Anda di halaman 1dari 23

Laporan Praktikum

Budidaya Tanaman Perkebunan dan Industri

BUDIDAYA TANAMAN KELAPA

Nama : Nur Febriyanti Triastuti


NIM : G011201044
Kelas : Budidaya Tanaman Perkebunan Dan Industri F
Kelompok : 23
Asisten : Ahmad Nur Fajar

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah salah satu negara agraris yang kehidupan
perekonomiannya tidak bisa lepas dari sektor pertanian. Pertanian sebagai usaha
untuk menghasilkan tanaman merupakan faktor penting dalam perkembangan
kebudayaan manusia. Para ahli berpendapat bahwa asal mula budaya adalah
pergeseran dari gaya hidup manusia ke kebiasaan bertani, seperti mencari makan
dan berburu dari alam. Sifat manusia yang cenderung memenuhi tuntutan
hidup secara lebih efisien, menciptakan budaya yang lebih canggih di satu
sisi dan kemajuan dalam pemuliaan tanaman di sisi lain. Dewasa ini, tumbuhan
tidak lagi hanya sebagai sumber pangan, sandang, dan pelindung, melainkan
sumber bahan untuk kesehatan, inspirasi kecantikan/estetis, kelestarian
lingkungan, dan sarana rekreasi (Hartawan & Sarjono, 2016).
Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis
yang berperan dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena semua bagian
tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial
dan budaya, sehingga tanaman kelapa dikenal sebagai pohon kehidupan
(Tree of Life). Buah kelapa merupakan salah satu bahan baku kebutuhan pokok,
yaitu minyak goreng dan industri olahan lainnya, juga untuk penggunaan
kebutuhan khusus yang tidak tergantikan, seperti kelapa segar untuk sayur
dan kelapa muda untuk minuman serta daun kelapa untuk berbagai upacara
kelapa salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peranan penting
dalam perekonomian nasional (Irmadamayanti, 2020).
Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman yang memiliki
posisi strategis terutama sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng. Kelapa
merupakan tanaman tropis yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia, hal ini
terlihat dari penyebarannya hampir di seluruh wilayah Nusantara. Selama ini
komoditas kelapa hanya dimanfaatkan produk primernya saja, baik dalam bentuk
kelapa segar maupun kopra untuk bahan baku minyak goreng. Pengembangan dan
pemanfaatan produk hilir kelapa belum banyak dilakukan, demikian pula
pemanfataan hasil samping dan limbah. Upaya pengembangan produk dan
pemanfaatan hasil samping dan limbah akan meningkatkan nilai tambah produk
kelapa yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan pendapatan petani kelapa
Salah satu hasil samping dari buah kelapa adalah air kelapa (Ariyanti, 2018).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlunya dilaksanakan praktikum ini untuk
mengetahui teknik budidaya tanaman kelapa serta mengetahui bagaimana
pengaruh pemberian pupuk organik cair (POC) dan zat pengatur tumbuh (ZPT)
terhadap produktivitas tanaman kelapa.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui cara penanaman dan
pembudidayakan kelapa, untuk mengetahui teknik pengaplikasian POC, ZPT
ALAMI dan ZPT SINTETIK, untuk mengetahui pengaruh pemberian POC serta
ZPT terhadap pertumbuhan tanaman kelapa
Adapun kegunaan dilakukannya pratikum ini agar mahasiswa mnegetahui
cara penanaman dan pembudidayakan kakaoserta agar mahasiswa mengetahui
bagaimana teknik pengaplikasian POC, ZPT ALAMI dan ZPT SINTETIK
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Masalah Pengembangan Tanaman Kelapa di Indonesia


