Anda di halaman 1dari 19

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian

11 Ketenagaan Penyuluhan Pertanian


A. Penyuluh
Pada Bab terdahulu telah disimpulkan bahwa kegiatan penyuluh-an pertanian dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah atau suatu lembaga penyuluhan agar petani selalu tahu, mau, dan mampu mengadopsi inovasi demi tercapainya peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani guna memperbaiki mutu hidup atau kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Karena itu, kegiatan penyuluhan akan membutuhkan tenaga-tenaga penyuluh yang andal agar dapat melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian yang direncanakan. Istilah "penyuluh" itu sendiri, oleh Kelsey and Hearne (1958) disebut pekerja-penyuluhan (extension workers). Sedang Lippit (1958) dan Rogers (1983) disebutnya sebagai agen perubahan ( change agent), yaitu seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh (calon) penerima manfaat penyuluhan untuk mengadopsi inovasi. Karena itu, seorang penyuluh haruslah professional, dalam arti memiliki kualifikasi tertentu baik yang menyangkut kepribadian, pengetahuan, sikap, dan ketrampil-an menyuluh tertentu.

B. Ragam Penyuluh
Berdasarkan status dan lembaga tempatnya berkerja, penyuluh dibedakan dalam (UU No. 16 Tahun 2006): (1) Penyuluh Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu pegawai negeri yang ditetapkan dengan status jabatan fungsional sebagai penyuluh.

Sistem Penyuluhan Pertanian 166

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian Penyuluh pertanian PNS mulai dikenal sejak awal 1970 seiring dengan dikembangkannya konsep catur sarana unit desa dalam program BIMAS. Sedang jabatan fungsional penyuluh, mulai dibicarakan sejak pelaksanaan proyek penyuluhan tanaman pangan ( National Food Crops Extension Project/NFCEP) sejak tahun 1976. (2) Penyuluh Swasta, yaitu penyuluh pertanian yang berstatus sebagai karyawan perusahaan swasta (produsen pupuk, pestisida, perusahaan benih/benih/alat/mesin pertanian, dll) Termasuk kategori penyuluh swasta adalah, penyuluh dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) (3) Penyuluh swadaya, yaitu petani atau warga masyarakat yang secara sukarela melakukan kegiatan penyuluhan di lingkungannya. Termasuk dalam kelompok ini adalah, penyuluh yang diangkat dan atau memperoleh imbalan dari dan oleh masyarakat di lingkungannya.

C. Peran Penyuluh
Secara konvensional, peran penyuluh hanya dibatasi pada kewajibannya untuk menyampaikan inovasi dan mempengaruhi penerima manfaat penyuluhan melalui metoda dan teknik-teknik tertentu sampai mereka (penerima manfaat penyuluhan) itu dengan kesadaran dan kemampuannya sendiri mengadopsi inovasi yang disampaikan. Tetapi, dalam perkembangannya, peran penyuluh tidak hanya terbatas pada fungsi menyampaikan inovasi dan mempengaruhi proses pengam-bilan keputusan yang dilakukan oleh penerima manfaat penyuluhan-annya, tetapi ia harus mampu menjadi jembatan penghubung antara pemerintah atau lembaga penyuluhan yang diwakilinya dengan masyarakatnya, baik dalam hal menyampaikan inovasi atau kebijak-an-kebijakan yang harus diterima dan dilaksanakan oleh masyara-kat sasaran, maupun untuk menyampaikan umpan-balik atau tang-gapan masyarakat kepada pemerintah/lembaga penyuluhan yang ber sangkutan. Sebab, hanya dengan menempatkan diri pada kedudukan atau posisi seperti itulah ia akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Dalam arti, mampu "mengamankan" kebijakan pemerintah atau keinginan lembaga penyuluhan yang bertujuan membantu masyarakat memperbaiki mutu hidup dan kesejahteraan-ya, di lain pihak ia akan memperoleh kepercayaan sebagai "agen

