Anda di halaman 1dari 14

VIGOR DAN VIABILITAS BENIH

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Daya kecambah biji (viability) erat hubungannya dengan dengan pemasakan
biji. Perkecambahan biji adalah suatu peristiwa pada biji yang terjadi sesudah panen,
hal inilah yang sering dibayangkan dalam kehidupan sehari-hari. Diperkirakan biji
akan bisa berkecambah setelah biji tersebut masak, tapi dari penelitian mendalam
didapatkan hasil bahwa biji bisa berkecambah jauh sebelum tercapai kemasakan
fisiologis atau berat kering maksimum.

Daya kecambah biji semakin meningkat dengan bertambah tuanya biji dan
mecapai maximum generation jauh sebelum masak fisiologis atau berat kering
maksimum tercapai. Untuk mendapatkan viability dan vigor yang tinggi, dianjurkan
untuk melakukan panen tidak terlalu lambat. Panen dilakukan pada saat maximum
vigor untuk memperoleh biji kualitas tinggi baik dalam arti botanis atau ekonomi.

Untuk selama periode waktu tertentu sesudah panen, pada umumnya biji dari
kebanyakan tanaman menghendaki beberapa syarat khusus untuk dapat memulai
perkecambahan. Biji-biji ini pada umumnya akan berkecambah segera pada keadaan
lingkungan yang hampir bersamaan, akan tetapi biji dari tanaman tertentu terutama
biji rumputan menghendaki keadaan lingkungan khusus untuk dapat berkecambah.
Persyaratan untuk perkecambahan yang berbeda-beda dari bermacam-macam biji
adalah penting diketahui untuk pedoman untuk penanaman

1.2. Tujuan Praktikum


Mahasiswa mampu menentukan vigor dan viabilitas pada benih dan dapat
menginterpresentasikan data hasil pengamatan yang didapatkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Vigor
Vigor adalah sejumlah sifat-sifat benih yang mengidikasikan pertumbuhan dan
perkembangan kecambah yang cepat dan seragam pada cakupan kondisi lapang yang
luas. Cakupan vigor benih meliputi aspek-aspek fisiologis selama proses
perkecambahan dan perkembangan kecambah. Vigor benih bukan merupakan
pengukuran sifat tunggal, tetapi merupakan sejumlah sifat yang menggambarkan
beberapa karakteristik yang berhubugan dengan penampilan suatu lot benih (Anonim.
2012).

Vigor dipisahkan antara vigor genetik dan vigor fisiologi. Vigor genetik adalah
vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda sedang vigor fisiologi adalah vigor
yang dapat dibedakan dalam galur genetik yang sama. Vigor fisiologi dapat dilihat
antara lain dari indikasi tumbuh akar dari plumula atau koleptilnya, ketahanan
terhadap serangan penyakit dan warna kotiledon dalam efeknya terhadap Tetrazolium
Test (Kartasapoetra, 1986).

Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan bibit. Karena
terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh
karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan mengukur kecepatan
berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan
berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi tanaman. Rendahnya vigor pada
benih dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis,
morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia (Sutopo, 1984).

2.2. Viabilitas
Pada umumnya viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk
tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah
benih, persentase kecambah benih atau daya tumbuh benih. Viabilitas ini makin
meningkat dengan bertambah tuanya benih dan mencapai perkecambahan maksimum
jauh sebelum masak fisiologis atau sebelum tercapainya berat kering maksimum, pada
saat itu benih telah mencapai viabilitas maksimum (100 persen) yang konstan tetapi
sesudah itu akan menurun sesuai dengan keadaan lingkungan (Kamil, 1979).
Bahwa keadaan lingkungan di lapangan itu sangat penting dalam menentukan
kekuatan tumbuh benih adalah sangat nyata dan perbedaan kekuatan tumbuh benih
dapat terlihat nyata dalam keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan. Di
samping itu kecepatan tumbuh benih dapat pula menjadi petunjuk perbedaan
kekuatan tumbuh (Harjadi, 1979).
III. BAHAN DAN METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum vigor ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 08/04/2013 sedangkan
praktikum viabilitas dilakukan pada Senin tanggal 15/04/2013 yang bertempat di
Laboratorium Ekofiologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.

3.2. Bahan dan Alat


3.2.1. Vigor
3.2.1.1.FCT
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu benih jagung, kertas stensil,
dan aquadestile. Alat yang digunakan yaitu germinator gelap.

3.2.1.2. IVT
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu benih jagung, kertas stensil,
dan aquadestile. Alat yang digunakan yaitu germinator gelap.

