi kawasan islam.
2. Untuk megetahui bagaimana orientalisme melihat islam kritis
3. Untuk mengetahui bagaimana oksidentalismee menjawab islam sejati
4. Untuk mengetahui dunia islam sebagai obyek studi antara timur dan barat
5. Untuk mengetahui Problem dan Prospek Pendekatan Study Kawasan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Arti dan Asal Usul Studi Kawasan Islam


1. Pengertian Studi Kawasan Islam
Studi Islam secara etimologi merupakan dari bahasa Arab Dirasah
Islamiyah. Dalam kajian Islam di Barat, studi Islam disebut Islamic Studies, yang
secara harfiah adalah kajian yang berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan
keislaman. Secara terminologis, studi Islam adalah kajian secara sistematis dan
terpadu untuk mengetahui, menggunakan, dan menganalisis secara mendalam
hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam, pokok-pokok ajaran Islam, sejarah
Islam ataupun realitas pelaksanaannya dalam kehidupan. ( Harun Nasution,
1989:33)
Studies adalah bentuk jamak dari studi, menunjukkan bahwa kajian yang
dilakukan terhadap sebuah wilayah tidak hanya terbatas pada satu bidang kajian,
tetapi terdiri atas berbagai bidang. Secara terminologis studi wilayah adalah
pengkajian yang digunakan untuk menjelaskan hasil penelitian tentang suatu
masalah  menurut wilayah masalah tersebut terjadi.
Studi kawasan Islam adalah kajian yang tampaknya dapat menjelaskan
situasi saat ini karena fokus materi kajiannya tentang berbagai area mengenai
kawasan dunia Islam dan lingkup pranata yang ada di dalamnya. Mulai dari
pertumbuhan, perkembangan, serta ciri-ciri karakteristik sosial budaya  yang ada
di  dalamnya, termasuk juga faktor-faktor pendukung bagi munculnya berbagai
ciri dan karakter serta pertumbuhan kebudayaan pada setiap kawasan Islam.
Dengan demikian, secara formal, objek studinya harus meliputi aspek geografis,
demografis, historis, bahasa, serta berbagai perkembangan sosial budaya, yang
merupakan ciri-ciri umum dari keseluruhan perkembangan pada setiap kawasan
budaya. ( Asyyumardi Azra 1999:2)
Studi wilayah (area studies) terdiri atas dua kata, yaitu area dan studi. Area
mengandung arti "region of the earth's surfaces", artinya daerah permukaan
bumi. Area juga bermakna luas- daerah kawasan setempat, dan bidang. Sementara
studi mengandung pengertian "devotion of time and thought to getting
knowledge", artinya pemanfaatan waktu dan pemikiran untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan. Studi juga mengandung pengertian "something that attracts
investigation, yaitu sesuatu yang perlu untuk dikaji
2. Asal Usul Studi Kawasan Islam
Persoalan hubungan antar batas-batas wilayah sebuah negara sebenarnya
sudah menjadi perhatian para ahli kenegaraan sejak zaman Yunani sekitar tahun
450-an SM. Ptolemy, Thucydidas, Hecataeus, dan Herodotus merupakan
sejarawan Yunani yang cukup intens dengan kajian-kajian wilayah yang
dikenalnya, baik melalui cerita orang maupun dari hasil pengamatan terhadap
wilayah-wilayah yang ia kunjungi. Selain sejarawan, mereka juga pengelana.
Seribu tiga ratus (1.300) tahun kemudian, Kaum Muslimin memiliki
kemampuan yang luar biasa dalam mengembangkan studi kawasan ini dengan
berbagai corak ragam yang lebih dinamis lagi. Karya-karya mereka telah
melampaui sejarawan Yunani, di mana pembahasannya bukan lagi berbicara
tentang realitas sejarah, tetapi lebih maju lagi, yaitu cara-cara menanganinya.
Munculnya berbagai karya sejarah dengan tema-tema kajian wilayah dimulai dari
awal penciptaan sampai mulai dihuni umat manusia, merupakan kajian-kajian
yang sangat populer dan hampir dapat ditemukan dalam karya-karya sejarah
klasik Islam. Sekalipun kajian geografi sebagai disiplin ilmu agak berbeda dengan
sejarah, di kalangan sejarawan muslim hal ini tidak bisa dipisahkan begitu saja,
karena objek pembahasan antara keduanya saling melengkapi karena kajian
sejarah sangat membutuhkan kajian tentang ruang dan waktu sebagai aktivitas
pelakunya. Oleh karena itu, karya-karya tentang geografi dan sejarah telah
menjadi bagian penting dan tidak terpisahkan dari perkembangan historiografi
