Anda di halaman 1dari 24

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

10 Kelembagaan Penyuluhan Pertanian


A. Kelembagaan Penyuluhan Pertanian
Dalam pengertian sehari-hari, kelembagaan, dapat diartikan dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit, kelembagaan sering diartikan sebatas entitas (kelompok. organisasi) yaitu himpunan individu yang sepakat untuk menetapkan dan mencapai tujuan bersama. Tetapi dalam arti luas, kelembagaan mencakup: nilai-nilai, aturan, budaya, dll. Karena itu, kelembagaan penyuluhan pertanian dapat diartikan sebagai entitas (kelompok, organisasi) yang terpanggil dan atau berkewajiban melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian. Berbicara tentang pentingnya kelembagaan penyuluhan pertanian, dalam Bab-9 telah dikemukakan bahwa sejak masa penjajahan, kegiatan penyuluhan selalu diawali dengan penetapan kelembagaan penyuluhan. Secara umum, organisasi dapat diartikan sebagai himpunan yang terdiri dari kelompok-kelompok orang yang saling bekerjasama di dalam suatu struktur tata hubungan antar kelompok-kelompok (unit kegiatan) yang melaksanakan fungsi masing-masing, demi tercapainya tujuan (bersama) tertentu yang menjadi tujuan organisasi yang bersangkutan. Pemahaman tentang organisasi seperti itu, mengandung pengertian bahwa organisasi merupakan:
1) Himpunan dari kelompok-kelompok orang yang saling bekerja

sama untuk tercapainya tujuan tertentu. 2) Setiap organisasi terbagi menjadi kelompok-kelompok atau unitunit kegiatan yang melaksanakan fungsi-fungsi tertentu. 3) Setiap organisasi memiliki struktur tata hubungan antar kelompok yang jelas.

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

Dengan demikian, pengorganisasian dapat diartikan sebagai upaya untuk mengkoordinasikan atau menghubung-hubungkan kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap unit (kelompok) kegiatan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan, demi tercapainya tujuan organisasi yang menjadi tujuan bersama. Sehubungan dengan hal ini, kegiatan penyuluhan juga memerlukan suatu bentuk organisasi tertentu. Hal ini, disebabkan karena:
1) Kegiatan penyuluhan melibatkan banyak pihak, yang terbagi

dalam kelompok-kelompok atau unit kerja yang memiliki fungsi masing-masing, baik penentu kebijakan penyuluhan, penyuluh, maupun para "petani maju" yang sering diminta keterlibatannya sebagai penyuluh suka rela. 2) Kegiatan penyuluhan memiliki tujuan bersama, yaitu mengubah perilaku masyarakaat sasarannya agar dapat membantu dirinya sendiri dalam rangka memperbaiki mutu hidup dan kesejahteraan masyarakatnya. Lebih lanjut, pentingnya organisasi penyuluhan juga dikemukakan oleh Claar dan Bentz (1987), karena:
1) Di dalam kegiatan penyuluhan, sebagai suatu sistem pendidikan,

masyarakat dapat dengan bebas untuk menerima atau menolak informasi/inovasi yang ditawarkan kepadanya. Karena itu, setiap penyuluh harus diorganiser sebaik-baiknya oleh setiap lembaga-lembaga pemerintah yang bersangkutan agar mereka benar-benar memahami latar belakang sosial budaya masyarakat sasarannya, serta mampu dan mau menjalin hubungan yang erat dengan pusat-pusat informasi tentang: teknologi pertanian, keadaan lingkungan hidup, dan pusat-pusat informasi tentang sosial budaya setempat. 2) Banyak informasi yang harus disadap dan disebaarluaskan oleh setiap penyuluh kepada pihak-pihak di luar organisasi penyuluhan itu sendiri, sehingga hubungan antar mereka juga perlu dikembangkan sebaik-baiknya. 3) Kegiatan penyuluhan, memiliki peran yang beragam sesuai dengan aras birokrasi pemerintahan, sehingga kegiatan penyuluhan juga perlu diorganisasikan sebaik-baiknya untuk memperoleh dukungan dan mampu menggerakkan peran serta penguasa di setiap aras birokrasi pemerintahan. 4) Setiap penyuluh harus memiliki mobilitas tinggi untuk dapat melakukan kontak-kontak pribadi dengan banyak pihak.

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

Karena itu, adanya pengorganisasian yang memungkinkan setiap penyuluh memiliki mobilitas tinggi sangat diperlukan. 5) Setiap penyuluh harus memiliki hubungan timbal balik yang erat, baik dengan para peneliti (atau sumber informasi lainnya) maupun dengan masyarakat sasarannya; terutama dalam kaitannya untuk menyampaikan umpan balik yang diberikan oleh para petani kepada para peneliti. Untuk keperluan seperti inipun, sangat diperlukan pengorganisasian tertentu yang efektif. 6) Penyuluhan pertanian, memerlukan hubungan yang akrab dengan semua sektor kegiatan yang dilaksanakaan dalam pembangunan pertanian. Sehingga, adanya pengorganisasian yang efektif didalam kegiatan penyuluhan pertanian maupun kaitannya dengan sektor-sektor kegiatan lainnya juga sangat diperlukan. 7) Efektivitas penyuluhan, sangat ditentukan oleh kejelasan informasi yang disampaikan oleh penyuluhnya. Karena itu, kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya sangat dibutuhkan. Hal ini hanya dimungkinkan jika, ada organisasi penyuluhan yang memberikan kejelasan tugas dan tanggungjawab kepada setiap penyuluhnya. Di lain pihak, kelemahan pengorganisasian penyuluhan pertaniaan akan berakibat pada tidak tercapainya tujuan pembangunan pertanian seperti yang diharapkan. Tentang hal ini, sebuah laporan dari Bank Dunia yang ditulis oleh Benor dan Harisson (1977) pernah mengungkapkan beberapa masalah pengorganisasian penyuluhan pertanian yang sering dijumpainya pada kegiatan penyuluhan pertanian di beberapa negara sedang berkembang, yang mencakup:
1) Tersedianya waktu penyuluh untuk: membuat rencana kerja,

2)

3) 4) 5) 6) 7)

kalender kerja, dan melaksanakan penyuluhan seperti yang diharapkan. Fungsi penyuluhan yang kabur, karena penyuluh terlalu banyak melakukan kegiatan administrasi dan tugas-tugas lain di luar kegiatan menyuluh. Luasnya wilayah kerja, besarnya jumlah keluarga petani yang menjadi sasarannya, serta kurangnya sarana mobilitas. Kurangnya memperoleh latihan, dan sering memperoleh latihan tentang hal-hal yang bukan menjadi tugas pokoknya. Lemahnya jalinan hubungan antara penyuluh dan peneliti. Rendahnya mutu penyuluh yang berakibat pada memburuknya mentaitas dan kuragnya penghargaan terhadap penyuluh. Duplikasi kegiatan dan pemborosan dana yang sebenarnya sangat terbatas. 3