167

Sistem Penyuluhan Pertanian

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian pembaharuan" yang dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat penerima manfaatnya. Sehubungan dengan peran yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab setiap penyuluh seperti itu, Kurt Levin (1943) mengenal-kan adanya 3 (tiga) macam peran penyuluh yang terdiri atas kegiatankegiatan: 1) pencairan diri dengan masyarakat sasaran, 2) menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan. 3) pemantaban hubungan dengan masyarakat sasaran. Ketiga macam peran tersebut, oleh Lippit (1958) dikembangkan menjadi beberapa peran lain yang lebih rinci, yaitu: 1) Pengembangan kebutuhan untuk melakukan perubahan-perubah-an Dalam tahapan ini, setiap penyuluh harus melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mencakup: a) diagnosa masalah atau kebutuhan-kebutuhan yang benarbenar diperlukan (real need) masyarakat sasaran b) pemilihan obyek perubahan yang tepat, dengan kegiatan awal yang benar-benar diyakini pasti berhasil dan memiliki arti yang sangat strategis bagi berlangsungnya perubahan-perubahan lanjutan di masa-masa berikutnya. c) analisis tentang motivasi dan kemampuan masyarakat sasaran untuk melakukan perubahan, sehingga upaya perubahan yang direncanakan mudah diterima dan dapat dilaksanakan sesuai dengan sumberdaya (danaa, pengetahuan/ketrampilan, dan kelembagaan) yang telah dimiliki masyarakat penerima manfaatnya d) analisis sumberdaya yang tersedia dapat digunakan oleh penyuluh untuk perubahan seperti yang direncanakan. e) pemilihan peran bantuan yang paling tepat yang akan dilakukan oleh penyuluh, baik berupa bantuan keahlian, dorongan/dukungan untuk melakukan perubahan, pembentukan perubahan, pembentukan kelembagaan, atau memperkuat kerjasama masyarakat atau menciptakan suasana tertentu bagi terciptanya perubahan. 2) Menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan Dalam tahapan ini, kegiatan yang harus dilakukan oleh penyuluh adalah:

Sistem Penyuluhan Pertanian

168

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian

a)

menjalin hubungan yang akrab dengan masyarakat sasaran b) menunjukkan kepada masyarakat sasaran tentang pentingnya perubahan-perubahan yang harus dilakukan, dengan menunjukkan masalah-masalah dan kebutuhan-kebutuhan yang belum dirasakan oleh masyarakat sasarannya, c) bersama-sama masyarakat, menentukan prioritas kegiatan memobilisasi sumberdaya (mengumpulkan dana, menyeleng-garakan pelatihan, membentuk dan mengembangkan kelem-bagaan), dan mempimpin (mengambil inisiatif, mengarahkan, dan membimbing) perubahan yang direncanakan. 3) Memantabkan hubungan dengan masyarakat sasaran, melalui upaya-upaya: a) terus menerus menjalin kerjasama dan hubungan baik dengan masyarakat sasaran, terutama tokoh-tokohnya (baik tokoh formal maupun tokoh informal), b) bersama-sama tokoh-tokoh masyarakat memantabkan upayaupaya perubahan dan merancang tahapan-tahapan perubahan yang perlu dilaksanakan untuk jangka panjang, dan c) terus-menerus memberikan sumbangan terhadap perubahan yang profesional melalui kegiatan penelitian dan rumusan konseptual. Berkaitan dengan peran penyuluh, Mosher (1968) mengungkapkan bahwa setiap penyuluh (pertanian) harus mampu melaksanakan peran ganda sebagai: 1) Guru, yang berperan untuk mengubah perilaku (sikap, penge-tahuan, dan ketrampilan) masyarakat penerima manfaatnya. 2) Penganalisa, yang selalu melakukan pengamatan terhadap keadaan (sumberdaya alam, perilaku masyarakat, kemampuan dana, dan kelembagaan yang ada) dan masalahmasalah serta kebutuhan-kebutuhan masyarakat sasaran, dan melakukan ana-lisis tentang alternatif pemecahan masalah/pemenuhan kebutuh-an-kebutuhan tersebut.

169

Sistem Penyuluhan Pertanian

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian 3) Penasehat, untuk memilih alternatif perubahan yang paling tepat, yang secara teknis dapat dilaksanakan, secara ekono-mi menguntungkan, dan dapat diterima oleh nilai-nilai sosial budaya setempat. 4) Organisator, yang harus mampu menjalin hubungan baik dengan segenap lapisan masyarakat (terutama tokoh-tokohnya), mampu menumbuhkan kesadaran dan menggerakkan partisipasi masyarakat, mampu berinisyatif bagi terciptanya peru-bahanperubahan serta dapat memobilisasi sumberdaya, meng-arahkan dan membina kegiatan-kegiatan maupun mengembang-kan kelembagaan-kelembagaan yang efektif untuk melaksanakan perubahan-perubahan yang direncanakan.

D. Kualifikasi Penyuluh
Selaras dengan peran yang harus dimainkan oleh setiap penyuluh seperti telah dipaparkan di atas, Berlo (1960) mengemukakan 4 (empat) kualifikasi yang harus dimiliki setiap penyuluh yang mencakup: 1) Kemampuan berkomunikasi, hal ini tidak hanya terbatas pada kemampuan: memilih inovasi, memilih dan menggunakan saluran komunikasi yang efektif, memilih dan menerapkan metoda penyuluhan yang efektif dan efisien, memilih dan menggunakan alat bantu dan alat peraga yang efektif dan murah; tetapi yang lebih penting adalah kemampuan dan ketrampilan penyuluh untuk beremphati dan berinteraksi dengan masyarakat sasarannya. 2) Sikap penyuluh yang: a) menghayati dan bangga terhadap profesinya, serta merasakan bahwa kehadirannya untuk melaksanakan tugas penyuluhan itu memang sangat dibutuhkan masyarakat penerima manfaatnya. b) meyakini bahwa inovasi yang disampaikan itu telah ter-uji kemanfaatannya. Memiliki peluang keberhasilan untuk diterapkan pada kondisi alam wilayah kerjanya, memberikan keuntungan dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat, serta meyakini bahwa inovasi yang akan disampaikan itu benar-benar merupakan kebutuhan nyata (meskipun seringkali belum dapat dirasakan) masyarakat sasarannya.

