Anda di halaman 1dari 18

Laporan Praktikum

Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura

PERSEMAIAN

NAMA : NUR FEBRIYANTI TRIASTUTI


NIM : G011201044
KELAS : BUDIDAYA TANAMAN PANGAN DAN
HORTIKULTURA
KELOMPOK :4
ASISTEN : AHMAD SYAFII

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang ditumbuhi berbagai jenis tanaman
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan, diantaranya adalah tanaman
buah-buahan. Banyak buah tropis yang mempunyai nilai gizi yang tinggi dan
rasanya enak. Pada umumnya zat gizi yang terdapat pada buah-buahan adalah zat
gizi mikro yaitu vitamin dan mineral. Buah-buahan ada juga yang mempunyai
kandungan zat gizi makro seperti lemak, karbohidrat dan protein. Selain itu, ada
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan non beras yaitu buah-buahan
tropika. Buah tropika yang kaya akan karbohidrat diantarnya adalah alpukat. Buah
alpukat ini bisa dikonsumsi sebagai pengganti beras (Alridiwirsah, 2014).
Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan dan hortikultura pada
dasarnya bertujuan untuk mendukung usaha peningkatan produksi tanaman
pangan dan hortikultura serta peningkatan pendapatan masyarakat. Pembangunan
pertanian mendapat prioritas utama karena sektor ini merupakan sektor yang
dominan dalam perekonomian nasional, seperti dalam penyediaan lapangan kerja
serta kontribusinya bagi pendapatan nasional dan devisa negara (Winarni, 2012).
Secara umum, hortikultura dapat diartikan sebagai tanaman kebun.
Biasanya, tanaman yang dibudidayakan adalah buah-buahan, sayur-sayuran, dan
tanaman hias. Hortikultura biasanya dilakukan dengan tahap pertama yaitu
penyemaian benih. Secara garis besar, tujuan penyemaian benih adalah untuk
mengurangi kematian tanaman akibat belum siap (belum mampu beradaptasi)
dengan kondisi lapangan. Tanaman yang memerlukan penyemaian biasanya
merupakan tanaman yang memiliki siklus panen menengah hingga panjang dan
memiliki benih yang berukuran kecil. Proses penyemaian biasanya membutuhkan
kondisi tempat dan perlakuan yang berbeda dengan kondisi lapangan di mana
tanaman nantinya ditempatkan. Oleh karena itu, dalam budidaya hortikultura,
petani memerlukan area persemaian yang berbeda dengan area tanam.
Berbagai media tanam dapat digunakan dalam hal ini, seperti tray, cetak, polybag,
atau bedengan biasa (Purba dkk, 2020).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlunya dilaksanakan praktikum ini untuk
mengetahui bagaimana melakukan persemaian pada tanaman hortikultura