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

Terkait dengan hal tersebut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang suatu organisasi penyuluhan yang efektif, sedikitnya perlu diperhatikan tiga hal yang meliputi:
1) Kegiataan

penyuluhan membutuhkan penyuluh yang andal dengan mobilitas tinggi. Karena itu, setiap penyuluh harus dilengkapi dengan tersedianya dana yang cukup untuk dapat merancang dan melaksanakan kegiatan-kegiatan penyuluhan yang seringkali banyak memerlukan sumberdaya (bahan, perlengkapan, tenaga kerja, dan waktu). 2) Wilayah kerja penyuluhan (pertanian), pada umumnya tidak cukup memiliki pelayanan sosial yang memadai. Karena itu, seringkali sulit untuk mengangkat penyuluh-penyuluh yang andal yang mau ditugaskan di wilayah yang sulit untuk jangka waktu yang lama. Konsekuensinya adalah, kita akan berhadapan dengan sejumlah besar penyuluh dengan kualifikasi rendah, atau menggunakan sedikit penyuluh yang andal. Dalam keadaan seperti ini, pengorganisasian penyuluhan harus dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan para penyuluh dapat dengan mudah dipindah tugaskan sesuai dengan kebutuhan setempat. 3) Organisasi penyuluhan yang menggunakan penyuluh-penyuluh yang juga harus melaksanakaan tugas-tugas administrasi dan "pengaturan" akan menghancurkan kredibilitas penyuluhan yang merupakan organisasi pendidikan. Karena itu, tugas penyuluhan harus dipisahkan dengan tugas-tugas pengaturan. Sejalan dengan itu, perlu diingat bahwa organisasi penyuluhan pertanian memiliki sifat yang unik. Sebab, di satu pihak harus memiliki jalinan yang erat dengan organisasi pemerintahan yang memiliki kekuasaan sebagai pengambil keputusan dan penanggungjawab kegiatan pembangunan (pertanian) di wilayah setempat; dan di lain pihak ia harus merupakaan organisasi pelayanan yang melaksanakan fungsi pendidikan yang sejauh mungkin dibebaskan dari segala macam bentuk pengaturan/pemaksaan. Oleh sebab itu, pengorganisasian penyuluhan pertanian harus diatur sedemikian rupa sehingga: tetap memiliki hubungan "vertikal struktural" dengan organisasi pemerintahan, dan di lain pihak harus memiliki hubungan "horizontal fungsional" dengan lembaga-lembaga: pendidikan, penelitian, organisasi-organisasi profesi dan dengan masyarakat sasarannya. Di samping itu, dalam pengorganisasian penyuluhan pertanian harus selalu memperhatikan pentingnya keterlibatan masyarakat sasaran

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

untuk berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan pertanian, sejak di dalam perumusan masalah, tujuan kegiatan, dan pengambil keputusan tentang perencanaan program penyuluhan, pelaksanaan kegiatan, pemantauan kegiatan, maupun evaluasi kegiatannya. Hal ini, disebabkan karena:
1) Hanya masyarakat petani yang tahu pasti tentang masalah yang

dihadapi, dan kegiatan yang perlu dilakukan sesuai dengan pandangan dan pola pikir mereka sendiri. 2) Hanya petani sendiri yang mampu memberikan umpan balik yang terpercaya, tentang sebab-sebab kelambanan adopsi inovasi yang ditawarkan oleh penyuluhnya. 3) Mereka sendirilah yang seharusnya menilai, apakah seorang penyuluh itu dinilai andal/tidak, serta apakah program penyuluhan itu dinilai berhasil/tidak. Dengan kata lain, dalam pengorganisasian penyuluhan pertanian harus memberikan kewenangan yang lebih besar kepada masyarakat (lapisan bawah) untuk mengambil keputusan tentang: perencanaan program, pelaksanaan, maupun evaluasinya. Selaras dengan beberapa hal di atas, dapat diberikan pegangan dasar dalam pengorganisasian penyuluhan pertanian sebagai berikut:
1) Hirarki organisasi harus mampu mengakomodasikan keragaman

2)

3)

4)

5)

6)

administrasi dan geografis demi berfungsinya kegiatan penyuluhan. Setiap unit kegiatan yang memiliki keseragaman fungsi, hendaknya dikelompokkan dalam kelompok-kelompok tertentu untuk memperkecil rentang pengawasan yang harus ditangani oleh setiap administratornya. Fungsi-fungsi yang saama perlu dimantapkan di setiap aras organisasi yang sama, untuk menghindari perbedaan persepsi manakala ada perlakuan-perlakuan tertentu. Perlunya pendelegasian wewenang dan tanggungjawab yang jelas untuk setiap fungsi yang harus dilaksanakan dalam organisasi penyuluhan pertanian. Sejauh mungkin, jarak kekuasaan hendaknya diperpendek, terutama jika alur komunikasi masih lamban dan tingkat pengetahuan masyarakat setempat masih relatif rendah. Setiap orang, hendaknya hanya memiliki satu atasan yang jelas.

Lebih lanjut, dari kajian terhadap struktur organisasi penyuluhan pertanian di negara maju dan yang sedang berkembang, ternyata

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

dijumpai beragam struktur organisasi yang masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Sebagai contoh, jika para penyuluh spesialis dipisahkan dari kelompok peneliti, mereka akan memperoleh manfaat berupa mudahnya dalam perencanaan program penyuluhan serta terbinanya semangat "korps penyuluh", tetapi mereka akan kekurangan pengetahuan tentang hasil-hasil penelitian "baru" karena tidak memiliki kontak pribadi yang akrab dengan para peneliti. Meskipun demikian, dapat dikemukakan suatu bentuk struktur organisasi yang terbukti menunjukkan "keberhasilannya" di banyak negara yang kurang berkembang, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Kepala kantor penyuluhan, selain mengawasi langsung para staf

administrasi juga mengawasi kegiatan para Penyuluh Spesialis.


2) Para penyuluh dan peneliti, diorganisasikan sedemikian rupa

sehingga antar mereka dapat terjalin hubungan yang mudah dan akrab. 3) Lembaga-lembaga penelitian di Perguruan Tinggi, melalui suatu perjanjian kerjasama, memiliki kaitan dengan organisasi penyuluhan pertanian. 4) Kantor penyuluhan memiliki hubungan jalur komando dengan para penyuluh spesialis di setiap wilayahnya untuk melakukan supervisi terhadap para penyuluh lapangan. 5) Seluruh penyuluh spesialis sampai di tingkat propinsi tidak berkewajiban memberikan laporannya kepada penguasa/politikus setempat, tetapi merupakan bagian dari Dinas Penyuluhan yang profesional.

