Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH INOVASI PENDIDIKAN

“Kontribusi Inovasi Pendidikan”


(Adopsi Inovasi Pendidikan,Hambatan dalam Adopsi Inovasi Pendidikan)

Disusun Oleh :
Elfira Rati Rahmadani (2010247495)
Erna Mulyanti (2010247499)

Dosen Pengampu : Dr.Wan Syafii, M.Si

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia-Nya, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul”Kontribusi Inovasi
Pendidikan(Adopsi inovasi pendidikan, Hambatan dalam adopsi inovasi
pendidikan”ini tepat pada waktunya.
tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui kontribusi inovasi
pendidikan (adopsi inovasi pendidikan, hambatan dalam adopsi inovasi pendidikan).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Wan Syafi’i, M.Si yang telah
membimbing dalam penulisan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini juga tidak
luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dalam menambah ilmu pengetahuannya.

Pekanbaru, 07 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 3
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 4
C. Tujuan............................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Inovasi Pembelajaran..................................................................... 5
B. Adopsi inovasi pendidikan............................................................. 5
C. Implementasi disekolah.................................................................. 11
D. Hambatan dalam adopsi inovasi pembelajaran.............................. 14
BAB III PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesatnya perkembangan lingkungan lokal, regional, dan internasional saat ini
berimplikasi terhadap penanganan penyelenggaraan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan
yang ada. Berkaitan dengan perkembangan tersebut, kebutuhan untuk memenuhi tuntutan
meningkatkan mutu pendidikan sangat mendesak terutama dengan ketatnya kompetitif antar
bangsa di dunia dalam saaat ini. Sehubungan dengan hal ini. Sehubungan dengan hal ini, paling
sedikit ada tiga fokus utama yang perlu diatasi dalam penyelenggaraan pendidikan nasional,
yaitu: upaya peningkatan mutu pendidikan, relevansi yang tinggi dalam penyelenggaraan
pendidikan, dan tata kelola pendidikan yang kuat.
Atas dasar itu, Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan (Puslitjaknov)
Balitbang Depdiknas dalam simposium nasional hasil penelitian pendidikan pada tahun 2009
mengangkat peningkatan mutu pendidikan, relevansi, dan penguatan tata kelola sebagai tema.
Simposium nasional penelitian dan inovasi pendidikan tahun 2009 merupakan agenda tahunan
yang diselenggarakan oleh Puslitjaknov Balitbang Depdiknas sebagai wahana dan wadah untuk
menjaring informasi hasil penelitian, pengembangan, dan gagasan inovatif yang bermanfaat
dalam memberikan bahan masukan bagi pengambilan kebijakan pendidikan nasional.
Kata inovasi seringkali dikaitkan dengan perubahan, tetapi tidak setiap perubahan dapat
dikategorikan sebagai inovasi. Rogers (1983 : 11) memberikan batasan yang dimaksud dengan
inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau objek benda yang dipandang baru oleh seseorang
atau kelompok adopter lain. Kata "baru" bersifat sangat relatif, bisa karena seseorang baru
mengetahui, atau bisa juga karena baru mau menerima meskipun sudah lama tahu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kontribusi inovasi pendidikan?
2. Bagaimana adopsi inovasi pendidikan?
3. Bagaimana hambatan adopsi inovasi pendidikan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kontribusi inovasi pendidikan.
2. Untuk mengetahui adopsi inovasi pendidikan.
3. Untuk mengetahui hambatan adopsi inovasi pendidikan.