1.2 Tujuan dan Kegunaan


Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui apa itu persemaian,
tujuan persemaian, serta bagaimana teknik persemaian pada tanaman alpukat,
durian dan lengkeng
Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah untuk memberikan
pengetahuan dasar mengenai definisi persemaian, serta cara menyemai yang baik
dan benar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Persemaian
Penanaman benih ke lapangan dapat dilakukan secara langsung (direct planting)
dan secara tidak langsung yang berarti harus disemaikan terlebih dahulu di tempat
persemaian. Penanaman secara langsung ke lapangan biasanya dilakukan apabila biji-biji
(benih) tersebut berukuran besar dan jumlah persediaannya melimpah. Meskipun ukuran
benih besar tetapi kalau jumlahnya terbatas, maka benih tersebut sebaiknya disemaikan
terlebih dulu. Pengadaan bibit/semai melalui persemaian yang dimulai sejak penaburan
benih merupakan cara yang lebih menjamin keberhasilan penanaman di lapangan. Selain
pengawasannya mudah, penggunaan benih-benih lebih dapat dihemat dan juga kualitas
semai yang akan ditanam di lapangan lebih terjamin bila dibandingkan dengan cara
menanam benih langsung di lapangan (Setiawan, 2013).
Persemaian (Nursery) adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses
benih (atau bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang siap ditanam di
lapangan. Kegiatan di persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari
kegiatan penanaman hutan karena itu sangat penting dan merupakan kunci
pertama di dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan. Peluang bibit
untuk bertahan dan dapat tumbuh dengan baik di lapanganan dipengaruhi oleh
kesehatan dan kekuatan, ketika mereka ditanam. Bibit yang sehat, proporsi yang
seimbang dan pertumbuhan yang bagus mempunyai peluang kelangsungan hidup
yang tinggi dibanding bibit yang lemah dan stres (Silalahi, 2017).
Kemampuan hidup yang lebih baik dari bibit yang berasal dari pesemaian
disebabkan oleh 4 faktor utama, yaitu: (1) Di lapangan biasanya benih sering
gagal untuk menyelesaikan perkecambahan karena lingkungan yang merugikan
(kekeringan, banjir) atau diserang oleh patogen; (2). Kerusakan oleh pemangsa
benih cukup tinggi di lapangan; (3) Benih yang baru berkecambah dan bibit kecil
seringkali tertekan oleh vegetasi lain, contohnya gulma herbal, di mana mereka
akan berkompetisi; (4). Di persemaian dapat mengendalikan perkecambahan dan
lingkungan pertumbuhan, sehingga bibit mempunyai peluang optimal untuk
bertahan pada tahapan yang kritis dan masalah pemangsaan biasanya kecil
dibanding di lapangan (Silalahi, 2017).
2.2 Skarifikasi
Benih ortodoks yang dapat disimpan pada kadar air relatif rendah dan
mempunyai kulit benih yang keras, sehingga menyebabkan benih sulit untuk
berkecambah (dormansi eksogenius). Dormansi dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain: impermeabilitas kulit benih terhadap air dan gas atau resistensi
kulit benih terhadap pengaruh mekanis, dormansi sekunder, dan bahan
penghambat perkecambahan. Untuk mengantisipasi atau menghilangkan
dormansi, benih biasanya diberi perlakuan pendahuluan sebelum perkecambahan.
Perlakuan pendahuluan yang dilakukan yaitu dengan melakukan tindakan
mengikis kulit benih yang disebut skarifikasi. Skarifikasi dilakukan untuk
menghilangkan hambatan mekanis yang ditimbulkan oleh kerasnya jaringan
endosperm dan endokarp yang menutup embrio ( Suhartati dan Alfaizin, 2017).
Benih yang bersifat ortodoks memerlukan perlakuan pendahuluan
(skarifikasi) untuk mempercepat proses perkecambahannya, sehingga mampu
menghasilkan daya berkecambah yang tinggi dan semai yang baik. Benih
yang mempunyai dormansi eksogenius biasanya ditangani dengan perlakuan
skarifikasi melalui perendaman. Perendaman dapat dilakukan dengan
menggunakan air, zat kimia atau hormon. Benih yang memiliki kulit yang
keras dan sulit ditembus oleh air, perlu imbibisi air untuk merangsang
proses metabolisme benih (Silalahi, 2017).
Menurut Suhartati (2017), skarifikasi mencakup cara – cara seperti
mengikir atau menggosok kulit biji dengan kertas ampelas, melubangi kulit biji
dengan pisau, perlakuan impaction (goncangan) untuk benih - benih yang
memiliki sumbat gabus. Dimana semuanya bertujuan untuk melemahkan kulit biji
yang keras, sehingga lebih permeabel terhadap air dan gas.

