Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Sejarah dan Perekmbangan Tarekat

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tasawuf

Dosen Pengampu:
Ach. Shodiqil Hafil, M.Fil.I.

Adam Aditya (933711819)


Alfi Nur Af'idah (933711419)
Anggie Putri Oktavian (933711619)
M.Azka Syarofi Mukhtar (933711019)

TASAWUF C
PRODI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Ajaran Islam berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
pemikiran penganutnya. Perkembangan ini mengarah pada keluasan dan kerincian
substansi ajarannya, sehingga terasa lebih spesifik dan lebih mudah diterima serta
diamalkan. Hal ini terjadi hampir pada semua aspek ajarannya, termasuk dalam
kehidupan kerohanian yang terkenal dengan tarekat.
Tarekat memanglah tidak bisa dilepaskan begitu saja dalam dunia Islam.
Meskipun penamaannya hanya tersirat dalam Islam dan diri Nabi Muhammad
namun dalam kenyataannya tarekat merupakan suatu fenomena yang ada dalam
dunia Islam. Pada perkembangannya tarekat memberi ulasan tersendiri jika
dibahas dalam sudut agama Islam dan selalu berkaitan dengan ilmu tertinggi
dalam Islam yakni tasawuf. Hakikat tarekat yang merupakan jalan menuju
ketenangan dan semakin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta juga menjadi
tujuan utama dari tasawuf. Hal inilah yang menghubungakan keduanya untuk
saling berkaitan dan menarik satu sama lain dalam agama Islam. Dapat dikatakan
bahwa tasawuf itu ilmunya dan tarekat adalah tempat untuk belajar ilmunya.
Disebutkan pada masa permulaan Islam, hanya terdapat dua macam tarekat, yaitu
Tarekat Nabawiyah dan Tarekat Salafiah. Namun sesudah abad ke-2 H, Tarekat
Salafiyah yang ada pada masa Sahabat dan Tabi’in tidak lagi murni seperti
sebelumnya. Hal ini dikarenakan masuknya pengaruh filsafat dan pikiran manusia
yang menjadikan tarekat telah tercampur dengan pikiran manusia yang abstrak.
Hingga kemudian muncullah Tarekat Sufiah yang bertujuan untuk
mengembalikan tarekat pada kesucian dan kemurniannya menurut apa yang
diamalkan oleh Nabi Muhamamd Saw. Tarekat ini diamalkan oleh orang-orang
sufi oleh sebab itu tarekat ini dinamakan dengan Tarekat Sufiah.
Menurut beberapa sejarawan, Islam yang masuk ke wilayah Nusantara adalah
Islam yang bercorak sufisme. Corak keberagaman sufi dengan latar belakang
aliran tarekat pun turut mewarnai proses islamisasi nusantara. Bahkan menurut
sejarawan Barat, Islam yang bersifat sufisme itulah yang mampu menarik para
penduduk pribumi untuk memeluk Islam dan menggeser agama sebelumnya yakni
Hindu dan Budha. Hal ini menjelaskan bahwa Islam Sufisme dianggap lebih sama
dengan Hindu – Budha yang lebih banyak memiliki sifat abstrak dan mistis. Dari
penjelasan tersebut jika dapat ditelusuri kembali maka didapati proses islamisasi
Indonesia bukan dilakukan oleh para Mutakallimin yang ahli teologi ataupun para
Fuqaha yang ahli dalam syariat Islam melainkan dilakukan oleh syekh-syekh yang
berlatar belakang oleh tarekat dan guru-guru suluk.4 Fenomena ini memberikan
gambaran kepada kita bahwa meskipun tarekat itu sederhana namun mereka
berperan dalam masyarakat hingga akhirnya dapat mengubah tatanan sejarah.
Aliran tarekat yang masuk ke Indonesia menjelang akhir abad kedelapan belas
diketahui melalui para jamaah haji yang pulang dari tanah air, dan para santri
yang telah menyelesaikan belajarnya di Haramayn lalu pulang untuk
mengamalkan ilmunya. Sejak saat itu berbagai tarekat telah tersebar luas dan di
setiap daerah memiliki kekhasan dan tradisi tarekatnya sendiri. Beberapa tarekat
yang masuk dan berkembang di antaranya adalah tarekat Qadiriyah, Syattariyah,
Naqsyabandiyah, Khalwatiyah, Samaniyah, dan ‘Alawiyah.
Terdapat pula tarekat yang lebih dikenal dengan Haddaadiyah dan sejenisnya,
yang muncul berkat dari kreativitas umat Islam Indonesia terutama para habib
keturunan Arab. Hingga kemudian Tarekat Tijaniyah mulai masuk pada awal abad
kedua puluh yang dibawa oleh para jemaah haji Indonesia. Terdapat juga tarekat
asli buatan Indonesia yakni Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang didirikan
pada tahun 1850-an oleh Akhmad Khatib Sambasi yang berasal dari Kalimantan.6
Dari beberapa tarekat yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat salah satu
tarekat yang keberadaannya masih ada bahkan semakin berkembang dengan
memiliki pengikut terbanyak di Indonesia, yaitu Tarekat Naqsyabandiyah. Bahkan
dalam buku Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah karya dari Fuad Said disebutkan
bahwa pengikut terbanyak tarekat ini berada di Sumatera Utara, Riau, Jawa,
Madura, Malaysia, dan Thailand.7 Tarekat ini didirikan oleh Muhammad bin
Muhammad Bah al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi (717-791 H) yang
lahir di Qashrul Arifah. Dinamakan “Naqsyabandiah”, karena Syekh Baha’uddin
pendiri tarekat ini senantiasa berdzikir mengingat Allah berkepanjangan, sehingga
lafaz “Allah” itu terukir melekat ketat dalam kalbunya.8 Tarekat ini pertama kali
berdiri di Asia Tengah kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afganistan, dan India.
Di Asia Tengah, bukan hanya di kota-kota penting, melainkan di kampung-
kampung kecil tarekat ini mempunyai zawiyah (padepokan sufi) dan rumah
peristirahatan Naqsyabandi sebagai tempat berlangsungnya aktifitas keagamaan
yang semarak.9 Hingga saat itu tarekat ini terus meluas ke berbagai wilayah dunia
dengan anggota bukan hanya di Indonesia tapi juga di Asia Tengah, beberapa
Negara Timur Tengah seperti Libanon dan Syria, sebagian Afrika Utara dan
Afrika Barat, bahkan Eropa, Amerika Utara, Cina belahan timur. Sedangkan di
Indonesia, pelopor tarekat Naqsyabandiyah yaitu Syaikh Yusuf Al-Makasari.
Seperti disebutkan dalam bukunya “Safinah an-Najah”, ia menerima ijazah dari
Muhammad Abd al-Baqi di Yaman kemudian mempelajari tarekat ketika di
Madinah di bawah asuhan Syekh Ibrahim al-Kurani.10 Ia disebut sebagai orang
pertama yang menulis tentang Tarekat Naqsyabandiyah ini sehingga kemudian ia
dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan tarekat ini di Indonesia.
Namun perlu diketahui Syaikh Yusuf tidaklah murni hanya mengikuti Tarekat
Naqsyabandiyah saja meskipun ia dinobatkan sebagai orang pertama yang
memperkenalkan Tarekat Naqsyabandiyah ini. Diketahui ia juga berbai’at ke
berbagai macam tarekat lain seperti Khalwatiyah, Syattariyah, Ba’alawiyah dan
Qadiriyyah. Di lain tempat, Kepulauan Riau tarekat ini disebarkan oleh
Muhammad Yusuf yang merupakan Yang Dipertuan Agung di Kepulauan Riau.
Ia mendapat bai’at dari seorang syeikh bernama Muhammad Shalil Al-Zawawi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari tarekat?
2. Apa saja yang termasuk unsur-unsur terbentuknya tarekat?
3. Bagaimana sejarah dan perkembangan tarekat?
4. Bagaimana perkembangan tarekat di Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari tarekat
2. Untuk mengetahui unsur-unsur terbentuknya tarekat
3. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan tarekat
4. Untuk mengetahui perkembangan tarekat di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN TAREKAT