Islam secara umum.
Sebenarnya banyak sekali studi yang telah dilakukan oleh para sarjna
muslim klasik dan pertengahan dalam melihat berbagai kawasan dan kantong-
kantong kaum muslim di berbagai wilayahnya. Perhatian mereka terhadap
potensi-potensi wilayah, baik desa, kota maupun berbagai kegiatan
kependudukannya jelas membuktikan bahwa studi kawasan Islam sepanjang
sejarahnya selalu menarik perhatian. Sejarah wilayah seperti Halb, Mesir, dan
sebagainya yang menjadi objek studi, telah ditulis Bughyat Ath-Thalib fi Tarikh Al-
Halab.
Karya Al-Baladzuri, Futuh al-Buldan wa Ahkamuha merupakan kajian
sejarah yang sangat mementingkan tinjauan wilayah. Karya monumental ini
merekam seluruh proses penaklukan dan penanganan terhadap wilayah-wilayah
baru kaum Muslim, seperti Syam, Irak, Mesir, Maroko, Armenia, serta wilayah
Persia lainnya. Secara metodologis Baladzuri tidak hanya mengandalkan fakta
tulis atau riwayat pengalaman pelaku, tetapi ia juga berhasil melihat dimana
wilayah-wilayah hampir seluruhnya telah ia kunjungi. Baladzuri wafat tahun 892
M. Semasa hidupnya ia menjadi penasihat para Khalifah Abbasiyah, Al-
Mutawakkil ‘Alallah dan Al-Musta’in Billah, bahkan ia mendidik Al-Mu’taz.
Al-Ya’qubi sebagai pegawai di kekhalifahan Abbasiah dan diperkirakan
meninggal tahun 292 H, telah menulis karya al-Buldan (jama’ dari balad; negara-
negara) membicarakan bukan hanya cara-cara penaklukkan dan penanganan
wilayah-wilayah Islam, melainkan juga berbagai potensi sumber daya alam dan
ekonomi tiap-tiap wilayah ia gambarkan secara jelas. Sebagai penulis ia telah
mengunjungi semananjung India, Arab, Syam, Palestina, Libya, Aljazair, dan
Sebagainya. Ia mencari sumber-sumber otoritatif dalam aspek-aspek geografi
wilayah-wilayah Islam. Sebagai seorang pengelana dan Sejarawan, ia telah
mengunjungi dan mengamati lebih dari 70 kota dan wilayah Islam baik di Afrika
Utara, Asia maupun Spanyol.
Al-mas’udy, penulis Maruj ad-Dzahab, mengawali pengetahuaan tentang
geografi dan sejarah dari hasil pengembaraannya ke berbagai wilayah, baik
wilayah muslim maupun wilayah non-muslim. Ia sering menerima berbagai
informasi sehingga penjelasannya tentang keberadaan dan sejarah wilayah sangat
kaya. Ia sangat menguasai adat istiadat dan pembangunan, pola kehidupan setiap
masyarakat yang dikunjunginya, termasuk bahasa dan iapun memiliki keakraban
dengan tokoh lokal. Karya ini ditulis tahun 947 M, ia meninggal tahun 956 M di
Fusthath.
Al-Birruny, penulis kitab Al-Hind merupakan sejarawan yang ahli dalam
kajian wilayah India. Ia bukan hanya sebagai sejarawan, melainkan juga ahli
dalam penelitian dan observasi dalam ilmu lainnya. Sebagai seorang penasihat
dinasti Ghaznawy, Sultan Mahmud Ghazna bekerja tidak hanya untuk kepentingan
pemerintahan, tetapi juga menjelaskan secara objektif keberadaan wilayah,
keagamaan, mentalitas penduduk, pemikiran India dan upaya-upaya yang harus
ditangani oleh para penguasa muslim. Kitab Al-Hind ini ditulis tahun 1017 M.
Begitu banyak orang mengkaji wilayah dengan berbagai variasinya, dan
setiap periode menunjukkan trend yang berbeda-beda. Akan tetapi, dalam
perkembangan sejarahnya, istilah geopolitik baru lahir sebagai istilah baru abad
ke-19, sebagai bagian dari konsep “geo-strategy” bangsa Jerman yang
dikembangkan oleh Otto van Bismarck, dengan “unification of the German States”.
Teori ini pada akhirnya menjadi suatu bagian yang lebih luas dari kajian geografi
secara umum. Pada tahun 1890 Alferd Thayer menulis tentang“The Influence of
Sea Power Upon History” Rudolf Kjellen ahli geografi politik Swedia kemudian
memunculkan istilah kekuatan wilayah (the power of area) pada akhir abad ke-
19. Tulisan ini kemudian mengilhami Friedrich Ratzel seorang ahli ilmu alam,
untuk merumuskan teori “geopolitik” secara utuh dalam bukunya “politische
Georaphie” tahun 1879. Dalam teorinya ia menyatakan bahwa setiap negara
selalu mengupayakan wilayah kesatuannya dan membentenginya terhadap
upaya-upaya negara lain untuk merebut tanah wilayah kekuasaannya. Oleh
karena itu, semua negara (nasionalisme) ingin hidup dalam wadah wilayah
kesatuan bagi kehidupannya.