2.3 Alpukat
Indonesia merupakan negara tropis yang ditumbuhi berbagai jenis tanaman
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan, diantaranya adalah tanaman
buah-buahan. Banyak buah tropis yang mempunyai nilai gizi yang tinggi dan
rasanya enak. Pada umumnya zat gizi yang terdapat pada buah-buahan adalah zat
gizi mikro yaitu vitamin dan mineral. Buah-buahan ada juga yang mempunyai
kandungan zat gizi makro seperti lemak, karbohidrat dan protein. Selain itu, ada
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan non beras yaitu buah-buahan
tropika. Buah tropika yang kaya akan karbohidrat diantarnya adalah alpukat. Buah
alpukat ini bisa dikonsumsi sebagai pengganti beras ( Sadwiyanti dkk, 2009 ).
Alpukat berasal dari Amerika Tengah, yaitu Mexico, Peru dan Venezuela,
dan saat ini telah menyebar luas ke berbagai Negara sampai ke Asia Tenggara,
termasuk Indonesia. Ada 3 kelompok besar spesies alpukat yaitu kelompok
Mexico, Indian Barat dan Guatemala. Perbedaan tempat tumbuh menyebabkan
pertumbuhan ketiganya berbeda baik secara morfologi, rasa, kandungan
lemak, ketahanan terhadap penyakit dan penyimpanannya, serta daya
adaptasinya terhadap lingkungan ( Sadwiyanti dkk, 2009).
Alpukat termasuk buah yang mudah didapat dan paling sering
dikonsumsi oleh masyarakat dengan harga yang cukup terjangkau. Buah alpukat
memiliki tekstur daging yang lembut dan rasa yang gurih. Persebaran tanaman
alpukat di Indonesia sudah hampir di seluruh provinsi. Buah alpukat
merupakan salah satu buah musiman yang tumbuh pada musim tertentu, sehingga
membuat buah ini mudah di dapat. Kebanyakan di Indonesia alpukat belum
dibudidayakan dalam skala usaha tani dan masih di jadikan masyarakat sebagai
tanaman pekarangan dan penaung ( Setiawan, 2013 ).

2.3.1. Deskripsi Tanaman


Menurut Setiawan (2013), secara taksonomi klasifikasi lengkap tanaman
alpukat adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Ranales
Famili : Lauraceae
Genus : Persea
Spesies : Persea americana Mill.
Alpukat merupakan tanaman yang dapat tumbuh subur di daerah tropis
seperti Indonesia. Buah alpukat merupakan salah satu jenis buah yang digemari
banyak orang karena selain rasanya yang enak, buah alpukat juga kaya
antioksidan dan zat gizi seperti lemak yaitu 9,8 g/100 g daging buah. Tanaman
alpukat (Persea americana mill) merupakan tanaman yang berasal dari daratan
tinggi Amerika Tengah dan memiliki banyak varietas yang tersebar di seluruh
dunia. Alpukat secara umum terbagi atas tiga tipe, tipe West Indian, tipe
Guatemalan, dan tipe Mexican. Daging buah berwarna hijau di bagian bawah kulit
dan menguning kearah biji. Warna kulit buah bervariasi, warna hijau karena
kandungan klorofil atau hitam karena pigmen antosiasin (Malangngi et al., 2012).
Pohonnya kecil, tinggi pohon pada tanaman alpukat ini pada umumnya
3 – 10 m. Batangnya berkayu bulat dan bercabang banyak. Pohon alpukat
ini berwarna coklat kotor, berakar tunggang dan berdaun rimbun. Alpukat
memiliki daun tunggal yang tumbuh berdesakan di ujung ranting. Bentuk
daun jorong sampai bundar telur memanjang, bagian pangkal dan ujung
daun berbentuk runcing, bertulang menyirip dan bentuk tepi daun pada
umumnya rata dan sebagian ada yang bergelombang. Panjang daun sekitar 12-25
cm. Daun muda alpukat berwarna kemerahan dan berambut rapat, daun tua
berwarna hijau dan gundul (Hermanto dkk, 2013).
Alpukat termasuk dalam kelas dicotyledoneae, karena memiliki biji yang
berkeping dua. Biji buah alpukat pada umumnya berbentuk bulat atau lonjong,
sedangkan keping biji berwarna putih kemerahan. Kepingan biji buah alpukat
mudah terlihat apabila kulit bijinya dikupas atau dikuliti. Pada saat buah
masih muda, kulit biji menempel pada daging buahnya. Apabila buah telah
tua, biji akan terlepas dengan sendirinya. Umumnya sifat ini dapat dijadikan
sebagai salah satu tanda kematangan buah. Buah yang berbentuk panjang
memiliki biji yang lebih panjang dibanding biji yang terdapat di dalam buah yang
berbentuk bulat. Walaupun demikian, semua biji alpukat mempunyai kesamaan,
yaitu bagian bawahnya rata, membulat atau melonjong. Umumnya alpukat
memiliki daging buah yang tebal berwarna hijau kekuningan dengan biji di
tengahnya berwarna kecoklatan ( Marlinda dkk, 2012 ).