B. Administrasi Penyuluhan Pertanian


Dalam pengertian sehari-hari, "administrasi" sering diartikan segala kegiatan yang berkaitan dengan ketata-usahaan atau persuratan. Tetapi, di dalam pengertian ilmu manajemen, administrasi memiliki pengertian yang lebih luas. Kaliski (1983) mengartikan administrasi sebagai manajemen operasi, atau salah satu fungsi manajemen untuk merencanakan, melaksanakan, mengorganisasi, mengkoordinasi, dan mengawasi fungsi-fungsi manajemen yang lain. Fungsi administrasi, adalah tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap pemimpin atau "manajer". Karena itu, seorang pemimpin/ manajer sering pula disebut dengan istilah "administrator". Terkait dengan itu, beberapa fungsi administrasi penyuluhan yang perlu diperhatikan adalah:

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian


1) 2) 3) 4) 5)

administrasi personalia, kemudahan dan perlengkapan bagi penyuluhan pertanian, administrasi keuangan, pelaporan dan evaluasi, dan hubungan dengan lembaga-lembaga terkait lainnya.

(1) Administrasi personalia a) Manajemen Personalia Untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan, diperlukan beberapa upaya untuk melaksanakan "manajemen personalia" meliputi:
Adanya "kebijakan" personalisa yang berupa pemberian pelayan

an secukupnya agar mereka (penyuluh) dapat bekerja efektif. Adanya "kebijakan personalia" yang memungkinkan berlangsungnya kerja sama yang baik antar penyuluh. Jika organisasinya cukup besar, mungkin diperlukan sentralisasi. Meskipun demikian, harus dipertimbangkan agar cukup luwes guna mengakomodasi keragaman karakteristik penyuluhnya. Ada aturan jelas yang berkaitan dengan: penerimaan, penempatan, aturan perilaku, serta promosi yang obyektif, dan bukannya berdasarkan pertimbangan faktor-faktor ekstern. Setiap staff penyuluhan harus diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan tentang penyuluhan pertanian yang akan ditetapkan.

b) Personalia dinas penyuluhan pertanian Salah satu titik kunci dalam penentuan personalia Dinas Penyuluhan adalah, diperlukannya seorang "Administrator Penyuluhan yang andal". Secara umum, setiap administrator diharapkan untuk dapat melaksanakan fungsi kepemimpinan guna pengembangan dan pembinaan personel penyuluhan. Dalam pengertian ini, harus dibedakan antara "pemimpin" dan "administrator". Seorang pemimpin harus mampu mengatur, sedang administrator seharusnya mampu melaksanakan fungsi pelayanan yang dibutuhkan para pemimpin. Tugas seorang administrator adalah: untuk merencanakaan, mengorganisasikan, dan secara langsung melakukan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan organisasi. Tugas-tugas seperti ini, biasanya disebutkan secara rinci dalam suatu " job-description".

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

Di samping administrator, setiap Dinas Penyuluhan akan membutuhkan: penyuluh spesialis maupun penyuluh lapangan; yang jumlahnya sangat tergantung kepada kondisi (permasalahan dan geografis) wilayah kerja penyuluhan setempat. c) Kualifikasi dan fungsi personel penyuluhan Di beberapa wilayah, dikenal adanya 3 macam personel, penyuluhan yaitu: Penyuluh lapangan yang secara langsung melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat sasarannya. Untuk itu, ia harus memiliki kualifikasi untuk: mau tinggal di wilayah kerjanya. memusatkan diri pada kegiatan pendidikan dan mengembangkan komunikasi dengan semua pihak, dalam kaitannya untuk menjalin kerjasama dengan masyarakat sasarannnya dan dengan segenap aparat penyuluhan. memberikan saran-saran yang diperlukan. menerapkaan dan mengembangkan beragam metoda penyuluhan. merencanakan rencana kerja penyuluhan yang diperlukan.
Penyuluh

spesialis, yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pelatihan guna pengembangan keahlian teknis penyuluh lapangan. Untuk itu, harus mampu untuk: lembaga-lembaga penelitian yang terkait.

menjalin hubungan yang akrab dengan para peneliti dan melakukan pengkajian dan penelitian tentang

masalahmasalah yang dirasakan dan akan dihadapi di wilayah kerjanya bekerjasama dengan semua spesialis di bidang informasi dan publikasi. mengembangkan kegiatan pelatihan bagi penyuluh lapangan aktif berperan serta dalam kegiatan lapang yang diselenggarakan oleh para peneliti, demonstrasi, pameraan, pertemuan ilmiah, dll.

Staf administrasi dan supervisor, yang bertanggungjawab untuk melaksanakan supervisi terhadap para penyuluh lapangan dan staf yang lainnya.

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

Untuk itu, ia harus memiliki kemampuan sebagai administrator pembangunan yang andal, khususnya yang berkaitan dengan: manajemen personalia. manajemen keuangan. pengalokasian suberdaya secara maksimal untuk penyuluhan. d) Jumlah penyuluh yang diperlukan Jumlah penyuluh yang diperlukan untuk setiap wilayah kerja penyuluhan, sebenarnya tidak dapat ditentukan secara pasti, tetap tergantung kepada:

Luas wilayah yang harus dilayani, keragaman kegiatan pertanian yang ada, kompleksitas dan ukuran usaha tani, jumlah dan tingkat pendidikan warga masyarakat sasaran, kompleksitas dan cakupan program penyuluhannya, kemudahan komunikasi antar personel penyuluhan, tingkat mobilitas tenaga penyuluh, tingkat pendidikan dan pengalaman penyuluh, dan metoda-metoda penyuluhan yang akan diterapkan.

Meskipun demikian, ada beberapa catatan lain yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan jumlah penyuluh di setiap wilayah kerja penyuluhan, yang menyangkut:
peran penyuluh lapangan, apakah sebagai ujung tombak dari

kegiatan penyuluhan atau sekadar sebagai penasehat/supervisor para penyuluh sukarela. proporsi jumlah penyuluh spesialis dibanding penyuluh lapangannya. Di Eropa, biasanya 1:5, tetapi di Asia dan Afrika dapat mencapai 1:16-17. kualifikasi penyuluh spesialis. Di banyak negara sedang berkembang, mereka hanya lulusan sarjana (S1), sedang di Eropa dan Amerika, telah dilengkapi dengan berbagai pelatihan, berpengalaman, dan sebagiaan besar telah mengikuti program pasca sarjana. Swanson dan Rassi, menyebutkan, diperlukan 1 orang spesilis komunikasi untuk setiap 50 personel penyuluhan Di samping itu, dibutuhkan rata-rata 1 penyuluh untuk 800 kepala keluarga petani atau sekitar 300 - 1.600 orang petani.