B. Orientalisme : Melihat Islam Kritis


Orientalisme berasal dari kata orient, bahasa prancis, yang secara harfiah
bermakna timur dan secara geografis bermakna dunia belahan timur, dan secara
etimologis bermakna bangsa-bangsa di timur. Kata “orient” telah memasuki berbagai
bahasa eropa, termasuk bahasa inggris. Oriental adalah sebuah kata sifat yang
bermakna hal-hal yang bersifat timur, yang teramat luas ruang lingkupnya. (Kamus
Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 2008,) .
Sedangkan Kata “isme” (belanda) ataupun “ism” (inggris) menunjukkan pengertian
tentang suatu paham atau aliran, yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang
berkaitan dengan bangsa-bangsa timur beserta lingkungannya. Dalam buku Al-
Mausu’ah Al-Muyassarah Fi Al-Adyan Wa Al-Madzahib Al-Mu’ashirah, orientalisme (al-
istisyraq) dideskripsikan sebagai gelombang pemikiran yang mencerminkan berbagai
studi ketimuran yang islami. Sedangkan objek kajiannya mencakup peradaban,
agama, seni, sastra, bahasa, dan kebudayaan ( Ensiklopedi hal 15-25)
Orientalis adalah kata nama pelaku yang menunjukkan seseorang yang ahli
tentang hal-hal yang berkaitan dengan “timur” itu; biasanya disingkat dengan
sebutan ahli ketimuranOrientalisme merupakan suatu gerakan para ilmuan Barat
yang meneliti. dan membahas tentang dunia Timur, Islam (agama dan umat Islam),
bertujuan mengkacaukan agama dan umat Islam, dengan jalan penerbitan dan
penyebaran referensi-referensi ilmiah tentang agama Islam dan umat Islam dalam
perspektif mereka.
Pada mulanya kaum Orientalis melakukan studi ketimuran dengan sikap
benci dan penuh rasa permusuhan, terhadap agama dan umat Islam. Hal ini dapat
dimaklumi karena kaum Orientalis pada masa kelahirannya umumnya terdiri dari
pendeta-pendeta Yahudi dan Nasrani, terpacu pula dengan berkobarnya Perang
Salib.
Suatu pandangan yang merendahkan martabat nabi sekaligus merendahkan
kemulyaan agama Islam itu dapat difahami jika ditinjau dari beberapa faktor
penyebab : Pertama, Permusuhan dan kebencian yang diwariskan Perang Salib
(1096-1274) yang masih terkesan di Eropa kala itu. Kedua, kecuali karya ilmiah dan
filsafat, maka manuskrip Arab dalam Bidang Agama dan sejarah hidup Muhammad
SAW, belum pernah disalin ke dalam bahasa Latin pada masa itu. Ketiga, Sikap dan
pandangan Dante itu disebagkan oleh kebodohannya dalam kenyataan sejarah.
Keempat, Menurut dokumen Vatikan tahun 1972, disebabkan prasangka dan fitnah.
Setelah masa pembencian dan p0emusuhan tersebut berakhir, maka kaum
Orientalis memandang Islam dengan segala aspeknya dengan pandangan bimbang
dan sangsi mengenai kebenaran-kebenaran yang terkandung di dalamnya.
Sebenarnya kalau ia benar-benar masih ragu tentang jiwa nabi Muhammad, waras
atau tidak, mengapa ia bersusah payah dan menghabiskan umurnya untuk
menyelidiki agama yang dibawa oleh orang yang diragukan jiwanya, kalau bukan
memang jiwanya sendiri yang harus diragukan warasnya. Suatu hal yang patut
disyukuri bahwa dalam Islam tidak ada satu ayat pun dalam al-Qur'an dan tidak
ada seorangpun dari ulama dan sarjana Muslim yang meragukan jiwa Yesus Kristus,
waras atau tidak", hal ini bukan tidak adanya tehnik ilmiah untuk membuktikan hal
itu, melainkan semata-mata ajaran agama yang memerintahkan untuk menghormati
seluruh nabi Allah tanpa kecuali, dan konsep Islam tentang kenabian, bahwa nabi
adalah orang yang terpelihara dari perbuatan dosa, apalagi tentang jiwanya sudah
barang tentu tidak perlu diragukan lagi.
Kaum Orientalis dalam mempelajari soal-soal ketimuran, mereka menggunakan
semboyan "netral terhadap agama", semua agama sama dalam pandangan
mereka yakni sama-sama baik. Tapi dalam kenyataannya mereka memojokkan Islam.
Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia misalnya pendidikan Islam tidak dibantu
dan tidak pula diberi fasilitas yang cukup oleh penguasa kolonial. Pengajian Islam
tanpa izin resmi dilarang. Sekolah-sekolah yang dibangun golongan agama lain diberi
bantuan dan subsidi, adapun sekolah- sekolah yang dibangun umat Islam diamat-
amati dan dicurigai. Orientalis dalam hal ini juga (kadang-kadang) menghargai Islam,
walaupun tidak sepenuh hati, ketika mereka menyatakan penghargaan terhadap
Islam, tiba- tiba diselipkan begitu saja hal-hal yang tidak sesuai dengan
kenyataan dan hakekat Islam itu sendiri. Sebagai contoh: Imam al Ghazali Filsuf
Islam yang terkenal ini, menurut pandangan Orientalis adalah penyerang filsafat
(AL-Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama/Vol. 2, No. 2, 2016)
Dalam bukunya Tahafutul Falasifah), sehingga mengakibatkan mundurnya
dunia filsafat dalam Islam. Kenyataannya tidak demikian. Al Ghazali tidak dapat
dikatakan sebagai salah seorang penyebab mundurnya Umat Islam dalam
kefilsafatan, Al Ghazali tidak menyerang filsafat, yang diserang adalah para filsuf
yang pikirannya menyimpang dari Islam, orang-orang demikian (menurut
Ghazali) perlu diluruskan jalan pikirannya (Yakub, 1970 : 30).
Dalam Sikap toleransi dewasa ini biasa diungkapkan untuk tata-krama dalam
kehidupan beragama. Kata toleransi memang ungkapan yang paling aman dan
enak didengar. Orang yang tidak toleransi dianggap fanatik, kolot dan ekstrim.
Toleransi beragama ini lebih tampak dalam hubungan antara Islam dan Kristen.
Hindu dan Budha; karena agama-agama inilah yang diakui oleh pemerintah
Indonesia. Bangsa Indonesia yang terkenal dengan bangsa beragama, tetapi
setelah itu ternyata toleransi beragama mulai hilang. Golongan Kristen mendesak
Islam dalam perkembangan keagamaan, membangun gereja di tengah-tengah
masyarakat Islam dan membujuk orang-orang Islam agar memeluk agama Kristen
dengan memberikan pangan atau pakaian sebagai pelengkap kebutuhan bagi
mereka yang miskin. Anggota-anggota partai terlarang (Komunis) yang
dijebloskan ke penjara telah didekati oleh missionari. Para missionari atau wakilnya
menjanjikan akan mengirim beras dan uang tunai kepada keluarga mereka dengan
syarat mereka menandatanganu surat pernyataan bahwa mereka telah menjadi
pemeluk Kristen. Institusi missionari telah memperkenalkan sistem orang tua
angkat (Foster Parents) bagi murid-murid sekolah lanjutan dan sekolah dasar.
Mereka memberi biaya sekolah dan uang saku, buku-buku bahkan pakaian lewat
bapak angkat yang ada di Australia, Kanada dan Amerika. Para bapak angkat
ini mengadakan kontak surat-menyurat pada saat-saat yang tepat, terutama saat
liburan dan hari natal. Hal ini dimaksudkan untuk mempengaruhi jiwa anak, dengan
harapan nantinya akan menjadi pemuluk Kristen. Sistem ini telah berhasil di
Yogyakarta dan Bali.
Kasus-kasus di atas hanya sebagian dari beberapa kejadian yang ada di
Indonesia, kasus-kasus tersebut dicatat oleh M. Rasyidi dan disampaikan pada suatu
dialog Internasional Islam-Kristen di Konperensi Chambesy pada tahun 1976