3.2.1.3.RSGT
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu benih jagung, kertas stensil,
dan aquadestile. Alat yang digunakan yaitu germinator gelap.

3.2.2. Viabilitas
3.2.2.1. SGT
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu benih jagung, kertas stensil,
dan aquadestile. Alat yang digunakan yaitu germinator gelap.

3.2.2.2. Uji Tetrazolium


Bahan yang digunakan dalam praktikum uji tetrazolium ini yaitu benih jagung,
aquadestile dan larutan tetrazolium 1%. Alat yang digunakan yaitu beakerglass, pisau
cutter, dan timbangan analitik.

3.3. Prosedur Kerja


3.3.1. Vigor
3.3.1.1. FCT
Untuk melakukan praktikum perhitungan vigor dengan SGT dan FCT ini,
adapun langkah kerjanya yaitu membasahi kertas stensil sebanyak 4 lembar untuk
menempatkan benih sebanyak 50 buah yang akan diuji, penyusunan biji dalam lima
baris yang masing-masing baris terdapat 10 biji, penutupan biji dengan stensil yang
telah dibasahkan, gulungkan kertas berisi benih menjadi empat bagian, meletakkan
gulungan kedalam germinator secara mendatar, lakukanlah pengamatan dan hitunglah
jumlah benih yang berkecambah normal dan dikeluarkan dari media.

3.3.1.2. IVT
Untuk melakukan praktikum ini perhitungan vigor dengan IVT ini, adapun
langkah kerjanya yaitu membasahi kertas stensil sebanyak 4 lembar untuk
menempatkan benih sebanyak 50 buah yang akan diuji, penyusunan biji dalam lima
baris yang masing-masing baris terdapat 10 biji, penutupan biji dengan stensil yang
telah dibasahkan, gulungkan kertas berisi benih menjadi empat bagian, meletakkan
gulungan kedalam germinator secara mendatar, lakukanlah pengamatan dan hitunglah
jumlah benih yang berkecambah normal dan dikeluarkan dari media.

3.3.1.3. RSGT
Untuk melakukan praktikum ini perhitungan vigor dengan RSGT ini, adapun
langkah kerjanya yaitu membasahi kertas stensil sebanyak 4 lembar untuk
menempatkan benih sebanyak 15 buah yang akan diuji, penyusunan biji dalam satu
baris yang masing-masing baris terdapat 15 biji, penutupan biji dengan stensil yang
telah dibasahkan, gulungkan kertas berisi benih menjadi empat bagian, meletakkan
gulungan kedalam germinator secara vertikal, lakukanlah pengamatan dan hitunglah
jumlah benih yang berkecambah normal dan dikeluarkan dari media.

3.3.2. Viabilitas
3.3.2.1. SGT
Untuk melakukan praktikum perhitungan vigor dengan SGT dan FCT ini,
adapun langkah kerjanya yaitu membasahi kertas stensil sebanyak 4 lembar untuk
menempatkan benih sebanyak 50 buah yang akan diuji, penyusunan biji dalam lima
baris yang masing-masing baris terdapat 10 biji, penutupan biji dengan stensil yang
telah dibasahkan, gulungkan kertas berisi benih menjadi empat bagian, meletakkan
gulungan kedalam germinator secara mendatar, lakukanlah pengamatan dan hitunglah
jumlah benih yang berkecambah normal dan dikeluarkan dari media.

3.3.2.2. Uji Tetrazolium


Untuk melaksanakan praktikum uji tetrazolium ini, adapun langkah awalnya
yaitu mencampurkan TZ 1% sebanyak 500 mg kedalam 500 ml air aquadestile didalam
beaker glass, 100 biji diiris memanjang kemudian direndam kedalam beaker gelas, biji
yang telah direndam djemur pada panas matahari, amati perubahan warna pada biji.
Jika biji berwarna merah maka biji tersebut memiliki viabilitas yang baik.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Vigor
4.1.1.1. FCT
Berdasarkan praktikum yang dilaksanakan, didapatkan hasil sebagai berikut:

Nilai FCT
80%
Tabel 1. Hasil Uji FCT

4.1.1.2. IVT
Berdasarkan praktikum yang dilaksanakan, didapatkan hasil sebagai berikut:

Nilai IVT
7,54

Tabel 2. Hasil Uji IVT

4.1.1.3. RSGT
Berdasarkan praktikum yang dilaksanakan, didapatkan hasil sebagai berikut:

Panjang Plumule
Panjang radicle (cm)
No (cm)
I II I II
Berat basah plumule 4,92 g 3,86 g - -
Berat kering plumule 0,35 g 0,29 g - -
Berat basah radical - - 2,24 g 1,23 g
Berat kering radical - - 0,31 g 0,11 g

