PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu Fiqih tidak bisa dilepaskan dari peran ulama madzhab. Mereka
ini imam-imam pendiri madzhab empat yang terkenal dan berkembang sampai sekarang.
Hal ini karena kontribusi mereka yang sangat besar dalam bidang ilmu Fiqih, Ushul Fiqih
dan Qawâ’id Fiqhiyyah. Peninggalan mereka merupakan hasil prestasi yang gemilang bagi
agama Islam dan kaum muslimin. Pola pikir yang digunakan oleh ulama madzhab empat
ini mengedepankan kedewasaan sikap dan toleransi dalam menghadapi berbagai
persoalan. Kajian tentang hukum Islam yang mereka lakukan selalu mendasarkan pada al-
Qur’an dan sunnah.
penulis akan membahas tentang Madzhab Hanafi, dengan corak pemikiran fiqih
dan ushul fiqihnya yang rasional, karena pendiri madzhab ini (Imam Hanafi) hidup di
Baghdad, kota metropolis yang saat itu menjadi pusat peradaban dunia. Pembahasan
madzhab ini dijabarkan dari perspektif historis, metode ijtihad dan karakteristik fiqihnya.
Selanjutnya akan membandingkan dengan Imam Malik yang terdidik di kota Madinah,
tempat berkumpulnya para sahabat, tabi'in, cerdik-pandai dan para ahli hukum agama.
Beliau terdidik di tengah-tengah mereka sebagai seorang anak yang cerdas, cepat
menerima pelajaran, kuat dalam berfikir, setia dan teliti.
Dari kecil beliau membaca al-Qur'an dengan lancar dan mempelajari sunnah.
Setelah dewasa beliau belajar kepada para ulama dan fuqaha di kota Madinah,
menghimpun pengetahuan yang didengar dari mereka, menghafalkan pendapat-pendapat
mereka, mengutip atsar-atsar mereka, dan mengambil ka'idah-ka'idah mereka, sehingga
beliau menjadi orang yang paling pandai diantara mereka, dan menjadi seorang pemuka
sunnah serta pemimpin ahli hukum agama di negeri Hijaz.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Metode Ijtihad Mazhab Hanafi ?
2. Bagamana Metode Ijtihad Mazhab Maliki ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Madzhab ini didirikan oleh Abu Hanifah yang nama lengkapnya Abu Hanifah
ialah Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit Ibn Zutha al-Taimy. Lebih dikenal dengan
sebutan Abu Hanifah. Ia berasal dari keturunan Parsi, lahir di Kufah tahun 80 H / 699
M dan wafat di Baghdad tahun 150 H /767 M. ia menjalani hidup di dua lingkungan
sosial politik yakni di masa akhir dinasti Umayah dan masa awal dinasti Abbasiyah.1
Ayahnya bernama Tsabit, seorang pedagang sutera dikota kuffah dan abu
hanifah sendiri suka ikut berdagang. Tanpa melupakan dalam menuntut ilmu
1
Huzaemah tahido yanggo. Pengantar perbandingan mazhab, (Jakarta : logos wacana ilmu,1996) hlm 95
3
pengetahuan. Setelah ayahnya wafat, beliau mendapat peninggalan sebuah took sutera
yang besar di kufah dengan penghasilan dan keuntungan yang sangat besar. Namun
beliau kemudian berpendapat bahwa sebaiknya berserikat dengan pedagang lain agar
mempunyai kesempatan untuk menuntut ilmu, memperdalam pengetahuan tentang
agama, dan menggunakan pemikiran untuk menggali hukum. 2
Abu Hanifah pada mulanya gemar menekuni ilmu qira`at, hadis, nahwu, sastra,
syi`ir, teologi dan ilmu-ilmu lainnya yang berkembang pada masa itu. Selain mumpuni
dalam fiqih, beliau juga sangat kental dengan teologinya, sehingga ia menjadi salah
seorang tokoh terpandang dalam ilmu tersebut. Karena ketajaman pemikirannya, ia
sanggup menangkis serangan segolongan Khawarij yang doktrin ajarannya sangat
ekstrim.