Di samping mendengungkan kata "Toleransi" sekali-kali juga kaum Orientalis


melontarkan kata-kata yang bertentangan dengan jiwa toleransi itu sendiri. Contoh
Stanley Spector Ph. D (guru besar dari Washington University St. Louis Missouri)
ketika berkunjung ke Indonesia memberikan wawancara kepada wartawan
Indonesia Raya, yang kesimpulannya sebagai berikut : Mengenai bahaya yang
mengancam Indonesia sebenarnya bukan dari Komunis RRT, melainkan dari pihak
Islam yang fanatik konservatif, karena mereka statis dan karenanya harus ada
modern progresif reforming dari Islam.
Terlihat jelas bahwa sejak permulaan abad ke-19 perhatian kaum Or Orientalis
berubah pada studi keislaman modern, setelah tadinya terpusat pada studi
keislaman kuno. Ciri studi keislaman modern adalah mengikuti perkembangan alam
pikiran dan masyarakat Islam di berbagai negara kaum Muslimin. Studi yang
memang mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang perkembangannya sejalan
dengan perkembangan politik penjajahan dan bertujuan westernisasi (pembaratan
kehidupan ummat Islam). Muncul seorang Orientalis bernama H.A.R. Gibb
dengan bukunya yang berjudul Wither Islam (1932), dan Orientalis WC. Smith
dengan bukunya yang berjudul Islam in Modern History (1957), dua buku tersebut
berisi tulisan-tulisan yang bertujuan memecah-belah persatuan dan kesatuan
ummat Islam serta memberatkan semua aspek kehidupan mereka, tingkah laku,
tata-krama, sosial, seni dan sastera (al Farinduany, 1988 : 32), sekalipun mulai ada
yang jujur memberitakan Islam secara obyektif dan transparan karena tuntutan
akan kriteria karya ilmiah.
Menurut Farinduany, untuk menyebarkan pengaruh, kaum Orientalis
menggunakan segala macam cara antara lain; menulis buku-buku tentang Islam,
menerbitkan majalah-majalah khusus membahas Islam, dunia Islam dan ummat
Islam, mengirim dan menyebarkan missionaris-missionaris kristen ke negara-
negara Islam, memberikan ceramah ilmiyah di berbagai perguruan tinggi dan
lembaga ilmiyah, berbagai macam konperensi dan menerbitkan Ensiklopedi Islam
dalam berbagai bahasa yang banyak berisi pemalsuan dan penodaan terhadap
Islam (al-Farinduany, 1988 : 32).
Dengan demikian, dalam perkembangannya, terdapat kontroversi di
kalangan para Orientalis, walau baru sebagian kecil, namun mulai menunjukkan
tanda-tanda penilaian yang obyektif terhadap Al-Qur’an dan kaum Muslimin