Kata “Tarekat” berasal dari bahasa arab T{ari>qah{ yang berarti jalan,
sistem, metode, dan madhh{ab (aliran). Kemudian kalimat tersebut menjadi
kalimat baku dalam bahasa indonesia. Mulyadi Katanegara mengartikan dalam
konteks Timur Tengah, tarekat adalah jalan kecil (jalan pintas) menuju wadi
(oase) dan sulit dilalui karena terkadang sudah tertutupi pasir. Dari ungkapan
Mulyadi ini tersirat ma’na bahwa tarekat tidak banyak diketahui orang, hanya
orang-orang tertentu saja yang mengetahuinya, sehingga wajar saja kalau
tarekat dipandang amaliah yang ilegal legitimasinya.
Harun Nasution mengartikan bahwa tarekat merupakan suatu cara yang
ditempuh seorang sufi dalam upayanya mendekatkan diri kepada Allah Swt.
namun dalam perkembangannya, tarekat menjadi sebuah organisasi yang
dipimpin oleh seorang Shaikh (Guru Spritual) dan sebagai anggotanya adalah
para murid shaikh tersebut. Aktivitas rutinitas dari organisasi tarekat ini dalam
pandangan Harun adalah berupa pengamalan dhikir dan wirid dengan metode
tertentu dari gurunya.
Menurut Zuhri tarekat adalah petunjuk dalam melakukan ibadah yang sesuai
dengan ajaran yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw dan
dikerjakan oleh para sahabat. Pendapat Zuhri ini menekankan bahwa dalam
pendidikan tarekat amaliah dan metodenya (kurikulumnya) harus mengikuti
ketentuan yang telah diajarkan oleh gurunya, bukan kreativitas pribadi
seseorang secara personal.
Shaikh Najmuddin al-Kubra menganalogikan bahwa syariat diumpamakan
perahu yang dijadikan sebagai kendaraan berlayar sampai ke tengah samudra.
Tarekat bagaikan samudra tempat berlayar yang di tengahtengahnya terdapat
intan. Sedangkan hakikat laksana intan yang istimewa yang terdapat di dasar
lautan. Dengan demikian, seseorang tidak akan bisa menemukan intan tanpa
mau berlayar ke tengah lautan dan menyelam sampai ke dasarnya, dan tidak
mungkin bisa sampai ke tengah lautan tanpa menggunakan perahu. Artinya,
sesorang tidak akan mampu mencapai hakikat kecuali melalui tarekat, dan
tidak akan bisa menjalankan tarekat tanpa konsisten melaksanakan syariat.
Pada dasarnya, aneka ragam pengertian tarekat di atas mengarah pada dua
hal pokok, yaitu pertama, esensi tarekat, yakni pengamalan syariat secara
mendalam dan kontinyu, dan dalam hal ini tidak harus menggunakan metode
atau tuntunan dari seorang guru murshid. kedua adalah sistem pengamalan
tarekat, atau yang disebut organisasi tarekat sufi yang dipimpin oleh seorang
guru murshid dalam mengamalkan ritual atau wirid dan dhikir tertentu, dan
dalam sistem ini pengamalannya harus mengikuti ketentuan dan tatacara yang
telah diracik dan ditetapkan oleh guru murshidnya. Karena dalam tarekat
model ini, biasanya saliknya telah berjanji atau yang disebut dengan istilah
bay’at dan memasrahkan segala urusan batinnya kepada guru murshidnya
untuk dibimbing menuju menghadap Allah SWT.
2.2 UNSUR-UNSUR TERBENTUKNYA TAREKAT
Dalam terbentuknya tarekat pasti mempunyai beberapa unsur yang
mendukung dalam terbentuknya suatu golongan tersebut.
a) Mursyid
Dalam istilahnya mursyid merupakan suatu anggapan seseorang
yang telah mencapai tahap Mukhasyafah (telah terbuka tabir antara
dirinya dan Tuhan) dalam hal in mursyid bertugas menemani atau
membimbing para penempuh jalan spiritual untuk mendekati
Allah. Mursyid bisa juga dikatan guru spiritual namun dalam dunia
tarekat guru spiritual terkadang disebut dengan istilah Thayr al-
quds (burung suci) atau khidir.
b) Baiat
Baiat merupakan suatu perjanjian setia seorang murid kepada
mursyid atau gurunya, bahwa ai akan mengikuti apapun yang telah
diperintahkan oleh sang guru tersebut.
c) Silsilah
Silsilah tarekat adalah nisbah “hubungan guru terdahulu sambung
menyambung antara satu sama lain sampai kepada Nabi. Hal ini
harus ada sebab bimbingan yang diambil dari guru-guru terdahulu
dan itu sanadnya harus benar benar sampai kepada Nabi. Kalau
sanad tersebut tidak sampai kepada nabi berarti tarekat tersebut
dikatakan palsu, dikarenakan nasab tersebut terputus-putus atau
ajaran tersebut tidak sama yang pernah dilakukan oleh nabi.
d) Murid
Murid dalam tarekah bisa disebut Salik yang mempunyai arti orang
yang sedang mencari bimbingan perjalanan menuju jalan Allah.
Dalam pandangan tarekat seseorang yang melakukan perjalanan
rohani menuju tuhan tanpa bimbingan seorang guru yang
berpengalaman dalam melewati berbagai tahapan maka seseorang
terebut bisa dikatakan mudah tersesat.
e) Ajaran
Ajaran merupakan suatu praktik dan ilmu tertentu yang diajarkan
seorang guru dalam tingkatan tarekat. Biasanya masing-masing
tarekat memiliki ciri khas ajaran atau metode dalam mendekati
tuhan.1
2.3 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT
Pada hakekatnya tarekat bukanlah sesuatu yang terpisah dari syari‟at,
sebab tarekat adalah pengejawantahan dari syariat itu sendiri. Sebagaimana lazim
dikatakan orang, ”syariat tanpa tarekat adalah kosong, sedangkan tarekat tanpa
syariat adalah bohong.” Terkait hal ini Abu Bakar Atjeh dalam bukunya,
Pengantar Tarekat, dengan tegas menyatakan bahwa tarekat merupakan bagian
terpenting dari pada pelaksanaan tasawuf. Mempelajari tasawuf dengan tidak
mengetahui dan melakukan tarekat merupakan suatu usaha yang hampa. Dalam
ajaran tasawuf diterangkan, bahwa syariat itu hanya peraturan belaka, tarekat lah
yang merupakan perbuatan untuk melaksanakan syariat itu, apabila syariat dan
tarekat ini sudah dapat dikuasai, maka lahirlah hakekat yang tidak lain daripada
perbaikan keadaan atau ahwal, sedangkan tujuan yang terakhir ialah makrifat
yaitu mengenal dan mencintai Tuhan dengan sebaik-baiknya.2

