memperbaiki
masyarakatnya
melalui
tindakan-tindakan
kolektif
masyarakat
secara
umum
meliputi
perencanaan,
klien dan lingkungannya tidak dipandang sebagai sistem yang pasif dan tidak
memiliki potensi apa-apa.
2. Pengorganisasian Masyarakat
Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berorientasi terhadap aksi dan
perubahan. Orang yang mempraktekkan pekerjaan sosial memiliki komitmen
untuk menjadi agen atau sumber bagi mereka yang berjuang menghadapi
beragam masalah. Secara garis besar, pekerjaan sosial melibatkan intervensi atau
penanganan masalah pada dua arah atau tingkatan, yakni tingkat mikro
(individu, keluarga, kelompok) dan makro (organisasi dan masyarakat).
Keterkaitan antara kedua tingkatan tersebut merupakan nadinya praktek para
pekerja sosial. Oleh karena itu, selain dituntut memiliki pemahaman mengenai
penanganan masalah yang dialami individu, keluarga dan kelompok, pekerja
sosial juga perlu memiliki pemahaman mengenai metode atau strategi dalam
melakukan perubahan organisasi, masyarakat, dan kebijakan. Tugas yang dapat
dilakukan oleh pekerja sosial dalam memahami masyarakat adalah memahami
karakteristik dan kebutuhan komunitas sasaran, menentukan karakteristik
masyarakat, memahami perbedaan-perbedaan masyarakat, dan mengidentifikasi
struktur masyarakat (Netting et al, 2004; Suharto, 2006)
Pengorganisasian masyarakat merupakan landasan awal menuju masyarakat agar
dapat berkembang. Proses Pengembangan Masyarakat pada dasarnya mencakup
empat tahapan utama: (1) Memahami komponen-komponen penting yang akan
dikenai perubahan sosial, yaitu masalah, populasi, masyarakat dan organisasi;
(2) Membangun dukungan agar perubahan dapat diterima (3) Merancang strategi
agar perubahan dapat dilakukan; dan (4) Mempersiapkan rencana atau disain
program, mengimplementasikan dan mengevaluasi keefektifannya.
Untuk mensinergiskan antara konsep pengorganisasian masyarakat sebagai
lahan praktek pekerja sosial dengan tujuan pengembangan masyarakat, perlu
dilakukan runutan tindakan untuk mendapatkan suatu konsep pembaharuan demi
menjadikan masyarakat sebagai objek sekaligus subjek dalam pembangunan
pada berbagai sub sector. Setidaknya ada empat hal yang harus dipahami oleh
pekerja sosial agar ada korelasi antara kebutuhan dan kepentingan masyarakat
B. Manajemen Sumber
Sumber adalah segala sesuatu yang dapat digunakan klien dan pekerja sosial dalam
proses pemecahan masalah. Sumber dapat berupa sumber personal (pengetahuan,
motivasi, pengalaman hidup, motivasi), sumber interpersonal (sistem pendukung
yang lahir baik dari jaringan pertolongan alamiah maupun interaksi formal dengan
orang lain), dan sumber sosial (respon kelembagaan yang mendukung kesejahteraan
klien maupun masyarakat pada umumnya). Program pengembangan masyarakat pada
umumnya diberikan kepada anggota masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap
sumber-sumber, baik karena sumber tersebut tidak ada di sekitar lingkungannya,
di
sini
mencakup
pengkoordinasian,
pensistematisasian,
dan
C. Pendampingan Sosial
Semua pertukaran informasi pada dasarnya merupakan bentuk pendidikan. Sebagai
fungsi dalam pendampingan sosial, pendidikan lebih menunjuk pada sebuah proses
kegiatan, ketimbang sebagai sebuah hasil dari suatu kegiatan. Pendidikan sangat
terkait dengan pencegahan berbagai kondisi yang dapat menghambat kepercayaan
diri individu serta kapasitas individu dan masyarakat.