C. Oksidentalisme : Menjawab Islam Sejati

Kita memang sudah sering mendengar tentang orientalisme. Namun,sementara


ini, hal itu sering dialamatkan sebagai sebuah studi ketimuran dalam rangka
penjajahan (kolonialisme) atau kegiatan misionaris/zending. Kini, setelah mengalami
otokritik dari pemikir Barat sendiri, istilah itu mulai bergeser ke bentukstudi murni.
Tetapi, betulkah orientalisme baru ini tidak ada maksud maksud lain,kolonialisme
baru misalnya? Tulisan berikut akan mencoba mengkaji salah satu dampak
orientalisme baru ini.Adalah Edward W. Said (1995) yang mula-mula membongkar
orientalismelama. Dengan menggunakan analisis relasi-kuasa ( power relation) yang
diambilnyadari Michel Foucault seorang pemikir kontemporer Perancis. Said
menunjukkanbahwa betapa selama ini para intelektual dipekerjakan dalam
penelitian-penelitianketimuran hanya untuk kepentingan kekuasaan kolonialisme
belaka. Dengandemikian, menurutnya, Barat harus mengkaji Timur itu harus melalui
kajian murnikeilmuan, tidak ada implikasi-implikasi lain
Memang agak berpikiran sempit kalau mengira bahwa Barat belajar Islamhanya
sejak  periode penjajahan Sebab, menurut beberapa ilmuwan diantaranyaGeorge
Makdisi (1990), Barat mendapatkan ajaran humanism tu dari Islam.Tepatnya ketika
Islam bersinggungan dengan bangsa Itali. Demikian pula bahwa Barat banyak
mengambil alih ilmu-ilmu Islam yang pada abad pertengahan akhir,itu pun banyak
diakui. Namun, ketika itu, Barat berada di bawah. Mereka tidak menuntut ilmu
dengan maksud menguasai umat Islam sepenuhnya (dalam bentuk penjajahan).
Mereka hanya belajar ilmu-ilmu Islam untuk kepentingan keilmuandan kemajuan
mereka belaka.Berbeda dengan orientalisme pada abad modern yang memang sudah
mempunyai maksud untuk melanggengkan kekuasaan dengan mengerti dan
memahami kehidupan, budaya, dan pemikiran-pemikiran manusia terjajah. Padaabad
inilah istilah orientalisme muncul, walaupun memang kegiatan kajian tentang
Islamnya sendiri telah dilakukan pada abad pertengahan. Dan istilah itu kemudian
menjadi istilah keilmuan yang dikenal di dunia Barat (Hanafi, 2010: 257). Akibat
lainnya adalah banyaknya intelektual muslim yang terpengaruhi pemikiran
merekadalam hal pemikiran Islam pada abad ini. Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad
Abduh, Muhammad Iqbal, Sayyid Ahmad Khan, Ghulam Ahmad Parwez dans
ebagainya biasa disebut sebagai contoh para muslim modernis (Baljon, 1968).Dan,
sejalan dengan berlangsungnya modernisasi global, berjalan pulaorientalisme
ini menuju kepesatannya. Merekapun dengan berbangga diri menyebutsebagai ahli
Islam ( the expert of Islam) Sampai akhirnya pihak Barat sendiri adayang merasakan
keganjilan-keganjilan tertentu pada proyek modernitas termasuk orientalisme ini.
Disinilah timbulah orientalisme posmodern. Sebagaimana slogan-slogannya yang
menentang narasi-narasi besar,
Salah satu tujuan orientalisme adalah mengonoliasisasikan dunia islam dari
segala aspek agama, ekonomi, budaya dan kekuasaan. Selain ada 4 madzab ( Maliki,
Hanbali, Syafi’I dan Hanafi) yang selama ini dikenal dan menjadi rujukan Negara
didunia, kini ada lagi rujukan yang digandrungi kalangan islam yaitu rujukan
orientalisme. Orientalis dan tujuan barat mempelajari islam bukan untuk mencari
keimanan yang benar.
Menurut syansuddin, ada 4 alasan barat mempelajari islam yaitu
1. Terpesona terhadap studi islam (Fascination)
2. Ingin tahu ( curiosity)
3. Agama ( missionary)
4. God ( Tuhan/agaam), gold ( kekayaan/imperialism) dan Glory ( kekuasaan) atau
sering diistilahkan 3G
Sebagai umat islam, kita bersifat terbuka terhadap barat sesuai dengan anjuran
agama. Hal yang mendorong kita untuk memiliki sifat itu adalah
1. Kita adalah pemilik risalah alamiah ( global) yang dating untuk seluruh manusia
diseluruh penjuru dunia. Benar bahwa kitab suci kita berbahasa arab, rosul kita
seorang arab, dan islam tumbuh didunia timur (arab) akan tetapi ini bukan
berarti islam hanya ditujukan kepada bangsa teryentu melainkan untuk segenap
penduduk bumi. Agama masehi tumbuh didunia timur lalu tersebar diseluruh
penjuru dunia,
2. Jalan untuk menuju saling pengertian dan berdekatan cukup banyak. Salah
satuanya adalah taaruf bukan bermusuhan tetapi merupakan kewajiban seluruh
penduduk bumi. Kita tidak sependapat dengan sastrawan barat yang mengatakan
timur adalah timur dan barat adalah barat. Keduanya tidak mungkin bertemu.
Keduanya justru bertemu, bahkan wajib untuk bertemu jika niatnya benar.
3. Dunia yang semakin dekat ini mengharuskan penganut agama agama samawi dan
pemilik setiap peradaban untuk bertemu. Berdialog dan saling memahami. Tentu
dialog ii lebih baik daripada permusuhan.

