Anda di halaman 1dari 16

Dalam model proses adopsi Bahlen ada 5 tahap yang dilalui sebelum seseorang mengadopsi

suatu inovasi yaitu sadar (awreness),  minat (interest),  menilai (evaluation),  mencoba
(trial) dan adopsi ( adoption).

1. Tahap sadar: sasaran telah mengetahui informasi tetapi informasi tersebut   dirasa
kurang.
2. Tahap minat: sasaran mencari informasi atau keterangan lebih lanjut mengenai
informasi tersebut.
3. Tahap menilai: sasaran sudah menilai dengan cara value/bandingkan inovasi
terhadap keadaan dirinya pada saat itu dan dimasa yang akan datang serta menentukan
apakah petani sasaran mencoba inovasi atau tidak.
4. Tahap mencoba: sasaran sudah mencoba meskipun dalam skala kecil untuk
menentukan angka dan kesesuaian inovasi atau tidak.
5. Tahap adopsi/menerapkan: sasaran sudah meyakini kebenaran inovasi dan inovasi
tersebut dirasa bermanfaat baginya. Pada tahap ini petani sasaran menerapkan dalam
jumlah/skala yang lebih besar.
model adopsi mempunyai beberapa kelemahan antara lain :

1. Tidak semua proses tersebut di atas diakhiri dengan tahap adopsi, adakalanya
berupa penolakan terhadap adopsi.
2. Kelima tahap di atas terjadi tidak selalu berurutan.
3. Suatu proses adopsi pada tahap akhir akan diikuti dengan konfirmasi yaitu dengan
cara mencari lebih lanjut untuk memperkokoh keputusannya (terus mengadopsi) atau
menerapkan inovasi lainnya (menolak)
Rogers dan Schoemaker (1992) menjelaskan bahwa proses adopsi dapat terjadi melalui 4
(empat) tahapan yaitu : tahap mengetahui (knowledge), persuasif (persuasive), mengambil
keputusan (decision) dan konfirmasi (confirmation) yang selanjutnya diklasifikasikan
menjadi empat tahap yaitu  :

1. Tahap mengetahui : petani sasaran sudah mengetahui adanya inovasi dan mengerti
bagaimana inovasi itu berfungsi.
2. Tahap Persuasi  : petani sasaran sudah membentuk sikap terhadap inovasi yaitu
apakah inovasi tersebut dianggap sesuai ataukah tidak sesuai bagi dirinya.
3. Tahap Keputusan : petani sasaran sudah terlibat dalam pembuatan keputusan yaitu
apakah menerima atau menolak inovasi.
4. Tahap Konfirmasi:petani sasaran mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah
dibuatnya. Mungkin pada tahap ini petani sasaran mengubah keputusan untuk menolak
inovasi yang telah di adopsi sebelumnya.

Hambatan Terhadap Inovasi


Hambatan PsikologisHambatan-hambatan ini ditemukan bila kondisi psikologis individu menjadi
faktor penolakan. Hambatan psikologis telah dan masih merupakan kerangka kunci untuk
memahami apa yang terjadi bila orang dan sistem melakukan penolakan terhadap upaya
perubahan.
16  b) Hambatan Praktis Hambatan praktis adalah faktor-faktor penolakan yang lebih bersifat fisik.
Untuk memberikan contoh tentang hambatan praktis, faktor-faktor berikut ini akan dibahas: 1) waktu
2) sumber daya 3) sistem

17  c) Hambatan Kekuasaan dan Nilai Bila dijelaskan secara singkat, hambatan nilai melibatkan
kenyataan bahwa suatu inovasi mungkin selaras dengan nilai-nilai, norma-norma dan tradisi-tradisi
yang dianut orang-orang tertentu, tetapi mungkin bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut
sejumlah orang lain. Jika inovasi berlawanan dengan nilai-nilai sebagian peserta, maka bentrokan
nilai akan terjadi dan penolakan terhadap inovasi pun muncul..

