PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, salah
satunya sektor pertanian yang memperoleh perhatian yang besar karena keadaan
alam dan letak geografis Indonesia yang cocok untuk dijadikan daerah pertanian.
peranan penting dari keseluruhan perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat
dari banyaknya jumlah penduduk atau tenaga kerja yang bergerak di sektor
sumbangan besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik
pembangunan perekonomian industri selain dari minyak dan gas bumi yang
perkebunan yang pada saat ini menjadi primadona adalah kelapa sawit. Produk
1
tinggi dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak yang lainnya seperti
mempunyai keunggulan lain yakni memiliki banyak produk turunan. Kelapa sawit
krim, mie instan, detergen, sabun, sampo, kosmetika, lilin, biodisel dan lain-
lainnya (Pahan, 2013). Minyak kelapa sawit juga banyak digunakan untuk
pendapatan bagi petani kelapa sawit, selain itu juga dapat menyerap tenaga kerja.
petani kelapa sawit, sumber lapangan kerja dan sumber devisa negara, juga
16.475.301 per ha per tahun dengan tingkat harga rata-rata 1.139/kg Tandan Buah
Segar (TBS). Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan
petani kelapa sawit per bulan adalah Rp. 1.372.941,75 per hektar. Selain itu,
banyak petani yang berpresepsi bahwa kegiatan usaha kelapa sawit banyak
digemari oleh petani karena pemasaran yang mudah, keperluan sarana produksi
2
yang mudah, harga jual dan pendapatan petani yang tinggi (Siradjuddin, 2015).
pendapatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor ini ada yang masih
dapat diubah dalam batas-batas kemampuan petani atau tidak dapat diubah sama
sekali. Faktor yang tidak dapat diubah adalah iklim, jenis tanah dan umur
tanaman, semakin tua umur tanaman maka semakin sedikit buah tandan yang
dikeluarkan. Ada juga faktor yang mempengaruhi pendapatan dan dapat dilakukan
masa produktif.
Moutong dan Morowali Utara dengan luas lahan dan produksi yang cukup besar.
Kecamatan yakni Bungku Barat, Bungku Barat, Bumi Raya dan Witaponda. Pada
3
seluas 11.348,08 Ha. Sedangkan di Bumi Raya seluas 5.289,64 Ha. Untuk di
satu dari 66 kabupaten di Indonesia yang menjadi target peremajaan kelapa sawit
Witaponda, Bumi Raya dan Bungku Barat dengan 151 kelompok tani di 22 Desa.
bahwa permasalahan yang dihadapi oleh petani sawit adalah masalah perawatan
kelapa sawit, di mana perawatan tanaman kelapa sawit sangat diperlukan untuk
memuaskan. Petani masih kurang dalam perawatan tanaman kelapa sawit, di mana
jadwal pemupukan, jumlah pupuk, jenis pupuk, serta penyemprotan hama secara
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
4
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi petani kelapa sawit,
dalam peningkatan usaha sehingga dapat menambah pendapatan yang lebih baik.
Bagi penulis, sebagai wahana bagi peneliti dalam penerapan ilmu pengetahuan
yang dimiliki dengan kenyataan yang ada dilapangan khususnya petani kelapa
sawit.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perkebunan
usaha budidaya tanaman perkebunan yang diusahakan tidak di atas lahan HGU.
Perkebunan rakyat di usahakan oleh petani kecil atau masyarakat biasa sebagai
mata pencahariannya.
yang mempunyai jumlah pohon yang dipelihara lebih dari batas minimum usaha
perkebunan rakyat yang diselenggarakan atas dasar hobi atau belum diusahakan
secara komersial dan mempunyai jumlah pohon lebih kecil dari BMU (Novita,
2013).
6
pengangguran dan kemiskinan di Pedesaan (Wigena et al., 2009). Produktivitas
yang relatif rendah tersebut masih jauh di bawah produksi optimal yang bisa
permasalahan umum. Produksi Crude Palm Oil (CPO) perkebunan sawit rakyat
hanya 2,5 ton/ha/tahun dan minyak inti sawit (PKO) 0,33 ton/ha/tahun. Sementara
itu, pada perkebunan negara dan swasta rata-rata produksi CPO mencapai 3,48-
4,82 ton/ha/tahun dan PKO 0,57-0,91ton/ha/tahun (Kiswanto et al., 2008). Hal itu
Petani kecil (rakyat) sering dianggap sebagai suatu titik kelemahan dalam
Domestik Bruto (PDB) dari perkebunan rakyat lebih tinggi dari perkebunan besar,
dan 3) Perkebunan rakyat jauh lebih luas dari perkebunan besar kecuali untuk
kelapa sawit Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat, Perkebunan
perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat memilki luas lahan yang
7
terbatas, yaitu 1-10 HA. Dengan luas lahan tersebut, tentunya menghasilkan
produksi TBS yang terbatas pula sehingga penjualannya sulit dilakukan apabila
diatas tanah milik sendiri atau tanah milik komunitas/ulayat. Dalam hal penentuan
luas, didasarkan pada kebutuhan ekonomi rumah tangga dan sistem pembangunan
Kelapa sawit adalah salah satu tanaman penghasil minyak terbesar di dunia
dan secara luas dibudidayakan di daerah tropis seperti Malaysia, Nigeria, Ivory
Coast, Columbia dan Thailand (Chaum et al, 2010). Kelapa sawit dapat tumbuh
pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial, atau regosol,
tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman atau pH
yang optimum untuk sawit adalah 5,0 – 5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah
yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan memiliki lapisan solum cukup
dalam (80cm) tanda lapisan padas. Kemiringan lahan pertanaman kelapa sawit
sebaiknya tidak lebih dari 150. Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa
sawit 5-7 jam/hari. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan 1500-4000mm,
temperatur 24-280C. Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara 1-500 dpl.