1
Halim Setiawan, Strategi Public Relation Tarekat Qodariah Wa Naqsabandiyah Dalam
Mensosialisasikan Eksistensi Tarekat di Kecamatan Sambas, Vol 3 No. 1 Januari 2020, Hal 5-6
2
Awaludini, “Sejarah dan Perkembangan Tarekat Nusantara”, Jurnal IAIN Bengkulu, Vol. 5 Nomor
II, (Juli-Desember 2016), 126.
Habib Muhammad Lutfi bin Yahya, Pemimpin Jamiyyah Ahlit Tarekat
AlMu‟tabarah An-Nahdliyyah, membagi Tarekat dua: Tarekat Syariah dan
Tarekat Wushul. Tarekat Syariah adalah seperangkat aturan-aturan fiqih yang
disebutkan dalam berbagai kitab-kitab para fukaha yang mu‟tabar, para
muhadistin, mutakalimin dan mufassirin yang mu‟tabar. Sedangkan tarekat
wushul adalah upaya memetik natijah (hasil) dari pelaksanaan tarekat Syariah
dengan mengikuti bimbingan seorang Syekh dengan penuh khidmah(pengapdian),
muaffaqoh (mengangap benar) dan menghindar buruk sangka, serta berupaya
membersihkan hatinya dari berbagai sifat tercela, menghiasinya dengan sifat
mulia, dan memperbanyak zikir, menyebut nama Allah. Karena pembersihan hati
dari berbagai hal negatif tersebut hukumnya wajib, maka wajib pula hukum
memasuki tarikat.

Perkembangan Tarekat tersebut dapat dibagi ke dalam empat periode.