3
BAB II
PENDAHULUAN
A. Inovasi Pembelajaran
Pendidikan adalah suatu sistem, maka inovasi pendidikan mencakup hal-hal yang
berhubungan dengan komponen sistem pendidikan, baik sistem dalam arti sekolah, perguruan
tinggi, atau lembaga pendidikan yang lain, maupun sistem pendidikan dalam arti luas misalnya
sistem pendidikan nasional.
(Mahmud Sani, 2009:160). Inovasi Pendidikan adalah suatu pembaharuan dalam
pendidikan baik menyangkut ide, praktek, metode atau obyek dan secara kualitatif berbeda dari
hal-hal yang ada sebelumnya dan sengaja di usahakan untuk meningkatkan kemampuan guna
mencapai tujuan pendidikan dan memecahkan masalah pendidikan. Dengan demikian inovasi
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan atau pembelajaran, ini berarti bahwa
inovasi apapun yang tidak dapat meningkatkan kualitas pendidikan atau pembelajaran tidak
patut untuk diadopsi, dan dalam konteks ini peran guru akan sangat menentukan dalam adopsi
inovasi pada proses pendidikan atau pembelajaran, oleh karena itu dalam menyikapi suatu
inovasi, diperlukan suatu pemahaman yang baik, hal ini dimaksudkan agar inovasi dapat
memberi nilai tambah bagi dunia pendidikan.
Inovasi pembelajaran merupakan sesuatu yang penting dan harus dimiliki atau dilakukan
oleh guru. Hal ini disebabkan karena pembelajaran akan lebih hidup dan bermakna. Kemauan
guru untuk mencoba menemukan, menggali dan mencari berbagai terobosan, pendekatan,
metode dan strategi pembelajaran merupakan salah satu penunjang akan munculnya berbagai
inovasi-inovasi baru.

B. ADOPSI INOVASI PENDIDIKAN


 Proses Adopsi Inovasi Pendidikan
Proses adopsi inovasi adalah suatu proses yang menyangkut proses pengambilan
keputusan yang dipengaruhi oleh banyak faktor, Proses adopsi inovasi memerlukan sikap
mental dan konfirmasi dari setiap keputusan yang diambil oleh seseorang sebagai adopter.
Menurut Soekartawi (2005), adopsi inovasi adalah merupakan sebuah proses
pengubahan sosial dengan adanya penemuan baru yang dikomunikasikan kepada pihak lain,
kemudian diadopsi oleh masyarakat atau sistem sosial. Inovasi adalah suatu ide yang
dianggap baru oleh seseorang, dapat berupa teknologi baru cara organisasi baru, cara
pemasaran hasil pertanian baru dan sebagainya. Proses adopsi merupakan proses yang terjadi

4
sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai orang tersebut
mengadopsi (menerima, menerapkan, menggunakan) hal yang baru tersebut.
Penerimaan atau penolakan suatu inovasi adalah keputusan yang dibuat
seseorang/individu dalam menerima suatu inovasi. Menurut Rogers (1983), proses
pengambilan keputusan inovasi adalah proses mental dimana seseorang/individu berlalu dari
pengetahuan pertama mengenai suatu inovasi dengan membentuk suatu sikap terhadap
inovasi, sampai memutuskan untuk menolak atau menerima, melaksanakan ide-ide baru dan
mengukuhkan terhadap keputusan inovasi. Pada awalnya Rogers menerangkan bahwa dalam
upaya perubahan seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi berbagai
tahapan pada seseorang tersebut, yaitu:
1. Tahap Awareness (Kesadaran), yaitu tahap seseorang tahu dan sadar ada
terdapat suatu inovasi sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal
tersebut.
2. Tahap Interest (Keinginan), yaitu tahap seseorang mempertimbangkan atau
sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tersebut
sehingga ia mulai tertarik pada hal tersebut.
3. Tahap Evaluation (Evaluasi), yaitu tahap seseorang membuat putusan
apakah ia menolak atau menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia
mulai mengevaluasi.
4. Tahap Trial (Mencoba), yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang
telah dibuatnya sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru.
5. Tahap Adoption (Adopsi), yaitu tahap seseorang memastikan atau
mengkonfirmasikan putusan yang diambilnya sehingga ia mulai
mengadopsi prilaku baru tersebut.