Kelembaban optimum sekitar 80-90% dan kecepatan angin berada pada 5-6
8
produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun
Raya Bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan
tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911. Perintis usaha
kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas
Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan sawit maju pesat sampai bisa
perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada
sehingga produksi minyak sawit pun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton
pada tahun 1948-1949, padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000
9
(Buruh Militer) yang merupakan kerjasama antara buruh perkebunan dan militer.
keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit
pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan
mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan
rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program
Luas areal tanaman kelapa sawit terus berkembang dengan pesat di Indonesia.
minyak sawit (CPO) indonesia antara lain ke Belanda, India, Cina, Malaysia dan
Jerman, sedangkan untuk produk minyak inti sawit (PKO) lebih banyak diekspor
(2006), dengan produksi 37,1 juta ton dari buah kelapa sawit dan lebih dari 4,3
juta ton dari kernel minyak kelapa sawit. Sebagai saingannya 35,3 juta ton adalah
minyak kedele (Glycine max (L)Merr pada posisi kedua (Chochard et al.,2009).
cepat. Saat dikembangkan pada akhir tahun 60-an luas perkebunan sawit hanya
10
sekitar 100 ribuan hektar, kemudian pada tahun 2013 telah melonjak menjadi
sekitar 9,2 juta hektar. Luas kebun sawit terus meningkat, tidak hanya akibat
pembukaan baru oleh perkebunan besar tetapi juga konversi lahan pangan yang
spektakuler ini telah menjadikan Indonesia sebagai penghasil sawit nomor satu di
dunia dan mencatatkan nilai ekspor nomor dua setelah minyak bumi. Dari seluas
itu, sekitar 41 persen merupakan kebun yang dimiliki rakyat dan lebih dari
Dibandingkan dengan pertanian yang lebih intesif modal dan tenaga kerja
memang sedikit lebih rendah, tetapi karena luas usaha tani secara rata-rata jauh
lebih kecil (di Jawa 0.25 Ha), maka secara umum petani kebun lebih tinggi
dalam pola PIR dengan luas usaha 2 Ha mencapai Rp 3-4 juta/bulan dan karet
dengan luasan yang sama mencapai Rp 1.5-2 juta/bulan. Sementara petani yang
tinggi sangat ditentukan oleh kondisi pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Hasil
perkebunan tidak hanya bergantung pada latar belakang genetik tetapi juga faktor
11
Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup
Pada kondisi langit cerah di daerah zona katulistiwa, intensitas cahaya matahari
pada bulan Juli dan Desember, sedangkan 1.540 terjadi pada bulan Maret dan
pada daerah 10o LU – intensitas cahaya akan turun dan berkisar 1.218-1.500
J/cm2/hari. Intensitas 1.218 terjadi pada bulan Desember, sedangkan 1.500 terjadi
kecocokan potensi sumber daya lahan yang meliputi faktor iklim, tanah dan
lahan merupakan dasar dalam penentuan layak tidaknya suatu areal untuk
perkebunan kelapa sawit dan tinggi atau rendahnya intensitas faktor penentu suatu
areal. Kelas kesesuaian lahan (KKL) ditetapkan berdasarkan jumlah dan intensitas
faktor pembatasnya.
3.1. Akar
Susunan akar terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam
tanah dan horisontal kesamping. Serabut primer ini akan bercabang menjadi akar
sekunder ke atas dan ke bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang
lagi menjadi akar tersier, dan begitu seterusnya, sehingga pertumbuhan akar ke
12
Akar primer umumnya berdiameter sekitar 6-10 mm, sedangkan akar
sekunder berdiameter sekitar 2-4 mm. Akar sekunder bercabang membentuk akar
tersier yang berdiameter 0.7-1.5 mm dan bercabang lagi membentuk akar kuartier.