Produktivitas rendah merupakan salah satu permasalahan kelapa di
Indonesia. Rendahnya produksi kopra/ha/tahun disebabkan budidaya tanaman
kelapa masih terbatas dan tanpa penambahan materi pendukung bagi tanaman,
komposisi tanaman kelapa yang dibudidayakan 60%-nya berumur lebih 60 tahun,
manajemen tanaman kurang diperhatikan, hama dan penyakit tanaman,
permasalahan sosial, ekonomi dan budaya yang mempengaruhi perkembangan
kelapa. Semua ini menyebabkan pendapatan petani terbatas, pasaran
kelapa kurang berkembang, fluktuasi harga kopra tidak stabil dan keragaman
hasil tanaman kelapa (Aristya, 2013).
Pada tahun 2010 luas areal tanaman kelapa tercatat 3739.35 ribu ha,
didominasi oleh perkebunan rakyat seluas 3697.03 ribu ha (98.87%), perkebunan
besar negara seluas 4.29 ribu ha (0.11%) dan perkebunan besar swasta seluas
38.02 ribu ha (1.02%), dengan total produksi sebesar 3166.6 ribu ton setara kopra,
yaitu perkebunan rakyat sebesar 3.126 ribu ton (98.73%), perkebunan besar
negara sebesar 1.8 ribu ton (0.06%) dan perkebunan besar swasta sebesar 38,47
ribu ton (1.22%). Tanaman kelapa merupakan tanaman sosial karena lebih 98%
diusahakan oleh petani sehingga perkebunan kelapa banyak didominasi
perkebunan rakyat dibandingkan perkebunan negara ataupun swasta. Berdasarkan
hal tersebut pengembangan tanaman kelapa belum maksimal pada saat ini
dikarenakan petani perkebunan kepala masih belum memahami bagaimana cara
dan memanfaatkan tanaman kelapa (Ariyanti, 2018).
Lahan kelapa yang dikelola masing-masing petani cukup luas yaitu antara
kisaran 0,75 s.d 1 hektar, berdasarkan observasi pendahuluan produktifitas
perkebunan kelapa belum optimal, karena tergolong lahan keritis dengan
pemeliharaan seadanya atau tidak sama sekali, dan masih dikelola secara
tradisional sehingga masih dalam skala kecil, hal ini juga disebabkan
petani kurang inovasi dalam membudidayakan kelapa. Pendapatan Kelompok
Tani dari hasil budidaya tanaman kelapa masih tergolong rendah petani
ternyata belum memahami bagaimana memanfaatkan kekayaan alam yaitu
kelapa yang begitu banyak. Petani bukan tidak mungkin bisa memperoleh
keuntungan yang besar, apabila usaha tani kelapa dikelola secara baik, mengingat
sumber daya yang melimpah dan semua bagian dari tanaman kelapa yang dapat
dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi. Potensi ini
seharusnya bisa dimanfaatkan dengan baik oleh petani. Petani membutuhkan
dukungan dari lembaga untuk mengayomi dan membimbing agar kegiatan
usahataninya lebih terorganisir (Astrini, 2018).
2.2 Strategi Pengembangan Tanaman Kelapa di Indonesia
Di Indonesia, tanaman kelapa mempunyai arti yang sangat penting baik
dilihat dari aspek ekonomi maupun aspek sosial budaya. Bahkan karena semua
bagian tanaman kelapa mempunyai nilai ekonomi, maka tidak mengherankan
bahwa julukan yang diberikan bagi pohon kelapa ini sangat hebat yaitu sebagai
“The tree of life” yang berarti pohon kehidupan. Kelapa merupakan tanaman
yang sangat bermanfaat bagi manusia, semua bagian tubuhnya memiliki
kegunaan tertentu. Mulai dari batangnya, daunnya, daging buahnya, serta air
buahnya (air kelapa) banyak digemari sebagai minuman segar dan niranya selain
diminum langsung juga dapat dijadikan gula yang dikenal dengan nama gula
kelapa atau gula palem. Itulah sebabnya tanaman ini sejak ratusan tahun dikenal
di seluruh kepulauan Nusantara (Mardiatmoko, 2018).
Tanaman perkebunan baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar
memegang peranan penting bagi perekonomian. Komoditas perkebunan
yang banyak diusahakan penduduk adalah kelapa, cengkeh, vanilli, kakao
dan pala. Pola penanaman masih sederhana dan merupakan perkebunan
rakyat yang dikelola secara turun-temurun. Tanaman kelapa misalnya,
diusahakan penduduk sejak lama dan tumbuh subur di hampir semua
kecamatan. Kelapa umumnya oleh penduduk dibuat kopra yang merupakan
komoditas unggulan kabupaten. Kopra di sini sebagian besar merupakan produk
industri rumahan sementara pengolahan kelapa menjadi minyak dikerjakan oleh
pabrik dalam skala kecil (Suratinojo, 2013).
Pengelolaan usahatani kelapa masih bersifat tradisional dan terbatasnya
modal,maupun kualitas produk yang dihasilkan masih rendah. Sampai sat ini
belum banyak berubah sehingga komoditas kelapa yang mempunyai multiguna
relatief tidak ada nilai tambahnya. Pangsa pasar ekspor sangat terbuka untuk
semua produk kelapa,khususnya produk ikutan seperti bungkil, arang tempurung
,sabut kelapa dan desicated coconut. Salah satu upaya untuk meningkatkan
produktivitas yang berdampak kepada peningkatan pendapatan petani, adalah
dengan pengelolaan input usahatani seperti tenaga kerja, pendapatan, pendidikan,
luas lahan dan keikut sertaan dalam kelompok tani secara optimal dan efektif.
Usahatani yang berbasis organisasi dan kelompok dalam bentuk komunitas yang
aktif dan mandiri akan meningkatkan posisi tawar menawar petani (barganing
position), petani makin kuat dalam menentukan harga produk berupa kelapa
butiran maupun kopra (Damanik, 2017).
2.3 Kontribusi Pengembangan Tanaman Kelapa di Indonesia
Dari buah kelapa berbagai industri yang menghasilkan produk pangan dan
non-pangan mulai dari produk primer yang masih menampakkan ciri-ciri
kelapa dalam hingga yang tidak lagi menampakkan ciri-ciri kelapa dalam. Produk