5
Dari pengalaman di lapangan ternyata proses adopsi tidak berhenti segera setelah suatu
inovasi diterima atau ditolak. Kondisi ini akan berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh
lingkungan penerima adopsi. Oleh sebab itu, Rogers (1983) merevisi kembali teorinya tentang
keputusan tentang inovasi yaitu: Knowledge (pengetahuan), Persuasion (persuasi), Decision
(keputusan), Implementation (pelaksanaan), dan Confirmation (konfirmasi).
Pengetahuan (Knowledge)
Tahap pengetahuan atau knowledge dapat dikategorisasikan ke dalam beberapa fase
atau tahapan sebagai berikut:
(1) Knowledge Stage/tahap pengetahuan
Proses keputusan inovasi ini dimulai dengan Knowledge Stage. Pada tahapan ini suatu
individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan mencari informasi tentang
inovasi tersebut. Apa, bagaimana dan mengapa, merupakan pertanyaan yang sangat
penting pada knowledge stage ini. Selama tahap ini individu akan berusaha menemukan
pemahaman yang komprehensif dan terpadu mengenai apa inovasi itu, mengapa dan
bagaimana inovasi tersebut berproses?
Menurut Rogers, pertanyaan ini akan membentuk tiga jenis pengetahuan (knowledge

6
a. Awareness-knowledge
Merupakan pengetahuan akan keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis ini
akan memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian
akan mengadopsinya. Pada tahap ini inovasi mencoba diperkenalkan pada masyarakat
tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya
informasi tersebut maka maka masyarakat tidak merasa memerlukan akan inovasi
tersebut. Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan
lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran, atau
majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui akan keberadaan suatu
inovasi.
b. How-to-knowledge
Yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan
benar. Rogers memandang pengetahuan jenis ini sangat penting dalam proses
keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi
maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan memadai berkenaan dengan
penggunaan inovasi ini.
c. Principles-knowledge
Yakni pengetahuan tentang prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana
dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja. Contoh dalam hal ini adalah ide tentang
teori kuman, yang mendasari penggunaan vaksinasi dan kakus untuk sanitasi
perkampungan dan kampanye kesehatan.

Tahap Persuasi (Persuasion Stage)


Tahap Persuasi terjadi ketika individu memiliki sikap positif atau negatif terhadap
inovasi. Tetapi sikap ini tidak secara langsung akan menyebabkan apakah individu tersebut
akan menerima atau menolak suatu inovasi. Suatu individu akan membentuk sikap ini setelah
dia tahu tentang inovasi , maka tahap ini berlangsung setelah knowledge stage dalam proses
keputusan inovasi. Rogers menyatakan bahwa knowledge stage lebih bersifat kognitif (tentang
pengetahuan), sedangkan persuasion stage bersifat afektif karena menyangkut perasaan
individu, karena itu pada tahap ini individu akan terlibat lebih jauh lagi. Tingkat
ketidakyakinan pada fungsi-fungsi inovasi dan dukungan sosial akan mempengaruhi pendapat
dan kepercayaan individu terhadap inovasi.
Tahap Keputusan(DecisionStage)

7
Pada tahapan ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak suatu
inovasi. Menurut Rogers adoption (menerima) berarti bahwa inovasi tersebut akan digunakan
secara penuh, sedangkan menolak berarti “ not to adoption innovation”. Jika inovasi dapat
dicobakan secara parsial, umpamanya pada keadaan suatu individu, maka inovasi ini akan
lebih cepat diterima karena biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu
inovasi tersebut pada keadaannya dan setelah itu memutuskan untuk menerima inovasi
tersebut. Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi pada setiap proses
keputusan inovasi ini. Rogers menyatakan ada dua jenis penolakan, yaitu active rejection
dan passive rejection. Active rejection terjadi ketika suatu individu mencoba inovasi dan
berfikir akan mengadopsi inovasi tersebut namun pada akhirnya dia menolak inovasi tersebut.
Passive rejection individu tersebut sama sekali tidak berfikir untuk mengadopsi inovasi.
Tahap Implementasi (Implementation Stage)
Pada tahap implementasi, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi
sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidakpastiannya akan terlibat
dalam difusi. Ketidakpastian dari hasil-hasil inovasi ini masih akan menjadi masalah pada
tahapan ini. Maka si pengguna akan memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk
mengurangi tingkat ketidakpastian dari akibatnya. Apalagi bahwa proses keputusan inovasi ini
akan berakhir. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih serius terjadi apabila yang
mengadopsi inovasi itu adalah suatu organisasi, karena dalam sebuah inovasi jumlah
individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi ini akan lebih banyak dan terdiri dari
karakter yang berbeda-beda.