Setidaknya terdapat enam faktor penghambat inovasi pendidikan, dijabarkan sebagai


berikut:

1. Perkiraan yang tidak tepat mengenai inovasi

Faktor ini merupakan faktor yang peling penting dan kompleks sebagai hambatan bagi
inovasi pendidikan. Hambatan yang disebabkan kurang tepatnya perencanaan atau
estimasi (under estimate) dalam inovasi pendidikan yakni tidak tepatnya peritmbangan
tentang implementasi inovasi, kurang adanya hubungan antar anggota kelompok
pelaksana inovasi, dan kurang adanya kesamaan pendapat tentang tujuan yang akan
dicapai atau kurang adanya kerjasama yang baik.

Hal ini terjadi pada pelaksanaan inovasi pendidikan di Indonesia. Secara terperinci
beberapa hal yang berkenaan dengan ketidaktepatan estimasi inovasi pendidikan di
Indonesia, antara lain: (1) tidak adanya koordinasi antar petugas yang berlainan di
bidang garapan, (2) tidak jelas struktur pengambilan keputusan, (3) kurang adanya
komunikasi yang baik dengan pimpinan struktural, (4) perlu sentralisasi data penentuan
kebijakan, (5) terlalu banyak undang-undang dan peraturan yang harus diikuti, (6)
keputusan formal untuk memulai kegiatan inovasi terhambat, (7) tidak tepatnya
pertimbangan untuk menghadapi masalah penerapan inovasi, dan (8) tekanan dari
pimpinan untuk mempercepat inovasi dalam waktu yang singkat.

 
2. Konflik dan motivasi

Hambatan ini muncul karena adanya masalah-masalah pribadi seperti pertentangan


anggota kelompok pelaksana, kurang motivasi untuk bekerja, dan berbagai macam
sikap pribadi yang dapat mengganggu proses inovasi.

Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan konflik dan motifasi pada
penerapan inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) adanya pertentangan antar
anggota kelompok, (2) antara beberapa anggota kurang adanya saling pengertian serta
saling merasa iri antara satu dengan yang lain, (3) orang yang memiliki peranan penting
dalam proyek justru tidak menunjukkan semangat dan ketekunan kerja, (4) beberapa
orang penting dalam proyek terlalu kaku dan berpandangan sempit tentang proyek, (5)
orang yang memegang jabatan penting dalam proyek tidak bersikap terbuka untuk
menerima inovasi, dan (6) kurang adanya penghargaan terhadap orang yang telah
menerima atau menerapkan inovasi.

 
3. Lemahnya berbagai faktor penunjang inovasi

Hal-hal berkaitan dengan lemahnya faktor penunjang inovasi, seperti rendahnya


penghasilan per kapita, kurang adanya pertukaran inovasi, tidak mengetahui adanya
potensi alam, jarak yang terlalu jauh, iklim yang tidak menunjang, kurang sarana
komunikasi, kurang perhatian dari pemerintah, dan sistem pendidikan yang kurang
sesuai dengan kebutuhan.

Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan lemahnya berbagai faktor
penunjang inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) lambatnya pengiriman
material yang diperlukan, (2) material tidak siap tepat waktu, (3) perencanaan dana
tidak tepat, (4) sistem pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, (5)
orang yang telah dilatih untuk menangani proyek tidak mau ditempatkan sesuai
kebutuhan proyek, (6) terjadi inflasi, (7) peraturan yang tidak sesuai, (8) jauhnya jarak
antar tempat, (9) tenaga pelaksana kurang mampu menangani proyek sesuai dengan
perencanaan, dan (10) terlalu cepat terjadi perubahan penempatan orang-orang
penting dalam proyek sehingga dapat mengganggu kontinuitas.

 
4. Keuangan (financial) yang tidak terpenuhi

Tentang bantuan dana untuk suatu proyek inovasi sering terjadi adanya peraturan
bahwa pemerintah akan memberikan bantuan bila masyarakat setempat (daerah)
memiliki dana sendiri (swasembada). Daerah tidak memiliki dana, maka pemerintah
tidak membantu atau masyarakat tidak mau mengusahakan dana karena tidak ada
bantuan dari pemerintah.

Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan keuangan pada penerapan
inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) tidak memadainya bantuan finansial
dari daerah, (2) tidak memadainya bantuan finansial dari luar daerah, (3) kondisi
ekonomi daerah secara keseluruhan, (4) prioritas ekonomi secara nasional lebih
banyak pada bidang lain daripada bidan pendidikan, dan (5) ada penundaan dalam
penyampaian dana.