Sistem Penyuluhan Pertanian

170

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian c) menyukai dan mencintai masyarakat sasarannya, dalam artian selalu siap memberikan bantuan dan atau melaksanakan kegiatan-kegiatan demi berlangsungnya perubahanperubahan usahatani maupun perubahan kehidupan masyarakat penerima manfaatnya.

3) Kemampuan pengetahuan penyuluh tentang: a) isi, fungsi, manfaat, dan nilai-nilai yang terkandung dalam inovasi yang disampaikan, baik secara konseptual (keilmiahan) maupun secara praktis. b) latar belakang dan keadaan masyarakat sasarannya, baik yang menyangkut perilaku, nilai-nilai sosial budaya, kea-daan alam, maupun kebutuhan-kebutuhan nyata yang diper-lukan masyarakat sasarannya. c) segala sesuatu yang seringkali menyebabkan warga masyarakat suka atau tidak menghendaki terjadinya perubahan maupun segala sesuatu yang menyebabkan masyarakat seringkali cepat/lamban mengadopsi inovasi. 4) Karakteristik sosial-budaya Penyuluh Di dalam kenyataannya, kualifikasi penyuluh tidak cukup hanya dengan memenuhi persyaratan ketrampilan, sikap dan pengetahuan saja, tetapi keadaan latar-belakang sosial-budaya (bahasa, agama, kebiasaan-kebiasaan) seringkali justru lebih banyak menentukan keberhasilan penyuluhan yang dilaksanakan. Karena itu, penyuluh yang baik, sejauh mungkin harus memiliki latar belakang sosial budaya yang sesuai dengan keadaan sosial budaya masyarakat penerima manfaatnya. Setidak-tidaknya, jika seorang penyuluh akan bertugas di wilayah kerja yang memiliki kesenjangan sosial budaya yang telah dimilikinya, ia harus selalu berusaha untuk menyiapkan diri dan berusaha terus menerus mempelajari dan menghayati nilainilai sosial budaya masyarakat penrima manfaatnya itu.

E. Persiapan Bagi Penyuluh


Berkenaan dengan beberapa kualifikasi penyuluh yangdituntut oleh kegiatan penyuluhan sebagaimana telah dikemukakan di atas, setiap penyuluh perlu mempersiapkan dirinya dengan berbagai persiapan

171

Sistem Penyuluhan Pertanian

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian sehingga akan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan mencapai tujuan. Persiapan penyuluh itu meliputi: (1) Persiapan kepribadian Lippit (1958) secara tegas menyatakan bahwa, keberhasilan seorang penyuluh sangat ditentukan oleh kepribadian yang tercermin pada penampilannya pada saat pertama kali ia berhadapan dengan masyarakat sasarannya atau yang disebutnya sebagai " the first impression" yang harus dapat diperagakannya sebelum ia berbuat sesuatu bagi masyarakatnya. Adapun kepribadian yang dituntut atau harus mampu ditunjukkan oleh seorang penyuluh itu adalah: a. Penampilan (cara berpakaian, sikapnya jika berbicara, ting-kah laku atau tindak tanduk) yang menarik dan tidak menunjukkan keangkuhannya. b) Kesediaan untuk bergaul, menjalin kerjasama, dan keinginannya untuk tinggal bersama masyarakat sasarannya, c) Mudah bergaul dan menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya, baik lingkungan fisik, lingkungan pekerjaan, maupun lingkungan sosial setempat. d) Meyakinkan masyarakat sasarannya sebagai orang yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas, cerdas, trampil, dan bersikap wajar. e) Kesiapan dan kesediaannya untuk membantu masyarakat penerima manfaatnya dalam menganalisis dan memecahkan masalah yang dihadapi. Berkaitan dengan persiapan kepribadian ini, Hawkins, et al (1982) menekankan agar setiap penyuluh harus mampu berpenampil-an dan berperilaku (utamanya pada kesempatan pertama) sebagai seorang penyuluh yang memiliki kualifikasi: a) Jujur dalam artian mau menunjukkan keunggulan dan kelemahan setiap inovasi yang ditawarkan. Sehubungan dengan hal ini, setiap penyuluh tidak boleh hanya mengacu kepada keberhasilan program atau manfaat yang dimainkan oleh pemerintah/lembaga penyuluhan atau bagi dirinya sendiri, tetapi harus selalu berbuat sesuatu demi tercapainya manfaat bagi masyarakat penerima manfaatnya, meskipun untuk itu ia harus bersedia mengorbankan waktu dan tenaga bahkan seringkali juga harus mengorbankan beaya dan perasaannya.