Selanjutnya, Abu Hanifah menekuni ilmu fiqih di kufah yang pada waktu itu
merupakan pusat pertemuan para ulama fiqih yang cenderung rasional (ahlur ra`yi). Di
Iraq sendiri terdapat sebuah “Universitas” bernama Madrasah Kufah yang dirintis oleh
sahabat Rasulullah yang bernama Ibnu Mas`ud. Kepemimpinan Madrasah Kufah
kemudian beralih kepada Ibrahim An-Nakha`I, lalu Hammad bin Abi Sulaiman Al-
Asy`ari (wafat 120 H). Hammad bin Sulaiman adalah salah seorang Imam besar ketika
itu. Ia murid dari Alqomah bin Qais dan Al-Qadhi Syuriah, keduanya adalah tokoh dan
pakar fiqih yang terkenal di Kuffah dari kalangan tabi`in. Dari Hammad itulah Imam
Abu Hanifah mempelajari ilmu fiqih dan hadis.
2
Abdurrahman asy-syarqawi, kehidupan,pemikiran dan perjuangan 5 imam mazhab terkemuka, (bandung : al
bayan,1994) hlm36
4
Adapun murid-murid Abu hanifah yang berjasa di madrasah kufah dan
membukukan fatwa-fatwanya sehingga dikenal didunia islam, adalah :
Dari keempat murid tersebut yang banyak menyusun buah pikiran abu hanifah
adalah Muhammad al-syaibany yang terkenal dengan al-kutub al-sittah (enam kitab),
yaitu :
1) Kitab al-Mabsuth
2) Kitab al-Ziyadat
3) Kitab al-Jami’ al-Shaghir
4) Kitab al-Jami’ al-Kabir
5) Kitab al-Sair al-Shaghir
6) Kitab al-Sair al-Kabir
Abu Hanifah dikenal sebagai Ahli Ra`yi dalam menetapkan hukum Islam, baik
yang diistinbathkan dari Al-Quran atau pun hadis. Beliau banyak menggunakan nalar.
Beliau mengutamakan ra`yi ketimbang khabar ahad. Abu Hanifah dalam berijtihad
5
menetapkan suatu hukum berpegang kepada beberapa dalil syara' yaitu Al-Qur'an,
Sunnah, Ijma' Sahabat, Qiyas, Istihsan, dan 'Urf.
a. Al-Quran
“saya berpegang pada kitab allah apabila menemukannya, jika saya tidak
menemukannya saya berpegang pada sunah, saya berpegang pada atsar, jika saya
tidak menemukan dalam kitab dan sunah saya berpegang pada pendapat para sahabat
dan mengambil mana yang saya sukai dan meninggalkan yang lain, saya tidak keluar
dari pendapat mereka kepada yang lainnya, maka jika persoalan sampai pada
Ibrahim al-Sya‟bini, al-Hasan, Ibnu Sirin, Said Ibnu Musayyab, maka saya harus
berijtihad sebagaimana mereka telah berijtihad”.
b. Sunnah
Dasar kedua yang digunakan oleh Mazhab Imam Hanafi adalah as-Sunah.
Martabat as-Sunah terletak dibawah al-Qur’an. Imam Abu Yusuf berkata, “aku belum
pernah melihat seorang yang lebih alim tentang menafsirkan hadis daripada Abu
Hanifah. Ia adalah seorang yang mengerti tentang penyakit-penyakit hadis dan men-
tadil dan men-tarjih hadis.
Para ulama sepakat bahwa hadits shahih itu merupakan sumber hukum, namun
mereka berbeda pendapat dalam menilai keshahihan suatu hadits. Menurut pendapat
Imam Hanafi di lihat dari segi sanad, hadits itu terbagi dalam mutawatir, masyhur dan
ahad dan semua ulama telah menyepakati kehujjahan hadits mutawatir, namun mereka
berbeda pendapat dalam menghukumi hadits ahad, yaitu hadits yang di riwayatkan dari
6
Rosulullah SAW. oleh seorang, dua orang atau jama'ah, namun tidak mencapai derajat
mutawatir.
Kemudian Imam Hanafi menambahkan tiga syarat selain syarat di atas, yaitu:
Para ulama, termasuk Imam Abu Hanifah telah sepakat bahwa ijma`
merupakan salah satu sumber hukum dalam Islam. Ia menempati urutan ketiga setelah
Al-Quran dan As-Sunnah. Tidak ada ulama yang menolak tentang kesepakatan ijma`.
Menurut Abu Hanifah, ijma sahabat ialah : “kesepakatan para mujtahidin dari
umat Islam di suatu masa sesudah Nabi, atas suatu urusan.”
Kemudian, abu hanifah juga berpendapat bahwa ijma’ itu masih dapat
dilakukan dalam konteks penetapan hukum untuk persoalan hukum kontemporer yang
dihadapi para mujtahid, sejauh ulama itu dapat menyatakan pendapatnya secara
bersama-sama.
d. Qiyas
7
Imam hanafy tidaklah sekali-kali mendahulukan hukum qiyas selama ada nash.