yang dapat dihasilkan dari buah kelapa dan banyak diminati karena memiliki
ekonomi tinggi di antaranya adalah minyak goreng kelapa atau Virgin Coconut
Oil (VCO), Activated Carbon (AC), Coconut Fiber (CF), Coconut Shell Powder
(CP), Coconut Cream (CC) dan eleokimia yang dapat menghasilkan asam
lemak, metal ester, fatty alkohol, fatty amine, fatty nitrogen, glyscerol dan
lain-lain. Demikian pula batang kelapa dalam juga merupakan bahan baku
industri untuk menghasilkan perlengkapan rumah tangga yang masih
prospektif untuk dikembangkan (Rukmana, 2016).
Olahan dari tanaman kelapa Sulawesi Utara sudah mulai dilirik oleh
negara lain, Tepung kelapa merupakan salah satu produk turunan kelapa
(integrated coconut) tercatat paling banyak pembeli dan tersebar hampir di
seluruh belahan dunia. Pembeli tepung kelapa tadinya lebih terfokus ke Eropa
Timur, tetapi secara cepat saat ini sudah menyebar secara merata di semua benua
di dunia. Hal ini tak lepas karena kualitas tepung kelapa Sulawesi Utara sudah
diakui pasar internasional (Suratinojo, 2013).
Tingkat konsumsi di dalam negeri tahun ke tahun tarus meningkat dengan
laju 4,5% per tahun, sedang di lain pihak laju peningkatan produksi hanya
mencapai 3,37% per tahun, sehingga terjadilah ketidak seimbangan. Untuk
mengatasi hal tersebut perlu ditempuh jalan keluar yang sifatnya menyeluruh dan
terpadu, sebagai usaha mengatasi masalah produksi dalam jangka pendek,
minimal untuk dapat memenuhi konsumsi di dalam negeri. Untuk meningkatkan
produksi dalam rangka memenuhi konsumsi dalam negeri maupun untuk tujuan
ekspor telah dilakukan melalui usaha peremajaan, ekstensifikasi dan intensifikasi.
Intensifikasi pada tanaman kelapa dilakukan melalaui penerapan teknologi seperti,
pemakaian pupuk yang tepat, perbaikan pengolahan tanah, pengendalian
hama dan penyakit, pengairan (Mardiatmoko, 2018).
2.4 Perkembangan Produksi Tanaman Kelapa bagi Perekonomian
Nasional
Produktivitas tanaman kelapa yang mampu dicapai di Indonesia sampai
tahun 2016 hanya sekitar 1.2 ton/ha jauh di bawah dari produktivitas yang dicapai
di negara-negara Asean dan Dunia yang mencapai 3,0 – 5,0 ton/ha. Kelapa
memainkan peran penting dalam kehidupan ekonomi, budaya dan sosial
pada lebih dari 80 negara tropis dan sebagai sumber pendapatan bagi
keluarga pedesaan serta menghasilkan kekayaan dan kualitas hidup di banyak
negara tropis. Pertanaman kelapa tersebar di seluruh Kepulauan Indonesia.
Pada tahun 2010, luas areal pertanaman kelapa 3,7 juta ha, yang terdiri
atas perkebunan rakyat (98,14%), perkebunan besar negara (0,10%), dan
perkebunan besar swasta (1,73%). Pada tahun 2010, produksi kelapa (equivalent
kopra) sebesar 3,26 juta ton, yang terdiri atas perkebunan rakyat sebesar 3,18 juta
ton, perkebunan besar negara 2,33 ribu ton, dan perkebunan besar swasta
80,97 ribu ton. Penanganan komoditas kelapa melibatkan 7 juta KK atau setara
dengan 35 juta jiwa (Lay, 2012).
Pendapatan petani Kelapa Dalam di Indonesia kebanyakan masih
tergolong rendah dengan tingkat pendapatan Rp 6.506.317,77/panen atau
Rp 2.168.772,59/bulan, dengan asumsi bahwa luas lahan 2,28 Ha; jumlah
tanaman menghasilkan 327 pohon; produksi 5395 butir /panen dan harga
Rp 1.500/butir. Pendapatan usahatani kelapa berkisar antara Rp 3.200.00/bulan –
Rp 4.106.000/bulan. Kelapa dalam masih merupakan sektor basis dan
memberikan multiplier effect yang mempunyai kekuatan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah di Indonesia. Serta perlu adanya upaya untuk
meningkatkan pendapatan petani (Vaulina, 2018).
Komoditas kelapa mengalami kejayaan pada periode 1960-1970an
dengan produk utamanya berupa kopra. Pada masa itu, usaha kopra
dirasakan sebagai usaha yang sangat menguntungkan, dan bahkan koperasi
kopra merupakan salah satu koperasi yang sangat berkembang dan menjadi
organisasi andalan bagi para petani kelapa. Sejak periode 1980-2010, peran kelapa
sebagai sumber bahan baku minyak goreng makin tergeser oleh komoditas kelapa
sawit. Periode bulan Pebruari-April 2011, harga kopra makin membaik yakni Rp.
7.500-11.000/kg dan diharapkan harga kopra Rp. 7.500/kg akan bertahan untuk
jangka waktu yang lama (Lay, 2012).
2.5 Pupuk Organik Cair
Pemakaian pupuk organik kembali menjadi populer dengan adanya
kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk-produk pertanian dan
peternakan organik. Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi
pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan,
dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Selanjutnya dinyatakan
bahwa pupuk organik juga merupakan sumber nitrogen tanah yang utama dan
berperan dalam memperbaiki sifak fisik, kimia dan biologi tanah. Penggunaan
pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan
dapat mencegah degradasi lahan. Untuk mendukung pertanian organik,
penyediaan pupuk organik dalam berbagai bentuk mulai diproduksi baik dalam
skala rumah tangga maupun industri. Pemakaian pupuk organik menjadi tren di
perusahaan pertanian organik (Warintan, 2021).
Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari materi mahluk hidup, yang
dapat berupa pelapukan sisa-sisa tanaman dan hewan. Pupuk organik dapat
berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia
dan biologi media tanam. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik,
adapun sumber bahan organik berasal dari sisa tanaman dan atau hewan.