Akar kuartier panjangnya hanya 1-4 mm dengan diameter 0,1-0,3 mm. Akar
kuartier ini diasumsikan sebagai akar absorpsi utama. Dari akar tersier juga ada
Akar tersier dan kuartier memiliki jumlah yang sangat banyak dan
membentuk masa yang sangat lebat dekat permukaan tanah. Tanaman kelapa
sawit tidak memiliki rambut (bulu) akar, sehingga diperkirakan penyerapan unsur
3.2. Batang
yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia. Batang tanaman kelapa sawit
berfungsi sebagai struktur pendukung tajuk (daun, bunga, dan buah). Kemudian
fungsi lainnya adalah sebagai sistem pembuluh yang mengangkut unsur hara dan
sekitar 35-75 cm/tahun sesuai dengan keadaan lingkungan jika mendukung. Umur
3.3. Daun
Daun merupakan pusat produksi energi dan bahan makanan bagi tanaman.
Bentuk daun, jumlah daun dan susunannya sangat berpengaruhi terhadap tangkap
13
sinar matahari (Vidanarko, 2011). Daun-daun kelapa sawit disanggah oleh
pelepah yang panjangnya kurang lebih 9 meter. Jumlah anak daun di setiap
pelepah sekitar 250-300 helai sesuai dengan jenis tanaman kelapa sawit. Daun
muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Duduk pelepah daun pada
batang tersusun dalam satu susunan yang melingkari batang dan membentuk
spiral. Pohon kelapa sawit yang normal biasanya memiliki sekitar 40-50 pelepah
daun. Pertumbuhan pelepah daun pada tanaman muda yang berumur 5-6 tahun
mencapai 30-40 helai, sedangkan pada tanaman yang lebih tua antara 20-25 helai.
Semakin pendek pelepah daun maka semakin banyak populasi kelapa sawit yang
dapat ditanam persatuan luas sehingga semakin tinggi prokdutivitas hasilnya per
3.4. Bunga
Tanaman kelapa sawit akan mulai berbunga pada umur sekitar 12-14
bulan. Bunga tanaman kelapa sawit termasuk monocious yang berarti bunga
jantan dan betina terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada tandan yang sama.
Tanaman kelapa sawit dapat menyerbuk silang ataupun menyerbuk sendiri karena
memiliki daun jantan dan betina. Biasanya bunganya muncul dari ketiak daun.
14
Tanaman kelapa sawit yang berumur 2-3 tahun sudah mulai dewasa dan
mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk
matang kurang lebih 6 bulan. Dalam 1 tandan terdapat lebih dari 2000 buah
(Risza, 1994). Biasanya buah ini yang digunakan untuk diolah menjadi minyak
nabati yang digunakan oleh manusia. Buah sawit (Elaeis guineensis) adalah
sumber dari kedua minyak sawit (diekstraksi dari buah kelapa) dan minyak inti
kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak.
Tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Arang aktif
dapat dibuat dengan melalui proses karbonisasi pada suhu 550ºC selama kurang
lebih tiga jam. Karakteristik arang aktif yang dihasilkan melalui proses tersebut
memenuhi Standar Industri Indonesia (SII), kecuali kadar abu. Tingkat keaktifan
arang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari daya serap iodnya sebesar 28,9%
(Kurniati, 2008).
Setiap jenis kelapa sawit biasanya memiliki ukuran dan bobot biji yang
berbeda. Jenis biji dura panjangnya sekitar 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4
gram, sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13
gram per biji, dan biji tenera afrika rata-rata memiliki bobot 2 gram per biji. Biji
15
Perkecambahannya dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan keberhasilan
sekitar 50%. Agar perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat dan tingkat
3.6. Kecambah
Lembaga (embrio) yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua
arah. Arah tegak lurus ke atas mengikuti cahaya (fototropi), disebut plumula yang
selanjutnya akan menjadi batang dan daun. Arah tegak lurus ke bawah mengikuti
arah gravitasi (geotropi) disebut radikula yang selanjutnya akan menjadi akar.
Plumula tidak keluar sebelum radikula tumbuh sekitar 1 cm. Akar-akar adventif
kelapa sawit memerlukan waktu tiga bulan untuk memantapkan dirinya sebagai
dalam tanah.
Bahan tanaman atau bibit kelapa sawit dihasilkan oleh lembaga resmi yang
bahan tanaman dalam bentuk benih kecambah dari biji. Setiap pembelian benih
harus hati-hati karena banyak beredar benih yang palsu. Pembelian benih dari
16
3.7. Pupuk
Pupuk adalah zat atau bahan makanan yang diberikan kepada tanaman
dengan maksud agar zat tersebut dapat diserap oleh tanaman. Pupuk merupakan
zat yang berisi satu atau lebih nutrisi yang digunakan untuk mengembalikan
unsur-unsur yang habis terhisap tanaman dari tanah. Dalam pemberian pupuk
harus dengan dosis yang tepat serta waktu yang tepat pula agar keseimbangan zat
pertanian.