Sistem Penyuluhan Pertanian

172

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian b) Dinamis, baik dalam arti cepat mengantisipasi setiap masa-lah yang ditemui atau dirasakan masyarakatnya, kreatif, dan selalu berupaya menumbuhkan dan menggerakkan partisipasi masyarakat. Penyuluh yang baik tidak boleh hanya menunggu, tetapi secara aktif dia harus selalu memburu informasi dan masalah-masalah yang dihadapi masyarakatnya. c) Kompeten, artinya harus memahami dan menguasai segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi yangdisampaikannya (baik yang bersifat teknis, ekonomi, maupun kaitannya dengan nilainilai sosial budaya). d) Penyuluh yang baik tidak cukup hanya menguasai teori atau konsep-konsep yang berkaitan dengan inovasi atau kebijakan yang disampaikan, tetapi harus pula memberikan contoh penerapannya secara praktis. e) Berwatak sosial, baik dalam pengertian mau bersahabat atau menjalin hubungan dengan masyarakatnya, maupun dalam arti memiliki kepekaan dan kesetiakawanan sosial yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari maupun yang secara langsung ataupun tak langsung berkaitan dengan pelaksanaan dan kelancaran tugasnya sebagai penyuluh. (2) Persiapan kajian lapang Sebelum melaksanakan tugasnya, setiap penyuluh harus terle-bih dahulu telah melakukan kajian lapang, baik yang menge-nai wilayah kerjanya, maupun kajian lapang tentang wilayah-wilayah yang memiliki kesamaan karakteristik dengan wilayah kerjanya itu. Kajian lapang yang dimaksud di sini adalah, upaya pengenalan karakteristik wilayah kerja (baik yang berkaitan dengan masalahmasalah teknis maupun sosial ekonomi), dan inventarisasi hasil-hasil penelitian atau kajian-kajian yang telah pernah dilakukan di wilayah tersebut atau diwilayah lain yang memiliki kesamaan karakteristik dengan wilayah kerjanya. Upaya kajian lapang tersebut, dapat dilakukan dengan mempela-jari data-data sekunder yang tersedia atau dapat dikumpulkan dari lembaga-lembaga dan pihak-pihak yang berkompenten, atau dilakukan melalui pengumpulan data primer (pengamatan atau wawancara dengan tokoh-tokoh masayarakat setempat). (3) Persiapan untuk belajar Selaras dengan perkembangan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghasilkan inovasi-inovasi yang akan

173

Sistem Penyuluhan Pertanian

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian disebarluaskan kepada masyarakat sasarannya, maka setiap penyuluh harus mempersiapkan diri untuk selalu mau belajar secara terus menerus dan berkelanjutan. Persiapan seperti ini, harus dimiliki dan dihayati oleh setiap penyuluh. Tanpa kesediaan untuk belajar secara berkelanjutan, mustahil dia dapat mengajarkan, menganalisis, dan sekaligus memberikan nasehat tentang penerapan inovasi yang disampaikannya. Oleh sebab itu, seorang penyuluh harus rajin: a) b) c) d) e) berkomunikasi dengan lembaga penelitian dan sumber-sumber inovasi yang lain (perguruan tinggi dan pusatpusat informasi pertanian), mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari berbagai publikasi dan media masa, dan pameran-pameran, mengikuti simposium, seminar, lokakarya, pertemuan teknis, dan berbagai pertemuan ilmiah, mengikuti pelatihan dan penataran, melakukan karya wisata, widya wisata, maupun anjangsana kepada petani maju (perintis, pelopor) yang telah berhasil.

(4) Persiapan perlengkapan menyuluh Untuk meningkatkan efektivitas kegiatan penyuluhan, sering-kali seorang penyuluh harus mampu menyediakan dan mengguna-kan beragam perlengkapan menyuluh, baik yang berupa alat-alat bantu menyuluh maupun alat-alat peraga penyuluhan. Tentang hal ini, seringkali penyuluh menghadapi kendala beaya dan waktu untuk menyediakan perlengkapan menyuluhnya sendiri. Karena itu, setiap penyuluh harus sejak dini telah belajar membuat alat-alat bantu dan alat-alat peraga penyuluhannya sendiri. Di samping itu, ia harus secara jeli mampu memilih perlengkapan menyuluh yang mudah di dapat dan relatif murah harganya. Perlu diketahui bahwa, tidak semua perlengkapan yang canggih dan mahal merupakan perlengkapan penyuluhan yang efektif (baik karena pertimbangan teknis, karakteristik masyarakat sasaran, dan sifat inovasinya sendiri).