Tabel 3. Hasil Uji RSGT

4.1.2. Viabilitas

4.1.2.1. SGT
Nilai SGT
82%

Tabel 4. Hasil Uji SGT

4.1.2.2. Uji Tetrazolium


Jumlah Biji Jumlah Embryo Merah Jumlah Tidak
Dikecambahkan Muda Berwarna
41 35 6
Viabilitas 85,37%
Tabel 5. Hasil Uji Tetrazolium

4.1. Pembahasan
4.1.2. Vigor

4.1.2.1. FCT
Vigor benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah secara normal pada
kondisi sub optimum. Untuk pengujian vigor benih yang dilakukan di laboratorium
adalah First Count Test (FCT). Uji FCT yang didapatkan dari kegiatan praktikum ini
yaitu sebanyak 80%. Pengamatan untuk FCT hanya dilakukan pada satu kali
pengamatan. Pengamatan FCT dilakukan pada hari ke-5 setelah tanam. Berdasarkan
UHP batas minimal benih layak digunakan adalah 80 %. Jadi dari hasil dapat
disimpulkan bahwa benih jagung yang telah di uji tidak layak digunakan. Kondisi ini
dipengaruhi oleh keadaan benih yang sudah tidak vigor lagi.

4.1.2.2. IVT
Pengamatan untuk uji IVT dilakukan pada 2 sampel. Pada sampel 1 didapatkan
bahwa benih jagung dapat tumbuh setelah 4 hari setelah tanam. Benih yang
berkecambah yaitu sebanyak 25 buah. Pengamatan untuk IVT dilakukan pada hari ke-
2, ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7.

Pada hari ke-2 setelah penanaman belum ada terdapat benih yang
berkecambah. Begitupun pada hari ke-3 benih masih dalam masa pemanjangan
radical. Penyiraman selalu dilakukan setiap harinya. Akhirnya pada hari keempat ada
terdapat benih yang tumbuh yaitu sebanyak 25 buah. Pengamatan pun terus berlanjut
ke hari selanjutnya. Pada hari ke-5 benih tampak sedang berjuang. Pada hari ke-6
terdapat 2 benih yang tampak akan dapat tumbuh. Pada hari ke-7 benih tersebut
tumbuh dengan baik namun tidak dengan benih lainnya.

Benih lainnya tidak dapat berkecambah seperti benih yang telah berkecambah.
Kemungkinan yaitu benih yang didapat adalah benih yang kurang bagus. Faktor
lingkungan pun bisa menjadi kendala. Kelembaban yang kurang terjaga pada benih,
akibat penyiraman berkali-kali yang dilakukan sehingga benih menjadi busuk dan
terlalu lembab.
4.1.2.3. RSGT
Uji RSGT dilakukan setelah hari ke-9 setelah tanam. Benih yang telah tumbuh
dilakukan pemisahan antara plumule dan radiclenya. Langkah pertama praktikum
dihitung berat basah pada plumule dan radicle benih jagung. Berat basah ini bukan
berarti benih direndam lalu ditimbang. Tetapi benih yang telah tumbuhlah yang
dimaksud dengan berat basah. Sedangkan berat kering yaitu benih yang telah
dimasukkan kedalam oven dalam waktu 2 jam.

Maka didapatlah data bahwa berat basah plumule pada ulangan ke-1 sebanyak
4,92 g, sedangkan ulangan ke-2 sebanyak 3,86 g. Data ini didapatkan setelah plumule
jagung dipisahkan dengan radicle. Untuk berat basah radicle yaitu sebanyak 0,35 g
pada ulangan ke-1 dan sebanyak 0,29 g pada ulangan ke-2.

Setelah perhitungan berat basah terselesaikan, dilanjutkan dengan pemanasan


plumule dan radicle kedalam oven dengan menggunakan amplop yang telah diberi
lubang. Pemanasan ini dilakukan hingga hari ke-2. Pada hari ke-2 pemanasan
didapatkan data berat kering plumule sebanyak 2,24 g pada ulangan ke-1 dan sebanyak
1,23 g pada ulangan ke-2. Pada ulangan ke-1 sebanyak 0,31 g dan ulangan ke-2
sebanyak 0.11 g yaitu data berat kering pada radikula.