2.3.2. Syarat Tumbuh


Tanaman alpukat akan tumbuh optimal di tanah lembung berpasir (sandy
loam), lempung liat (clay loam) dan lempung endapan (aluvial loam). Tidak
mudah tergenang air, (sistem drainase/pembuangan air yang baik), subur dan
banyak mengandung bahan organik. Keasaman tanah yang baik untuk alpukat
yaitu berkisar antara pH sedikit asam sampai netral (5,6 – 6,4). Bila pH di bawah
5,5 tanaman akan menderita keracunan karena unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam
jumlah yang cukup banyak. Tumbuh pada tanah yang topografi datar, kedalaman
air tanah antara 50-150 cm (Sadwiyanti et al., 2009).
Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh didataran rendah sampai
dataran tinggi, yaitu 5-1500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini akan
tumbuh subur dengan hasil yang memuaskan pada ketinggian 200-1000
mdpl. Tanaman alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di
daerah dengan ketinggian 1000-2000 mdpl, sedangkan ras Hindia Barat pada
ketinggian 5-1000 mdpl (Marlinda et al., 2012).
Suhu optimal untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,3°C.
Mengingat tanaman alpukat ini juga dapat tumbuh didataran rendah sampai
dataran tinggi, tanaman alpukat dapat juga mentolelir suhu udara antara 15-30°C.
Angin diperlukan oleh tanaman alpukat, terutama untuk proses penyerbukan.
Namun demikian angin dengan kecepatan 62,4-73,6 km/jam dapat dapat
mematahkan ranting dan percabangan tanaman alpukat yang tergolong lunak.
Curah hujan minimum untuk pertumbuhan alpukat adalah 750-1000 mm/tahun,
temperatur udara antara 18–32 °C, kebutuhan cahaya matahari untuk pertumbuhan
alpukat berkisar 40-80 % (Sadwiyanti et al., 2009).
2.3.3. Teknis Pembibitan
Syarat utama yang harus dipenuhi untuk membuat bibit adalah tersedianya
pohon induk, yaitu tanaman yang memiliki persyaratan tertentu untuk
dijadikan sebagai sumber bahan perbanyakan (biji, entris, mata tempel dll.).
Persyaratan yang dimaksud antara lain sebagai berikut : 1. Berproduksi
tinggi dan mantap hasilnya 2. Kualitas buah yang dihasilkan cukup baik
3. Sudah beberapa kali berbuah 4. Pertumbuhannya normal, sehat, dan
tidak terserang hama dan penyakit 5. Sudah dilepas sebagai varietas unggul
oleh Menteri Pertanian (Sadwiyanti et al., 2019).
Sebelum disemaikan, biji alpukat yang sudah terkumpul dan terpilih
dibersihkan dengan air untuk menghilangkan lendir dan sisa-sisa dari daging
buah dengan maksud agar biji terbebas dari cendawan dan organisme
pengganggu lainnya. Biji dipilih yang bernas, padat, dan tidak keriput. Biji
dipilih yang berukuran besar (65-85 g) agar mempercepat pertumbuhan
batang bawah, keberhasilan penyambungan dan pertumbuhan bibit hasil
penyambungan yang vigor dan sehat. Setelah bersih, biji ini kemudian
dikeringanginkan, dan selanjutnya direndam selama beberapa menit dalam
larutan pestisida 2%. Penyemaian biji harus dilakukan di tempat yang
aman terhadap gangguan hewan maupun manusia, dekat dengan sumber air,