8
Penemuan kembali biasanya terjadi pada tahap implementasi ini, maka tahap ini
merupakan tahap yang sangat penting. Penemuan kembali ini adalah tingkatan di mana
sebuah inovasi diubah atau dimodifikasi oleh pengguna dalam proses adopsi atau
implementasinya. perbedaan antara penemuan dan inovasi (invention dan Innovation).
Invention adalah proses di mana ide-ide baru ditemukan atau diciptakan. Sedang inovasi
adalah proses penggunaan ide yang sudah ada. Rogers juga menyatakan bahwa semakin
banyak terjadi penemuan maka akan semakin cepat sebuah inovasi dilaksanakan.
Tahap Konfirmasi (Confirmation Stage)

Ketika keputusan inovasi sudah dibuat, maka si penguna akan mencari dukungan atas
keputusannya ini. Menurut Rogers keputusan ini dapat menjadi terbalik apabila si pengguna
ini menyatakan ketidaksetujuan atas pesan-pesan tentang inovasi tersebut. Akan tetapi
kebanyakan cenderung untuk menjauhkan diri dari hal-hal seperti ini dan berusaha mencari
pesan-pesan yang mendukung yang memperkuat keputusan itu. Jadi dalam tahap ini, sikap
menjadi hal yang lebih krusial. Keberlanjutan penggunaan inovasi ini akan bergantung pada
dukungan dan sikap individu .

Ketidak-berlanjutan(Discontiuance)
Discontinuance adalah suatu keputusan menolak sebuah inovasi setelah sebelumnya
mengadopsinya. Ketidak berlanjutan ini dapat terjadi selama tahap ini dan terjadi pada dua
cara:
1. Pertama atas penolakan individu terhadap sebuah inovasi mencari inovasi lain
yang akan menggantikannya. Keputusan jenis ini dinamakan replacement
discontinuance.
2. Kedua, disenchanment discontinuance; dalam hal ini individu menolak
inovasi tersebut disebabkan ia merasa tidak puas atas hasil dari inovasi
tersebut. Alasan lain dari discontinuance decision ini mungkin disebabkan
inovasi tersebut tidak memenuhi kebutuhan individu sehingga tidak merasa
adanya keuntungan dari inovasi tersebut.
C.Implementasi di sekolah
Inovasi sebagai suatu ide, gagasan, praktik atau obyek/benda yang disadari dan
diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Oleh sebab
itu, inovasi pada dasarnya merupakan pemikiran cemerlang yang bercirikan hal baru ataupun
berupa praktik-praktik tertentu ataupun berupa produk dari suatu hasil olah-pikir dan olah-

9
teknologi yang diterapkan melalui tahapan tertentu yang diyakini dan dimaksudkan untuk
memecahkan persoalan yang timbul dan memperbaiki suatu kedaan tertentu ataupun
proses tertentu yang terjadi di masyarakat. Dalam bidang pendidikan, banyak usaha yang
dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya pembaruan atau inovasi pendidikan. Inovasi yang
terjadi dalam bidang pendidikan tersebut, antara lain dalam hal manajemen pendidikan,
metodologi pengajaran, media, sumber belajar, pelatihan guru, implementasi kurikulum,
dsb.
Dalam hal implementasi inovasi di sekolah, maka guru merupakan faktor terpenting
yang harus melaksanakan inovasi dengan memperhatikan hal-hal berikut:
Inovasi harus berlangsung di sekolah guna memperoleh hasil yang terbaik dalam
mendidik siswa
 Ujung tombak keberhasilan pendidikan di sekolah adalah guru.
 Oleh karena itu guru harus mampu menjadi seorang yang inovatif guna
menemukan strategi atau metode yang efektif untuk mendidik
 Inovasi yang dilakukan guru pada intinya berada dalam tatanan pembelajaran
yang dilakukan di kelas.
 Kunci utama yang harus dipegang guru adalah bahwa setiap proses atau
produk inovatif yang dilakukan dan dihasilkannya harus mengacu kepada
kepentingan siswa