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

e) Tenaga-tenaga penunjang Pada dasarnya, setiap penyuluh lapangaan adalah "generalis". sehingga, agar ia dapat melaksanakan fungsinya demi tercapainya tujuan perbaikan mutu hidup masyarakatnya, perlu dibantu oleh tenaga-tenaga Penyuluh Spesialis yang harus secara berkelanjutan memberikan informasi-informasi baru kepada para penyuluh lapangan. Di samping itu, juga diperlukan kelompok-kelompok spesialis lain yang dapat menunjang tugasnya (seperti: kelompok komunikator, dll). Para penyuluh spesialis ini, memiliki tugas utama sebagai perantara antara penyuluh dengan para peneliti, baik untuk menyampaikan (dan menjelaskan) informasi dari peneliti, ataupun menyampaikan umpan balik dari penyuluh (yang berasal dari warga masyarakat) kepada peneliti untuk dikaji ulang. f) Kelompok-kelompok sukarela Adanya kelompok-kelompok sukarela yang dapat membantu kegiatan penyuluhaan akan sangat membantu efektivitas penyuluhan itu sendiri. Kelompok-kelompk sukarela ini, dapat diberi tugas atau dilibatkan sebagai:
Penyampai informasi. Sebagai contoh, seorang kontak tani dapat

diminta bantuannya untuk menyebarluaskan informasi, atau sebagai demonstrator serta dilibatkan dalam pelaksanaan pengujian-pengujian. Kelompok penasehat, baik dalam identifikasi masalah, maupun dalam merancang program penyuluhan yang perlu dilakukan, atau dilibatkan dalam pelaksanaan serta evaluasi program. Pemeliharaan organisasi. Tenaga sukarela juga diminta bantuannya untuk: ikut memelihara dan mengembangkan organisasi petani, atau bahkan berperan sebagai "pemimpin" dari kelompokkelompok Taruna Tani dan Tani Taruna, maupun sebagai perwakilan lembaga-lembaga lain yang berkaitan dengan kegiatan penyuluhan pertanian. (2) Kemudahan dan perlengkapan bagi penyuluhan pertanian Berbeda dengan penelitian, kegiatan penyuluhan dapat hanya diberi kantor dan dengan perlengkapan yang relatif terbatas. Meskipun demikian, adanya beberapa kemudahan mutlak diperlukan. Perlengkapan yang paling strategis, sebenarnya adalah sarana mobilitas atau transportasi bagi penyuluh.

10

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

Sebab, hanya dengan sarana mobilitas yang memadai, para penyuluh akan dapat (setidak-tidaknya) menghubungi masyarakat sasarannya lebih efektif. _ Di samping itu, tidak boleh diabaikan adanya berbagai perlengkapan/kemudahan lain seperti:
a) Kantor, agar dia mudah dihubungi oleh masyarakat sasarannya. b) Sumberdaya material, baik yang berupa media informasi (maja-

lah, buku, leaflet) maupun contoh-contoh barang dan peralatan yang dapat digunakan pada saat harus melakukan pelatihan petani, demonstrasi, dll. c) Sarana transportasi, seperti telah disinggung di muka. d) Perumahan, agar ada jaminan supaya para penyuluh mau bertempat tinggal di wilayah kerjanya. (3) Pengelolaan keuangan Termasuk dalam pengelolaan keuangan, baik yang berkaitan dengan penyusunan rencana anggaran (jumlah dan sumbernya), penggunaan keuangan, ataupun sistem pengawasan/pemeriksaan keuangannya. Di dalam pengelolaan keuangan, di samping kebutuhan rutin (yang menyangkut gaji/upah dan beaya perjalanan), juga perlu diperhatikan tersedianya anggaran untuk: penyelenggaraan pengujian lapang, informasi dan publikasi, pengembangan personal, pengembangan sistem manajemen penyuluhan, dll. Di samping itu, berkaitan dengan sumber dana, hendaknya dapat diupayakan sumber-sumber dari instansi/lembaga pemerintah, kerjasama dengan pihak swasta yang berkepentingan dengan kegiatan penyuluhaan (produsen sarana produksi, industri pengolahan, lembaga pemasaran dan aneka jasa), serta sumber-sumber yang dapat digali secaraa swadaya). (4) Pelaporan dan evaluasi Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam administrasi penyuluhan adalah lemahnya sistem pelaporan dan evaluasi, baik yang dibuat oleh: administrator/staf administrasi, penyuluh lapangan, maupun penyuluh spesialis, yang mencakup: kalender kerja/programa penyuluhan, laporan perkembangan kegiatan, dan laporan hasil kegiatan. Di lain pihak, seringkali dijumpai sistem pelaporan yang terlalu beragam dan terinci sehingga menyita banyak waktu dan

Sistem Penyuluhan Pertanian

11

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

mengganggu kelancaran kegiatan penyuluhan itu sendiri. Karenanya, perlu diperhatikan untuk merancang sistem pelaporan yang sederhana tetapi cukup memadai. (5) Hubungan dengan lembaga-lembaga lain Kelemahan umum yang sering dijumpai pada Dinas Penyuluhan adalah, kurangnya dijalin komunikasi yang akrab dengan pusatpusat informasi (lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan lembaga pemberitaan), dan pihak-pihak swasta yang seringkali berperan penting untuk menunjang kelancaran kegiatan penyuluhan.

C. Sejarah Kelembagaan Penyuluhan Pertanian


Tentang hal ini, sejarah mencatat bahwa kegiatan penyuluhan pertanian yang pertama kali dilaksanakan pada awal abad ke 20, diorganisir oleh perguruan tinggi dan instansi pemerintah. Di Indonesia, sejak jaman penjajahan hingga sampai dengan dasawarsa 1980-an, kelembagaan penyuluhan pertanian hanya dilakukan oleh instansi pemerintah. Tetapi seiring dengan kebijakan pembangunan pertanian yang semakin memberikan peluang bagi swasta dan LSM, sehingga peran pemerintah nampak semakin berkurang, meskipun dalam praktek masih didominasi oleh institusi pemerintah. Terkait dengan hal ini, UU No. 16 Tahun 2006 Tentang Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan menetapkan beragam kelemba-gaan penyuluhan yang terdiri dari:

(1) Kelembagaan Pemerintah, dalam bentuk kelembagaan penyuluhan baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, Kecamatan, dan Desa/kelurahan (2) Kelembagaan Petani, berupa kelompok-tani, gabungan kelompok-tani, dan koperasi (3) Kelembagaan Swasta, termasuk kelembagaan yang dikembangkan oleh LSM

D. Kelembagaan Penyuluhan Pertanian Pemerintah (1) Pada Masa Penjajahan Belanda


Kelembagaan penyuluhan pertanian yang pertama-tama dikembangkan oleh pemerintahan Hindia Belanda adalah Departemen Pertanian (Department van Landbouw), yang didirikan pada tahun 1905. sedang pelaksanaannya dilakukan oleh pejabat Pangreh Praja (PP).