Pemberian pupuk organik biogreen granul dapat memperbaiki sifat fisik tanah,
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pada tanah dengan
kandungan organik rendah (Raksun, 2014).
Kelebihan pupuk cair adalah pada kemampuannya untuk memberikan unsur
hara sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pupuk organik cair mempunyai beberapa
manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil
daun sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan
nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman
menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan,
merangsang pertumbuhan cabang produksi, meningkatkan pembentukan bunga
dan bakal buah, mengurangi gugurnya dan, bunga, dan bakal buah (Putra, 2019).
2.6 ZPT (Zat Pengatur Tumbuh)
Zat pengatur tumbuh (ZPT) bisa disamakan dengan fitohormon yaitu zat
organik yang mempengaruhi perkembangan tanaman dan umumnya aktif pada
konsentrasi rendah. Fitohormon adalah sekumpulan senyawa organik bukan hara,
baik yang terbentuk alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat
kecil dapat mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan,
perkembangan dan atau pergerakan tumbuhan. Secara sederhana ZPT dapat
diartikan sebagai senyawa yang mempengaruhi proses fisiologi tanaman,
pengaruhnya dapat mendorong dan menghambat proses fisiologi tanaman. Zat
pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi tanaman, aktif dalam
konsentrasi rendah yang merangsang, menghambat atau merubah pertumbuhan
serta perkembangan tanaman secara kuantitatif maupun kualitatif. Penggunaan
jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh tertentu dapat mengatur arah
pertumbuhan suatu tanaman (Emilda, 2020).
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang terdapat pada
tumbuhan untuk mengendalikan keseluruhan proses metabolisme dan fisiologis
yang terjadi pada tanaman. Ada berbagai jenis bahan tanaman yang dapat
digunakan sebagai sumber zat pengatur tumbuh yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman, seperti bawang merah sebagai sumber auksin, rebung
bambu sebagai sumber giberelin, dan bonggol pisang serta air kelapa sebagai
sumber sitokinin. Hormon tumbuh atau fitohormon adalah senyawa organik yang
terbentuk secara alami maupun buatan dan dapat mempengaruhi pertumbuhan
serta perkembangan tanaman (Fahruddin, 2018).
Zat pengatur tumbuh berfungsi untuk menginisiasi pembelahan,
pemanjangan dan pembesaran sel yang dapat menunjang peningkatan
pertumbuhan vegetatif tanaman. Pelaksanaan penggunaan ZPT oleh petani masih
terkendala oleh harga ZPT yang mahal dan kurangnya pengetahuan tentang
penggunaan ZPT tersebut, oleh sebab itu perlu dilakukan penggunaan bahan
alternatif yang alami seperti air kelapa (Ariyanti, 2018).
2.6.1 Zat Pengatur Tumbuh Alami
Zat pengatur tanaman dapat diproduksi oleh tanaman sendiri dan seringkali
dalam jumlah sedikit sehingga diperlukan penambahan sumber dari luar.
Pemberian ZPT pada saat penyetekan akan membuat kualitas bibit akan
meningkat dan jumlah bibit dibawah standar normal akan menurun. Beberapa
contoh ZPT alami adalah air kelapa, urin sapi, dan ekstraksi dari bagian
tanaman. ZPT yang bersumber dari alam memiliki beberapa kelebihan antara lain
lebih ramah lingkungan (Tustiyani, 2017).
Zat pengatur tumbuh alami yang dapat digunakan yaitu ekstrak kecambah
sebagai sumber auksin dan ekstrak daun kelor sebagai sumber sitokinin. Ekstrak
kecambah mengandung vitamin, asam amino, karbohidrat, protein, dan
hormon auksin. Kecambah mengandung triptofan yang merupakan bahan
baku sintesis indole acetic acid (IAA). IAA merupakan salah satu jenis
auksin yang berpengaruh terhadap perkembangan sel, meningkatkan sintesis
protein, meningkatkan permeabilitas sel, melunakkan dinding sel, dan dapat
merangsang pertumbuhan akar (Warohmah, 2018)
Air kelapa sebagai salah satu zat pengatur tumbuh alami yang lebih
murah dan mudah didapatkan. Air kelapa mengandung hormon auksin dan
sitokinin. Kedua hormon tersebut digunakan untuk mendukung pembelahan sel
embrio kelapa. Air kelapa memiliki kandungan kalium cukup tinggi sampai
mencapai 17%. Air kelapa mengandung vitamin dan mineral. Vitamin dan
mineral akan mendukung pembentukan dan pengisian umbi. Auksin berfungsi
untuk membantu dalam proses mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan
akar maupun pertumbuhan batang, membantu dalam proses pembelahan sel dan
mempercepat pemasakan buah (Rajiman, 2018).
2.6.2 Zat Pengatur Tumbuh Sintetik
Pemberian ZPT dari luar sistem individu disebut juga dengan hormon
eksogen, yaitu dengan memberikan bahan kimia sintetik yang dapat berfungsi
dan berperan seperti halnya hormon endogen, sehingga mampu menimbulkan
rangsangan dan pengaruh pada tumbuhan seperti layaknya fitohormon
alami. Disisi lain zat pengatur tumbuh dapat berfungsi sebagai prekursor,
yaitu senyawa yang dapat mendahului laju senyawa lain dalam proses
metabolisme, dan merupakan bagian dari proses genetik tumbuhan itu
sendiri. ZPT banyak digunakan terutama untuk meningkatkan kualitas serta
kuantitas hasil produksi pada tanaman (Aisyah, 2016).
Seringkali ZPT yang secara alami ada dalam tanaman berada di bawah
optimal, sehingga dibutuhkan sumber dari luar untuk menghasilkan respon yang
maksimal. ZPT dapat menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan
morfologis, salah satunya adalah giberelin/ asam giberalat (GA). GA, khususnya
GA3 dilaporkan banyak digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil
produktivitas tanaman. ZPT mempengaruhi sinteisi protein dan aktivitas enzim,
sehingga nantinya diharapkan dapat memacu kerja enzim dalam metabolisme
tanaman dan meningkatkan biosintesis metabolit sekunder (Isrianto, 2017).
Gibberelin sebagai salah satu hormon tumbuh pada tanaman, berperan
dalam pembungaan. Umumnya giberelin tinggi menyebabkan tanaman terhambat
berbunga, sebaliknya tenaman terinduksi berbunga apabila kandungan
giberelinnya menurun. Namun, hal tersebut tidak berlaku umum untuk semua
tanaman karena pada berbagai tanaman pembungaanya justru memerlukan
kandungan giberelin tinggi (Kirana, 2018).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Plantation Nursery, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin Makassar. Pembersihan lahan dan pembuatan bedengan
dilakukan pada hari Sabtu, 5 Maret 2022, pukul 07.30 – Selesai. Penanaman
kelapadan pemberian perlakuan dilakukan pada hari Sabtu, 12 Maret 2022, pukul
07.30 – Selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul, gelas ukur,
sprayer, papan kelompok, papan perlakuan, papan ulangan dan ATK
Bahan yang digunakan yaitu bibit kelapa sebanyak 30 buah, POC, ZPT
alami berupa air kelapa, dan ZPT sintetik berupa giberilin.
3.3 Pelaksanaan
3.3.1 Persiapan Bibit Kelapa
Langkah yang harus dilakukan dalam persiapan bibit kelapa yaitu:
1. Mempersiapkan bibit kelapa yang telah matang dan telah jatuh dari pohon
dan sudah bertunas, dengan tinggi tunas sekitar 5-10 cm
2. Melakukan pemilihan bibit kelapa seragam dengan bibit kelapa lainnya.
3. Menyiapkan bedengan dengan panjang 250 cm dan lebar 80 cm.
4. Membuat lubang tanam untuk kelapa dan tanaman dengan jarak 20 x 40
cm usahakan penanaman hanya setengah dari bagian kelapa yang
terbenam ke tanah.
3.3.2 Persiapan Larutan POC
Adapun Langkah-langkah dalam persiapan pupuk organic cair (POC) yaitu
sebagai berikut:
1. Memilih dan mempersiapkan jenis pupuk organic cair (POC) yang tepat
dan sesuai dengan kebutuhan.
2. Melakukan kalibrasi pada tiap tanaman yang membutuhkan larutan pupuk
organic cair dan diperoleh hasil 26 ml tiap tanaman.
3. Menghitung kebutuhan POC tiap tanaman berdasarkan referensi jurnal
yaitu 750 ml dan hasil kalibrasi yaitu 26 ml x 5 tanaman, sehingga
didapatkan (750 ml/26 ml) x 5 tanaman = 144,23 ml.
4. Mengukur larutan POC menggunakan gelas ukur dan dimasukkan ke
dalam sprayer.
1.3.3 Persiapan Larutan ZPT Alami
Langkah-langkah dalam persiapan zat pengatur tumbuh alami yaitu
sebagai berikut:
1. Memilih dan mempersiapkan jenis ZPT alami yang tepat dan sesuai
dengan kebutuhan.
2. Melakukan kalibrasi pada tiap tanaman yang membutuhkan larutan ZPT
alami dan diperoleh hasil 26 ml tiap tanaman.
3. Menghitung kebutuhan ZPT alami tiap tanaman berdasarkan referensi
jurnal yaitu 26 ml x 5 tanaman, sehingga di dapatkan 100% ZPT alami =
26 ml.
4. Mengukur larutan ZPT alami menggunakan gelas ukur dan kemudian
dimasukkan ke dalam sprayer.
1.3.4 Persiapan Larutan ZPT Sintetik
Langkah-langkah dalam persiapan zat pengatur tumbuh sintetik yaitu
sebagai berikut:
1. Memilih dan mempersiapkan jenis ZPT sintetik yang akan digunakan yang
tepat dan sesuai dengan kebutuhan.
2. Melakukan kalibrasi pada tiap tanaman yang membutuhkan larutan ZPT
sintetik dan diperoleh hasil 26 ml tiap tanaman.
3. Menghitung kebutuhan ZPT sintetik tiap tanaman berdasarkan referensi
jurnal yaitu 0,07 ml x 5 tanaman, sehingga didapatkan (0,07 ml/26 ml) x 5
tanaman = 0,15 ml.
5. Mengukur larutan ZPT sintetik menggunakan gelas ukur dan kemudian
dimasukkan ke dalam sprayer.
1.3.5 Pengaplikasian
1. Membuat larutan sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan dan
sesuai dengan kebutuhan tanaman
2. Memasukkan larutan tersebut ke dalam sprayer
3. Mengaplikasikan larutan ke seluruh permukaan daun bibit kelapa hingga
ke pangkal tunas kelapa.
4. Melakukan pengaplikasian sesuai perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali
selama praktikum kecuali ZPT sintetik dilakukan sebanyak 1 kali.
5. Untuk mengukur efektivitas dari tiap perlakuan, dilakukan pengukuran
awal sebagai data awal dan akan di ukur perkembangannya tiap minggu
sekali.
1.3.6 Pemeliharaan
1. Pemeliharaan dalam praktikum ini dilakukan dengan cara menyiram tanam
tiap pagi dan sore jika kemarau dan 1 kali saja jika musim hujan.
2. Membersihkan gulma-gulma sekitar bedengan atau material lain yang
dapat menghambat pertumbuhan tanaman.
3. Tetap waspada dan memberi beberapa perlakuan agar terhindar dari
gangguan-gangguan eksternal yang tidak terduga seperti gangguan sapi,
kambing dan lain sebagainya.
3.4 Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan yang diamati adalah sebagai berikut:
1. Panjang Tunas (cm)
2. Jumlah Tunas (helai)
3. Lingkar Batang Tunas (mm)
4. Luas daun
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan kelapa yang telah dilakukan, maka diperoleh
hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Sidik Ragam Tinggi Tanaman Kelapa
F. TABEL
SK DB JK KT F. HIT Ket
0,01 0,05
Kelompok 4 988,74 247,18 5,35 4,43 2,87 **
Perlakuan 5 317,20 63,44 1,37 4,10 2,71 tn
Galat 20 923,91 46,20
Total 29 2229,85
KK 22%
Sumber : Data primer setelah diolah, 2022