10
Proses keputusan inovasi di tingkat sekolah berawal dari pengetahuan atau kesadaran
para personil di sekolah/guru tentang kebutuhan akan sebuah inovasi yang akan membantu
memecahkan persoalan yang mereka hadapi sampai dengan pengadopsian suatu inovasi.
Untuk mencapai hal tersebut ada tiga tahap yang harus dilalui yaitu :
 Tahap Akuisisi Informasi, dimana para guru memperoleh dan memahami Informasi
tentang suatu inovasi, umpamanya tentang metodologi pengajaran, media pembelajaran
yang baru dari berbagai sumber ( buku, jurnal, koran, dll).
 Tahap Evaluasi Informasi, dimana orang mengevalusi informasi tentang inovasi,
dengan berbagai pertimbangan apakah sesuai atau tidak dalam memenuhi kebutuhan.
 tahap adopsi, momen dimana terjadinya finalisasi proses keputusan apakah akan
melaksanakan atau menolak suatu inovasi.

D.Hambatan Dalam Melakukan Adopsi Inovasi


Dalam implementasinya kita sering mendapati beberapa hambatan yang berkaitan
dengan inovasi. Pengalaman menunjukkan bahwa hampir setiap individu atau organisasi
memiliki semacam mekanisme penerimaan dan penolakan terhadap perubahan. Segera setelah
ada pihak yang berupaya mengadakan sebuah perubahan, penolakan atau hambatan akan
sering ditemui. Orang-orang tertentu dari dalam ataupun dari luar sistem akan tidak menyukai,
melakukan sesuatu yang berlawanan, melakukan sabotase atau mencoba mencegah upaya
untuk mengubah praktek yang berlaku. Penolakan ini mungkin ditunjukkan secara terbuka dan
aktif atau secara tersembunyi dan pasif. Alasan mengapa ada orang yang ingin menolak
perubahan walaupun kenyataannya praktek yang ada sudah kurang relevan, membosankan,
sehingga dibutuhkan sebuah inovasi. Fenomena ini sering disebut sebagai penolakan terhadap
perubahan. Banyak upaya telah dilakukan untuk menggambarkan, mengkategorisasikan dan
menjelaskan fenomena penolakan ini.
Proses adopsi inovasi bisa juga terhambat oleh berbagai faktor. Ada tiga hambatan utama,
yang berpotensi timbul dalam setiap adopsi inovasi .
Pertama, Mental block barriers. Yaitu hambatan yang lebih disebabkan oleh sikap mental,
seperti :
a. salah persepsi atau asumsi
b. cenderung berpikir negatif
c. dihantui oleh kecemasan dan kegagalan
d. tidak mau mengambil resiko terlalu dalam
e. malas

11
f. saat ini berada pada daerah “nyaman dan aman”
g. cenderung resisten/menolak terhadap setiap perubahan
Kedua, hambatan yang sifatnya culture block (hambatan budaya). Hal ini lebih
dilatarbelakangi oleh :
a. adat yang sudah mengakar dan mentradisi
b. taat terhadap tradisi setempat
c. ada perasaan berdosa bila merubah “tatali karuhun”
d. dsb.
Ketiga, hambatan social block (hambatan sosial). Yaitu hambatan inovasi sebagai akibat dari
faktor sosial dan pranata masyarakat sekitar. Hal ini antara lain :
a. perbedaan suku dan agama ataupun ras
b. perbedaan sosial ekonomi
c. nasionalisme yang sempit
d. arogansi primordial
e. fanatisme daerah yang kurang terkontrol.

