Dosen Pengampu:
Ach. Shodiqil Hafil, M.Fil.I.
TASAWUF C
PRODI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1
Halim Setiawan, Strategi Public Relation Tarekat Qodariah Wa Naqsabandiyah Dalam
Mensosialisasikan Eksistensi Tarekat di Kecamatan Sambas, Vol 3 No. 1 Januari 2020, Hal 5-6
2
Awaludini, “Sejarah dan Perkembangan Tarekat Nusantara”, Jurnal IAIN Bengkulu, Vol. 5 Nomor
II, (Juli-Desember 2016), 126.
Habib Muhammad Lutfi bin Yahya, Pemimpin Jamiyyah Ahlit Tarekat
AlMu‟tabarah An-Nahdliyyah, membagi Tarekat dua: Tarekat Syariah dan
Tarekat Wushul. Tarekat Syariah adalah seperangkat aturan-aturan fiqih yang
disebutkan dalam berbagai kitab-kitab para fukaha yang mu‟tabar, para
muhadistin, mutakalimin dan mufassirin yang mu‟tabar. Sedangkan tarekat
wushul adalah upaya memetik natijah (hasil) dari pelaksanaan tarekat Syariah
dengan mengikuti bimbingan seorang Syekh dengan penuh khidmah(pengapdian),
muaffaqoh (mengangap benar) dan menghindar buruk sangka, serta berupaya
membersihkan hatinya dari berbagai sifat tercela, menghiasinya dengan sifat
mulia, dan memperbanyak zikir, menyebut nama Allah. Karena pembersihan hati
dari berbagai hal negatif tersebut hukumnya wajib, maka wajib pula hukum
memasuki tarikat.
3
Rahmawati, “Tarekat dan Perkembangannya”, Jurnal IAIN Kendari, Vol. 7, No. 1, (Mei 2014), 89-
93.
sahabat mengalami perubahan besar dari aspek sosial dan ekonomi. Dalam
hal spiritual, masyarakat lebih banyak berbicara tentang teologi dan
formulasi syariat, sehingga mulai melupakan persoalan-persoalan
kerohanian. Kondisi ini ditandai dengan berkembangnya budaya hedonism
di tengah-tengah masyarakat. Para tokoh sufi melihat kehidupan
masayarakat saat itu mulai cenderung hidup bermewah-mewahan. Gerakan
tasawuf yang dimotori oleh para sahabat, tabi’in serta tabi’tabi’in
senantiasa mengingatkan tentang hakikat hidup ini, dan berupaya
menanamkan semangat beribadah, dan melakukan pola hidup sederhana
atau zuhud. Termasuk dalam periode ini adalah Hasan al Bashri (110 H)
dengan konsep khauf, dan Rabi’ah al ‘Adawiyah (185 H) dengan konsep
cintanya.
2. Periode Kedua (abad ke-3 dan ke-4 H)
Pada periode ini ajaran tasauf memasuki babak baru. Ajaran
tasawuf pada periode ini tidak hanya terbatas pada pembinaan moral,
sebagaimana yang diajarkan para Zahid di masa periode pertama. Dalam
pandangan Hamka, pada masa abad ke 3 dan ke-4, ilmu tasawuf telah
berkembang dan telah memperlihatkan isinya yang dapat dibagikan
kepada tiga bagian, yaitu ilmu jiwa, ilmu akhlak dan ilmu ghaib
(metafisika). Menurut Abubakar Atjeh, jika pada abad ke-2 ajaran tasawuf
menekankan pada kezuhudan (asceticism), maka pada abad ke-3
orangorang sudah masuk pada pembicaraan tentang wusul dan ittihad
dengan Tuhan (mistikisme).