mempunyai perbedaan sangat berbeda tergantung pada jumlah hara yang tersedia,
adanya proses fiksasi dan mobilisasi, serta kemudahan hara tersedia (secara kimia)
(2005), ilmu usaha tani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari
bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha
pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Dikatakan efektif apabila petani atau
17
sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut
Tanaman kelapa sawit yang setiap harinya membutuhkan 4 liter air untuk tumbuh
dengan baik, dapat diolah menjadi sumber energi alternatif seperti biofuel. Selain
itu, kelapa sawit mempunyai banyak kegunaan lain yaitu sebagai bahan kosmetik,
bahan makanan seperti mentega, minyak goreng dan biskuit. Kelapa sawit juga
merupakan bahan baku sabun dan deterjen. Permintaan akan tanaman ini,
diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2030 dan tiga kali lipat
Sistem agribisnis kelapa sawit terdiri atas empat subsistem agribisnis yang
perkebunan kelapa sawit seperti benih, pupuk, pestisida, alat-alat dan mesin
satu indikator kemajuan ekonomi agribisnis yang penting. Hal ini dapat
hulu dengan usaha perkebunan bukan hanya secara ekonomi, tetapi terutama dari
(Tarigan, 2011).
18
Kedua, subsistem usaha perkebunan kelapa sawit (on-farm agribusiness)
sawit. Keberhasilan suatu usaha tani kelapa sawit ditentukan oleh faktor yang
beberapa faktor yang erat pengaruhnya antara lain: pembibitan, pembukaan lahan,
(down stream agribusiness) yang mengolah minyak sawit (CPO) menjadi produk-
produk setengah jadi (semi finish) maupun produk jadi (finish product) seperti
oleokimia dan produk turunan serta produk-produk berbahan baku kelapa sawit.
Pola pemasaran kelapa sawit dilihat dari pengusahaannya dapat dibagi menjadi
tiga macam, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara (PBN), dan
Perkebunan Besar Swasta (PBS). Perkebunan kelapa sawit yang dikelolah oleh
rakyat yang memiliki luas lahan terbatas yaitu 1-10 Ha, tentunya menghasilkan
produksi TBS yang terbatas pula sehingga penjualannya sulit dilakukan. Oleh
karena itu, para petani harus menjual TBS melalui pedagang tingkat desa yang
dekat dengan lokasi kebun atau melalui KUD, kemudian berlanjut ke pedagang
19
pemasaran produk kelapa sawit dilakukan oleh masing-masing perusahaan
(Suwarto, 2010).
agribisnis kelapa sawit mulai dari hulu sampai ke hilir, diperlukan beragam
kegiatan oleh sektor pemerintah maupun sektor swasta. Pada Agribisnis hulu, jasa
pengujian mutu pupuk dan pestisida dan lain-lain. Pada on-farm, jasa yang
pada agribisnis hilir, jasa pengembangan teknologi produk, teknologi proses dan
1. Cara memperhitungkan keadaan keuangan usaha tani dan petani pada suatu
waktu.
2. Cara memperhitungkan biaya dan pendapatan usaha tani selama satu tahun.
20
3. Cara memperhitungkan hubungan antara biaya dan pendapatan usaha tani
Biaya adalah sejumlah nilai uang yang dikeluarkan oleh produsen atau
akhir yang biasa disebut dengan produksi atau output. Dalam usaha tani dikenal
dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya tidak
tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya yang dibayarkan adalah biaya yang
dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk
juga termasuk biaya untuk iuran pemakaian air dan irigasi, dan lain sebagainya
(Daniel, 2002).
1. Biaya tetap (fixed costs) adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam
satu masa produksi seperti pajak tanah, pajak air,penyusutan alat dan
2. Biaya variabel atau biaya-biaya berubah (variable cost) adalah biaya yang
besar kecilnya sangat tergantung pada skala produksi seperti pupuk, bibit,
obat hama dan penyakit, benih, biaya panen dan sewa tanah.
3. Biaya tunai yaitu biaya yang secara langsung dikeluarkan dalam bentuk uang,
biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa pajak tanah dan air, sedangkan untuk
21
biaya variabel antara lain untuk biaya pemakaian benih, pupuk, obat-obatan
4. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) meliputi: biaya tetap, biaya untuk tenaga
meliputi:
1. Biaya alat-alat luar, adalah semua pengorbanan yang diberikan dalam usaha
tani untuk memperoleh pendapatan kotor kecuali bunga seluruh aktiva yang
dipergunakan dan biaya untuk kegiatan si pengusaha dan upah tenaga kerja
keluarga sendiri.
2. Biaya mengusahakan adalah biaya alat-alat dari luar ditambah dengan upah
aktiva yang dipergunakan di dalam usaha tani. Biaya yang dikeluarkan oleh
petani terdiri dari biaya tetap (fixed Cost) dan biaya tidak tetap (variable
cost).