Yaitu periode pertama, abad ke-1 dan ke-2 H. periode kedua, abad ke-3 dan ke-4
H. periode ketiga, abad ke-5 H. dan periode keempat, abad ke6 H dan seterusnya
(Asmaran As, 1994: 249). Pembagian periode ini dilihat berdasarkan proses
perubahan masyarakat Islam dari generasi kegenerasi yang dipengaruhi oleh
perbedaan-perbedaan dan fenomena keberagamaan masyarakat Islam yang dari
generasi ke generasi.3

Mengapa periodisasi tersebut diawali dari abad pertama Hijriah? Dari


kajian historis mengungkapkan bahwa awal mulanya tasawuf itu adalah padah
masa sahabat dan tabi’in. tidak muncul pada pada masa Nabi Muhammad SAW.
Hal itu disebabkan oleh prilaku umat Islam masih sangat stabil, keberagamaan
masih dilaksanakan secara seimbang, bahkan cara pandang hidupnya jauh dari
budaya pragmatism, materialism dan hedonism

1. Periode Pertama (abad ke-1 dan ke-2 H)


Gerakan tasawuf pada masa ini timbul sebagai bentuk
kekahawatiran terhadap perubahan mental masyarakat di masa itu. Kondisi
masyarakat pada masa abad pertama Hijriyah pasca nabi SAW dan para

3
Rahmawati, “Tarekat dan Perkembangannya”, Jurnal IAIN Kendari, Vol. 7, No. 1, (Mei 2014), 89-
93.
sahabat mengalami perubahan besar dari aspek sosial dan ekonomi. Dalam
hal spiritual, masyarakat lebih banyak berbicara tentang teologi dan
formulasi syariat, sehingga mulai melupakan persoalan-persoalan
kerohanian. Kondisi ini ditandai dengan berkembangnya budaya hedonism
di tengah-tengah masyarakat. Para tokoh sufi melihat kehidupan
masayarakat saat itu mulai cenderung hidup bermewah-mewahan. Gerakan
tasawuf yang dimotori oleh para sahabat, tabi’in serta tabi’tabi’in
senantiasa mengingatkan tentang hakikat hidup ini, dan berupaya
menanamkan semangat beribadah, dan melakukan pola hidup sederhana
atau zuhud. Termasuk dalam periode ini adalah Hasan al Bashri (110 H)
dengan konsep khauf, dan Rabi’ah al ‘Adawiyah (185 H) dengan konsep
cintanya.
2. Periode Kedua (abad ke-3 dan ke-4 H)
Pada periode ini ajaran tasauf memasuki babak baru. Ajaran
tasawuf pada periode ini tidak hanya terbatas pada pembinaan moral,
sebagaimana yang diajarkan para Zahid di masa periode pertama. Dalam
pandangan Hamka, pada masa abad ke 3 dan ke-4, ilmu tasawuf telah
berkembang dan telah memperlihatkan isinya yang dapat dibagikan
kepada tiga bagian, yaitu ilmu jiwa, ilmu akhlak dan ilmu ghaib
(metafisika). Menurut Abubakar Atjeh, jika pada abad ke-2 ajaran tasawuf
menekankan pada kezuhudan (asceticism), maka pada abad ke-3
orangorang sudah masuk pada pembicaraan tentang wusul dan ittihad
dengan Tuhan (mistikisme).
3. Periode ketiga (abad ke-5 H)
Memasuki abad ke 5, kedua bentuk ajaran tasawuf yakni tasawuf
sunni dan tasawuf falsafi yang berkembang pada periode kedua, maka
pada periode ketiga ini terjadi pembaharuan di dalamnya. Karena ternyata
tasawuf sunni makin berkembang, sementara tasawuf falsafi mulai
tenggelam dan baru muncul kembali di saat lahirnya para sufi yang
sekaligus seorang filosof. Tarekat seperti ini mulai bermunculan
disebabkan oleh karena pada periode tersebut telah terjadi kehampaan
spiritual sehingga untuk mengembalikan semangat spiritual itu maka
dilakukan upaya pendekatan diri kepada Allah dalam bentuk tarekat,
sekalipun pada periode ini kuantitas pengamalan tarekat masih cukup
terbatas
4. Periode keempat (abad ke-6 H. dan seterusnya)
Pada periode ini adalah munculnya kembali ajaran tasauf falsafi
secara sempurna, dimana pada periode sebelumnya (abad ke V) ajaran ini
tenggelam. Ajaran tasawuf falsafi pada periode abad ke VI mengalami
perkembangan yang sempurna dimana ajaran tqasauwuf ini sudah cukup
detail dan mendalam dalam segi praktek, pengajaran dan ide. Hal tersebut
dapat terilhat dari tulisan Ibnu Arabi dalam bukunya al Futuhat al
Makkiyah dan Fusus al Hikam. Perkembangan tasawuf pada periode ini
secara signifikan turut berpengaruh pada perkembangan tarekat itu sendiri.
Dari hasil kajian oleh sebagian penulis bahwa lahirnya gerakan tarekat
sebenarnya diawali pada abad keenam Hijriah