F. Kunci Keberhasilan Penyuluh


Di dalam praktek, untuk memenuhi kualifikasi penyuluh yang handal dan mempersiapkannya dengan beragam persiapan yang telah disebutkan tadi ternyata tidak selalu mudah. Sehubungan dengan itu, Rogers (1983) mengemukakan ada-nya empat hal yang sangat menentukan keberhasilan seorang penyuluh, yaitu: Sistem Penyuluhan Pertanian 174

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian

1)

Kemauan dan kemampuan penyuluh untuk menjalin hubungan secara langsung maupun tak langsung (melalui tokohtokoh masyarakat, pemuka pendapat, lembaga swadaya masyarakat) dengan masyarakat sasarannya. Tentang hal ini, seringkali seorang penyuluh justru harus lebih banyak melakukan kontak tak langsung melalui tokoh-tokoh masyarakat yang sangat berperan dalam menciptakan opinipublik yang dapat memperlancar atau sebaliknya menghambat tercapainya tujuan penyuluhan pertanian. 2) Kemauan dan kemampuan penyuluh untuk menjadi perantara antara sumber-sumber inovasi (lembaga penelitian/keilmuan, petani maju, dan pedagang/konsumen) dengan pemerinah/lembaga penyuluhan dan masyarakat petani sasarannya. 3) Kemauan dan kemampuan untuk menjadi perantara disini, dalam artian: a) seberapa jauh penyuluh mampu meyakinkan pemerintah/lembaga penyuluhan bahwa inovasi yang ditawarkan memiliki arti strategis bagi kepentingan masyarakat (peningkatan produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan) maupun bagi pemerintah (demi stabilitas politik, keamanan, dan ketahanan nasional). b) seberapa jauh penyuluh mampu menerjemahkan inovasi menjadi kebutuhan yang dapat dirasakan (felt need) oleh masyarakat sasarannya. c) seberapa jauh penyuluh mampu bekerja dengan menggunakan pola berpikir pemerintah/lembaga penyuluhan dan pola pikir masyarakat, dan tidak terkungkung untuk beker-ja menurut pola pikirnya atau acuannya sendiri. 4) Kemauaan dan kemampuan penyuluh untuk menyesuaikaan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan kebutuhan-kebutuhan yang dapat dirasakan oleh pemerintah/lembaga penyuluhan dan masyarakat sasarannya.

Erat kaitannya dengan hal kedua (2) di atas, kegiatan penyuluh seringkali masih berupa kebutuhan nyata (real need) yang belum tentu telah merupakan kebutuhan yang dapat dirasakan (felt need) baik oleh pemerintah/lembaga penyuluhan maupun oleh masyarakat sasarannya. Dalam kasus seperti ini, upaya yang harus dilaku-kan oleh penyuluh pertama-tama adalah seberapa jauh ia mam-pu

175

Sistem Penyuluhan Pertanian

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian menerjemahkan kebutuhan nyata yang dilihatnya itu menjadi kebutuhan yang dapat dirasakan oleh pemerintah/lembaga penyuluhan dan masyarakat sasarannya (mengubah "real need" menjadi "felt need"). Sebab, sebelum kebutuhan nyata itu menjadi kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat (sasarannya), sangatlah sulit bagi penyuluh untuk mengharapkan keberasilan penyuluhan yang diupayakannya itu.

Lebih lanjut, Rogers (1995) mengemukakan 4 (empat) hal lain yang menjadi kunci keberhasilan penyuluh, yaitu: a. Change-agent efforts atau kerja-keras yang dilakukan oleh penyuluh b. Client Orientation, atau selalu mengacu kepada (keadaan, masalah, dan kebutuhan) penerima manfaat c. Compatibility with clients needs, atau harus menyesuaikan kegiatannya dengan kebutuhan penerima manfaat d. Emphaty atau bertenggang-rasa, yaitu kemampuan memahami, merasakan, dan menempatkan diri sebagai penerima manfaatnya G. Penyuluh Profesional
Leagans (1961) mengemukakan beberapa persyaratan bagi "penyuluh profesional" yang harusl memiliki pemahaman yang baik tentang beberapa hal sebagi berikut: (1) Pengertian akan sifat dan peranan organisai pelayanan penyuluhan di tingkat nasional, yang meliputi: a) Lingkup cakupan, filosofi, dan tujuan pembangunan masyarakat. b) Pemahaman tentang hal ini, akan menghindarkan langkahlangkah kegiatan yang bertentangan dengan filosofi, akan menunjukkan sasaran/pihak-pihak yang akan dilibatkan, serta memusatkan perhatiannya kepada tercapainya tujuan yang diinginkan. c) Organisasi dan administrasi penyuluhan dari tingkat pusat sampai ke tingkat wilayah kerjanya yang terkecil, yang memberinya acuan tentang jenjang birokrasi yang harus dipahami untuk memperoleh informasi dan menyampaikan umpan-balik dari bawah.

Sistem Penyuluhan Pertanian

176

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian d) Tanggungjawab dan kesempatan-kesempatan yang dimiliki dalam pembangunan nasional, yang memberikan acuan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan, dan semua potensi sumberdaya yang dapat dimanfaatkannya.