Ada empat macam kategori hambatan dalam konteks inovasi. Keempat kategori
tersebut adalah:
a. hambatan psikologis
Hambatan-hambatan ini ditemukan bila kondisi psikologis individu menjadi
faktor penolakan. Hambatan psikologis telah dan masih merupakan kerangka kunci untuk
memahami apa yang terjadi bila orang dan sistem melakukan penolakan terhadap upaya
perubahan. Kita akan menggambarkan jenis hambatan ini dengan memilih satu faktor sebagai
suatu contoh yaitu dimensi kepercayaan/keamanan versus ketidakpercayaan/ketidakamanan
karena faktor ini sebagai unsur inovasi yang sangat penting. Faktor-faktor psikologis lainnya
yang dapat mengakibatkan penolakan terhadap inovasi adalah: rasa enggan karena merasa
sudah cukup dengan keadaan yang ada, tidak mau repot, atau ketidaktahuan tentang masalah.
Kita dapat berasumsi bahwa di dalam suatu sistem sosial, organisasi atau kelompok akan
ada orang yang pengalaman masa lalunya tidak positif. Menurut para ahli psikologi
perkembangan, ini akan mempengaruhi kemampuan dan keberaniannya untuk menghadapi
perubahan dalam pekerjaannya. Jika sebuah inovasi berimplikasi berkurangnya kontrol
(misalnya diperkenalkannya model pimpinan tim atau kemandirian masing-masing bagian),
maka pemimpin itu biasanya akan memandang perubahan itu sebagai negatif dan mengancam.
Perubahan itu dirasakannya sebagai kemerosotan, bukan perbaikan.

12
b. hambatan praktis
Hambatan praktis adalah faktor-faktor penolakan yang lebih bersifat fisik. Secara
eksplisit, hambatan praktis dapat dideskripsikan menjadi tiga faktor, yakni:
a) waktu
Ini adalah faktor yang sering ditunjukkan untuk mencegah atau memperlambat
perubahan dalam organisasi dan sistem sosial. Program pusat-pusat pelatihan guru sangat
menekankan aspek-aspek bidang ini. Ini mungkin mengindikasikan adanya perhatian
khusus pada keahlian praktis dan metode-metode yang mempunyai kegunaan praktis yang
langsung. Oleh karena itu, inovasi dalam bidang ini dapat menimbulkan penolakan yang
terkait dengan praktis. Artinya, semakin praktis sifat suatu bidang, akan semakin mudah orang
meminta penjelasan tentang penolakan praktis. Di pihak lain, dapat diasumsikan bahwa
hambatan praktis yang sesungguhnya itu telah dialami oleh banyak orang dalam kegiatan
mengajar sehari-hari, yang menghambat perkembangan dan pembaruan praktek. Tidak
cukupnya sumber daya ekonomi, teknis dan material sering disebutkan. Dalam hal
mengimplementasikan perubahan, faktor waktu sering kurang diperhitungkan. Segala sesuatu
memerlukan waktu. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengalokasikan banyak waktu bila
kita membuat perencanaan inovasi. Pengalaman menunjukkan bahwa masalah yang tidak
diharapkan, yang mungkin tidak dapat diperkirakan pada tahap perencanaan, kemungkinan
akan terjadi.
b).sumber daya
Dalam perencanaan dan implementasi inovasi, tingkat pengetahuan dan jumlah dana
yang tersedia harus dipertimbangkan. Ini berlaku terutama jika sesuatu yang sangat berbeda
dari praktek di masa lalu akan dilaksanakan, dengan kata lain jika ada perbedaan yang besar
antara yang lama dengan yang baru. Dalam kasus seperti ini, tambahan sumber daya dalam
bentuk keahlian dan keuangan dibutuhkan. Pengalaman telah menunjukkan bahwa dan
sangat dibutuhkan, khususnya pada awal dan selama masa penyebarluasan gagasan inovasi. Ini
mungkin terkait dengan kenyataan bahwa bantuan dari luar, peralatan baru, realokasi, buku
teks dll. diperlukan selama fase awal. Sumber dana yang dialokasikan untuk perubahan sering
kali tidak disediakan dari anggaran tahunan. Media informasi dan tindak lanjutnya sering
dibutuhkan selama fase penyebarluasan gagasan inovasi.
c. Sistem
Dalam kaitan ini penting untuk dikemukakan bahwa dana saja tidak cukup untuk
melakukan perbaikan dalam praktek. Sumber daya keahlian seperti pengetahuan dan
keterampilan orang-orang yang dilibatkan dalam upaya inovasi ini merupakan faktor yang