D. Dunia Islam Sebagai Obyek Study Antara Timur dan Barat


1. Studi islam di barat
Pada abad modern ini Islam telah menjadi kajian yang menarik minat
banyak kalangan baik di Barat maupun Timur yang kemudian melahirkan Studi
Islam (Islamic Studies) . Islam tidak lagi hanya dipahami dalam pengertian
normatif dan doktriner, tetapi telah menjadi fenomena yang kompleks baik dari
sistem budaya, peradaban, komunitas politik, dan ekonomi. Mengkaji dan
mendekati Islam, tidak lagi mungkin hanya dari satu aspek, karenanya
dibutuhkan metode dan pendekatan interdisipliner dari ilmu-ilmu sosial lainnya.
Studi Islam (Islamic studies) seperti disebutkan diatas diantaranya dapat dikaji
dengan menggunakan interdisipliner ilmu-ilmu sosial dan humanities, dari
interdisipliner tadi menghasilkan berbagai macam fokus keahlian dalam
pengkajian Studi Islam. Sehingga Studi Islam dapat berkembang pesat dan dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah sesuai dengan bidangnya, sehingga
muncul sejarah agama, psikologi agama, sosiologi agama, antropologi agama, dan
lain-lain. Asumsi dasar dari ilmuwan sosial adalah bahwa perilaku manusia
mengikuti teori kemungkinan (possibility) dan objektivitas
Ditinjau dari perspektif sejarah, studi yang dilakukan oleh orang Indonesia
di barat berlangsung cukup lama. Sekalipun demikian focus studi yang dilakukan
belum menyentuh secara langsung dalam kajian islam. Fokus studi islam mulai
dilakukan setelah Indonesia merdeka. Orang Indonesia pertama yang melakukan
studi islam di barat adalah M Rasjidi. Menteri pertama Indonesia yang
menanamkan produk doctor di Universitas Sorbonne Prancis. Disertasi Rasjidi
berjudul I’evolution dengan I’islam en Indonesia ou Consideration Critigue du
liver, Djentini. Sebgaia doctor pertama dari Universitas barat Rasjidi menjadi idola
dan sumber ilham bagi generasi muda di Indonesia. Sebagai seorang inteleltual
rasjidi telah mengambil bagian terpenting dalam usaha menghidupkan kembali
“api” islam. Tokoh lain yang terpenting menjadi generasi awal yang melakukan
studi isam di barat pasca Rasjidi adalah Harun Nasution.
Harun menempuh perguruan tingginya di kairo dan kanada. Jadi perpaduan
barat dan timur tengah dan barat. Sekalipun demikian sebagaimana diakuinya
studi di Mcgill kanada yang menorehkan pengaruh mendalam dalam perjalanan
karier akademiknya.
Rasjidi dan Harun Nasution adalah generasi awal sejarah islam Indonesia
yang melakukan study islam dinegeri barat. Setelah mereka bermunculan
intelektyal yang juga menmpuh studiislam dinegara barat. Beberapa diantaranya
adalah Nur Cholish Majid, A Syafii Ma’arif, Azumardi Azra M, Athho’ Muhzar, M
Dien Nur Syamsuddin, Safiq A Mughni, Achmad Jainuri, Thoha Hamim dan Akh
Minhaji. Para Alumni Barat ini memiliki pengaruh dan kontribusi besar dalam
Studi Islam di Indonesia.
Study islam di engara belanda dilakukan di beberapa universitas pada
fakultas fakultas tertentu. Memang disana tidak ada fakultas khusus mempelajari
agama islam. Ada 6 fakultas yang khusus memelajari agama islam. Antara lain
universitas leiden ( negeri), Univesitas katholik nijimegen, universitas
Amsterdam, universitas protestan Amsterdam, universitas Groningen dan
universitas Utrecht ( negeri).

2. Studi islam di timur


Studi islam di timur juda bervariasi Antara satu dengan yang lainnya. Hal ini
disebabkan oleh beberapa factor diantaranya factor kebijakan politik, dinamika
social budaya, latar belakang pemegang kebijakan politik, perkembangan
ekonomi dan berbagai factor lainnya. Studi islam di timur di antaranya adalah
a. Universitas Teheran iran
Ada ruang khusus yang menyimpan naskah naskah, yang ditulis oleh para
pemikir klasik dengan Bahasa Persia. Itulah sebabnya Marshal Hudgson
( 1999) menyatakan dalam bukunya, The Venture of islam bahwa dalam
pemikiran islam ada islam dan juga terdapat islamicate da nada islam dom
yaitu kebudayaan islam setelah berinteraksi dengan berbagai budaya dari
negeri negeri yang disebut negeri muslim ilmu umum.m. Diteheran iran ada
juga universitas imam sadiq yang mempelajari
b. Universitas Damaskus Syria
Memiliki banyak fakultas umum, studi islam ditampung dalam kuliatu Asy-
Syari’ah ( fakultas Syari’ah) yang didalamnya ada program studi ushuludin,
Thasawuf Tafsir dan sejenisnya. Jadi syari’ah disana lebih luas daripada
pengertian syari’ah sebagai hokum islam di IAIN
c. Aligarch University India
Studi islam di bagi 2 yaitu
1. doktrin dikaji dalam fakultas Ushuluddin yang mempunyai dua jurusan
( jurusan MAdzab Ahli Sunnah dan Syi’ah.
2. Islam sebagai sejarah dikaji pada fakultas Humaniora dalam jurusan
Islamic Studi yang berdiri sejajar dengan jurusan politik, sejarah dan lain
lain
d. Jamiah Millia Islamia, New Delhi
Islamic Studi program berada pada fakultas Humaniora, bersama Arabia
studies, Persian studies dan political Science
e. Universitas Islam Internasional Malaysia
Studi islam berapa di bawah kulliyah of Revealed Knowledge and human
sciences ( Fakultas ilmu kewahyuan dan ilmu kemanusiaan) selain jurusan
kewahyuan dan warisan islam, dalam fakultas ini juga ada jurusan psikologi,
sosiologi, filsafat, ilmu politik dan lain lain
f. Universitas Al – Azhar Mesir
Pada awalny al azhar sebagai imam bagi IAIN sebagai metodologi mendekati
islam. Pada tahun 1961al azhar mmeiliki Fakultas fakultas seperti yang
dimiliki IAIN. Setelah tahun 1961 al azhar tidak membatasi diri pada fakultas
fakultas agama tapi membuka fakultas lain seperti di kairo yang mempunyai
program khusus untuk wanita dan laki laki. Fakultas di kairo diantaranya
fakultas ushuluddin, fakultas hukum, fakultas Bahasa arab, fakultas studi
islam dan arab, fakultas dakwah, fakultas tarbiyah, fakultas sains, fakultas
kedokteran, fakultas pertanian, ekonomi dan teknik. Pada fakultas sains
terdapat jurusan kimia, geologi, mikrobiologi, anatomi, astronomi, fisika,
zoology. Pada fakultas peternakan terdapat jurusan peternakan, ekonomi,
industry makanan, genetika, insectisida, hortilultura dan masyarakat
pedesaan
g. Daerah Ass-suyut
Terdapat fakultas ushuluddin, dakwah, saryi’ah wal huquq, Bahasa arab,
kedokteran umum, kedokteran gigi dan farmasi
h. Di Zakasyi
Terdapat fakultas Ushuluddin, Dakwah dan Saryi.ah wal Huquq
i. Di al-mansyurah
Fakultas ushuluddin, dakwah, Bahasa arab
j. Di Tanta
Ada fakultas ushuluddin, dakwah, Bahasa arab dan lain lain
Dari sini disimpulkan bahwa studi islam timur tengah sebagaimana studi
islam dibarat dan Negara lain tidak sama. Ada khas tiap Negara dan perguruan
tinggi. Hal ini yang menyebabkan kekayaan warna dalam studi islam di tiap
lembaga dan Negara sehingga memperkaya warna studi islam