dan letaknya strategis agar mudah pengelo-laannya. Selain itu harus memiliki
naungan untuk melindungi bibit dari teriknya sinar mata-hari langsung
dan derasnya air hujan. Untuk itu perlu dibuat rumah bibit yang permanen
atau sederhana. Untuk perbanyakan bibit batang bawah, sebaiknya biji ditanam
langsung di polybag (kantong plastik hitam) (Sadwiyanti et al., 2019).
Biji alpukat yang telah disiapkan segera ditanam pada polybag ukuran 15 x
21 cm. Media yang digunakan harus subur dan gembur, yaitu campuran tanah +
pupuk kandang +pasir/sekam (2:1:1). Penanaman biji dalam polybag dilakukan
sebagai berikut, yaitu bagian pangkal biji yang agak rata diletakkan di sebelah
bawah dan bagian ujung biji yang runcing dan telah dipotong 1/3 bagian ujungnya
menghadap ke atas. Selanjutnya, biji ini ditempatkan di bawah naungan. Kurang
lebih 3 minggu setelah tanam, biji-biji ini akan mulai berkecambah dan
membentuk anak semai (Sadwiyanti et al., 2019).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Experimental Farm, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar pada hari Rabu, 23 Maret 2022 pukul 08:00
WITA sampai selesai; Sabtu, 2 Maret 2022 pukul 15:00 WITA Sampai selesai;
Sabtu, 26 Maret 2022 pukul 15:00 WITA sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul, sabit atau parang,
meteran, tali rafiah, dan polybag 30 cm x 40 cm.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sekam mentah, pupuk
kandang ayam, patok, biji durian, biji lengkeng, dan biji alpukat.
3.3 Pelaksanaan
3.3.1 Persiapan Media Tanam
Tanah bagian atas diambil sampel ketebalan 25 cm dari eprmukaan tanah.
Setelah itu disiapkan pupuk kandang dan sekam. Media tanam yang disiapkan
campuran antara tanah, pupuk kandang dan sekam dengan perbandingan 2 : 1 : 1.
Kemudian media tanam dimasukkan ke dalam masing-masing polybag.
3.3.2 Metode Skarifikasi
Metode skarikasi yang digunakan dalam praktikum persemaian ini yakni
dengan mengelupas kulit bagian luar biji alpukat dan biji durian. Pemotongan biji
juga dilakukan, ada yang pemotongan 1/2 , pemotongan 1/3 dan tidak ada
pemotongan atau kontrol.
3.3.3 Penanaman
Penanam dilakukan dalam media tanam yang telah di buat dalam polybag,
kemudian di tanam biji alpukat dan biji durian masing-masing 2 biji satu polybag.
Dalam satu polybag terdapat sepasang biji yang memiliki hasil potongan yang
sama. Biji alpukat dan biji durian di tanam hingga tidak ada biji yang Nampak di
atas permukaan tanah.
3.4 Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan yang diamati adalah sebagai berikut:
1. Kecepatan Berkecambah
2. Tinggi Kecambah (cm)
3. Jumlah Daun (helai)
3.5 Analisis Data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan Pengamatan yang telah dilakukan maka diperoleh data sebagai
berikut:
Tabel 1. Hasil Analisis Semaian Alpukat
Rata-Rata Nilai

Perlakuan Tinggi Kecepatan NP BNT 5%


Jumlah
Kecambah Berkecambah
Daun (helai)
(cm) (cm/minggu)
P0 13,6 5 2,5 3,71470672