Biaya tetap dalam usaha tani ini meliputi biaya penyusutan peralatan, sewa
lahan, dan iuran KP3A. Adapun biaya variabel yang dibutuhkan selama ber usaha
tani dalam 1 (satu) kali musim tanam adalah biaya benih, pupuk, pestisida dan
22
2.2. Penerimaan usaha tani
Penerimaan usaha tani adalah keseluruhan nilai hasil yang diperoleh dari
semua cabang usaha tani dan sumber dalam usaha tani yang dapat diperhitungkan
1. Jumlah uang yang diterima dari hasil penjualan dengan mengingat akan
rumah tangga dan keperluan pribadi dari petani dan kepada usaha-usaha yang
4. Nilai dari bahan-bahan yang dihasilkan dalam usaha tani yang diperlukan lagi
6. Hasil sewa alat-alat dan upah tenaga keluarga dari pihak-pihak lain.
1. Nilai dari produk yang dikonsumsi sendiri oleh petani dan keluarganya
2. Nilai dari keseluruhan produksi usaha tani yang dijual baik dari hasil
23
3. Kenaikan nilai inventaris, nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani
akan berubah-ubah setiap tahunnya. Karena ada perbedaan nilai pada awal
Pendapatan adalah seluruh penerimaan berupa uang, baik dari pihak lain
maupun dari hasil sendiri yang dinilai atas sejumlah uang atas dasar harga yang
keuntungan (K) adalah selisih antara penerimaan total (PrT) dan biaya-biaya (B).
usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih
Menurut Nicholson (2002), pendapatan usaha ada dua yaitu pendapatan total dan
(total revenue) dengan biaya total (total cost). Pendapatan tunai dihitung dari
pendapatan usaha tani adalah merupakan tabungan dan juga sebagai sumber dana
pendapatan usaha tani dapat digunakan untuk menilai keberhasilan petani dalam
24
mengelola usaha taninya. Pendapatan usaha tani menurut Hastuti (2007:106)
“merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain
bersih”.
dengan mengurangi pendapatan kotor dengan biaya-biaya alat luar dan dengan
alat-alat luar ditambah upah tenaga kerja keluarga sendiri yang diperhitungkan
usaha tani. Hal ini dapat mencakup pendapatan dari kerajinan, pensiun,
penyediaan layanan, dan pemberian upah. Rata-rata persentase dari total nilai
produksi bersih dari berbagai pendapatan lebih dari 70 persen yang berasal dari
berasal dari kegiatan usaha tani setiap tahun. Ada lima sumber umum atau
3. Sisa hasil usaha (SHU) dari koperasi, kelompok tani dimana petani yang
25
4. Pendapatan non-uang yang berasal dari perubahan inventaris (stok ekstra
1) Areal pertanaman
2) Luas pertanaman
2) Indeks pertanaman
kerja, bahwa dari modal yang digunakan terhadap suatu usaha tani
adalah:
4) Indeks intensitas
26
3) Efisiensi usaha tani
diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Kalau efisiensi fisik ini
kemudian kita nilai dengan uang maka kita sampai pada efisiensi ekonomi.
Apabila hasil bersih usaha tani besar maka ini mencerminkan rasio yang baik dari
nilai hasil biaya. Makin tinggi rasio ini berarti usaha tani makin efisien. Efisiensi
ekonomis merupakan perbandingan antara hasil yang diperoleh dengan biaya yang
memperkecil biaya produksi per kesatuan (berat atau volume) produk dengan
maksud untuk memperoleh keuntungan optimal. Ada dua jalan yang dapat
4) Kontribusi Pendapatan
dari usaha tani terhadap pendapatan total rumah tangga petani dan dinyatakan
dalam persen (%). Dengan kontribusi berarti individu tersebut juga berusaha
meningkatkan efisisensi dan efektivitas hidupnya. Hal ini dilakukan dengan cara
agar lebih tepat sesuai dengan kompetensi. Kontribusi dapat diberikan dalam
27
berbagai bidang yaitu pemikiran, kepemimpinan, profesionalisme, finansial, dan
lainnya.
sehingga memberikan dampak yang kemudian dinilai dari aspek sosial dan aspek
ekonomi.
Kecamatan yang terpilih adalah Pangkalan Kuras, Ukui, Bandar Sei Kijang,
Pelalawan.