Tabel 2. Hasil Sidik Ragam Jumlah Daun


F. TABEL
SK DB JK KT F. HIT
0,05 0,01 Ket
Kelompok 4 10,133 2,533 6,441 2,866 4,431 **
Perlakuan 5 0,967 0,193 0,492 2,545 3,725 tn
Galat 20 7,867 0,393
Total 29 18,967
KK 19%
Sumber : Data primer setelah diolah, 2022

Tabel 3. Hasil Sidik Ragam Lingkar Batang Tunas


F. TABEL
SK DB JK KT F. HIT Ket
0,05 0,01
Kelompok 4 42,49765 10,62441 14,23692 2,866081 4,43069 **
Perlakuan 5 2,769097 0,553819 0,742129 2,71089 3,725399 tn
Galat 20 14,92515 0,746258
Total 29 60,1919
KK 12%
Sumber : Data primer setelah diolah, 2022
Tabel 4. Hasil Sidik Ragam Luas Daun
F. TABEL
SK DB JK KT F. HIT Ket
0,05 0,01
Kelompok 4 134677,455 33669,36 0,81 2,87 4,43 tn
Perlakuan 5 417879,619 83575,92 2,01 2,55 3,73 tn
Galat 20 832881,813 41644,09
Total 29 1385438,89
KK 30%
Sumber : Data primer setelah diolah, 2022