 
5. Penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi

Faktor ini berupa penolakan dari kelompok inovasi penentu atau kelompok elit dalam
suatu sistem sosial. Penolakan ini berbeda dengan keberatan karena kurang dana atau
masalah personal. Namun, penolakan ini memang ada kecenderungan muncul dari
kelompok penentu.

 
Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan penolakan dari sekelompok
tertentu atas hasil inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) kelompok elit yang
memiliki kewenangan dalam masyarakat tradisional menentang inovasi atau perluasan
inovasi, (2) terdapat pertentangan ideologi mengenai inovasi, (3) proyek inovasi
dilaksanakan sangat lambat, dan (4) keberatan terhadap inovasi karena sebab
kepentingan kelompok.

 
6. Kurang adanya hubungan sosial dan publikasi

Faktor ini berkaitan dengan hubungan antar kelompok dan hubungan dengan orang di
luar kelompok.

Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan kurang adanya hubungan
sosial dan publikasi pada penerapan inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1)
ada masalah dalam hubungan sosial antar kelompok, (2) ada ketidakharmonisan antar
anggota kelompok proyek, dan (3) kurangnya suasana yang memungkinkan terjadi
pertukaran pikiran yang terbuka.

Apabila disimpulkan, ada beberapa hal mengapa inovasi sering ditolak atau tidak dapat
diterima oleh para pelaksana inovasi di lapangan atau sekolah, sebagai berikut:
1. Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penciptaan, dan
bahkan pelaksanaan inovasi tersebut. Sehingga ide baru atau inovasi tersebut
dianggap oleh guru atau sekolah bukan miliknya dan merupakan kepunyaan orang
lain yang tidak perlu dilaksanakan, karena tidak sesuai dengan keinginan atau
kondisi sekolah yang berkaitan.
2. Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang mereka lakukan saat ini,
karena sistem atau metode tersebut sudan mereka laksanakan bertahun-tahun dan
tidak ingin diubah. Di samping itu, sistem yang mereka miliki dianggap memberikan
rasa aman atau kepuasan serta sudah baik sesuai dengan pikiran mereka.
3. Inovasi baru yang dibuat oleh orang lain terutama dari pusat belum sepenuhnya
melihat kebutuhan dan kondisi yang dialami oleh guru dan siswa.
4. Inovasi yang diperkenalkan dan dilaksanakan yang berasal dari pusat merupakan
kecenderungan sebuah proyek dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pencipta
inovasi dari pusat. Inovasi ini bisa terhenti kalau proyek itu selesai atau kalau
finansial sudah tidak ada lagi. Dengan demikian, pihak sekolah atau guru hanya
terpaksa melakukan perubahan sesuai dengan kehendak para inovator di pusat dan
tidak punya wewenang untuk merubahnya.
5. Kekuatan dan kekuasaan pusat yang sangat besar sehingga dapat menekan sekolah
atau guru untuk melaksanakan keinginan pusat yang belum tentu sesuai dengan
kebutuhan dan situasi sekolah.

Upaya menghindari penolakan seperti yang disebutkan di atas, memunculkan faktor-


faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikan, antara lain:

1. Guru

Guru merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan. Dengan kata lain, guru
adalah stakeholder yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar.
Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar
mengajar. Guru harus pandai membawa siswa kepada tujuan yang hendak dicapai.

Begitu pula dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari perencanaan
inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasi terhadap inovasi, guru
memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan.
Tanpa melibatkan guru, maka sangat mungkin guru akan menolak inovasi yang
diperkenalkan kepada mereka. Hal ini telah diuraikan sebelumnya, karena mereka
menganggap inovasi yang tidak melibatkan mereka adalah bukan miliknya yang harus
dilaksanakan. Dengan demikian, dalam suatu inovasi pendidikan, guru memiliki peran
yang utama dan pertama terlibat karena memiliki peran yang luas di dunia pendidikan.