Hukum qiyas dilakukan oleh beliau, jika keadaan sudah memaksa. Yakni hukum yang
terang-jelas dari al-qur’an tidak didapati dari sunnah (hadis yang shahih) belum/tidak
didapati, keputusan dari para sahabat nabi terutama dari khulafaur rasyidin belum/tidak
didapati, maka ia barulah beliau bertindak melakukan atau mempergunakan hukum
secara qiyas, dengan cara melakukan perbandingan antara yang satu dengan yang lain.
e. Istihsan
f. `Urf (adat)
Imam Abu Hanifah menggunakan `Urf usebagai salah satu metode hukum
yang dijadikan sumber dalam ijtihadnya. `Urf adalah segala sesuatu yang telah dikenal
oleh orang banyak dan telah menjadi tradisi mereka, baik berupa perkataan, atau
perbuatan, atau keadaan meninggalkan. Ia juga disebut adat istiadat.
B. IMAM MALIK
1. Biografi Imam Malik Dan Latar Belakang Pendidikannya
Imam maliki dilahirkan dikota madinah daerah negeri hijaz pada tahun 93 H
(712 M), dan wafat pada hari ahad,10 rabi’ul awal 179 H/798M dimadinah pada masa
pemerintahan abbasiyah dibawah kekuasaan harun al-rasyid. Nama lengkapnya adalah
abu abdillah malik ibn anas ibn malik ibn abu ‘amir ibn al-harits.
3
M.ali hasan, perbandingan mazhab, (Jakarta : pt raja grafindo persada,1995)hlm189-190
8
tafsirnya. Dihafalnya al-Qur’an itu di luar kepala. Kemudian ia mempelajari hadits
nabi SAW dengan tekun dan rajin, sehingga mendapat julukan sebagai ahli hadist.
Adapun guru yang pertama dan bergaul lama serta erat adalah imam abd.
Rahman ibn hurmuz salah seorang ulama besar dimadinah. Kemudian beliau belajar
fiqh kepada salah seorang ulama besar kota madinah yang bernama rabi’ah al-ra’yi
(wafat tahun 136 H). selanjutnya imam malik belajar ilmu hadis kepada imam nafi’
maula ibnu umar (wafat pada tahun 117 H), Juga belajar kepada imam ibn syihab al-
zuhry. 4
Oleh Karena jasa mereka itu, mazab maliki dapat tersiar dan berkembang serta
dikenal kaum muslimin hampir diseluruh negeri. Mazhab maliki sampai sekarang
masih diikuti sebagian besar kaum muslimin dimaroko, algers, Tunisia, Tripoli, lybia,
dan mesir. Masih tersiar juga di irak, palestina, hijaz, dan lain-lainnya disekitar jazirah
Arabia, tetapi tidak begitu banyak orang mengikutinya.
9
b. Sunnah
Dalam berpegang kepada sunnah sebagai dasar hukum, imam malik mengikuti cara
yang dilakukannya dalam berpegang kepada al-qur’an. Apabila dalil syar’iy
menghendaki adanya penta’wilan, maka yang dijadikan pegangan adalah arti ta’wil
tersebut. Apabila yang dikandung oleh al-sunnah tersebut dikuatkan oleh ijma’ ahl-
madinah, maka ia lebih mengutamakan makna yang terkandung dalam sunnah
daripada zhahir al-qur’an (sunnah yang dimaksud disini adalah sunnah al-mutawatirah
atau al-masyhurah).
Menurut ibnu taimiyah yang dimaksud dengan ijma’ ahl al-madinah tersebut
adalah ijma’ ahl al-madinah pada masa lampau yang menyaksikan amalan-amalan yag
berasal dari nabi SAW.
Dikalangan mazhab maliki, ijma’ ahl al-madinah lebih diutamakan dari pada
khabar ahad, sebab ijma’ ahl al-madinah merupakan pemberitaan oleh jam’aah, sedang
khabar ahad hanya merupakan pemberitaan perorangan.
d. Fatwa sahabat
Menurut imam malik para sahabat besar tersebut tidak akan memberi fatwa ,
kecuali atas dasar apa yang dipahami dari rasulullah SAW. Namun demikian, beliau
mensyaratkan fatwa sahabat tersebut , tidak boleh bertentangan dengan hadis marfu’
yang dapat diamalkan dan fatwa sahabat yang demikian ini lebih didahulukan dari
qiyas. Juga adakalanya imam malik menggunakan fatwa tabi’in besar sebagai
pegangan dalam menetapkan hukum.
e. Qiyas
Kalau khabar ahad itu tidak dikenal atau tidak popular dikalangan masyarakat
madinah, maka hal ini dianggap sebagai petunjuk bahwa khabar ahad tersebut tidak
benar berasal dari rasulullah SAW. Dengan demikian, maka khabar ahad tersebut tidak
digunakan sebagai dasar hukum, tetapi ia menggunakan qiyas dan mashlahah.