(2) Pengertian dan pengetahuan tentang teknologi yang berkaitan dengan materi yang diprogramkan, yang mencakup: a) kelengkapan pengetahuan, atau segala sesuatu yang perlu diketahui tentang teknologi yang diprogramkan. b) kesesuaiannya dengan teknologi yang sudah dilaksanakan (baik secara teknis, ekonomi, dan kesesuaiannya dengan sosial budaya lokal). c) pengetahuan tentan sumber teknologi yang diprogramkan, agar dapat memperoleh informasi lanjutan, serta dapat menyampaikan umpan-balik jika terjadi masalah di lapangan. d) pengertian tentang bagaimana kaitan teknologi dengan masalahmasalah lokal (keadaan alam, tersedianya sumberdaya, dll). e) kegiatan belajar yang terus menerus, tentang teknologi yang akan diprogramkan. (3) Kemampuan untuk menjelaskan tujuan program, sehingga bermanfaat sehingga bermanfaat bagi kegiatan pembimbingan dalam pelaksanaan kegiatan Dalam kaitan ini perlu dipahami betul hal-hal yang menyangkut: a) b) c) d) kegunaan tujuan-tujuan tersebut, cara-cara mencapai tujuan, inter-relasi antar tujuan-tujuan yang ingin dicapai, ketrampilan yang menyampaikan tujuan-tujuan tersebut yang kesemuanya akan sangat berpengaruh bagi efektivitas bimbingan dan pelaksanaan kegiatannya, sehingga tujuan program dapat dicapai seperti yang diharapkan.

(4) Kemampuan untuk mengorganisasikan masyarakat dan sumberdaya yang tersedia utamanya yang berkaitan dengan: a) sifat dan fungsi organisasi, b) prinsip-prinsip organisasi,

177

Sistem Penyuluhan Pertanian

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian c) d) teknik-teknik berorganisasi, dan koordinasi dan integrasi kegiatan demi tercapainya tujuan program.

Dalam hal ini harus disadari oleh setiap penyuluh, bahwa alah satu fungsi penyuluh bukan sekadar mendidik, tetapi juga kemampu-annya untuk mengorganisasikan masyarakat serta memanfaatkan semua potensi sumberdaya yang tersedia bagi keberhasilan pelak-sanaan kegiatannya. Sehingga kemampuan mengorganisasikan masyarakat dan sumberdaya akan sangat menentukan keberhasilannya sebagai seorang penyuluh yang andal. (5) Ketrampilan untuk melihat hubungan antara prinsip-prinsip kegiatan dengan kenyataan yang dihadapi dalam praktek , utamanya yang berkaitan dengan: a) sifat dan peranan prinsip-prinsip tersebut bagi pembangunan masyarakat. b) penerapan prinsip-prinsip untuk penyelenggaraan program. c) saling ketergantungan yang tak dapat dipisahkan antara prinsip yang harus diterapkan dengan kenyataan yang dihadapi dalam proses pendidikan penyuluhan demi tercapainya tujuan program. Tentang hal ini, setiap penyuluh harus memahami bahwa tidak semua prinsip-prinsip yang ada dapat dengan mudah diterapkan pada kondisi masyarakat yang beragam. Oleh sebab itu, setiap penyuluh harus mampu memilih teknik-teknik penerapan prinsip tersebut secara tepat tanpa menimbulkan ketegangan dalam masyarakat sasarannya. (6) Ketrampilan meneliti, yakni ketrampilan untuk membantuk setiap pihak yang terlibat/dilibatkan dalam perumusan program untuk: a) b) c) d) e) mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi, menentukan titik-titik pusat kegiatan (impact point), merinci alternatif pemecahan masalah, dan memilih alternatif pemecahan yang paling tepat dan mengambil keputusan tentang hal tersebut. Harus juga dipahami, bahwa sepanjang pelaksanaan tugasnya, penyuluh dituntut untuk selalu melakukan pengamatan dan evaluasi terhadap setiap gejala dan kejadian yang muncul