28
telah memenuhi kriteria tertentu, antara lain: 1) petani yang telah melakukan
konversi lahan kebun kelapa sawit; 2) petani yang telah melakukan kegiatan
usaha tani kelapa sawit yang telah menghasilkan TBS; dan 3) petani yang
umur tanaman kelapa sawitnya pada usia produksi optimum yaitu 5 sampai
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
29
2. Pendapatan kelapa sawit tertinggi di Kecamatan Ukui (Rp 23.750.347,-/Ha),
langsung (observasi) dan wawancara diisi langsung oleh peneliti sesuai dengan
hasil wawancara yang diperoleh dari responden. Kelapa sawit merupakan tanaman
yang paling produktif dengan produksi minyak per hektar yang paling tinggi dari
didapatkan dari hasil TBS yang dikalikan dengan harga jual. Hasil produksi
dipengaruhi engan luas lahan yang dimiliki. Penelitian ini dilakukan pada bulan
September 2013 sampai Oktober 2013 pada usaha tani luas lahan 4 hektar dan 2
hektar.
modal usaha tani luas lahan 2 hektar lebih tinggi dibandingkan usaha tani dengan
luas lahan 4 hektar sedangkan untuk biaya usaha tani dalam satuan hektar usaha
tani luas lahan 4 hektar lebih tinggi dibandingkan usaha tani luas lahan 2 hektar.
30
Kesimpulan yang dapat diambil adalah usaha tani luas lahan 4 hektar
mengurangi luas lahan menjadi 2 hektar untuk memperoleh pendapatan yang lebih
tinggi.
judul “Analisa Keuntungan dan Skala Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Gerbang
responden. Responden yang diselidiki yaitu semua petani kelapa sawit Gerbang
(Method of Ordinary Least Squares) dan diolah dengan program SPSS versi 16.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya pupuk NPK, biaya pupuk urea,
keuntungan usaha, sedangkan biaya timbang dan angkutan secara statistik tidak
31
F. Kerangka Konseptual
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
dari rumusan masalah penelitian sesuai dengan fakta yang akurat dan sistematis
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2019.
33
C. Populasi dan Sampel
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
petani yang memiliki luas lahan > 2 hektar dan umur tanam antara 5-25 tahun,
n : Sampel penelitian
dimana:
n=
34
= = 48,7 dibulatkan menjadi 49
1. Data Primer
petani kelapa sawit di Kecamatan Bungku Barat, dimana data diambil adalah
biaya, produksi, harga TBS kelapa sawit dan dan produksi TBS kelapa sawit.
2. Data Sekunder
dalam penelitian ini. Data sekunder ini mengenai Gambaran Umum Kecamatan
Bungku Barat dan data lainnya yang terkait dengan penelitian ini.
sebagai berikut:
Metode ini dilakukan dengan cara tanya jawab secara langsung kepada
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, penulis
35
melakukan wawancara langsung dengan petani Kelapa Sawit di Kecamatan
Bungku Barat.
2. Kuisioner
ajukan oleh peneliti kepada responden. Responden dalam penelitian ini adalah
sampai dengan 20 tahun atau umur tanam 5-25 tahun. Hal demikian dilakukan
karena tanaman kelapa sawit menghasilkan produk dan perawatan yang berbeda-
beda pada setiap umur tanaman. Dimana berbedanya umur tanaman maka akan
berbeda produksi yang didapatkan oleh petani kelapa sawit dan berbedanya
1. Total Biaya
yaitu:
TC = TFC + TVC
36
Keterangan: TC (Total Cost) = Biaya Total Produksi (Rp)
Biaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah biaya operasional tidak
2. Penerimaan Usaha
rumus:
TR = P x Q
3. Pendapatan Usaha
total biaya. Untuk melihat besarnya pendapatan usaha menggunakan rumus yaitu:
Π = TR – TC
4. R/C Ratio
37
Untuk mengetahui perbandingan antara total penerimaan (revenue) dan
total biaya produksi (cost) selama periode penelitian tidak termasuk biaya
R/C Ratio =
38
BAB IV
39
Tabel 1. Jumlah penduduk dan rumah tangga dalam Kecamatan
Bungku Barat Kabupaten Morowali
40
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
orang (12,24%).
41
b) Berdasarkan Umur Tanaman
42
c) Berdasarkan Luas Lahan
yang memiliki luas lahan terbanyak adalah pada luas lahan 2 hektar
pendapatan petani dari hasil usaha tani kelapa sawit, dimana panen
kelapa sawit akan lebih sedikit jika luas lahan petani kecil dan
2.
43
2. Kegiatan Pertanian Usaha Tani Kelapa Sawit
berumur 3-4 tahun, pada tahapan ini hasil panen masih sedikit karena
kebun kelapa sawit harus memanen semua buah pada tingkat kematangan
yang optimum, yaitu pada saat tandan buah segar (TBS) mengandung
minyak dan kernel tertinggi, memanen hanya buah yang matang dan
Teknik aplikasi, dosis, jenis pupuk dan lain-lain tergantung pada jenis
tenaga kerja yang tersedia, keadaan penutup tanah, dan analisa kadar hara
pada tanah, selain itu aplikasi pupuk ini tergantung pada pemilik
44
perkebunan kelapa sawit tersebut. Pada umumnya masyarakat di
jenis NPK, Urea, ZA dan SP36, dosis yang diaplikasikan beragam 0,5-1
peralatan produksi seperti, kereta sorong (lori), parang, dodos dengan lebar
10-12,5 cm dan egrek. Selain itu hal yang perlu diketahui dalam memanen
hasil kebun kelapa sawit haruslah pada saat kelapa sawit berumur 3 tahun :
0.6 ton/hk, 4 tahun : 0.8 ton/hk, 5 tahun : 1.2 ton/hk atau 1.5 ton/hk.