 
2. Siswa

Sebagai obyek sekaligus subyek utama dalam pendidikan terutama pada proses belajar
mengajar, siswa memegang peran yang dominan. Dalam proses belajar mengajar,
siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensi, daya
motorik, pengalaman, kemauan, dan komitmen yang timbul dari dalam diri tanpa ada
paksaan. Hal ini dapat terjadi apabila siswa dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan,
walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari inovasi, mulai dari
perencanaan sampai pelaksanaan. Sehingga apa yang mereka lakukan merupakan
tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekwen.

Peran siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah penting, karena siswa bisa berperan
sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran, petunjuk, dan bahkan sebagai
guru bagi sesamanya. Oleh karena itu, siswa perlu diajak atau dilabatkan dalam proses
inovasi pendidikan, sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan inovasi
tersebut, melainkan mengurangi penolakan terhadap inovasi.

 
3. Kurikulum

Kurikulum pendidikan merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan


pengajaran di sekolah. Untuk itu, kurikulum dianggap sebagai bagian yang tidak dapat
terpisahkan dalam proses belajar mengajar. Sehingga dalam pelaksanaan inovasi
pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain dalam
pendidikan. Tanpa sejalannya inovasi pendidikan terhadap kurikulum, maka inovasi
tersebut tidak akan berjalan optimal. Oleh karena itu, dalam pembaharuan pendidikan,
inovasi hendaknya sesuai dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum
diikuti dengan adanya inovasi, sehingga kedua hal tersebut berjalan secara beriringan.

 
4. Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana merupakan indikator yang tidak dapat diabaikan dalam
keberlansungan proses belajar mengajar. Dalam pembaharuan pendidikan, tentu saja
sarana dan prasarana merupakan hal yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi
yang akan diterapkan. Tanpa adanya sarana dan prasarana, maka pelaksanaan inovasi
pendidikan tidak dapat berjalan dengan optimal.

 
5. Lingkup sosial masyarakat
Dalam penerapan inovasi pendidikan, terhadap hal yang secara tidak langsung terlibat
dalam perubahan. Peran tersebut ada pada lingkungan masyarakat. Masyarakat secara
langsung atau tidak langsung, sengaja atau tidak disengaja akan terlibat dalam
pendidikan. Sebab, pada dasarnya apa yang ingin dilakukan dalam pendidikan
sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baik terutama masyarakat dimana
peserta didik itu berada. Tanpa melibatkan masyarakat sekitar, inovasi pendidikan tentu
akan terganggu, bahkan akan ditolak apabila masyarakat tidak diberitahu atau
dilibatkan.

Keberhasilan suatu inovasi di tentukan oleh banyak faktor. Berikut ini merupakan enam faktor utama
penghambat inovasi yang di kemukakan oleh Ibrahim, antara lain berikut ini.

1.        Estimasi tidak tepat terhadap Inovasi

Hambatan yang disebabkan oleh tidak tepatnya perencanaan atau entimasi dalam proses difusi inovasi.
Antara lain tidak tepat dalam mempertimbangkan implementasi inovasi, kurang adanya kerja sama
antar pelaksana inovasi, tidak adanya persamaan pendapat tentang tujuan yang akan dicapai, tidak jelas
struktur pengambilan keputusan, komunikasi yang tidak lancar, adanya tekanan dari pemerintah untuk
mempercepat hasil inovasi dalam waktu yang sangat singkat.

Oleh karena itu, para pelaksana inovasi agar benar-benar merencanakan dan mempertimbangkan segala
kemungkinan yang akan terjadi pada tempat yang menjadi sasaran inovasi.

2.        Konflik dan Motivasi

Hambatan ini di akibatkan karena adanya masalah-masalah pribadi, seperti adanya pertentangan antara
anggota tim, adanya rasa iri antara anggota yang satu dengan yang lain, ada anggota tim yang tidak
semangat bekerja, pimpinan yang terlalu kaku dan berpandangan sempit, adanya penguatan atau
hadiah terhadap anggota yang melaksanakan tugas dengan baik.

3.        Inovasi tidak berkembang

Inovasi tidak berkembang karena hal-hal, seperti lambatnya material yang diterima, alokasi dana yang
tidak tepat, terjadi inflasi, pergantian pengurus yang terlalu cepat sehingga mengganggu kontinuitas
tugas.