13
sama pentingnya. Dengan kata lain, jarang sekali kita dapat memilih antara satu jenis sumber
atau jenis sumber lainnya, melainkan kita memerlukan semua jenis sumber itu. Jelaslah bahwa
kurangnya sumber tertentu dapat dengan mudah menjadi hambatan.
Hambatan Kekuasaan Dan Nilai
Bila dijelaskan secara singkat, hambatan nilai melibatkan kenyataan bahwa suatu
inovasi mungkin selaras dengan nilai-nilai, norma-norma dan tradisi-tradisi yang dianut orang-
orang tertentu, tetapi mungkin bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut sejumlah orang
lain. Jika inovasi berlawanan dengan nilai-nilai sebagian peserta, maka bentrokan nilai
akan terjadi dan penolakan terhadap inovasi pun muncul. Apakah kita berbicara tentang
penolakan terhadap perubahan atau terhadap nilai-nilai dan pendapat yang berbeda, dalam
banyak kasus itu tergantung pada definisi yang kita gunakan. Banyak inovator telah
mengalami konflik yang jelas dengan orang lain, tetapi setelah dieksplorasi lebih jauh, ternyata
mereka mendapati bahwa ada kesepakatan dan aliansi dapat dibentuk. Pengalaman
ini dapat dijelaskan dengan kenyataan bahwa sering kali orang dapat setuju mengenai sumber
daya yang dipergunakan. Kadang-kadang hal ini terjadi tanpa memandang nilai-nilai.

Dilain sisi, ada enam faktor penghambat inovasi pendidikan, dijabarkan sebagai berikut:
1. Perkiraan yang tidak tepat mengenai inovasi
Faktor ini merupakan faktor yang peling penting dan kompleks sebagai hambatan bagi inovasi
pendidikan. Hambatan yang disebabkan kurang tepatnya perencanaan atau estimasi (under
estimate) dalam inovasi pendidikan yakni tidak tepatnya peritmbangan tentang implementasi
inovasi, kurang adanya hubungan antar anggota kelompok pelaksana inovasi, dan kurang
adanya kesamaan pendapat tentang tujuan yang akan dicapai atau kurang adanya kerjasama
yang baik.
 
Hal ini terjadi pada pelaksanaan inovasi pendidikan di Indonesia. Secara terperinci beberapa hal
yang berkenaan dengan ketidaktepatan estimasi inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1)
tidak adanya koordinasi antar petugas yang berlainan di bidang garapan, (2) tidak jelas struktur
pengambilan keputusan, (3) kurang adanya komunikasi yang baik dengan pimpinan struktural,
(4) perlu sentralisasi data penentuan kebijakan, (5) terlalu banyak undang-undang dan peraturan
yang harus diikuti, (6) keputusan formal untuk memulai kegiatan inovasi terhambat, (7) tidak
tepatnya pertimbangan untuk menghadapi masalah penerapan inovasi, dan (8) tekanan dari
pimpinan untuk mempercepat inovasi dalam waktu yang singkat.
 

14
2. Konflik dan motivasi
Hambatan ini muncul karena adanya masalah-masalah pribadi seperti pertentangan anggota
kelompok pelaksana, kurang motivasi untuk bekerja, dan berbagai macam sikap pribadi yang
dapat mengganggu proses inovasi.
Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan konflik dan motifasi pada penerapan
inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) adanya pertentangan antar anggota kelompok,
(2) antara beberapa anggota kurang adanya saling pengertian serta saling merasa iri antara satu
dengan yang lain, (3) orang yang memiliki peranan penting dalam proyek justru tidak
menunjukkan semangat dan ketekunan kerja, (4) beberapa orang penting dalam proyek terlalu
kaku dan berpandangan sempit tentang proyek, (5) orang yang memegang jabatan penting
dalam proyek tidak bersikap terbuka untuk menerima inovasi, dan (6) kurang adanya
penghargaan terhadap orang yang telah menerima atau menerapkan inovasi.
 