Sistem Penyuluhan Pertanian

178

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian di wilayah kerjanya. Karena itu, dalam perumusan program, ia harus benar-benar mampu malaksanakan peran-bantuannya secara baik, berdasarkan fakta yang terjadi. (7) Ketrampilan tentang hubungan kemanusiaan , yang sangat penting artinya demi kelancaran pelaksanaan kegiatan, khususnya dalam mnejalin kerjasama dengan pemimpin-pemimpin lokal, mengarahkan pelaksanaan kegiatan, dan terjaganya kemantapan dan kelancaran organisasi penyuluhannya. Harus selalu diingat bahwa penerima manfaat penyuluhan yang utama adalah manusia yang ingin diubah perilakunya agar tau, mau, dan mampu menerapkan setiap inovasi yang terpilih untuk memperbaiki mutu kehidupan masyarakat sasarannya. Karena itu, tugas atau kegiatan penyuluh tidak pernah terlepas dari hubungan antar manusia. Dalam praktek, setiap penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya tidak selalu berhubungan secara langsung dengan setiap individu di wilayah kerjanya, tetapi seringkali lebih baik memanfaatkan pemimpin-pemimpin lokal, dan menggerakkan partisipasi masyarakat melalui kelompok-kelompok kegiatan. Di sinilah letak pentingnya kemampuan penyuluh untuk mengembangkan hubungan antar manusia dengan pemimpin-pemimpin lokal dan kelompok-kelompok kegiatan H. Pengembangan Profesionalisme Penyuluh Sejak dikenalkannya sistem kerja Latihan dan Kunjungan pada dasawarsa 1970-an, sebenarnya telah terlihat upaya-upaya pengembangan profesionalisme penyuluhan yang dilakukan melalui: 1) penegasan tentang tugas penyuluh pertanian yang difokuskan pada kegiatan penyuluhan dan tidak boleh lagi dibebani tugastugas sampiran seperti merangkap jabatan struktural dan atau terlibat dalam beragam kegiatan kepanitiaan yang tidak terkait dengan fungsinya sebagai penyuluh pertanian. 2) kunjungan kepada kelompok-tani secara pasti, teratur dan berkelanjutan 3) supervisi yang teratur dan berkelanjutan 4) pelatihan bagi penyuluh lapangan yang teratur dan berkelanjutan 5) kegiatan penataran dan studi lanjut bagi semua penyuluh lapangan dan penyuluh spesialis 6) peningkatan jalinan antara penyuluh dengan perguruan-tinggi dan lembaga/pusat-pusat penelitian

179

Sistem Penyuluhan Pertanian

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian 7) koordinasi penyuluhan di lapangan. Sayangnya, di dalam perjalanan sejarah, sistem-kerja LAKU tersebut tidak berlangsung seperti pada awal-awal kegiatan, terlebih setelah terjadi perubahan administrasi penyuluhan sejak awal 1990-an, yang diikuti dengan lepasnya administrasi penyuluhan di tingkat bawah (Kabupaten, kecamatan, dan desa) dari keterkaitannya dengan tugastugas Dinas-dinas lingkup Departemen Pertanian. Lemahnya penyuluhan pertanian seperti itu, diperparah lagi dengan semakin lebarnya kesenjangan penyuluhan dengan sumber-sumber informasi/inovasi yang lain, terutama yang dilakukan melalui media-masa dan kegiatan perguruan-tinggi. Sehingga yang terjadi, tidak sekadar ketertinggalan penyuluh di bidang ilmu dan teknologi, tetapi juga semakin menurunnya penghargaan masyarakat terhadap kinerja penyuluh dan programprogram penyuluhan pertanian. Terhadap kondisi seperti itu, terdapat beberapa langkah pengembangan profesionalisme penyuluh dan penyuluhan pertanian melalui: 1) Pengembangan profesionalisme tenaga penyuluh lapangan, dengan menggunakan (Longo dan Dresbach, 2001): a) kumpulan laporan keberhasilan kegiataan b) tulisan-tulisan tentang keberhasilan kemitraan c) himpunan tantangan yang menyangkut keterkaitan antar: penyuluh dan kelompok sasaran, antar institusi dan antar wilayah d) daftar sumberdaya yang dapat dimanfaatkan e) alat peraga (video teaching) f) dll. 2) Program-program pelatihan khusus (Mero, 2001) Program ini dikembangkan di Tanzania, kaitannya dengan program ketahanan pangan, dalam bentuk: pelatihan, alih-teknologi, keragaman pangan, pengendalian air, penyaluran kredit, efisiensi penggunaan input, pengurangan kehilangan produk, pelibatan perempuan, dll. 3) Pengembangan sistem pendampingan yang mengacu kepada kelompok-sasaran (Lamaers, et al. 2001), melalui: a) perumusan visi dan misi kegiatan b) penjabaran visi dan misi c) pemilihan metoda pelatihan d) pengembangan kemampuan dan rasa percaya-diri

Sistem Penyuluhan Pertanian

180

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian e) on the job training untuk melatih kemandirian f) persiapan keberlanjutan kegiatan 4) Program-program khusus untuk perempuan (Balakrishnan, 2001), untuk menumbuh-kembangkan partisipasi perempuan dalam kegiatan pembangunan pertanian 5) Pelatihan untuk penyuluh spesialis (Radakhrisna, 2001) kaitannya dengan peran-peran yang dimainkan dalam hal: a) menyampaikan hasil-hasil kajian dan teknologi mutakhir. b) pengembangan kepemimpinan untuk pembangunan c) pemahaman tentang kelompok sasarannya d) mengintegrasikan dan mensintesakan keahlian dan hasil-hasil penelitian dengan pelatihan untuk penyuluh e) menumbuhkan kesadaran di lingkungan perguruan tinggi tentang program-program penyuluhannya f) mengembangkan bantuan-teknis untuk kegiatan penyuluhan g) mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan untuk peningkatan dan keberlanjutan penyulouhan h) memberikan umpan balik ke perguruan-tinggi i) mendorong partisipasi semua stakeholder penyuluhan pertanian j) berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kelompok profesi maupun disiplin keilmuannya. Sehubungan dengan pengembangan profesionalisme penyuluh, Swanson (1997) menekankan beberapa hal, yaitu: 1) Pelatihan tentang teori belajar dan pelatihan untuk merangsang penyuluh agar mau mengembangkan semangat belajar dan memilih beragam bentuk/jenis pelatihan yang dibutuhkan. 2) Pendekatan penyuluhan, yang mencakup: a) pendekatan tradisional, yang lebih menekankan peran pelatuh untuk menggurui peserta b) pendekatan pengalaman, melalui simulai atau kegiatan lapang agar peserta memiliki pengalaman yang dapat diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari c) pendekatan kinerja, terutama untuk pelatihan ketram-pilan, yang memberikan penilaian berdasarkan kinerja yang ditunjukkan. 3) Bentuk-bentuk pelatihan, yang meliputi:

181

Sistem Penyuluhan Pertanian

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian a) preservice training atau pembekalan siap-kerja b) inservice training/staff development, yang dilakukan setelah bekerja untuk keperluan promosi jabatan terdiri dari pelatihan c) dasar, penyegaran, on-the job training dan pelatihan pengembangan karir.

4) Tahapan pelatihan, yang mencakup: a) scopping program pelatihan b) analisis kebutuhan pelatihan c) pengembangan kurikulum d) penyusunan modul pelatihan 5) Pemilihan metoda pelatihan, yang berupa: a) ceramah (instructor presentation) b) diskusi kelompok c) demonstrasi d) tugas bacaan e) latihan f) studi kasus g) bermain-peran h) kunjungan lapang/widya wisata 6) Pelaksanaan kegiatan; a) kepemimpinan b) pengorganisasian masyarakat c) negosiasi d) bekerja dalam Tim e) Teknik negosiasi f) manajemen perubahan g) resolusi konflik _ 7) Evaluasi kegiatan yang meliputi: a) evaluasi perencanaan b) evaluasi proses c) evaluasi akhir d) evaluasi dampak

H. Pengembangan Kemitraan

Sistem Penyuluhan Pertanian

182

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian Dalam Gambar 6 dikemukakan adanya keterkaitan yang erat antara tiga pelaku utama kegiatan penyuluhan yang terkait dalam kegiatankegiatan penelitian, penyuluhan, dan praktek usahatani yang melibatkan: penyuluh, peneliti, petani, penasehat pertanian, penyuluh spesialis, dan kontak-tani (Gambar 16). Di samping itu, kegiatan penyuluhan juga akan terkait dengan kegiatan-kegiatan stakeholders yang lain yang bergerak di kegiatan on-farm, off-farm, maupun non-fsrm. Sehubungan dengan keterakaitan antar stakeholders penyuluhan tersebut, adanya kemitraan kerja yang erat yang didasari oleh rasa saling ketergantungan, saling membutuhkan, dan saling memperkuat menjadi semakin penting artinya, kaitannya dengan: 1) pengadaan (produksi) dan penyaluran/penyebarluasan penyuluhan 2) penyedia media penyaluran/penyebar-luasan informasi 3) pembiayaan penyuluhan 4) pendampingan, penasehat, dan konsultasi 5) perumusan kebijakan penyuluhan materi

penyuluh pertanian spesialis

PENELITI

PENYULUH

Peneliti Usahatani

PETANI

Kontak Tani

Badan Penasehat Teknis


Gambar 20. Model Keterkaitaan Kegiatan Penyuluhan Pertanian Dengan Pihak/Lembaga Terkait

183

Sistem Penyuluhan Pertanian

Ketenagaan Penyuluhan Pertanian Tentang hal ini, Mitchell, et al (2001) melaporkan salah satu bentuk kemitraan penyuluhan yang bertujuan untuk: 1) memfasilitasi pertukaran informasi 2) pemantauan dan evalauasi demonstrasi-demonstrasi 3) mengidentifikasi pelaksanaan kegiatan, masalah dan kendala yang dijumpai serta laternatif pemecahan masalah yang disarankan 4) mengembangkan pengujian dan demonstrasi untuk meng-atasi masalah yang muncul 5) memfasilitasi kegiatan petani, terutama yang bersifat teknis 6) mengembangkan kegiatan-kegiatan lain yang terkait dengan pengembangan masyarakat setempat Berkaitan dengan upaya pengembangan kemitraan kegiatan penyuluhan pertanian tersebut, Swanson (1997) mengingatkan pentingnya: 1) identifikasi institusi dan pihak-pihak lain yang terkait dengan kegiatan penyuluhan 2) keterkaitan petani (miskin) dengan penyuluh dan peneliti 3) keterkaitan: peneliti, penyuluh, dan petani dalam pengelolaan usahatani 4) penyederhanaan struktur keterkaitan antara peneliti dan penyuluh penyederhanaan sistem usahatani yang menggambarkan keterkaitan petani dengan Dewan Penasehat

Sistem Penyuluhan Pertanian

184

Anda mungkin juga menyukai