4          Masalah keuangan

Hal-hal yang termasuk dalam hambatan keuangan, yaitu tidak memadainya dana dari pemerintah
daerah atau pemerintah pusat, kondisi perekonomian secara nasional dan penundaan penyampaian
dana. Oleh karena itu, dituntut kemampuan untuk mencari sumber-sumber dana lain yang akan
digunakan untuk pembiayaan pelaksanaan inovasi.

5.    Penolakan Inovasi dari Kelompok Tertentu


Penolakan inovasi yang dimaksud bukan penolakan karena dana  atau masalah personalia, tetapi
penolakan masuknya inovasi karena beberapa faktor, yaitu adanya pertentangan dalam membanding
inovasi, adanya kecurigaan masyarakat akan masuknya inovasi tersebut.

6.    Kurang adanya hubungan Sosial

Faktor terakhir ini terdiri dari dua hal, yaitu hubungan antar anggota kelompok pelaksana inovasi dan
hubungan dengan masyarakat. Hal ini disebabkan karena adanya ketidak harmonisan antar anggota
proyek inovasi.

Selain faktor-faktor utama penghambat inovasi di atas, ada faktor lain yang menghambat inovasi dalam
bidang pendidikan, faktor tersebut adalah berikut ini.

1.    Faktor Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan belajar-mengajar adalah suatu kegiatan yang berlangsung selama kegitan pengajaran terjadi.
Dalam kegiatan belajar-mengajar ini terjadi interaksi antara guru dan siswa. Keberhasilan kegiatan
belajar mengajar ditentukan oleh pribadi guru dan pribadi siswa itu sendiri.

Sebagai contoh penggunaan internet sebagai salah satu inovasi pendidikan akan sulit diterapkan apabila
pribadi guru tidak dapat menerima penggunaan internet tersebut.

2.        Faktor Internal dan Eksternal

Faktor internal yang dimaksud di sini adalah siswa. Siswa mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
proses penerimaan inovasi pendidikan karena dalam kegiatan pembelajaran tujuan yang akan dicapai
adalah perubahan tingkah laku siswa. Jadi dalam membuat keputusan untuk melaksanakan inovasi
dalam bidang pendidikan perlu memperhatikan siswa.

Faktor ekternal yang mempengaruhi proses inovasi pendidikan adalah orang tua siswa. Peran orang tua
siswa sebagai pendukung siswa baik moral maupun penyedia dana bagi siswa. Apabila orang tua tidak
memberikan dukungan bagi kegiatan pendidikan anaknya maka kegiatan pembelajaran akan terhambat,
dengan terhambatnya kegiatan pembelajaran ini maka kegiatan inovasi yang telah direncanakan akan
terhambat pula.

Faktor internal dan ekternal lain yang mempengaruhi proses penerimaan inovasi adalah guru,
administrator, konselor yang terlibat secara langsung dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Ada pula
ahli-ahli lain yang terlibat tidak secara langsung dalam kegiatan pembelajaran ini seperti, penilai,
pengawas, konsultan dan juga pengusaha yang membantu dalam pengadaan fasilitas sekolah.

3.        Sistem Pendidikan

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia diatur dengan undang-undang yang diatur oleh pemerintah


dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional Dalam undang-undang tersebut diatur tentang
kurikulum, jenjang, jam belajar sampai pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas. Jadi, guru dan siswa
tidak dapat berbuat semau mereka. Dengan adanya aturan-aturan tersebut tentu saja kegiatan
pembelajaran dapat berjalan dengan baik, akan tetapi dapat saja terjadi bahwa guru atau siswa merasa
terkekang dengan adanya aturan tersebut. Guru atau siswa menjadi tidak bergairah untuk belajar
sehingga peran mereka sebagai pendidik dan peserta didik tidak optimal. Siswa tidak mempunyai
motivasi untuk menerima pelajaran. Hal ini akan berdampak buruk terhadap pencapaian tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Begitu pula dengan guru yang tidak mempunyai motivasi dalam
mengajar, ia datang tidak tepat waktu, memberi materi  pelajaran seperlunya saja, membiarkan kelas
kosong, merasa apatis terhadap tugas karena tidak diberikan kewenangan secara penuh dalam
menentukan kebijakan yang berkaitan dengan tugasnya, akan sangat mempengaruhi kegiatan
pembelajaran. Apabila kegiatan pembelajaran terganggu maka kegiatan inovasi pun ikut terganggu.