10
f. al-istihsan
g. Al-Mashlahah Al-Mursalah
Mashlahah mursalah adalah mashlahah yang tidak ada ketentuannya baik secara
tersurat atau sama sekali tidak disinggung oleh nash, dengan demikian, maka
mashlahah mursalah itu kembali kepada memelihara tujuan syari’at diturunkan. Imam
malik menggunakan mashlahah mursalah sebagai sumber hukum kemungkinan besar
hal ini disebabkan oleh adanya beberapa perubahan keadaan kota madinah pada zaman
imam malik dengan keadaan kota madinah pada zaman rasulullah SAW. Sehingga
menurut pandangan imam malik tidak ada jalan yang harus ditempuh untuk
mengatasinya kecuali dengan jalan lain yaitu menggunakan mashlahah mursalah dan
istihsan sebagai sumber hukum.
h. Sadd al-zara’i
i. Istishhab
11
yang telah dinyatakan adanya, kemudian datang keraguan atas hilangnya sesuatu yang
telah diyakini adanya tersebut, hukumnya tetap seperti hukum pertama.
Menurut qadhy abd. Wahab al-maliky, bahwa imam malik menggunakan qaidah
syar’un man qablana syar’un lana sebagai dasar hukum. Tetap menurut Sayyid
Muhammad Musa, tidak kita temukan secara jelas pernyataan Imam Malik yang
mengatakan demikian. Menurut Abdul Wahab Khallaf, bahwa apabila Al-Quran dan
As-Sunnah mengisahkan tentang suatu hukum buat ummat sebelum ummat nabi
Muhammad, maka hukum-hukum tersebut berlaku pula buat kita. contoh yang paling
sering kita dengar adalah ayat tentang puasa di surat Al-Baqoroh ayat 183 yang
menjelaskan bahwa puasa ternyata telah diwajibkan pula kepada para ummat
terdahulu, sebelum datangnya syariat nabi Muhammad SAW. Kemudian bila di dalam
Al-Quran ada penjelasan bahwa hukum tersebut telah dinasakh, maka hukum syar`u
man qoblanaa tersebut tidaklah berlaku lagi.5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah kami uraikan sebelumnya, Imam Hanafi berijtihad dengan
menggunakan sumber yaitu :
5
Ibid,hlm112
12
1. Al-Quran
2. As-Sunnah
3. Al-Ijma`
4. Al-Qiyas
5. Al-Istihsaan
6. Al-`Urf
Adapun sumber hukum yang digunakan Imam Malik terlihat lebih banyak dari apa yang
digunakan Imam Hanafi, yaitu :
1. Al-Quran
2. As-Sunnah
3. Ijma’ ahl al-madinah
4. Fatwa sahabat
5. khabar ahad dan qiyas
6. Al-Istihsan
7. Al-mashlahah mursalah
8. Sadd Al-zara’i
9. Istishaab
10. Syar`u Man Qoblanaa
Sebagai penutup dari makalah ini, tak luput pula kami ucapkan ribuan terima
kasih pada semua rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah
ini. Di samping itu, masih banyak kekurangan serta jauh dari kata kesempurnaan, tetapi
kami semua telah berusaha semaksimal mungkin dalam pembuatan makalah yang amat
sederhana ini. Maka, dari pada itu kami semua sangat berharap kepada semua rekan-rekan
untuk memberi kritik atau sarannya, sehingga dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa
menjadi yang lebih baik, seperti yang kita harapkan.
13
Oleh karena itu penyaji makalah menerima segala kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Tiada kata yang dapat kami ucapkan, selain
rasa Terima Kasih atas semua motivasi dari rekan-rekan sekalian.
14
DAFTAR PUSTAKA
Referensi :
Websites:
https://zenodo.org/record/1242561#.Xmj3qUoxXIV
https://www.academia.edu/36592741/Contoh_Pemikiran_Imam_Empat_Madzhab?
auto=download
https://www.academia.edu/29233239/Sumber-sumber_ijtihad_Abu_Hanifah?auto=download
15