piringan sebagai tanda buah tersebut siap di panen, pelepah yang di tunas
Satu ancak terdiri dari 2-4 baris tanaman yang berdekatan tergantung pada
perapatan buah masak. Area panen harus di bagi menjadi 5-6 bagian
45
a. Ancak giring murni
b. ancak giring tetap
c. ancak tetap
Pada sistem ancak giring setiap pemanen melaksanakan panen pada ancak
panen yang ditetapkan setiap hari panen oleh mandor panen bagian areal
panen selalu berubah di sesuaikan dengan kerapatan panen dan kehadiran
tenaga kerja pemanen. Pada sistem ini apabla suatu ancak telah selesai di
panen pemanen pindah ke ancak berikutnya ancak berikutnya bersifat tetap
dan bersifat tdk tetap sehingga di kenal dengan sistem ancak giring murni
(tidak tetap) dan sistem giring tetap.
Dalam proses panen atau produksi kebun kelapa sawit di
Kecamatan Bungku Barat dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan,
seperti:
1. memotong tandan
2. mengambil/mendodos buah yang telah siap untuk dipanen
3. mengutip brondolan hasil dari rontokan panen
4. mengangkut hasil panen ke TPH (tempat pemungutan hasil)
3. Analisis Usaha Pertanian Kelapa Sawit
46
4. Jenis Biaya
proses produksi yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar
petani. Jenis biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha tani kelapa
sawit di kecamatan Bungku Barat terdiri dari beberapa jenis biaya. Biaya
tenaga kerja dan biaya pemeliharaan tanaman seperti pada tabel berikut :
47
Berdasarkan tabel 6 di atas , diketahui bahwa total biaya tenaga
kerja pada usaha tani kelapa sawit di bungku barat adalah biaya tenaga
kerja yang harus di keluarkan oleh setiap petani untuk melakukan jasa
jenis NPK, Urea, ZA dan SP36, dosis yang di aplikasikan beragam 0,5-1
pelepah daun, membantu dan memudahkan pada waktu panen agar proses
48
Keempat Piringan adalah kegiatan yang di lakukan dengan
membersihkan gulma yang terdapat di sekekling pohon kelapa sawit pada
radius kurang dari 1,5 m dari tanaman, Pemeliharaan piringan dilakukan
dengan rotasi 1—2 bulan sekali tergantung kebutuhan. Umumnya, pada
musim hujan rotasi pemeliharaan piringan dilakukan lebih rapat karena
pertumbuhan gulma akan lebih cepat dibandingkan musim kemarau. Dan
untuk biaya piringan petani mengeluarkan biaya Rp.1.500 sampai
Rp.2.500 dalam setiap batang atau pohon kelapa sawit.
Kelima Pemanenan adalah kegiatan yang terpenting, pada saat
tandan buah sawit telah matang harus mempunyai sedikitnya 1 brondolan
di pringan sebagai tanda buah tersebut siap untuk di panen untuk
pemanenan di lakukan 2 kali dalam 1 bulan dan petani mngeluarkan biaya
Rp.200 per kg. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada lampiran 3.
Tabel 7 Biaya Pemeliharaan Tanaman di Bungku Barat Kabupaten
Morowali Tahun 2019.
Biaya
Luas
Pupuk Obat
No Nama lahan Jumlah
(Rp) Hama
(Rp)
1. Abu Bakar 2 4.170.000 700.000 4.870.000
2. Raja Cutty 3 6.088.200 1.300.000 7.388.200
3. Ishak 4 7.784.000 840.000 8.624.000
4. Abdurrahman 5 9.730.000 1.950.000 11.680.000
5. Muhammad D 6 4.200.000 1.650.000 5.850.000
6. M Yusuf Suki 8 15.153.200 3.250.000 18.403.200
7. Dokri 9 17.514.000 2.600.000 20.114.000
8. H Hamzah 10 18.626.000 1.650.000 20.276.000
Sumber : Data diolah 2019
pupuk pada tahun 2019 petani kelapa sawit di kecamatan Bungku barat
49
menggunakan 4 jenis pupuk dengan harga yang bervariasi dalam setiap kg.
NPK Rp.6.500 sampai Rp.7.500 per kg, Urea Rp 2.700 sampai Rp.3.000
per kg, ZA Rp.2.500 per kg dan SP36 Rp.3.300 sampai Rp.3.500 per kg ,
batang di kali jumlah kilogram pupuk di kali jumlah rotasi dan petani
pestisida jenis Round Up. untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada
lampiran 5.