4.2 Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil pada
tabel 1, 2, 3, dan 4 bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap semua
parameter pengamatan. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh beberapa
faktor lingkungan yang menghambat salah satunya pada saat pengamatan
praktikum ada beberapa sampel yang di makan oleh hewan ternak sehingga
sampel yang digunakan berkurang, dan juga curah hujan yang tidak teratur selama
praktikum dilakukan. Hal ini didukung oleh pendapat Rahayu & Riendriasari
(2016), menyatakan bahwa Kelembaban berpengaruh terhadap laju penguapan
atau transpirasi. Jika kelembaban tinggi, laju transpirasi rendah sehingga
penyerapan zat-zat nutrisi juga rendah. Hal ini akan mengurangi ketersediaan
nutrisi untuk pertumbuhan tanaman sehingga pertumbuhannya juga akan
terhambat.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui juga bahwa perlakuan
tidak memberikan pengaruh nyata karena adanya faktor konsentrasi dari perlakuan
karena adanya beberapa perlakuan dosis yang berbeda dari ketiga taraf perlakuan
hal ini dapat disebabkan oleh dosis yang terlalu rendah ataupun dosis yang terlalu
tinggi sehingga belum mampu memacu pertumbuhan tanaman. Hal ini sejalan
dengan pendapat Aristya & Prajitno (2013), yang menyatakan bahwa pemberian
zat pengatur tumbuh alami dan zat pengatur tumbuh buatan dengan konsentrasi
rendah menyebabkan tanaman terhambat bertumbuhannya sedangkan pemberian
dengan konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan tanaman sters, layu bahkan
tanaman mati.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Untuk meningkatkan produksi dalam rangka memenuhi konsumsi dalam
negeri maupun untuk tujuan ekspor telah dilakukan melalui usaha peremajaan,
ekstensifikasi dan intensifikasi. Intensifikasi pada tanaman kelapa dilakukan
melalaui penerapan teknologi seperti, pemakaian pupuk yang tepat, perbaikan
pengolahan tanah, pengendalian hama dan penyakit, pengairan, perbaikan cara
pemetikan hasil. Pemberian zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan tidak
memberikan pengaruh terhadap semua parameter pengamatan disebabkan karena
rendahnya konsentrasi yang diberikan sehingga zat pengatur tumbuh belum
mampu memacu pertumbuhan kelapa.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan pengaplikasian perlakuan dan pengukuran agar
lebih teliti dalam pengambilan data.
DAFTAR PUSTAKA
Aristya, V. E., & Prajitno, D. (2013). Kajian Aspek Budidaya Dan Identifikasi
Keragaman Morfologi Tanaman Kelapa (Cocos Nucifera L.) Di Kabupaten
Kebumen. Vegetalika, 2(1), 101-115.
Ariyanti, M., Suherman, C., Maxiselly, Y., & Rosniawaty, S. (2018).
Pertumbuhan Tanaman Kelapa (Cocos Nucifera L.) Dengan Pemberian Air
Kelapa. Jurnal Hutan Pulau-Pulau Kecil, 2(2), 201-212.
Astrini, N. K. T., Sarjana, I. M., & Putra, I. G. S. A. (2018). Upaya Pemberdayaan
Petani Kelapa (Cocos Nucifera) Di Desa Pesaban, Kecamatan Rendang,
Kabupaten Karangasem. E-Jurnal Agribisnis Dan Agrowisata, 7(3), 444-
454.
Damanik, S. (2017). Strategi Pengembangan Agribisnis Kelapa (Cocos Nucifera)
Untuk Meningkatkan Pendapatan Petani Di Kabupaten Indragiri Hilir,
Riau. Perspektif, 6(2), 94-104.
Emilda, E. (2020). Potenssi Bahan-Bahan Hayati Sebagai Sumber Zat Pengatur
Tumbuh (Zpt) Alami. Jurnal Agroristek, 3(2), 64-72.
Irmadamayanti, A., Muchtar, M., Risna, R., Erwin, E., Syafruddin, S., & Padang,
I. S. (2020). Pengaruh Aplikasi Pupuk Cair Terhadap Pertumbuhan Bibit
Kelapa Dalam Varietas Buol St-1. Jurnal Envisoil, 2(1), 28-35.
Lay, A., & Pasang, P. M. (2012). Strategi Dan Implementasi Pengembangan
Produk Kelapa Masa Depan. Prosfektif. Prosfektif, 11(1), 1-22.
Mardiatmoko, G., & Ariyanti, M. (2018). Produksi Tanaman Kelapa (Cocos
Nucifera L.). Ambon: Badan Penerbit Fakultas Pertanian Universitas
Pattimura.
Putra, B. W. R. I. H., & Ratnawati, R. (2019). Pembuatan Pupuk Organik Cair
Dari Limbah Buah Dengan Penambahan Bioaktivator Em4. Jurnal Sains &
Teknologi Lingkungan, 11(1), 44-56.
Rahayu, A. A. D., & Riendriasari, S. D. (2016). Pengaruh Beberapa Jenis Zat
Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Stek Batang Bidara Laut
(Strychnos Ligustrina Bl). Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan, 4(1), 25-31.
Rajiman. (2018). Peran Keanekaragaman Hayati Untuk Mendukung Indonesia
Sebagai Lumbung Pangan Dunia. In Seminar Nasional Dalam Rangka Dies
Nattalis Uns Ke, 2(1).
Raksun, A. (2014). Aplikasi Pupuk Organik Cair Untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Kedelai (Glycine Max L.). Jurnal Biologi Tropis, 14(1).
Rukmana, R., & Yudirachman, H. 2016. Untung Berlipat Dari Budi Daya Kelapa.
Yogyakarta: Lily Publisher.
Suratinojo, S. P., Supit, J., Kamagi, Y., & Sinolungan, M. (2013). Potensi Lahan
Untuk Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L) Di Kecamatan Wori Kabupaten
Minahasa Utara. In COCOS. 2 (4).
Tustiyani, I. (2017). Pengaruh pemberian berbagai zat pengatur tumbuh alami
terhadap pertumbuhan stek kopi. Jurnal Pertanian, 8(1), 46-50.
Vaulina, S., Khairizal, K., & Wahyudy, H. A. (2018). Efisiensi Produksi
USAhatani Kelapa Dalam (Cocos Nucifera Linn) Di Kecamatan Gaung
Anak Serka Kabupaten Indragiri Hilir. Jurnal Agribisnis Indonesia (Journal
of Indonesian Agribusiness), 6(1), 61-72.
Warintan, S. E., Purwanigsih, P., & Tethool, A. (2021). Pupuk Organik Cair
Berbahan Dasar Limbah Ternak untuk Tanaman Sayuran. Dinamisia:
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(6), 1465-1471.
Warohmah, M., Karyanto, K., & Rugayah, R. (2018). Pengaruh Pemberian Dua
Jenis Zat Pengatur Tumbuh Alami Terhadap Pertumbuhan Seedling
Manggis (Garcinia mangostana L.). Agrotek Tropika, 6(1), 15-20.
LAMPIRAN
1. Lampiran Perhitungan
1. Tinggi tunas tanaman kelapa
ULANGAN
Perlakuan TOTAL RATAAN
I II III IV V
P0 34.3 36.6 19.9 34.4 24.00 149.3 29.854
P1 42.6 57.5 18.3 40.6 23.38 182.4 36.47
P2 30.0 30.8 16.6 29.7 25.38 132.5 26.506
P3 34.9 28.1 22.0 37.1 33.13 155.2 31.046
P4 38.5 40.1 32.9 28.4 33.25 173.2 34.638
P5 43.2 23.4 24.0 36.6 25.25 152.4 30.482
TOTAL 223.57 216.49 133.7 206.83 164.39 944.98 31.49933