Berdasarkan kajian historis perkembangan tasawuf di atas, maka


dapat disimpulkan bahwa di awal perkembangannya, utamanya pada abad
ke1 dan ke-2 Hijriah tarekat masih merupakan jalan spiritual yang dilalui
oleh seorang salik menuju hakikat, dengan kata lain tarekat dalam
pengertian yang pertama. Nanti pada abad selanjutnya, abad ketiga dan
keempat Hijriah, merupakan cikal bakal munculnya tarekat-tarekat. Dan
selanjutnya pada abad keenam Hijriah terjadi perubahan arah dalam
perkembangan tarekat dengan munculnya beberapa kelompokkelompok
tarekat yang diawali dengan datangnya Syaikh Abdul Qadir al Jailani (w.
561 H/1166 M) dengan sistem tarekat Qadiriahnya (sekaligus menjadi
tarekat pertama).
 Pembagian Tarekat dan Tokoh-Tokohnya
Jumlah Tarekat sebenarnya sangatlah banyak, akan tetapi yang memiliki
anggota yang cukup banyak tersebar di Indonesia sampai saat ini adalah:
1) Thoriqoh Naqsabandiyah
Pendiri Thoriqoh Naqsabandiyah ialah Muhammad bin Baha’uddin Al-
Huwaisi Al Bukhari (717-791 H). Ulama sufi yang lahir di desa Hinduwan –
kemudian terkenal dengan Arifan. Pendiri Thorikoh Naqsabandiyah ini juga
dikenal dengan nama Naksyabandi yang berarti lukisan, karena ia ahli dalam
memberikan gambaran kehidupan yang ghaib-ghaib. Kata ‘Uwais’ ada pada
namanya, karena ia ada hubungan nenek dengan Uwais Al-Qarni, lalu
mendapat pendidikan kerohanian dari wali besar Abdul Khalik Al-
Khujdawani yang juga murid Uwais dan menimba ilmu Tasawuf kepada
ulama yang ternama kala itu, Muhammad Baba Al-Sammasi. Thoriqoh
Naqsabandiyah mengajarkan zikir-zikir yang sangat sederhana, namun lebih
mengutamakan zikir dalam hati daripada zikir dengan lisan. Pokok-pokok
ajaran Thoriqoh Naqsabandiyah:
 Berpegang teguh dengan akidah ahli Sunnah
 Meninggalkan Rukhshah
 Memilih hukum yang azimah
 Senantiasa dalam muraqabah
 Tetap berhadapan dengan Tuhan
 Senantiasa berpaling dari kemegahan dunia.
 Menghasilkan makalah hudur (kemampuan menghadirkan Tuhan dalam
hati)
 Menyendiri di tengah-tengah ramai serta menghiasi diri dengan hal-hal
yang memberi faedah
 Berpakaian dengan pakaian orang mukmin biasa.
 Zikir tanpa suara
 Mengatur nafas tanpa lali dari Allah
 Berakhlak dengan akhlak Nabi Muhammad SAW
Ada enam dasar yang dipakai sebagai pegangan untuk mencapai tujuan dalam
Thorikoh ini, yaitu:
1. Tobat
2. Uzla (Mengasingkan diri dari masyarakat ramai yang dianggapnya telah
mengingkari ajaran-ajaran Allah dan beragam kemaksiatan, sebab ia tidak
mampu memperbaikinya)
3. Zuhud (Memanfaatkan dunia untuk keperluan hidup seperlunya saja)
4. Taqwa
5. Qanaah (Menerima dengan senang hati segala sesuatu yang
6. dianugerahkan oleh Allah SWT)
7. Taslim (Kepatuhan batiniah akan keyakinan qalbu hanya pada Allah)
Hukum yang dijadikan pegangan dalam Thoriqoh Naqsabandiyah ini juga ada
enam, yaitu:
1. Zikir
2. Meninggalkan hawa nafsu
3. Meninggalkan kesenangan duniawi
4. Melaksanakan segenap ajaran agama dengan sungguh-sungguh
5. Senantiasa berbuat baik (ihsan) kepada makhluk Allah SWT
6. Mengerjakan amal kebaikan
Syarat-syarat untuk menjadi pengikutnya :
1. I’tiqad yang benar
2. Menjalankan sunnah Rasulullah
3. Menjauhkan diri dari nafsu dan sifat-sifat yang tercela
4. Taubat yang benar
5. Menolak kezaliman
6. Menunaikan segala hak orang
7. Mengerjakan amal dengan syariat yang benar
2) Thoriqoh Qadariyah
Pendiri Tarekat Qadiriyah adalah Syeikh Abduk Qadir Jailani, seorang
ulama yang zahid, pengikut mazhab Hambali. Ia mempunyai sebuah sekolah
untuk melakukan suluk dan latihan-latihan kesufian di Baghdad.
Pengembangan dan penyebaran Tarekat ini didukung oleh anak-anaknya
antara lain Ibrahim dan Abdul Salam. Thoriqoh Qodariyah berpengaruh luas
di dunia timur. Pengaruh pendirinya ini sangat banyak meresap di hati
masyarakat yang dituturkan lewat bacaan manaqib. Tujuan dari bacaan
manaqib adalah untuk mendapatkan barkah, karena abdul Qadir jailani
terkwenal dengan keramatnya.
Dasar pokok ajaran Thariqoh Qadariyah yaitu:
1) Tinggi cita-cita
2) Menjaga kehormatan
3) Baik pelayanan
4) Kuat pendirian
5) Membesarkan nikmat Tuhan
3) Thoriqoh Sadziliyah
Pendiri Tarekat Sadziliyah adalah Abdul Hasan Ali Asy-Syazili, seorang
ulama dan sufi besar. Menurut silsilahnya, ia masih keturunan Hasan, putra
Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah SAW. Ia dilahirkan pada 573
H di suatu desa kecil di kawasan Maghribi. Ali Syazili terkenal sangat saleh
dan alim, tutur katanya enak didengar dan mengandung kedalaman makna.
Bahkan bentuk tubuh dan wajahnya, menurut orang-orang yang mengenalnya,
konon mencerminkan keimanan dan keikhlasan. Sifat-sifat salehnya telah
tampak sejak ia masih kecil. Pokok ajaran Thoriqoh Sadziliyah yaitu:
1) Bertaqwa kepada Allah ditempat sunyi dan ramai
2) Mengikutu sunnah dalam segala perbuatan dan perkataan
3) Berpaling hati dari makhluk waktu berhadapan dan membelakang
4) Ridho dengan pemberian Allah sedikit atau banyak
5) Kembali kepada Allah baik senang maupun sedih.
Tarekat Syaziliyah merupakan Tarekat yang paling mudah pengamalannya.
Dengan kata lain tidak membebani syarat-syarat yang berat kepada Syeikh
Tarekat. Kepada mereka diharuskan:
a. Meninggalkan segala perbuatan maksiat.
1. Memelihara segala ibadah wajib, seperti shalat lima waktu, puasa
Ramadhan dan lain-lain.
2. Menunaikan ibadah-ibadah sunnah semampunya.
3. Zikir kepada Allah SWT sebanyak mungkin atau minimal seribu kali
dalam sehari semalam dan beristighfar sebanyak seratus kali sehari-
semalam dan zikir-zikir yang lain.
4. Membaca shalawat minimal seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir
yang lain.
4) Tarikat Rifaiyah
Pendirinya Tarikat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifai.
Ia lahir di Qaryah Hasan, dekat Basrah pada tahun 500 H (1106 M),
sedangkan sumber lain mengatakan ia lahir pada tahun 512 H (1118 M).
Sewaktu Ahmad berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia lalu diasuh
pamannya, Mansur Al-Batha’ihi, seorang syeikh Trarekat. Selain menuntut
ilmu pada pamannya tersebut ia juga berguru pada pamannya yang lain, Abu
Al-Fadl Ali Al Wasiti, terutama tentang Mazhab Fiqh Imam Syafi’i. Dalam
usia 21 tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah dari pamannya dan khirqah
9 sebagai pertanda sudah mendapat wewenang untuk mengajar. Ciri khas
Tarekat Rifaiyah ini adalah pelaksanaan zikirnya yang dilakukan bersama-
sama diiringi oleh suara gendang yang bertalu-talu. Zikir tersebut
dilakukannya sampai mencapai suatu keadaan dimana mereka dapat
melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan, antara lain berguling-
guling dalam bara api, namun tidak terbakar sedikit pun dan tidak mempan
oleh senjata tajam.
5) Tarikat Khalawatiyah
Tarikat Khalawatiyah ialah suatu cabang dari tarikat Suhrawadiyah yang
didirikan di Bagdad oleh Abdul Qadir Suhrawardi dan Umar Suhrawardi,
yang tiap kali menamakan dirinya golongan Siddiqiyah, karena mereka
menganggap dirinya berasal dari keturunan Khalifah Abu Bakar. Bidang
usahanya yang terbesar terdapat di Afghanistan dan India. Memang keluarga
Suhrawardi ini termasuk keluarga Sufi yang ternama. Abdul Futuh Suhrawardi
terkenal dengan nama Syeikh Maqtul atau seorang tokoh sufi yang oelh
kawan-kawannya diberi gelar ulama, dilahirkan di Zinjan, dekat Irak pada
tahun 549 H.
Suhrawardi yang lain bernama Abu Hafas Umar Suhrawardi, juga seorang
tokoh sufi terbesar di Bagdad, pengarang kitab “Awariful Ma’arif”, sebuah
karangan yang sangat mengagumkan dan sangat menarik perhatian Imam
Ghazali, sehingga seluruh kitab itu di muat pada akhir karya “Ihya
Ulumuddin” yang oleh tarikat Suhrawardiyah serta cabang-cabangnya
dijadikan pokok pegangan dalam suluknya, dan Suhrawardani ini meninggal
pada tahun 638 H .
6) Tarikat Khalidiyah
Cabang Naqsabandiyah di Turkestan mengaku berasal dari tarekat
Thaifuriyah dan cabang-cabang yang lain terdapat di Cina, Kazan, Turki,
India, dan Jawa. Disebutkan dalam sejarah, bahwa tarekat itu didirikan oleh
Bahauddin 1334 M. Dalam pada itu ada suatu cabang Naqsabandiyah di
Turki, yang berdiri dalam abad ke XIX, bernama Khalidiyah. Menurut sebuah
kitab dari Baharmawi Umar, dikatakan, bahwa pokok-pokok tarekat
Khalidiyah Dhiya’iyah Majjiyah, diletakkan oleh Syeikh Sulaiman Zuhdi Al-
Khalidi, yang lama bertempat tinggal di Mekkah. Kitab ini berisi silsilah dan
beberapa pengertian yang digunakan dalam tarekat ini, setengahnya tertulis
dalam bentuk sajak dan setengahnya tertulis dalam bentuk biasa. Dalam
silsilah dapat dibaca, bahwa tawassul tarekat inidimulai dengan Dhiyauddin
Khalid.
7) Tarikat Sammaniyah
Nama tarikat ini diambil daripada nama seorang guru tasawwuf yang
masyhur, disebut Muhammad Samman, seorang guru terikat yang ternama di
Madinah, pengajarannya banyak dikunjungi orang-orang Indonesia di
antaranya berasal dari Aceh, dan oleh karena itu terikatnya itu banyak tersiar
di Aceh, bisa disebut terekat sammaniyah. Ia meninggal di Madinah pada
tahun 1720 M. Sejarah hidupnya dibukukan orang dengan nama Manaqib
Tuan Syeikh Muhammad Samman, ditulis bersama kisah Mi’raj Nabi
Muhammad, dalam huruf arab, disiarkan dan dibaca dalam kalangan yang
sangat luas di Indonesia sebagai bacaan amalan dalam kalangan rakyat.
8) Tarikat ‘Aidrusiyah
Salah satu daripada tarekat yang masyhur dalam kalangan Ba’alawi ialah
Al’aidurusiyah, terutama dalam tasawuf aqidah. Hampir tiap-tiap buku
tasawuf menyebut nama Al- aidrus sebagai salah seorang sufi yang ternama.
Keluarga Al’Ahidus banyak sekali melahirkan tokoh-tokoh Sufi yang
terkemuka, diantaranya, di antaranya S. Abdur Rahman Bin Mustafa
Al’Aidus, yang pernah menjadi pembicaraan Al-Jabarti dalam sejarahnya. Al-
Jabarti menerangkan, bahwa S.Abdur Rahman berlimpah-limpah ilmunya, ahli
yang mempertemukan hakekat dan syariat sejak kecil ia telah menghafal
Al’Quran 30 jus.
9) Tarikat Al-Haddad
Sayyid Abdullah bin Alwi Muhammad Al-Haddad dianggap salah seorang
qutub dan arifin dalam ilmu Tasawuf. Banyak ia mengarang kitab-kitab
mengenai ilmu tasawuf dalam segala bidang, dalam aqidah, tarekat, dsb.
Bukan saja dalam ilmu tasawuf, tetapi juga dalam ilmu-ilmu yang lain banyak
ia mengarang kitab. Kitabnya yang bernama : “Nasa’ihud Diniyah”, sampai
sekarang merupakan kitab-kitab yang dianggap penting. Muraqabah termasuk
wasiat Al-Haddad yang penting. Muraqabah artinya selalu diawasi Tuhan, dan
orang yang sedang melakukan suluk hendaknya selalu Muraqabah dalam
gerak dan diamnya, dalam segala masa dan zaman, dalam segala perbuatan
dan kehendak, dalam keadaan aman dan bahaya, di kala lahir dan di kala
tersembunyi, selalu menganggap dirinya berdampingan dengan Tuhan dan
diawasi oleh Tuhan. Jika beribadah itu seakan-akan dilihat Tuhan, jika ia tidak
melihat Tuhan pun, niscaya Tuhan dapat melihat dia dan memperhatikan
segala amal ibadahnya. Ak-Hadad mengatakan bahwa Muraqabah itu
termasuk maqam dan manzal, ia termasuk maqam ihsan yang selalu dipuji-
puji oleh nabi Muhammad.
10) Tarikat Tijaniyah
Salah satu terekat yang terdapat di Indonesia di samping tarekat-tarekat
yang lain ialah tarekat Tijaniyah. Dalam tahun beberapa rekat ini masuk ke
Indonesia tidak diketahui orang-orang secara pasti, tetapi sejak tahun 1928