12

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

Pada tahun 1910 dibentuk Dinas Penyuluhan Pertanian ( Landbouw Voorlichting Dienst), tetapi baru benar-benar berperan sebagai lembaga penyuluhan pertanian yang mandiri, sejak diubah menjadi Dinas Pertanian Propinsi terlepas dari PP pada tahun 1918, (2) Pada Masa Penjajahan Jepang Selama masa penjajahan Jepang, diangkat para Mantri Pertanian Kecamatan (Son Sidoing), tetapi kegiatannya lebih banyak berrtujuan untuk melakukan pemaksaan-pemaksaan kepada rakyat untuk mengusahakan bahan pangan dan produk-produk strategis yang lain untuk kepentingan angkatan perangnya. (3) Pada Masa Kemerdekaan

a)

Meskipun pada awal kemerdekaan telah dicanangkan Plan Kasimo (Rencana Produksi 3 tahun, 1948-1950), tetapi tidak dapat terlaksana karena terjadinya revolusi fisik. Pada pelaksanaan RKI (Rencana Kese-jahteraan Istimewa) ke I (1950-1955) dan ke II (1955-1960), pelaksanaan penyuluhan pertanian dilakukan melalui P Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) pada tahun 1950) di setiap Kecamatan. Pada pelaksanaan Gerakan Swa-sembada Beras (SSB pelaksanaan penyuluhan dipimpin oleh Komando Operasi Gerakan Makmur (KOGM) sejak di tingkat pusat sampai ke tingkat Desa. Memasuki tahun 1967, sejalan dengan pelaksanaan program BIMAS-SSBM (Bimbingan Masal Swa Sembada Bahan Makanan), kegiatan penyuluhan pertanian yang menjadi tugas pokok Departemen/Dinas Pertanian Rakyat, dikoordinasikan (di tingkat nasional) oleh Badan Pengendali Bimas yang dibentuk berdasarkan Keppres No. 95 Tahuhn 1969, di tingkat provinsi dikoordinasikan oleh Badan Pembina Bimas yang diketuai oleh Gubernur dengan Ketua Pembina Harian dijabat oleh Kepala Dinas Pertanian Provinsi. Di tingkat kabupaten dikoordinasikan oleh Badan Pelaksana Bimas yang diketuai oleh Bupati dengan Kepala Dinas Pertanian sebagai Ketua Pelaksana Harian. Sedang di tingkat Kecamatan, kegiatan penyuluhan pertanian dikordinasikan oleh Satuan Pelaksana Bimas Kecamatan yang

b)

c)

d)

Sistem Penyuluhan Pertanian

13

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

diketuai oleh Camat, dan Pemimpin Pertanian Kecamatan atau Mantri Tani menjabat sebagai Ketua Harian.

e)

Pada tahun 1974, terjadi perubahan struktur organisasi Departemen Pertanian, yaitu dibentuknya Badan Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan Pertanian (BPLPP) berdasarkan Keppres No. 44 Tahun 1974. Tetapi penyelenggaraan penyuluhan tetap berada di Badan Pengendali/Pembina/Pelaksana BIMAS. Pada tahun 1976, Departemen Pertanian melaksanakan Proyek Penyuluhan Pertanian Tanaman Pangan (National Food Crops Extension Project/NFCEP) yang sejak tahun 1981 dikembangkan menjadi National Agricultural Extension Project /NAEP, terjadi perubahan kelembagaan penyuluhan, utamanya di tingkat Kabupaten/Kotamadya, yaitu dibentuknya Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) sebagai pengganti BPMD. Mulai saat itu, di setiap Kabupaten/Kotamadya ditugaskan seorang Sarjana Pertanian yang berfungsi sebagai Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS) yang melaksanakan fungsi-fungsi:

f)

Sebagai fasilitator pelatihan bagi Penyuluh Pertanian

Lapangan (PPL) dan Penyuluh Pertanian Madya (PPM) yang bertugas di Kabupaten dan BPP. Bersama-sama PPM/PPL melaksanakan pengujian-lokal dan Demonstrasi Melakukan komunikasi dengan Perguruan Tinggi, Lembaga/ Pusat Penelitian dan Pusat-pusat Informasi yang lain, utamanya untuk berburu informasi dan berkonsultasi. Di setiap BPP ditugaskan dua orang PPM yang masing-masing sebagai Programmer/Supervisor, dan Trainer. Di samping itu, di setiap Wilayah Unit Desa (seluas 600-1.000 Ha) ditugaskan seorang PPL yang bertugas untuk melakukan kunjungan ke 16 Kelompok-tani secara teratur dan berkelanjutan masing-masing 2 kali/bulan Berkaitan dengan itu, di setiap Propinsi ditugaskan 5 (lima) PPS yang masing-masimng memiliki keahlian/spesialisasi:


14

Budidaya Tanaman (agronomi) Tanah dan pemupukan Perlindungan Tanaman Sosial-ekonomi Pertanian (agro-ekonomi)

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

Penyuluhan Pertanian
PPS Propinsi ini, memiliki hubungan fungsional dengan PPS Kabupaten, yaitu sebagai nara-sumber untuk (membantu) memecahkan masalah yang dihadapi oleh PPS-Kabupaten. Di samping itu, di setiap propinsi dibentuk Balai Infrmasi Pertanian (BIP) yang memproduksi dan mendistribusikan informasi pertanian, utamanya kepada PPS/PPM/PPL. g) Sejalan dengan perkembangan pelaksanaan NFCEP yang dilaksanakan sejak tahun 1976, pada tahun 1978 dibentuk Forum Koordinasi Penyuluhan Pertanian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 664 Tahun 1978,

Melalui Keppres No. 4 Tahun 1990, BPLPP dipecah menjadi


Badan Pendidikan dan Latihan Departemen Pertanian (Diklat) Sedang unit penyuluhan diserahkan kepada Pusat Penyuluhan (Pusluh) yang dengan Keppres No. 83 Tahun 1993, dibentuk di setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Departemen Pertanian. Melalui SK Menteri Pertanian No. 58/Kpts/LP.120/2/91, koordinasi penyuluhan pertanian di tingkat propinsi diserahkan kepada Kantor Wilayah Pertanian, di tingkat Kabupaten diserahkan kepada Ketua Harian Pelaksana BIMAS. Sementara itu, melalui SK Menteri Pertanian No. 798/Kpts/OT.210/12/94, BIP ditingkatkan fungsinya dan diubah menjadi Balai Penerapan Teknologi Pertanian (BPTP) untuk melakukan penelitian komditan, pengujian dan perakitan teknologi tepat guna spesifik lokasi.

g)

Seiring dengan dikeluarkannya SK Menteri Pertanian No. 58/Kpts/LP.120/2/91, kegiatan penyuluhan pertanian yang sebelumnya menjadi tanggungjawab BIMAS, di serahkan Kepada masing-masing Direktorat Jenderal dan di tingkat Propinsi/ Kabupaten Kotamadya diserahkan kepada Dinas Subsektor terkait. Sedang peran BPP tidak lagi sebagai unit pelaksana penyuluhan, melainkan hanya sebagai instalasi penyuluhan pertanian Sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama antara Menteri Dalam Negeri dengan Menteri Pertanian No. 54 Tahun 1996/301/ KPTS/LP.120/4/96 penyuluhan pertanian wewenang

h)