E. Problem dan Prospek Pendekatan Study Kawasan


Dalam dunia ilmu pengetahuan, menurut Parsudi Suparlan makna dari istilah
“pendekatan” adalah sama dengan “metodologi” yaitu “sudut pandang atau cara
melihat dan memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau masalah
yang dikaji.” (Suparlan, 1988: 5)
Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau
paradigma yang terdapat di dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan
dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat sebagaimana
dikutip oleh Abuddin Nata mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan
menggunakan berbagai paradigma.Realitas keagamaan yang diungkapkan
mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya.
Untuk dapat hidup dan berkembang serta lestari dalam masyarakat, agama
harus menjadi kebudayaan bagi masyarakat.Karena setiap masyarakat mememiliki
kebudayaan yang digunakan sebagai pedoman untuk memanfaatkan lingkungan
hidupnya guna kelangsungan hidupnya yang mencakup kebutuhan biologi,
kebutuhan sosial dan kebutuhan adab yang integratif.Jadi pendekatan studi area
merupakan pendekatan yang meliputi bidang kesejarahan, linguistik, dan semua
cabang ilmu serta pengetahuan yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan peradaban dan kebudayaan terhadap keadaan masyarakat di suatu
wilayah atau kawasan.
Problematika yang dihadapi pada penelitian dengan menggunakan
pendekatan studi area dalam Studi Islam dan Komunitas Muslim berbanding lurus
besarnya dengan objek dan luas wilayah yang akan diselidiki. Semakin kompleks
objek yang menjadi sasaran penyelidikan dan semakin luas wilayah yang
dijangkaunya, maka segala persiapan yang diperlukan untuk menerapkan studi
area, juga semakin besar.Prospek pendekatan studi area, sebenarnya boleh
dikatakan sangat baik. Hal ini mengingat perlunya dibangun saling pengertian dan
kerjasama antar komunitas muslim dunia.
Pada penelitian kasus Islam dan budaya lokal, persoalan akulturasi timbal
balik antara lingkungan budaya dan ekspresi keagamaan seseorang, maka ada
perbedaan yang menarik antara corak penyebaran Islam di Indonesia dan di
Maroko. Jika di Indonesia penyebaran Islam dilakukan oleh para penyebar Islam
cenderung damai dan akomodatif, sedangkan di Maroko lebih bersifat
oposisional, tegas, dan agresif.“inMarocco civilization was built on nerve; in
Indonesia, on diligence”Di Maroko, peradaban Islam dibangun di atas saraf, di
Indonesia di atas ketekunan.