Dalam pendampingan sosial, pendidikan beranjak dari kapasitas orang yang belajar
(peserta didik). Pendidikan adalah bentuk kerjasama antara pekerja sosial (sebagai
guru dan pendamping) dengan klien (sebagai murid dan peserta didik). Pengalaman
adalah inti pelajaran pemberdayaan. Peserta didik adalah partner yang memiliki
potensi dan sumber yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar.
Pembelajaran merupakan proses saling ketergantungan dan saling membutuhkan satu
sama lain. Pekerja sosial dan klien pada hakikatnya dapat menjadi pendidik dan
peserta didik sekaligus.
A. Fasilitator
Dalam literatur pekerjaan sosial, peranan fasilitator sering disebut sebagai
pemungkin (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu-sama lain.
Seperti dinyatakan Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994:188), The traditional
role of enabler in social work implies education, facilitation, and promotion of
interaction and action. Selanjutnya Barker (1987) memberi definisi pemungkin
atau fasilitator sebagai tanggungjawab untuk membantu klien menjadi mampu
menangani tekanan situasional atau transisional. Strategi-strategi khusus untuk
mencapai tujuan tersebut meliputi: pemberian harapan, pengurangan penolakan dan
ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan
pendorongan kekuatan-kekuatan personal dan asset-asset sosial, pemilahan masalah
menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan
sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya (Barker, 1987:49).
Pengertian ini didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa setiap perubahan terjadi
pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha klien sendiri, dan peranan
pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu melakukan
perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama (Parsons, Jorgensen dan
Hernandez, 1994). Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994:190-203) memberikan
kerangka acuan mengenai tugas-tugas yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial:
1. Mendefinisikan keanggotaan atau siapa yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan
kegiatan.
2. Mendefinisikan tujuan keterlibatan.
3. Mendorong komunikasi dan relasi, serta menghargai pengalaman dan
perbedaan-perbedaan.
4. Memfasilitasi keterikatan dan kualitas sinergi sebuah sistem: menemukan
kesamaan dan perbedaan.
5. Memfasilitasi pendidikan: membangun pengetahuan dan keterampilan.
6. Memberikan model atau contoh dan memfasilitasi pemecahan masalah bersama:
mendorong kegiatan kolektif.
B. Broker
Dalam pengertian umum, seorang broker membeli dan menjual saham dan surat
berharga lainnya di pasar modal. Seorang beroker berusaha untuk memaksimalkan
keuntungan dari transaksi tersebut sehingga klien dapat memperoleh keuntungan
sebesar mungkin. Pada saat klien menyewa seorang broker, klien meyakini bahwa
broker tersebut memiliki pengetahuan mengenai pasar modal, pengetahuan yang
diperoleh terutama berdasarkan pengalamannya sehari-hari. Dalam konteks
pengembangan masyarakat, peran pekerja sosial sebagai broker tidak jauh berbeda
dengan peran broker di pasar modal. Seperti halnya di pasar modal, dalam
pengembangan masyarakat terdapat klien atau konsumen. Namun demikian, pekerja
sosial melakukan transaksi dalam pasar lain, yakni jaringan pelayanan sosial.
Pemahaman pekerja sosial yang menjadi broker mengenai kualitas pelayanan sosial
di sekitar lingkungannya menjadi sangat penting dalam memenuhi keinginan
kliennya memperoleh keuntungan maksimal. Dalam proses pendampingan sosial,
ada tiga prinsip utama dalam melakukan peranan sebagai broker:
1. Mampu mengidentifikasi dan melokalisir sumber-sumber kemasyarakatan yang
tepat.