Selain hambatan-hambatan yang telah dijelaskan di atas dari penelitian beberapa ahli ditemukan
beberapa hambatan dalam penyebaran inovasi, antara lain berikut ini.

1.    Hambatan Geografi

Indonesia sebagai negara kepulauan tentu saja merupakan tantangan dalam penyebaran inovasi.
Hambatan geografis mencakup jarak yang jauh, transportasi yang kurang lancar, daerah yang terisolasi,
keadaan iklim yang tidak mendukung. Oleh karena itu dalam perencanaan inovasi perlu
dipertimbangkan kondisi geografis dan sarana transportasi.

2.    Hambatan Sejarah

Hambatan sejarah, meliputi hal-hal peraturan-peraturan yang diwariskan oleh kolonial, tradisi yang
bertentangan dengan inovasi.

3.    Hambatan Ekonomi

Hambatan ekonomi meliputi ketersediaannya dana dari pemerintah dan pengaruh adanya inflasi. Dari
data hasil penelitian, pelaksanaan inovasi kurang memperhitungkan perencanaan penggunaan dana dan
kurang memperhitungkan adanya inflasi.

4.    Hambatan Prosedur

Termasuk dalam hambatan prosedur ialah kurang terampilnya tenaga pelaksana inovasi, kurang
koordinasi antar bagian pelaksana inovasi, tidak cukup persediaan material yang digunakan.

5.    Hambatan Personal

Hal-hal yang menjadi hambatan personal, yaitu kurang adanya penguatan (hadiah) bagi penerima dan
pemakai inovasi, orang yang memegang peranan penting dalam penyebaran inovasi tidak terbuka, sikap
kaku dan pengetahuan yang sempit dari orang-orang yang melaksanakan inovasi serta adanya
pertentangan pribadi antar pelaksana proyek inovasi.

6.    Hambatan Sosial Budaya

Hambatan sosial budaya yang dianggap penting adalah adanya pertentangan ideologi tentang proyek
inovasi. Hal lain yang termasuk dalam hambatan sosial budaya, yaitu kurang adanya tukar pikiran,
perbedaan budaya dan kurang harmonisnya hubungan antara pelaksana proyek inovasi dengan
penerima inovasi.
7.    Hambatan Politik

Hambatan politik merupakan peringkat terendah dari berbagai aspek penghambat inovasi. Adapun yang
termasuk dalam hambatan politik ialah kurangnya hubungan baik dengan pimpinan politik, adanya
pergantian pemerintah sehingga berpengaruh pada kontinuitas inovasi, adanya keberatan dari
pemerintah terhadap pelaksanaan inovasi dan kurangnya pengertian dan perhatian dari pemerintah
akan pelaksanaan inovasi.

Fullan (1996) mengategorikan 3 faktor kunci yang mempengaruhi proses penerapan inovasi dalam
bidang pendidikan yakni, karakteristik perubahan, karakteristik lokal dan faktor eksternal. Untuk lebih
mengerti tentang 3 faktor yang mempengaruhi implementasi inovasi dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

Banyak inovasi di sekolah diterapkan tanpa memperhatikan kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud disini
adalah, kebutuhan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sebagai contoh seorang guru tidak
merasa perlu adanya inovasi berupa penggunaan komputer dalam pembelajaran karena menurutnya
siswa-siswinya belum dapat mengoperasikan komputer. Bila inovasi ini diteruskan maka dana untuk
pengadaan komputer akan terbuang dengan sia-sia.
Masalah lain yang dialami dalam proses penerapan inovasi adalah kejelasan. Masalah kejelasan ini selalu
ditemukan dalam setiap penelitian tentang inovasi. Banyak guru sebagai pengadopsi inovasi tidak dapat
mengidentifikasi apa esensi dari inovasi yang sedang diterapkan. Hal ini tentu saja membuat proses
adopsi inovasi tidak berjalan dengan baik.