Hal ini dapat dilihat pada tokoh penyebar Islam di Indonsia dan di Maroko.Sunan
Giri atau Sunan Kalijaga di Indonesia, cenderung damai, rukun, tekun, dan sinkretis,
sementara Sidi Lahsen Lyusi atau Ali Hasan ibn Mas’ud al-Yusi di Maroko
. menyebarkan Islam dengan pemahaman yang murni dan cenderung tidak
kompromistis.Namun mereka semua diakui oleh masyarakatnya masing-masing
sebagai wakil yang sah bagi corak keislaman di masing-masing wilayah tersebut.Di
Indonesia pengakuan tersebut tercermin pada pemberian gelar kehormatan Wali
Songo, sedangkan di Maroko dengan gelar Sidi. Kedua gelar kehormatan
tersebut mengandung penghargaan sebagai Wali Allah yang sangat kental dan
dipercayai memiliki karomah (orang Jawa abangan menyebutnya: keramat).
Dari kasus yang telah dikemukakan di atas, ternyata perbedaan area dan
lingkunan sosio-kultural saling terkait erat dalam wujud dan semangat
keberagamaan yang berbeda antara di Indonesia dan di Maroko. Maroko yang
merupakan negeri padang pasir yang tandus dan keras dengan pola kehidupan
sosial kesukuan yang kuat. Berbeda di Indonesia dengan Pulau Jawa-nya yang
merupakan daerah pertanian yang subur, damai, dan rukun
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Studi kawasan Islam adalah kajian yang tampaknya dapat menjelaskan situasi saat
ini karena fokus materi kajiannya tentang berbagai area mengenai kawasan dunia
Islam dan lingkup pranata yang ada di dalamnya.
Studi wilayah adalah pengkajian yang digunakan untuk menjelaskan hasil dari
sebuah penelitian tentang suatu masalah menurut wilayah dimana masalah
tersebut terjadi. Perkembangan studi wilayah Islam sendiri, setelah nabi
Muhammad saw. wafat, dilanjutkan dengan para sahabat yang kemudian
menyebarkan Islam ke wilayah- wilayah bagian Barat.Dengan dilatar belakangi
berbagai tujuan, dilanjutkan dengan melakukan pelayaran-pelayaran ke berbagai
belahan dunia untuk memperluas wilayah kekuasaan Islam.
2. Orientalisme adalah suatu istilah yang artinya mengetahui segala sesuatu yang
berhubungan dengan bangsa Timur. Tanggapan mengenai Orientalisme muncul
dari kalangan Islam dapat dibedakan menjadi dua bagian. Yaitu, kalangan yang
dengan tegas menolak kajian-kajian yang dilakukan oleh orientalis dan kelompok
yang dapat menerima jika memberi manfaat bagi Islam. Kaum Orientalis dalam
mempelajari soal-soal ketimuran, mereka menggunakan semboyan "netral
terhadap agama", semua agama sama dalam pandangan mereka yakni sama-
sama baik. Tapi dalam kenyataannya mereka memojokkan Islam. Pada masa
penjajahan Belanda di Indonesia misalnya pendidikan Islam tidak dibantu dan
tidak pula diberi fasilitas yang cukup oleh penguasa kolonial. Pengajian Islam
tanpa izin resmi dilarang. Sekolah-sekolah yang dibangun golongan agama lain
diberi bantuan dan subsidi, adapun sekolah- sekolah yang dibangun umat Islam
diamat-amati dan dicurigai
3. Dunia Islam sebagai objek Studi Wilayah, kawasan Asia Tenggara yang mayoritas
penduduknya muslim meliputi wilayah negara-negara Indonesia, Malaysia,
Thailand Selatan, dan Filipina Selatan. Islam tersebar di kawasan ini melalui
perdagangan dan dakwah, berbeda dengan penyebaran Islam di kawasan
Timur Tengah dan Timur Dekat, di mana di kawasan tersebut penyebaran Islam
dilakukan melalui penaklukan- penaklukan.
4. Problematika yang dihadapi pada penelitian dengan menggunakan pendekatan
studi area dalam Studi Islam dan Komunitas Muslim berbanding lurus
besarnya dengan objek dan luas wilayah yang akan diselidiki. Semakin kompleks
objek yang menjadi sasaran penyelidikan dan semakin luas wilayah yang
dijangkaunya, maka segala persiapan yang diperlukan untuk menerapkan studi
area, juga semakin besar. Prospek pendekatan studi area, sebenarnya boleh
dikatakan sangat baik. Hal ini mengingat perlunya dibangun saling pengertian dan
kerjasama.
5. Signifikaansi dan Kontribusi Pendekatan Studi Wilayah dalam Studi Islam,
dapat diajak menukik dari alam idealis menuju alam realistis-fenomenologis,
hingga akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan dan penilaian yang lebih objektif
terhadap fakta-fakta yang ditemukan terhadap suatu objek di suatu area.
DAFTAR PUSTAKA

Kodir Koko Abdul, 2014 , Metodologi Studi Islam, cv Pustaka setia : Bandung
https://memaparkan.blogspot.com/2016/12/studi-kawasan-islam.html
http://perbandinganagama11.blogspot.com/2017/04/perbandingan-agama-
orientalisme-dan.html

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan Dan


Kebudayaan, 2008, “Orientalis” didefinisikan sebagai orang yang ahli bahasa,
kesusastraan, dan kebudayaan bangsa-bangsa Timur (Asia).

Ensiklopedi ini sudah diterjemahkan dalam bahasa indonesia dan diterbitkan


oleh Al-I’tisham Cahaya Umat dengan judul Gerakan Keagamaan Dan
Pemikiran (Akar Ideologis Dan Penyebarannya),hlm  15-25.

Barza Setiawan dan Mahmud Muhsinin_Studi Kritis Tentang Orientalisme

AL-Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama/Vol. 2, No. 2, 2016

https://www.academia.edu/37575496/PEMIKIRAN_ISLAM_ANTARA_TRADISI_ORIENTALISME_
DAN_INOVASI

https://syulhadi.wordpress.com/my-document/islami/metodologi-studi-islam/studi-islam-di-
barat/

Suparlan, Parsudi. 1988. “Kata Pengantar” dalam Roland Robertson. Agama Dalam
Analisis Dan Interpretasi Sosiologis. Jakarta: Rajawali Press.

Anda mungkin juga menyukai