2. Mampu menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara konsisten.
3. Mampu mengevaluasi efektifitas sumber dalam kaitannya dengan kebutuhankebutuhan klien.
Prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan makna broker seperti telah dijelaskan di
muka. Peranan sebagai broker mencakup menghubungkan klien dengan barangbarang dan jasa dan mengontrol kualitas barang dan jasa tersebut. Dengan demikian
ada tiga kata kunci dalam pelaksanaan peran sebagai broker, yaitu: menghubungkan
(linking), barang-barang dan jasa (goods and services) dan pengontrolan kualitas
(quality control). Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994:226-227) menerangkan
ketiga konsep di atas satu per satu:
1. Linking adalah proses menghubungkan orang dengan lembaga-lembaga atau
pihak-pihak lainnya yang memiliki sumber-sumber yang diperlukan. Linking
juga tidak sebatas hanya memberi petunjuk kepada orang mengenai sumbersumber yang ada. Lebih dari itu, ia juga meliputi memperkenalkan klien dan
sumber referal, tindak lanjut, pendistribusian sumber, dan meenjamin bahwa
barang-barang dan jasa dapat diterima oleh klien.
2. Goods meliputi yang nyata, seperti makanan, uang, pakaian, perumahan, obatobatan. Sedangkan services mencakup keluaran pelayanan lembaga yang
dirancang untuk memenuhi kebutuhan hidup klien, semisal perawatan kesehatan,
pendidikan, pelatihan, konseling, pengasuhan anak.
3. Quality Control adalah proses pengawasan yang dapat menjamin bahwa produkproduk yang dihasilkan lembaga memenuhi standar kualitas yang telah
ditetapkan. Proses ini memerlukan monitoring yang terus menerus terhadap
lembaga dan semua jaringan pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan
memiliki mutu yang dapat dipertanggungjawabkan setiap saat.
Dalam proses pendampingan sosial, ada dua pengetahuan dan keterampilan yang
harus dimiliki pekerja sosial:
1. Pengetahuan dan keterampilan melakukan asesmen kebutuhan masyarakat
(community needs assessment), yang meliputi: (a) jenis dan tipe kebutuhan, (b)
distribusi kebutuhan, (c) kebutuhan akan pelayanan, (d) pola-pola penggunaan
pelayanan, dan (e) hambatan-hambatan dalam menjangkau pelayanan (lihat
makalah penulis mengenai metode dan teknik pemetaan sosial untuk mengetahu
cara-cara mengidentifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat).
2. Pengetahuan dan keterampilan membangun konsorsium dan jaringan antar
organisasi. Kegiatan ini bertujuan untuk: memperjelas kebijakan-kebijakan
setiap lembaga, mendefinisikan peranan lembaga-lembaga, .mendefinisikan
potensi dan hambatan setiap lembaga, memilih metode guna menentukan
partisipasi setiap lembaga dalam memecahkan masalah sosial masyarakat,
C. Mediator
Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan
pertolongannya. Peran ini sangat penting dalam paradigma generalis. Peran mediator
diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada
konflik antara berbagai pihak. Lee dan Swenson (1986) memberikan contoh bahwa
pekerja sosial dapat memerankan sebagai fungsi kekuatan ketiga untuk
menjembatani
antara
anggota
kelompok
dan
sistem
lingkungan
yang
10
E. Pelindung
Tanggungjawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh hukum. Hukum
tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja sosial untuk menjadi pelindung
(protector) terhadap orang-orang yang lemah dan rentan. Dalam melakukan peran
sebagai pelindung, pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon
korban, dan populasi yang berisiko lainnya. Peranan sebagai pelindung mencakup
penerapan berbagai kemampuan yang menyangkut: (a) kekuasaan, (b) pengaruh, (c)
otoritas, dan (d) pengawasan sosial. Prinsip-prinsip peran pelindung meliputi:
1. Menentukan siapa klien pekerja sosial yang paling utama.
2. Menjamin bahwa tindakan dilakukan sesuai dengan proses perlindungan.
3. Berkomunikasi dengan semua pihak yang terpengaruh oleh tindakan sesuai
dengan tanggungjawab etis, legal dan rasional praktek pekerjaan sosial.
11