3. Periode ketiga (abad ke-5 H)
Memasuki abad ke 5, kedua bentuk ajaran tasawuf yakni tasawuf
sunni dan tasawuf falsafi yang berkembang pada periode kedua, maka
pada periode ketiga ini terjadi pembaharuan di dalamnya. Karena ternyata
tasawuf sunni makin berkembang, sementara tasawuf falsafi mulai
tenggelam dan baru muncul kembali di saat lahirnya para sufi yang
sekaligus seorang filosof. Tarekat seperti ini mulai bermunculan
disebabkan oleh karena pada periode tersebut telah terjadi kehampaan
spiritual sehingga untuk mengembalikan semangat spiritual itu maka
dilakukan upaya pendekatan diri kepada Allah dalam bentuk tarekat,
sekalipun pada periode ini kuantitas pengamalan tarekat masih cukup
terbatas
4. Periode keempat (abad ke-6 H. dan seterusnya)
Pada periode ini adalah munculnya kembali ajaran tasauf falsafi
secara sempurna, dimana pada periode sebelumnya (abad ke V) ajaran ini
tenggelam. Ajaran tasawuf falsafi pada periode abad ke VI mengalami
perkembangan yang sempurna dimana ajaran tqasauwuf ini sudah cukup
detail dan mendalam dalam segi praktek, pengajaran dan ide. Hal tersebut
dapat terilhat dari tulisan Ibnu Arabi dalam bukunya al Futuhat al
Makkiyah dan Fusus al Hikam. Perkembangan tasawuf pada periode ini
secara signifikan turut berpengaruh pada perkembangan tarekat itu sendiri.
Dari hasil kajian oleh sebagian penulis bahwa lahirnya gerakan tarekat
sebenarnya diawali pada abad keenam Hijriah
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Tarekat merupakan bentuk praktik ibadah yang diajarkan secara
khusus kepada orang tertentu. kemunculan tarekat sendiri diawali
dengan pengklasifikasian antara syariat, tahriqat, haqiqat, dan
makrifat oleh para sufi. Barulah pada abad ke-5 Hijriyah atau 13
Masehi muncul tarekat sebagai kelanjutan dari pemikiran kaum
sufi tersebut. Sedangkan kehadiran tarekat di Indonesia sama
tuanya dengan kehadiran Islam. Namun hanya ada beberapa tarekat
yang bisa masuk dan berkembang di Indonesia.
2. Tarekat tidak bisa dibatasi dari aspek pemaknaan saja bersadarkan
pemahaman yang telah berkembang sebelumnya yakni bahwa
Tarekat merupakan jalan atau metode yang ditempuh untuk
mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Allah SWT.
Kenyataannya bahwa Tarekat itu memiliki makna lain yang bisa
lebih spesifik misalnya Tarekat di maknai sebagai faham Mistik
yang dapat mendatangkan kekuatan gaib dan semacamnya.
4
Awaludin, Sejarah dan Perkembangan Tarekat di Nusantara, Jurnal El-Afkar Vol.5 No.II, 2016,
126-129.
DAFTAR PUSTAKA
Aceh, Abubakar, Pengantar Ilmu Tarekat: Kajian HIstoris Tentang Mistik, Cet.
Ketiga belas, Solo: Ramadhani, 1996. Aceh, Abubakar, Pengantar Ilmu
Tarekat: Kajian
Amin, Tasawuf Konstektual: Solusi Problem Manusia Modern, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003. Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto
Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto
Burhani, Ahmad Najib, “Tarekat” Tanpa Tarekat: Jalan Baru Menuju Sufi,
Jakarta:
HIstoris Tentang Mistik, Cet. Ketiga, Solo: Ramadhani, 1989. Atjeh , Aboebakar,
Tarekat Dalam Tasawwuf, Cet. Ke 6, Kota Bharu Kelantan: Pustaka Aman
Press, 1993.
Kultural: Fenomena Shalawat Wahidiyah, Yogyakarta: Lkis Yogyakarta, 2008.
Syukur,
Serambi Ilmu Semesta, 2002. Fata, Ahmad Khoirul, http://dunia.pelajar-
Islam.or.id/dunia.pii/209/tarekat-sebuah-pengantar.html. Huda, Sokhi, Tasawuf
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama (Bandung: Mizan, 2004), 264.
Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat ( Bandung: Pustaka Hidayah, 2002),
28.
Nur Syam, Pembangkangan Kaum Tarekat (Surabaya: LEPKISS, 2004), 21-22.
Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiah (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994), 9
Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiah, 21.
Sri Mulyati, Mengenal Dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia
(Jakarta: Kencana, 2005), 91.