4.1.3. Viabilitas

4.1.3.1. SGT
Pengamatan dilakukan pada hari ke-5, ke-7 dan ke-9, kegiatan yang dilakukan
yaitu menghitung benih yang telah berkecambah dan memisahkan benih yang telah
berkecambah. Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapat data yang
menunjukkan perbedaan daya tumbuh kecambah. Pada hari ke-5 kecambah yang
tumbuh yaitu sebanyak 40 buah dari 50 buah kecambah yang diuji. 40 buah kecambah
ini tumbuh dengan baik. Terdapat kemunculan plumule dan radical pada masing-
masing benih. Uji Perkecambahan Baku atau SGT (Standard Germinator Test)
merupakan pengujian yang paling banyak digunakan oleh pihak yang terlibat dalam
kegiatan pengujian benih, dengan metode yang yang sangat sederhana namun dapat
memberikan hasil yang yang optimal. Oleh karena itu Uji Perkecambahan Baku ini
merupakan salah satu pengujian benih yang dilakukan kegiatan pembenihan di seluruh
dunia.
Pada hari ke-7 kecambah yang dapat tumbuh hanya ada 1 saja. Setelah melihat
kondisi pada kertas stensil kemungkinan untuk benih yang lain dapat tumbuh hanya
sedikit. Hal ini disebabkan karena adanya pertumbuhan jamur didalam benih dan
adapula terdapat benih yang busuk bersama ulat didalamnya. Pada hari ke-9
dilakukan pengamatan terakhir. Ternyata perkiraan dibenarkan. Benih yang
diperkirakan tidak dapat tumbuh memang tidak bisa berkecambah. Dari data tersebut
maka didapatkan hasil bahwa SGT pada percobaan yaitu sebesar 82%.

4.1.3.2.Uji Tetrazolium
Uji tetrazolium yang dilakukan didapatkan data dari 41 benih yang dimasukkan
kedalam larutan TZ hanya 35 benih yang berubah warna menjadi merah setelah proses
penjemuran pada sinar matahari. Sedangkan 6 benih tidak terjadi perubahan warna.

Perubahan warna merah pada benih menunjukkan adanya aktifitas enzim


dehidrogenase pada benih. Akan tetapi apabila benih tidak menunjukkan perubahan
warna maka tidak terdapatnya aktifitas enzim dehidrogenase yang mempengaruhi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Vigor pada benih jagung didapatkan SGT sebanyak 82 %, IVT sebanyak 80 %,
FCT sebanyak 65,4 dan RSGT pada rata-rata plumule dan radicle ulangan I berturut-
turut adalah 15,8 dan 23,11 dan berat kering rata-rata plumule dan radicle ulangan I
berturut-turut yaitu 0,35 dan 0,31. Viabilitas pada benih jagung dengan uji tetrazolium
85,37 %.

5.2. Saran
Sebaiknya pengamatan dilakukan setiap harinya agar mendapatkan hasil
optimal. Pengamatan dilakukan dengan mengamati kelembaban, suhu, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA
Harnowo, D., 2006. Teknologi Penaganan Benih Tanaman Pangan Guna Menghasilkan Benih
Bermutu Tinggi. Makalah pada Pelatihan Penangkar Benih Tanaman Pangan se NTB,
dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Propinsi NTB: 1215 September 2006. 19 hal.
Harrington, J.F. 1972. Seed Storage and Longevity. In T.T. Kozlowski (ed.). Seed Biology. Vol.
III. Acad Press. New York.
Kamil , jurnalis . 1979 . Dasar Teknologi Benih . Angkasa Raya , Padang.
Kuswanto, H. 2003. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan, dan Penyimpanan Benih. Kanisius:
Yogyakarta.
Sutopo , lita. 1993. Teknologi Benih . Fakultas Pertanian UNIBRAW . Pt Raja Grafindo
Persada , Jakarta.

LAMPIRAN

Tabel Uji FCT, SGT dan IVT


Kecambah Kecambah Kecambah Benih Nilai FCT Nilai SGT
hari ke 5 hari ke 7 hari ke 9 Mati
40 1 0 9 80% 82%

Hari Ke Jumlah Benih Berkecambah Pada Sampel 1


2 0
3 0
4 25
5 5
6 0
7 2
Nilai IVT 7,54

Tabel Uji RSGT

Panjang Plumule
Panjang radicle (cm)
No (cm)
I II I II
1 11.8 15.0 28.1 17.2
2 12.6 9.7 19.0 20.9
3 24.1 19.1 25.4 20.9
4 20.2 20.1 30.2 25.2
5 12.4 8.1 27.4 14.1
6 8.1 9.4 4.1 17.1
7 20.4 8.4 28.9 18.5
8 16.9 - 21.8 -
Berat basah plumule 4.92 g 3.86 g - -
Berat kering plumule 0.35 g 0.29 g - -
Berat basah radical - - 2.24 g 1.23 g
Berat kering radical - - 0.31 g 0.11 g

Anda mungkin juga menyukai