mulai terdengar adanya gerakan ini di Cirebon. Seorang Arab yang tinggal di
Tasikmalaya, bernama Ali bin Abdullah At-Tayib Al-Azhari, berasal dari
Madinah, menulis sebuah kitab yang berjudul “Kitab Munayatul Murid”
(Tasikmalaya, 1928 M), berisi beberapa petunujk mengenai hakikat ini, dan
kitab itu terdapat tersebar luas di Cirebon khususnya, dan di Jawa barat
umumnya. Pendirinya seorang ulama dari Algeria, bernama Abdul Abbas bin
Muhammad bin Mukhtar At-Tijani, lahir di ‘Ain Mahdi pada tahun 1150 H,
(1737-1738 M). Diceritakan bahwa dari bapaknya ia keturunan Hasan bin Ali
bin Abi Thalib, sedang nama Tijani adalah dari Tijanah dari keluarga ibunya.
Terekat ini mempunyai wirid yang sangat sederhana, dan wazifah yang sangat
mudah. Wiridnya terdiri dari istighfar seratus kali, shalawat seratus kali, dan
tahlil seratus kali. Boleh dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Di
Cirebon tarekat Tijani ini pernah tersiar dengan suburnya di bawah pimpinan
Kiyai Buntet dan saudaranya Kiyai Anas di desa Martapada, dekat kota
Cirebon.
2.4 PERKEMBANGAN TAREKAT DI INDONESIA
Sejarah tarekat di Indonesia diyakini sama dengan sejarah masuknya Islam
ke Nusantara itu sendiri. Para sejarawan Barat menyakini, Islam bercorak
Sufidtik itulah yang membuat penduduk nusantara yang semula beragama
Hindu dan Budha menjadi sangat tertarik. Tradisi dua agama asal India yang
kaya dengan dimensi metafisik dan spiritualitas itu dianggap lebih dekat dan
lebih mudah beradaptasi dengan tradisi tarikat yang dibawa para wali.
Sehingga perubahan besar itu pun berlangsung nyaris tanpa meneteskan darah
sedikitpun. Ini berbeda dengan proses Islamisasi di india yang dilakukan
secara besar-besaran melalui penaklukan dan tekanan, bahkan konon sedikit
pemaksaandengan senjata. Oleh para raja Muslim seperti Sultan Mahmud
Ghadzna, Auranzeb, Haidar Aly, Tipu Sultan, dan sebagainya. Namun hingga
saat ini India terlebih setelah terbagi tiga dengan Pakistan dengan Banglades
dan muslim, Islam tetap tidak berhasil secara massip menggeser Hindu
sebagai Agama mayoritas masyarakat.
Besarnya pengaruh tarekat dalam islamisasi juga didukung dengan dari
temuan sejarah bahwa sebenarnya Islam sudah masuk di Nusantara sejak abad
ke-7, dan di Jawa sejak abad 11 M, namun sejauh itu tidak cukup signifikan
mengubah agama masyarakat nusantara. Islam saat ini hanya menjadi agama
para pendatang yang berkumpul dalam komuniatas-komunitas kecil di
beberapa kota di pesisir Jawa, seperti di Leran (Gresik), Idramanyu dan
Semarang. Sementara penduduk asli diceritakan masih hidup dengan
agamanya, bahkan digambarkan dengan pola hidup yang “kotor”. Proses
islamisasi nusantara secara besar-besaran baru terjadi pada penghujung abad
14 atau awal abad 15, bersamaan dengan masa keemasan perkembangan
tasawuf akhalaki yang ditandai dengan munculnya aliran-aliran tarekat di
Timur Tengah. Fase itu sendiri telah dimulai sejak Imam Abu Hamid
Muhammad Al-Ghazali (wafat 1111 M) merumuskan konsep tasawuf moderat
yang memadukan keseimbangan unsur Ahklak, syariat, dan filsafat. Konsep
itu diterima sacara terbuka oleh kaum fukaha yang sebelumnya menentang
habis-habisan ajaran tasawuf falsafi yang kontroversial. Dilanjutkan dengan
bermunculannya pusat-pusat pengajaran tasawuf yang dipimpin oleh para sufi
terkemuka seperti Syekh Abdul Qadir Al-Jailani (wafat 1166 M), yang ajaran
tasawufnya menjadi dasar Thariqoh Qodiriyyah. Ada juga Syekh Najmudin
Kubro (wafat 1221 M), sufi Asia Tengah pendiri Thariqoh Kubrawiyyah;
Syekh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili (wafat 1258), pendiri Thariqoh
Syadziliyyah asal Maghribi, Afrika Utara; Ahmad Arfa‟iyyah. Belakangan,
pada awal abad keempat belas juga lahir Tarekat Naqsabandiyah yang
didirikan oleh Syekh Muhammad Bahauddin An-Naqsabandy (wafat 1389) di
Khurasan dan Tarekat Syathariyyah yang di dirikan Syekh Abdullah Asy-
Syatthari (wafat 1428 M). Tarekat-tarekat ini kemudian menyebar ke seluruh
dunia, termasuk ke Nusantara, melalui para penyebar agama Islam. Mencapai
puncaknya pada abad 17-18, bersamaan dengan orang-orang Jawa yang naik
haji. Hingga saat ini tak kurang dari 44 tarekat yang telah ada dan tersebar di
seluruh Indonesia.Tarekat-tarekat itu banyak sekali, ada tarekat-tarekat yang
merupakan induk, diciptakan oleh tokoh-tokoh tasawuf aqidah, dan ada
tarekat-tarekat yang merupakan perpecahan dari pada tarekat induk tersebut,
yang sudah dipengaruhi oleh syekh-syekh tarekat yang mengamalkannya. Dan
diantara perpecahan tarekat-tarekat itu disusun dalam atau diberi istilah-istilah
yang sesuai dengan tempat perkembangannya. Dan dalam perkembangannya
di Indonesia sekarang, sudah tercatat ada 45 tarekat mu‟tabarah,16yaitu:
Rumiyah, Rifa‟yah, Sa‟diyah, Bakriyah, Justiyah, Umariyah, Alawiyah,
Abasiyah, Zainiyah, Dasuqiyah, Akbariyah, Bayumiyah, Malamiyah,
Ghoibiyah, Kubrowiyah, Maulawiyah, Jalwatiyah, Baerumiyah, Ghozaliyah,
Hamzawiyah, Hadadiyah, Mabuliyah, Sumbuliyah, Idrusiyah, Usmaniyah,
Syadziliyah, Sya‟baniyah, Khalsyaniyah, Qodiriyah, Syatoriyah,
Khalwatiyah, Bakdasiyah, Syuhriyah, Ahmadiyah, „Isawiyah, Thuruqil
Akabiril Auliya, Qdariyah wa Naqsabandiyah, Khalidiyah wa Naqsabandiyah,
Ahli Mulazamatil Qur‟an wa Sunnah wa Dalailil Khoiroti Wata‟limi Fathil
Qoribi, au Kifayatil Awam. Untuk menghindari penyimpangan sufisme dari
garis lurus yang diletakkan para sufisme dari garis lurus yang diletakkan oleh
para sufi terdahulu, maka NU meletakkan dasar-dasar tasawuf sesuai dengan
khittah ahlussunnah wal jamaah.4