Kompleksitas juga dapat mempengaruhi proses adopsi inovasi. Kompleksitas yang dimaksud di sini
adalah kompleksitas yang berkaitan dengan tingkat tanggung jawab individu yang terlibat dalam proses
implementasi. Jumlah individu yang besar pada satu sisi dapat menguntungkan karena dapat
mempercepat pekerjaan, tetapi pada sisi yang lain dapat juga menyebabkan kegagalan karena
kompleksnya masalah tanggung jawab individu yang terlibat dalam inovasi ini.

Kualitas dari bahan-bahan atau sumber-sumber yang digunakan dalam penerapan inovasi juga
mempengaruhi proses penerimaan inovasi. Dengan bahan-bahan yang berkualitas tentu saja membuat
inovasi cepat diterima oleh masyarakat. Kualitas ini juga terkait dengan masalah kebutuhan, kejelasan
dan kompleksitas.

Wilayah yang dimaksudkan di sini adalah penguasa atau penentu kebijakan. Inovasi dalam bidang
pendidikan yang tidak akan berhasil dengan baik bila tidak ada dukungan dan sikap menerima dari
penentu kebijakan baik secara lokal maupun wilayah. Dengan contoh sikap dan dukungan ini maka guru
akan selalu berusaha mengembangkan inovasi dan tidak akan bersikap apatis terhadap inovasi.

Dalam menerapkan inovasi, terkadang karakteristik komunitas diabaikan. Kestabilan politik yang terjadi
di suatu komunitas masyarakat merupakan syarat utama dalam penerapan inovasi. Pada komunitas
yang sedang mengalami konflik, yang terpikirkan oleh masyarakatnya adalah bagaimana
menyelamatkan nasib mereka bukan memikirkan menerima inovasi.

Sekolah adalah unit atau pusat dari adanya perubahan yang ditandai oleh adanya inovasi. Oleh karena
itu, kepala sekolah memegang peranan penting dalam hal ini karena kepala sekolah merupakan orang
yang dapat membentuk kondisi organisasi, seperti mengembangkan tujuan, mengolaborasikan struktur
dan iklim organisasi dan merumuskan prosedur pengawasan.

Karakteristik guru juga memegang peranan penting dalam penerapan inovasi. Kepribadian, jenjang karir
membuat guru merasa lebih teraktualisasi diri sehingga berdampak pada sukses tidaknya penerapan
inovasi. Kerjasama yang baik antar sesama guru membuat inovasi dapat diterapkan dengan baik.

Prioritas pendidikan bagi provinsi dan nasional ditentukan oleh birokrasi pemerintahan. Hal ini membuat
proses penerapan inovasi dalam bidang pendidikan sulit tercapai karena kurang koordinasi
antarbirokrasi pemerintahan.

Selain hal-hal tersebut di atas, faktor yang mempengaruhi inovasi dalam bidang pendidikan adalah
kecepatan penerimaan inovasi oleh anggota sistem sosial. Kecepatan ini biasanya diukur dengan jumlah
penerima yang mengadopsi suatu ide baru dalam suatu periode waktu tertentu.

 Variabel yang mempengaruhi kecepatan adopsi dapat digambarkan dalam diagram berikut (Rogers.
1983).