3. Lemahnya berbagai faktor penunjang inovasi
Hal-hal berkaitan dengan lemahnya faktor penunjang inovasi, seperti rendahnya penghasilan per
kapita, kurang adanya pertukaran inovasi, tidak mengetahui adanya potensi alam, jarak yang
terlalu jauh, iklim yang tidak menunjang, kurang sarana komunikasi, kurang perhatian dari
pemerintah, dan sistem pendidikan yang kurang sesuai dengan kebutuhan.
Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan lemahnya berbagai faktor penunjang
inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) lambatnya pengiriman material yang
diperlukan, (2) material tidak siap tepat waktu, (3) perencanaan dana tidak tepat, (4) sistem
pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, (5) orang yang telah dilatih untuk
menangani proyek tidak mau ditempatkan sesuai kebutuhan proyek, (6) terjadi inflasi, (7)
peraturan yang tidak sesuai, (8) jauhnya jarak antar tempat, (9) tenaga pelaksana kurang mampu
menangani proyek sesuai dengan perencanaan, dan (10) terlalu cepat terjadi perubahan
penempatan orang-orang penting dalam proyek sehingga dapat mengganggu kontinuitas.
 
4. Keuangan (financial) yang tidak terpenuhi
Tentang bantuan dana untuk suatu proyek inovasi sering terjadi adanya peraturan bahwa
pemerintah akan memberikan bantuan bila masyarakat setempat (daerah) memiliki dana sendiri
(swasembada). Daerah tidak memiliki dana, maka pemerintah tidak membantu atau masyarakat
tidak mau mengusahakan dana karena tidak ada bantuan dari pemerintah.
 

15
Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan keuangan pada penerapan inovasi
pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) tidak memadainya bantuan finansial dari daerah, (2)
tidak memadainya bantuan finansial dari luar daerah, (3) kondisi ekonomi daerah secara
keseluruhan, (4) prioritas ekonomi secara nasional lebih banyak pada bidang lain daripada bidan
pendidikan, dan (5) ada penundaan dalam penyampaian dana.
 
5. Penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi
Faktor ini berupa penolakan dari kelompok inovasi penentu atau kelompok elit dalam suatu
sistem sosial. Penolakan ini berbeda dengan keberatan karena kurang dana atau masalah
personal. Namun, penolakan ini memang ada kecenderungan muncul dari kelompok penentu.
Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan penolakan dari sekelompok tertentu atas
hasil inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) kelompok elit yang memiliki kewenangan
dalam masyarakat tradisional menentang inovasi atau perluasan inovasi, (2) terdapat
pertentangan ideologi mengenai inovasi, (3) proyek inovasi dilaksanakan sangat lambat, dan (4)
keberatan terhadap inovasi karena sebab kepentingan kelompok.
 
6. Kurang adanya hubungan sosial dan publikasi
Faktor ini berkaitan dengan hubungan antar kelompok dan hubungan dengan orang di luar
kelompok.
Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan kurang adanya hubungan sosial dan
publikasi pada penerapan inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) ada masalah dalam
hubungan sosial antar kelompok, (2) ada ketidakharmonisan antar anggota kelompok proyek,
dan (3) kurangnya suasana yang memungkinkan terjadi pertukaran pikiran yang terbuka.

16
BAB 111
KESIMPULAN
Proses keputusan inovasi iaalah proses yang di lalui oleh individu mulai dari pertama tahunya
inovasi, kemudian di lanjutkan dengan keputusan setuju terhadap inovasi, ketetapan keputusan
menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi dan konfirmasi terhadap keputusan
inovasi yang telah diambilnya. proses keputusan inovasi bukan hanya langsung di terapkan
seketika, akan tetapi serangkaian kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu,
sehingga individu ataupun oraganisasi tertentu dapat menerima inovasi atau menolaknya.

17
18
DAFTAR PUSTAKA
Everett M. Rogers. 1983. Diffusion of Innovations. London: The Free Press.

Sa’ud, Udin Syaefudin. 2010. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sani, Mohammad Mahmud. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Mojokerto:


Scientifica Press.

Soekartawi (2005). Peran Strategis e-Learning dalam Mendukung Pemerataan


Pendidikan yang Berkualitas. Seminar Nasional Pemanfaatan Teknologi
Informasi Berbasis Web dalam e-Learning, STMIK-Mikroskil, Medan, 2 April
2005

Anda mungkin juga menyukai