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
1. Tarekat merupakan bentuk praktik ibadah yang diajarkan secara
khusus kepada orang tertentu. kemunculan tarekat sendiri diawali
dengan pengklasifikasian antara syariat, tahriqat, haqiqat, dan
makrifat oleh para sufi. Barulah pada abad ke-5 Hijriyah atau 13
Masehi muncul tarekat sebagai kelanjutan dari pemikiran kaum
sufi tersebut. Sedangkan kehadiran tarekat di Indonesia sama
tuanya dengan kehadiran Islam. Namun hanya ada beberapa tarekat
yang bisa masuk dan berkembang di Indonesia.
2. Tarekat tidak bisa dibatasi dari aspek pemaknaan saja bersadarkan
pemahaman yang telah berkembang sebelumnya yakni bahwa
Tarekat merupakan jalan atau metode yang ditempuh untuk
mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Allah SWT.
Kenyataannya bahwa Tarekat itu memiliki makna lain yang bisa
lebih spesifik misalnya Tarekat di maknai sebagai faham Mistik
yang dapat mendatangkan kekuatan gaib dan semacamnya.

4
Awaludin, Sejarah dan Perkembangan Tarekat di Nusantara, Jurnal El-Afkar Vol.5 No.II, 2016,
126-129.
DAFTAR PUSTAKA

Aceh, Abubakar, Pengantar Ilmu Tarekat: Kajian HIstoris Tentang Mistik, Cet.
Ketiga belas, Solo: Ramadhani, 1996. Aceh, Abubakar, Pengantar Ilmu
Tarekat: Kajian
Amin, Tasawuf Konstektual: Solusi Problem Manusia Modern, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003. Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto
Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto
Burhani, Ahmad Najib, “Tarekat” Tanpa Tarekat: Jalan Baru Menuju Sufi,
Jakarta:
HIstoris Tentang Mistik, Cet. Ketiga, Solo: Ramadhani, 1989. Atjeh , Aboebakar,
Tarekat Dalam Tasawwuf, Cet. Ke 6, Kota Bharu Kelantan: Pustaka Aman
Press, 1993.
Kultural: Fenomena Shalawat Wahidiyah, Yogyakarta: Lkis Yogyakarta, 2008.
Syukur,
Serambi Ilmu Semesta, 2002. Fata, Ahmad Khoirul, http://dunia.pelajar-
Islam.or.id/dunia.pii/209/tarekat-sebuah-pengantar.html. Huda, Sokhi, Tasawuf
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama (Bandung: Mizan, 2004), 264.
Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat ( Bandung: Pustaka Hidayah, 2002),
28.
Nur Syam, Pembangkangan Kaum Tarekat (Surabaya: LEPKISS, 2004), 21-22.
Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiah (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994), 9
Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiah, 21.
Sri Mulyati, Mengenal Dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia
(Jakarta: Kencana, 2005), 91.

Anda mungkin juga menyukai