P1 12,5 6 2,0 0,749318


P2 9,3 4 1,5
Keterangan: P0 = Kontrol, P1 = Skarifikasi ½, P2 = Skarifikasi 1/3
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2022
4.2 Pembahasan
Dari hasil pengamatan pada tabel 1 didapatkan hasil bahwa perlakuan yaitu
pengelupasan kulit, skarifikasi ½, serta skarifikasi 1,3 mendapatkan hasil yang
berbeda pada tinggi kecambah tanaman alpukat dimana perlakuan P0 memiliki
rata-rata tinggi kecambah yang lebih tinggi dibandingkan P1 dan P2 karena
pelukaan sedikit dapat membuat benih yang di skarifikasi mekanik dengan
mengelupas kulit benih menyebabkan benih bersifat permeabel sehingga air dapat
masuk ke dalam benih yang diskarifikasi sedangkan jika skarifikasi yang
dilakukan dengan memotong ½ atau 1/3 bagian akan menyebabkan tanaman
terhambat pertumbuhannya karena benih akan kelebihan menyerap air hal ini
sesuai dengan pendapat Sadwiyanti & Budiyanti (2019) yang menyatakan bahwa
dormansi benih alpukat dapat dipecahkan dengan perlakuan skarifikasi dengan
pengikisan kulit benih. Dengan perlakuan tersebut, daya berkecambah benih
sudah dapat mencapai 97% .
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan parameter jumlah daun pada P1
lebih banyak dibanding pada P0 dan P2 hal ini karena pertambahan jumlah helai
daun seiringan dengan pertumbuhan tinggi tanaman dan dipengaruhi beberapa
faktor lingkungan. Sedangkan pada kecepatan berkecambah P0 lebih cepat
dibanding P1 dan P2 hal ini sejalan dengan pertumbuhan tinggi tanaman yang
dimana skarifikasi dengan pelukaan sedikit pada kulit benih dapat meningkatkan
laju imbibisi benih terlebih pada skarifikasi dengan pemotongan ½ atau 1/3 laju
imbibisinya akan lebih besar hal itulah yang menyebabkan pertumbuhan
kecambah pada P1 dan P2 lebih lambat dibanding P0 karena tanaman menyerap
air berlebih hal ini sejalan dengan pendapat Marlinda et al (2012) yang
menyatakan bahwa skarifikasi dengan metode pelukaan kecil dapat mempercepat
laju imbibisi benih, skarifikasi dengan cara memotong akan menyebabkan benih
berlebih dalam menyerap unsur hara dengan didukung oleh faktor lingkungan saat
persemaian
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa skarifikasi dengan taraf pengelupasan, pemotongan ½ serta pemotongan
1/3 akan membuat benih bersifat permeable sehingga akan meningkatkan laju
imbibisi benih yang akan mempengaruhi pertumbuhan tinggi kecambah, jumlah
helai daun serta kecepatan berkecambah tanaman kakao
5.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan praktikum ini harus lebih teliti
DAFTAR PUSTAKA

Alridiwirsah, A. 2014. Respon Pertumbuhan Dan Produksi Semangka Terhadap


Pupuk Kandang Dan Mulsa Cangkang Telur. Agrium: Jurnal Ilmu
Pertanian, vol 16(2): 61-70.

Hermanto E, Ni Luh PI, Sri H. 2013. Keragaman dan Kekayaan Buah Tropika
Nusantara. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian
Pertanian. Vol 3(1):1-5

Marlinda M, Meiske S, Audy DW. 2012. Analisi senyawa metabolit sekunder dan
uji toksisitas ekstrak etanol biji buah alpukat (Persea americana Mill).
Jurnal MIPA UNSTRAT Online, vol 1(1) : 24-28

Purba, D. W., Thohiron, M., Surjaningsih, D. R., Sagala, D., Ramdhini, R. N.,
Gandasari, D & Manullang, S. O. 2020. Pengantar ilmu pertanian.
Yayasan Kita Menulis.

Sadwiyanti L, Djoko S, Tri B. 2009. Budidaya Alpukat. Bogor : Balai Penelitian


Tanaman Buah Tropika, vol 1(2) hal: 1-11

Sadwiyanti, L., Sudarso, D., & Budiyanti, T. 2019. Budidaya alpukat. Sumatera
Barat: Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, vol 1(1): 1-13

Setiawan H J K. 2013. Pemanfaatan biji alpukat sebagai aksesoris ruangan. Jurnal


Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, vol 2 (2) : 1-18

Silalahi, F. R. 2017. Buku Ajar Teknologi Produksi Tanaman Keras.