Berikut diuraikan tentang variabel yang mempengaruhi kecepatan adopsi yang lainnya,
yaitu berikut ini.
1.    Tipe Keputusan Inovasi
Tipe keputusan inovasi mempengaruhi kecepatan adopsi. Tipe keputusan inovasi dibagi
menjadi, tiga yaitu, keputusan opsional, keputusan kolektif dan keputusan otoritas. Keputusan
opsional, keputusan kolektif dan keputusan otoritas. Keputusan opsional biasanya lebih cepat
daripada keputusan kolektif, tetapi lebih lambat daripada keputusan otoritas.
Kecepatan adopsi yang paling lambat adalah tipe keputusan kontingen karena harus
melibatkan dua urutan atau lebih. Jadi, semakin banyak orang yang terlibat dalam proses
pembuatan keputusan inovasi, semakin lambat tempo adopsinya. Hal ini tentu saja ini sangat
tidak menguntungkan dalam penyebaran inovasi. Untuk itu dalam rangka mempercepat
kecepatan adopsi maka perlu dipilih unit pembuatan keputusan yang sedikit melibatkan orang.
2.         Sifat Saluran Komunikasi yang Digunakan
Saluran komunikasi adalah alat yang digunakan untuk menyebarkan satu inovasi. Saluran
komunikasi dibagi menjadi saluran komunikasi massa dan interpersonal, serta saluran lokal dan
saluran kosmopolit. Saluran interpersonal, serta saluran lokal dan saluran kosmopolit. Saluran
interpersonal adalah saluran yang melibatkan pertemuan tatap muka antara dua orang atau lebih,
misalnya percakapan langsung, dan pertemuan kelompok. Sedangkan saluran media massa
adalah alat-alat penyampai pesan yang memungkinkan sumber mencapai suatu audiens dalam
jumlah besar yang dapat menembus ruang dan waktu, contohnya radio, televisi, film, surat kabar,
buku. Saluran antarpribadi disebut lokalit jika kontak-kontak langsung itu sebatas daerah atau
sitem sosial itu saja, sebaliknya saluran  media massa dapat dipastikan bersifat kosmopolit
karena tidak terbatas pada satu daerah dan sistem sosial saja. Saluran komunikasi mempengaruhi
kecepatan adopsi, misalnya saluran komunikasi interpersonal yang dipergunakan untuk
menciptakan kesadaran pengetahuan (menunjukkan adanya inovasi), seperti yang terjadi pada
masyarakat pedesaan yang belum ada media massa, kecepatan adopsi akan lambat karena
penyebaran pengetahuan tidak berjalan cepat.
3.         Ciri-ciri Sistem Sosial
Dalam suatu sistem yang modern tempo adopsi mungkin lebih cepat karena di sini kurang
ada rintangan sikap di antara penerima (anggota sistem sosial), sedangkan dalam sistem sosial
yang tradisional, mungkin tempo adopsi lebih lambat.
4.    Agen Pembaruan
Agen pembaruan adalah pekerja profesional yang berusaha mempengaruhi atau
mengarahkan keputusan inovasi orang lain selaras dengan yang diinginkan oleh lembaga
pembaruan di mana ia bekerja. Para guru, penyuluh lapangan, pekerja sosial, juru dakwah
dan missionaries  adalah agen pembaruan. Agen pembaruan juga mempengaruhi kecepatan
adopsi dengan jalan melakukan promosi-promosi. Hubungan antara kecepatan adopsi dengan
usaha agen pembaruan tidak langsung dan linier. Pada tahap-tahap tertentu usaha keras agen
pembaruan mendatangkan hasil yang besar, pada saat yang lain terkadang usaha agen pembaruan
tidak mendatangkan hasil yang baik karena kurang berhasilnya agen pembaruan dalam
mempengaruhi pemuka masyarakat untuk memulai mengadopsi inovasi.

1. Hambatan dalam Adopsi Inovasi

Proses adopsi inovasi bisa juga terhambat oleh


berbagai faktor. Ada tiga hambatan utama, yang
berpotensi timbul dalam setiap adopsi inovasi .
Pertama, Mental block barriers. Yaitu hambatan yang lebih
disebabkan oleh sikap mental, seperti :

a. salah persepsi atau asumsi


b. cenderung berpikir negatif
c. dihantui oleh kecemasan dan kegagalan
d. tidak mau mengambil resiko terlalu dalam
e. malas
f. saat ini berada pada daerah “nyaman dan aman”
g. cenderung resisten/menolak terhadap setiap
perubahan
Kedua, hambatan yang sifatnya culture block (hambatan
budaya). Hal ini lebih dilatarbelakangi oleh :

a. adat yang sudah mengakar dan mentradisi


b. taat terhadap tradisi setempat
c. ada perasaan berdosa bila merubah “tatali karuhun”
d. dsb.
Ketiga, hambatan social block (hambatan sosial).
Yaitu hambatan inovasi sebagai akibat dari faktor sosial
dan pranata masyarakat sekitar. Hal ini antara lain :
a. perbedaan suku dan agama ataupun ras
b. perbedaan sosial ekonomi
c. nasionalisme yang sempit
d. arogansi primordial
e. fanatisme daerah yang kurang terkontrol.

Anda mungkin juga menyukai