Sistem Penyuluhan Pertanian

15

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

i)

dan tanggungjawab penyuluhan pertanian berada pada Menteri Pertanian yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian. Di tingkat propinsi tanggungjawab penyelenggaraan penyuluhan pertanian adalah Gubernur yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Kepala Dinas lingkup Pertanian. Di tingkat kabupaten/kotamadya penanggungjawab penyelenggaraan penyuluhan pertanian adalah Bupati yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Kepala Dinas lingkup Pertanian Sementara itu penanganan PPS/PPM disatukan kembali dalam Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian (BIPP). Memasuki era otonomi daerah sebagai pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999, kelembagaan penyuluhan pertanian di tingkat kabupaten dilaksanakan oleh beragam institusi;

ada yang tetap dilaksanakan oleh BIPP ada yang kembali dilaksanakan oleh Dinas Pertanian dan atau Ada yang dilaksanakan oleh Kantor Penyuluhan
j) Sejak diterbitkannya UU No. 16 Tahun 2006 sebagai tindak lanjut kebijakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK), kelembagaan penyuluhan pertanian diatur sebagai berikut: Dinas

di tingkat pusat dibentuk Badan Penyuluhan dan Komisi di tingakat Propisni dibentuk Badan Koordinasi Penyuluhan
Provinsi, dan Komisi Penyuluhan Pertanian Provinsi; di tingkat Kabupaten/Kota, dibentuk Badan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten/Kota dan Komisi Penyuluhan Pertanian Kabupaten/Kota; di tingkat Kecamatan, dibentuk Balai Penyuluhan Pertanian, di tingkat desa/kelurahan dibentuk Pos Penyuluhan Desa/ Kelurahan Penyuluhan Nasional;

E. Kelembagaan Penyuluhan Pertanian oleh Petani


Sejarah mencatat bahwa, seiring dengan dikembangkannya Revolusi Hijau sejak penghujung dasawarsa 1960-an, telah banyak dibentuk (atas prakarsa pemerintah) beragam kelembagaan pertanian, seperti:

16

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

kelompok-tani, kelompok pendengar, kelompok petani pemakai air (P3A), dan koperasi. Kehadiran lembaga-lembaga bentukan pemerintah tersebut telah menjadikan kelembagaan-lokal menjadi melemah. Di pihak lain, ternyata banyak dari lembaga-lembaga bentukan tersebut tidak efektif, bahkan tinggal nama saja. Berlajar dari pengalam-an tersebut, dinilai penting adanya upaya menghidupkan kembali kelembagaan tradisional dan kearifan lokal. Kearifan lokal, mengandung banyak unsur khas yang bersumber dari norma spritual (agama/kepercayaan) atau belief, falsafah hidup, dan kebiasaan hidup (mores) yang berkaitan dengan sopan santun maupun pemanfaatan sumberdaya alam. Contoh yang paling kuat adalah yang dikenal oleh masyarakat Bali sebagai Tri Hita Karana yang mengandung nilai-nilai keseimbangan kehidupan manusia dengan lingkungannya termasuk dengan sumberdaya-alam. Dalam kearifan lokal, terkandung nilai kesetiakawanan atau solidaritas, saling berkorban dan berusaha bersama yang tercakup dalam pengertian modal sosial, atau social capital (Tjondronegoro, 2006). Dari analisis yang dilakukan, disimpulkan bahwa dalam pembangunan regional apalagi nasional diperlukan pembinaan kelembagan yang relatif mikro menjadi lembaga makro, seperti:

1) Kelompok-tani, yang menjadi milik petani, berpotensi untuk


menjadi landasan bagi terbangunnya kelembagaan yang diperlukan dalam mewujudkan pembangunan pertanian yang didukung oleh modal sosial dan kearifan lokal 2) Kontak-tani Nelayan Andalan (KTNA), yaitu Kontak-tani atau Ketua Kelompok-tani yang telah diakui keteladanannya, yang dapat menjadi partner efektif bagi pemerintah, tetapi kemandiriannya tetap terjaga. 3) Pusat Pelatihan Pertanian Dan Perdesaaa Swadaya (SP4), yang berpotensi untuk menumbuhkan kreativitas petani untuk menghasilkan teknologi atau dalam mengadopsi teknologi yang setelah dilengkapi dengan kearifan setempat menjadi modal mereka untuk maju. 4) Sekolah Lapang Perilndungan Hama Terpadu (SLPHT), yang memiliki kelebihan dalam membangun kepentingan bersama dan saling ketergantungan antar anggota, yang pada dasarnya adalah memperkokoh modal sosial yang ada di masyarakat petani

Sistem Penyuluhan Pertanian

17

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

(1) Pentingnya Organisasi Kelompok Tani Mosher (1967) mengemukakan bahwa salah satu syarat pelancar pembangunan pertanian adalah, adanya kegiatan kerja sama Kelompok Tani. Oleh sebab itu, sejak pelaksanaan Repelita I (1969/70-974/75) di Indonesia mulai dikembangkan pembentukan kelompok tani, yang diawali dengan kelompok-kelompok kegiatan (kelompok pemberantasan hama, kelompok pendengar siaran perdesaan), dan akhirnya sejak dilaksanakannya Proyek Penyuluhan Tanaman Pangan/Nationaal Food Crop Extension Project (NFCEP) pada tahun 1976, dikembangkan pula kelompok tani berdasarkan hamparan lahan pertaniannya. Mengenai hasil atau kemanfaatan dibentuknya kelompok tani tersebut, salah satu temuan yang sangat menonjol adanya perbedaan nyata antara produktivitas yang dicapai kelompok tani Insus dengan produktivitas petani non Insus (Adjid, 1985) (2) Pengertian Kelompok Iver dan Page (1961) mengemukakan bahwa, kelompok adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama sehingga terdapat hubungan timbal balik dan saling pengaruh mempengaruhi serta memiliki kesadaran untuk saling tolong menolong. Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Sherif (Gerungan, 1978) yang mengemukakan bahwa kelompok merupakan suatu kesatuan sosial yang terdiri atas dua atau lebih orang-orang yang mengadakan interaksi secara intensif dan teratur, sehingga di antara mereka terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu yang khas bagi kesatuan tersebut. Karena itu, "kelompok" berbeda dengan "kerumunan" orang-orang, yang meskipun secara fisik kelihatannya bersatu, tetapi antar individu yang berada dalam kerumunan itu sebenarnya tidak ada hubungan atau interaksi apapun juga. Salah satu ciri terpenting dari kelompok adalah, yang menurut (Tomosoa, 1978) dikatakan sebagai suatu kesatuan sosial yang memiliki kepentingan bersama dan tujuan bersama. Tujuan tersebut dicapai melalui pola interaksi yang mantab dan masing-masing (individu yang menjadi anggotanya) memiliki perannya sendiri-sendiri (Dahama dan Bhatnagar, 1980). Karena itu, kelompok dapat diartikan sebagai himpunan yang terdiri dari dua atau lebih individu (manusia) yang memiliki ciri-ciri:
a) memiliki ikatan yang nyata,

18

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian


b) memiliki interaksi dan interrelasi sesama anggotanya, c) memiliki struktur dan pembagian tugas yang jelas, d) memiliki kaidah-kaidah atau norma tertentu yang disepakati

bersama, dan
e) memiliki keinginan dan tujuan bersama.