Suhartati & Alfaizin, D. 2017. Perkecambahan Benih Pericopsis mooniana Thw.


Berdasarkan Warna dan Teknik Skarifikasi. Makassar: Balai Penelitian
Kehutanan

Winarni, I. 2012. Ruang Lingkup dan Perkembangan Hortikultura. Jurnal


Hortikultura, vol 2(1), hal: 1-43.
LAMPIRAN
1. Lampiran Tabel
Lampiran Tabel 1. Tinggi Kecambah pada Beberapa Perlakuan Skarifikasi
Kelompok Rata-
Perlakuan Total
I II III rata
P0T1 8,9 16 16,5 41,4 13,8
P0T2 16,2 14,3 3,3 33,8 11,3
P1T1 14,5 15,3 19,1 48,8 16,3
P1T2 9,9 19,2 3,7 32,8 10,9
P2T1 4,2 2,6 7,7 14,4 4,8
P2T2 9,8 11,5 19,8 41,1 13,7
Total 63,4 78,9 70,1 212,4 70,8

Lampiran Tabel 2. Sidik Ragam RAK


F. F. Tabel
SK DB JK KT KET
Hitung 0,05 0,01
Kelompok 2 232,85 116,43 24,19 3,44 5,72 **
Perlakuan 2 232,85 116,43 24,19 3,44 5,72 **
Galat 22 105,88 4,81
Total 26 571,58
KK 3%

Lampiran Tabel 3. Uji Lanjut BNT


Rerata Tinggi NP BNT
Perlakuan Notasi
Kecambah 5%
P1 13,6 a
P0 12,5 3,714707 a
P2 9,3 ab

Lampiran Tabel 4. Jumlah Daun pada Beberapa Perlakuan Skarifikasi


Kelompok Rata-
Perlakuan Total
I II III rata
P0T1 6 4 5 15 5
P0T2 6 6 2 14 5
P1T1 6 7 7 20 7
P1T2 6 6 3 15 5
P2T1 1 2 4 7 2
P2T2 4 5 6 15 5
Total 29 30 27 86 29
Lampiran Tabel 5. Sidik Ragam RAK
F. F. Tabel
SK DB JK KT KET
Hitung 0,05 0,01
Kelompok 2 29,11 14,56 -102,93 3,44 5,72 tn
Perlakuan 2 29,11 14,56 -102,93 3,44 5,72 tn
Galat 22 -3,11 -0,14
Total 26 55,11

Lampiran Tabel 6. Kecepatan Berkecambah pada Beberapa Perlakuan Skarifikasi


Kelompok Rata-
Perlakuan Total
I II III rata
P0T1 2,0 2,5 1,7 6,2 2,1
P0T2 4,8 3,2 1,0 9,0 3,0
P1T1 2,1 2,2 2,7 7,0 2,3
P1T2 1,7 2,7 0,5 4,9 1,6
P2T1 0,9 0,6 1,3 2,8 0,9
P2T2 1,4 2,0 2,8 6,2 2,1
Total 12,9 13,2 10,0 36,1 12,0

Lampiran Tabel 7. Sidik Ragam RAK


F. Tabel
SK DB JK KT F. Hitung KET
0,05 0,01
Kelompok 2 7,17 3,59 18,31 3,44 5,72 **
Perlakuan 2 7,17 3,59 18,31 3,44 5,72 **
Galat 22 4,31 0,20
Total 26 18,65
KK 4%

Lampiran Tabel 8. Uji Lanjut BNT


Uji BNT NP BNT
Perlakuan Rerata Notasi 0,749318
P0 2,5 a
P1 2,0 a
P2 1,5 ab
Lampiran Gambar

Gambar 1. Olah tanah Gambar 2. Penanaman Gambar 3. Pemeliharaan

Gambar 4. Pengamatan

Anda mungkin juga menyukai