2. Data pengukuran jumlah daun tanaman kelapa


KELOMPOK
Perlakuan TOTAL RATAAN
I II III IV V
P0 4 4 3 4 3 18 3.6
P1 5 4 2 4 2 17 3.4
P2 4 3 3 4 3 17 3.4
P3 3 3 3 4 2 15 3
P4 4 3 4 3 3 17 3.4
P5 4 3 3 5 2 17 3.4
TOTAL 24 20 18 24 15 101 3.37

3. Data pengukuran lingkar batang tunas tanaman kelapa


KELOMPOK
TOTAL RATAAN
I II III IV V
501.4 895.5 270.4 518.5 175.4 2361.2 472.24
664.1 423.2 807.8 391.2 497.3 2783.6 556.72
651.8 841.4 796.1 688.6 667.6 3645.5 729.1
580.7 767.5 852.8 582.5 686.4 3469.9 693.98
736.1 776.6 892.4 632.5 831.8 3869.4 773.88
870.6 545.3 839.9 465.7 1276.2 3997.7 799.54
4004.7 4249.5 4459.4 3279 4134.7 20127.3 670.91
4. Data pengukuran luas daun
KELOMPOK
Perlakuan TOTAL RATAAN
I II III IV V
P0 7.14 9 5.76 6.74 4.64 33.28 6.656
P1 7.04 8.73 5.35 7.75 4.98 33.85 6.77
P2 7.89 7.84 7.38 7.34 5.5 35.95 7.19
P3 7.44 8 5.46 8.24 4.5 33.64 6.728
P4 7.7 8.18 8.35 7.5 5.6 37.33 7.466
P5 7.93 6.5 6.68 8.9 3.43 33.44 6.688
TOTAL 45.14 48.25 38.98 46.47 28.65 207.49 6.916333

2. Lampiran Pengukuran Luas Daun


1. Luas Daun P0 2. Luas Daun P1

3. Luas Daun P2 4. Luas Daun P4


Luas Daun P5

3. Lampiran Gambar

Gambar 1. Melakuan pembersihan Gambar 2. Membuat bedengan dengan


lahan menggunakan cangkul, sabit ukuran 250 cm x 80 cm.

Gambar 3. Menanam bibit kelapa Gambar 4. Melakukan penyemprotan


pada bedengan yang telah dibuat kalibrasi air.
Gambar 4. Melakukan perlakuan ZPT Gambar 6. Melakukan parameter
Alami dan ZPT Sintetik. pegamatan tinggi tunas, lingkar batang
tunas, jumlah daun, dan luas daun.

Anda mungkin juga menyukai