(3) Kelompok sosial dan kelompok tugas Dilihat dari tujuan bersama yang ingin dicapai, dikenal adanya dua macam kelompok, yaitu kelompok sosial (social group) dan kelompok tugas (task group). Tentang hal ini, Bertrand mengemukakan bahwa kelompok sosial lebih menekankan kepada tujuan pemenuhaan fungsi-fungsi sosial seperti: keagamaan, hobby, gotong-royong, kesenian, dll. Sedang kelompok tugas lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas-tugas tertentu yang harus diselesaikan dengan baik selama jangka waktu tertentu, seperti: kepanitiaan, kelompok SAR, Tim Perumus, kelompok formateur, dll (Miles, 1959). Ciri lain yang membedakan antara kelompok sosial dan kelompok tugas adalah: kelompok sosial akan tetap bertahan keberadaannya, meskipun ada salah satu tugas yang telah terselesaikan; sedang kelompok tugas, seringkali segera bubar/dibubarkan jika tugas tunggal yang dibebankan itu telah terselesaikan. Sehingga, keterikatan anggota dalam kelompok tugas hanya terbatas pada adanya tugas khusus yang harus diselesaikan, sedang pada kelompok sosial, keterikatan kepada kelompok itu seringkali berlangsung sumur hidup, kecuali jika memang merasa sudah tidak ada persesuaian dalam hubungan sosialnya. (4) Pengertian Kelompok Tani Kelompok tani, menurut Departemen Pertanian RI (1980) diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa (pria/wanita) maupun petani taruna (pemuda/i), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang Kontak tani. Di dalam pengertian Kelompok tani ini, termasuk juga Gabungan Kelompok Tani yang merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani yang dibentuk atas dasar permufakatan di antara para petani yang bersangkutan. Pada kenyataannya, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) terdiri atas kelompok tani yang ada dalam satu wilayah administrasi (Desa) atau yang berada dalam satu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier.

Sistem Penyuluhan Pertanian

19

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

Tetapi, dalam perkembangannya menunjukkan bahwa, kelompok tani tidak lagi merupakan kelompok petani yang terikat secara informal, karena pembentukannya diatur oleh Surat Edaran Menteri Pertanian No. 130/Mentan/II/1979, sehingga lebih tepat jika Kelompok tani dinyatakan sebagai suatu kelompok formal. (5) Alasan Dibentuknya Kelompok Tani Mokhzani (Wong, 1979) mengemukakan adanya asumsi tentang kecenderungaan alami dari masyarakat petani untuk menuju kearah kegiatan kerja sama (cooperation). Dalam hubungan ini, Galeski (Wong, 1979) meengemukakan perlunya dibentuk kelompok tani "baru" untuk dapat menaikkan kemakmuran masyarakat petani dari kenaikan produktivitas dan kenaikan serta distribusi pendapatan yang lebih merata. Beberapa keuntungan dari pembentukan kelompok tani itu, antara lain diungkapkan oleh Torres (Wong, 1977) sebagai berikut:
a) Semakin eratnya interaksi dalam kelompok dan semakin terbina-

nya kepemimpinan kelompok


b) Semakin terarahnya peningkatan secara cepat tentang jiwa

kerjasama antar petani;


c) Semakin cepatnya proses perembesan (difusi) penerapan inovasi

teknologi) baru;
d) Semakin naiknya kemampuan rata-rata pengembalian hutang

(pinjaman) petani;
e) Semakin meningkatnya orientasi pasar, baik yang berkaitan

dengan masukan (input) maupun produk yang dihasilkannya, dan


f) Semakin dapat membantu efisiensi pembagian air irigasi serta

pengawasannya oleh petani sendiri. Di lain pihak, Sajogyo (1978) memberikan tiga alasan utama dibentuknya kelompok tani yang mencakup: a) Untuk memanfaatkan secara lebih baik (optimal) semua sumberdaya yang tersedia. b) Dikembangkan oleh pemerintah sebagai alat pembangunan. c) Adanya alasaan ideologis yang "mewajibkan" para petani untuk terikat oleh suatu amanat suci yang harus mereka amalkan melalui kelompok taninya. (6) Ragam Kelompok Tani Berbagai macam kelompok tani yang pernah dicoba pembentukan dan pengembangannya di Indonesia antara lain adalah: Kelompok

20

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

Pendengar, Kelompok Petani Pemakai Air, Kelompok Demonstrasi Area dan yang terakhir adalah yang sekarang dikenal dengan Kelompok Tani Hamparan yang merupakan bentuk kerjasama petani yang memiliki lahan (garapan) disuatu wilayah hamparan yang sama (Soewardi, 1980). Bentuk kelompok tani yang terakhir ini, sebenarnya mulai dikembangkan sejak dilaksanakannya Proyek Penyuluhan Pertanian Tanaman Pangan (National Food Crops Extension Project /NFCEP) sejak tahun 1976. Tentang berbagai bentuk kelompok tani yang pernah dibentuk dan dikembangkan di Indonesia tersebut, Hadisapoetro (1978) menyimpulkan tentang adanya dua kelompok tani yang dapat dibedakan menurut wilayahnya, yaitu: "kelompok tani hamparan atau kelompok-tani lapangan", dan "kelompok tani tetangga" atau "kelompok tani domisili". Sedang kelompok-kelompok kegiatan yang semula telah terlebih dahulu terbentuk, merupakan bagian atau salaah satu kegiatan yang terus dikembangkan oleh kelompok tani hamparan tersebut. Di lain pihak, secara sosiologi Rusidi (1978) menyimpulkan bahwa, kelompok tani yang semula bersifat kelompok sosial ( social group) telah berkembang menjadi kelompok tugas (task group). Dan dilihat dari gejala organisasi, Totok Mardikanto (1983) menyebutkan kelompok tani bukan lagi suatu kelompok informal, tetapi lebih tepat disebut sebagai kelompok formal atau organisasi yang berstruktur rangkap: pamrih-paksaan. (7) Organisasi Kelompok Tani: Kasus di Indonesia a) Struktur organisasi kelompok tani Menurut konsep yang tercantum dalam sistem kerja penyuluhan pertanian dengan "Latihan dan Kunjungan" ("Training and Visit System"), Hadisapoetro (1978) menyimpulkan bahwa setiap kelompok tani dipimpin oleh seorang Kontak tani (dan staf pengurusnya) yang membina 10-20 petani maju. Masing-masing petani maju mempimpin satu kelompok kegiatan ataau satu kelompok hamparaan/bulak yang beranggotakan sekitar 5-10 orang petani. Dari gambaran struktur organisasi kelompok tani tersebut, dapat dilihat bahwa otoritas, wewenang, dan sistem komunikasi berjalan menurut hirarki: Kontak tani/pengurus kepada Petani maju, Petani maju kepada Petani pengikut, dan sebaliknya. b) Keterlibatan anggota kelompok tani

Sistem Penyuluhan Pertanian

21

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

Hasil survei yang telah dilakukan oleh tim UNPAD (1980) menunjukkan bahwa: motivasi utama keikutsertaan anggota dalam kelompok tani terutama didorong oleh hasrat meningkatkan kemampuan berusahatani dan pemenuhan kebutuhan primer (terutama yang berupa sarana produksi pertanian). Keadaan seperti ini memberikan petunjuk bahwa, keterlibatan anggota kelompok tani bukan dilandasi oleh pertimbangan rohani yang bersifat normatif, melainkan berdasarkan alasan-alasan duniawi yang kalkulatif (menghitung untung/rugi). c) Pembagian fungsi-fungsi organisasi Meskipun tidak dinyatakan secara tegas (eksplisit), struktur organisasi kelompok tani telah memberikan gambaran yang menunjukkan tentang adanya pembagian tugas yang jelas di antara: Kontak tani/staf pengurus, Petani maju, dan Petani pengikutnya. Pembagian tugas (fungsi organisasi) tersebut, mencakup kegiatankegiatan perencanaan program kerja, maupun dalam pelaksanaan program kerja itu sendiri. Tentang hal ini, sejak dikembangkannya program Supra Insus (1989), tugas Kontak tani/staf pengurus semakin jelas dalam bentuk perumusan: RDK (rencana definitif kelompok) dan RDKK (rencana daftar kebutuhan kelompok). d) Medan sosial kelompok tani Bertolak dari rincian medan sosial petani yang dikemukakan oleh Redfield (1982), medan sosial kelompok tani adalah: Kelompok tani memiliki medan sosial berdasarkan teritorial seluas desanya masing-masing. Hal ini, disebabkan karena setiap kelompok tani memiliki wilayah teritorial yang mencakup hamparan lahan pertanian maupun lingkungan tempat tinggal. Kelompok tani memiliki medan sosial yang berupa "pasar lokal", sebab kelompok tani hanya memasarkan produksi di tingkat lokal seluas wilayah Kecamatan masing-masing (baik untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi maupun kebutuhan pokoknya, maupun dalam kaitan dengan pemasaran produk yang dihasilkan kepada pihak swasta maupun KUD). Medan sosial jaringan kerja Kelompok Tani telah mencapai seluruh negeri (nasional). Hal ini dimungkinkan karena adanya media masa dan hubungan pribadi antar Kontak tani ditingkat nasional. e) Hubungan kelompok tani dengan masyarakatnya

22

Sistem Penyuluhan Pertanian

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

Secara fungsional, setiap kelompok tani memiliki fungsi untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan demi tercapainya sasaran peningkatan produksi pertanian, dan pendapatan petani serta kesejahteraan masyarakatnya sendiri maupun kesejahteraan masyarakat luas pada umumnya (terutama yang berkaitan dengan swasembada pangan dan peningkatan ekspor untuk menghasilkan devisa), yaitu dalam bentuk terkendalinya kegiatan-kegiataaan yang diperlukan untuk keberhasilan usahatani di lingkungan mereka. Berkaitan dengan itu, sejalan dengan araah pembinaan Koperasi Unit Desa (KUD), Soewardi (1976) menawarkan agar kelompokkelompok tani dapat dijadikan organisasi pra koperasi. Dan secaraa organisatoris, Hadisapoertro (1978) menawarkaan pengintegrasian antara Kelompok tani dengan KUD setempat. Lebih lanjut Soewardi (1980) juga menawarkan agar Kelompok tani dapat dikaitkan dalam program perkreditan. Harapan seperti ini, mulai terwujud dengan dikembangkannya TPK (tempat pelayanan koperasi) di setiap kelompok tani dan penyaluran kredit usahatani (KUT) lewat kelompok tani sejak pelaksanaann program Supra Insus.
Kaitan kelompok tani dengan pemerintahan desa sebagai

pemegang otorita di tingkat desa Di dalam struktur organisasi pemerintahan desa, kelompok tani sebenarnya merupakan organisasi masyarakat yang berada di bawah pembinaan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dan merupakan organisasi kemasyarakatan yang melaksanakan fungsi (antara lain) sebagai wadah partisipasi masyarakat desa yang mempunyai program (antara lain) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan sektor pertanian (Saparin, 1979). Kaitan kelompok tani dengan pemeritahan desa selaku satuan pelaksana BIMAS di tingkat desa. Hubungan kelompok tani dengan pemerintahan desa selaku Satuan Pelaksana BIMAS di tingkat Desa, digambarkan dalam bentuk hubungan kelompok tani dengan Kepala Urusan Pembangunan yang bersifat koordinatif (kerjasama). Hubungan koordinatif tersebut, adalah dalam rangka pengendalian kegiatan-kegiatan yang diperlukan demi tercapainya sasaran peningkataan produksi dan pendapatan masyarakat petani di desa yang bersangkutan. Kaitan kelompok tani dengan organisasi penyuluhan pertanian

Sistem Penyuluhan Pertanian

23

Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

Di dalam struktur organisasi penyuluhan pertanian, kelompok tani memiliki hubungaaan fungsional dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL Hubungan fungsional tersebut, terlihat pada: penyampaian kebijaksanaan pembangunan pertanian oleh PPL. penyampaian inovasi oleh PPL dan umpan baliknya dari anggota kelompok tani. pemecahan masalah yang dihadapi kelompok tani. pembinaan PPL dalam perencanaan program kelompok tani (perumusan RDK dan RDKK). kerjasama PPL dan kelompok tani dalam pelaksanaan pengujian lokal, demonstrasi, dan program-program penyuluhan pertanian yang telah dirancang bersama antara PPL dan Kelompok tani yang bersangkutan. F. Kelembagaan Penyuluhan Oleh Swasta dan LSM Kegiatan penyuluhan pertanian oleh swasta, mulai banyak dilakukan oleh produsen pupuk dan pestisida sejak masih diberlakukannya pemberian subsidi sarana produksi kepada petani melalui program BIMAS/INMAS. Terkait dengan hal ini, kegiatan penyuluhan pertanian dilakukan oleh setiap Kantor Perwakilan melalui para petugas pemasaran (marketing representatives) atau tenaga-lapang (spot worker) yang melakukan pengujian-lokal dan Demplot. Di pihak lain, kegiatan penyuluhan pertanian yang dilakukan oleh LSM, biasanya dilakukan melalui pengorganisasian masyarakat-lokal, pemberian advokasi, penyelenggaran pelatihan, pendamp[ingan, dan pelaksanaan Demplot/pengujian-lokal. Berkaitan dengan kegiatan penyuluhan pertanian yang dilakukan oleh pihak swasta dan LSM tersebut hingga kini relatif masih bebas dari campur-tangan pemerintah, bahkan pada awalnya sering dianggap mengganggu kebijakan dan penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah. Tetapi, seiring dengan menurunnya peran penyuluhan serta menurunnya citra penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah, keberadaannya semakin diakui dan dibangun kerjasama kolaboratif antara lembaga penyuluhan pertanian pemerintah dengan pihak swasta dan LSM.

24

Sistem Penyuluhan Pertanian

Anda mungkin juga menyukai