5. Produksi Petani
kelapa sawit dalam jangka waktu tertentu, Dimana volume kelapa sawit
buah kelapa sawit dalam setiap pohonya dan luas lahan pertanian, untuk
50
No Nama Luas Produksi Produksi Bersih
lahan (kg) (kg)
petani kelapa sawit disebut sebagai pendapatan kotor petani karena belum
dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk usaha tani
kelapa sawit. Untuk lebih jelasnya tentang produksi usaha tani kelapa
6. Pendapatan Petani.
pendapatan petani adalah hasil pengurangan antara total
luas lahan dan jumlah biaya per petani dari usaha tani kelapa sawit dapat
51
(Rp)
1. Abu Bakar 2 48.651.539 16.831.123 31.820.416
2. Raja Cutty 3 77.113.155 27.186.867 33.146.662
3. Ishak 4 92.475.842 32.005.333 60.470.509
4. Abdurrahman 5 122.142.735 42.516.793 79.625.942
5. Muhammad D 6 154.600.631 44.617.667 109.982.964
6. M Yusuf Suki 8 287.320.078 93.660.620 193.820.416
7. Dokri 9 207.233.301 87.807.500 119.425.801
8. H Hamzah 10 330.503.631 109.366.167 221.137.464
Sumber : Data diolah 2019
Penerimaan – Biaya
= Rp. 31.820.416 : 2 Ha
= Rp. 15.910.208
petani dalam menjalankan usaha tani kelapa sawit yang diusahakan selama
7. R/C Ratio
rumus Return Cost Ratio (R/C) dimana untuk menghitung R/C dilakukan
dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk usaha tani kelapa sawit.
52
Pada penelitian ini biaya yang dimaksud adalah biaya operasional di luar
penelitan untuk lebih jelasnya tentang pendapatan dan nilai R/C Ratio
Tabel 10. Pendapatan dan R/C Ratio Petani Kelapa Sawit di Kecamatan
Bungku Barat Kabupaten Morowali Tahun 2019.
R/C Ratio =
53
Dalam penelitian ini hasil dari R/C adalah penerimaan rata-rata
petani dibagi dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani sehingga nilai
R/C Ratio adalah 2,810. Hal ini berarti petani akan mendapatkan
penerimaan sebesar Rp. 2,810 untuk setiap 1 rupiah biaya yang dikeluarkan,
dengan demikian usaha tani Kelapa Sawit di kecamatan Bungku Barat telah
menguntungkan bagi petani. Untuk lebih jelasnya tentang analisis R/C dari
C. Pembahasan
kelapa sawit sendiri (Hak Milik) atau bahkan ada juga beberapa warga yang
buah sawit kadang tidak stabil yang berakibat pada naik turunnya harga,
namun sepertinya hal itu tidak menjadi resiko yang berdampak besar terhadap
hasil pendapatan usaha yang diterima. Jika harga buah sawit naik namun hasil
produksi menurun dan jika harga buah sawit turun yang terjadi sebaliknya,
sebanyak 2 kali panen dengan hasil produksi yang langsung dijual ke agen
Dari hasil analisis diperoleh bahwa yang mempunyai nilai R/C Ratio
tertinggi adalah (3,47), dengan luas lahan 6 hektar dan selanjutnya di susul
oleh (3,07) luas lahan 8 hektar dan yang paling terrendah adalah (2,37),
54
dengan luas lahan 9 hektar, Dapat di simpulkan bahwa tinggi atau rendahnya
yang di dapatkan oleh petani kelapa sawit tidak hanya berdasarkan luas lahan
akan tetapi tergantung dari banyaknya jumlah produksi dan biaya produksi
yang di keluarkan, Jika jumlah produksi lebih tinggi daripada biaya produksi
responden menyatakan bahwa pendapatan dari usaha tani ini sangat baik, dan
R/C Ratio tertinggi adalah sebesar 3,47 >1 artinya bahwa efisiensi usaha tani
kelapa sawit ini sudah efisien. Efisiensi tersebut membuktikan bahwa usaha
tani kelapa sawit yang ada di kecamatan Bungku Barat Kabupaten Morowali
dengan kata lain adanya usaha tani kelapa sawit ini dapat meningkatkan taraf
BAB V
A. KESIMPULAN
55
1. Rasio efisiensi di tahun 2019 sebesar 3,47 > 1, maka dapat di simpulkan
buah sawit sering tidak stabil yang terkadang naik dan turun, namun
usaha yang diterima. Jika harga buah sawit naik terkadang hasil produksi
yang menurun dan jika harga buah sawit menurun yang terjadi
B. SARAN
1. Walaupun harga buah sawit sering tidak stabil yang terkadang naik
56
dengan harga buah sawit sehingga pendapatan usaha tani tidak
2. Walaupun rasio efisiensi di tahun 2019 ini cukup besar bukan berarti
DAFTAR PUSTAKA
Adiwilaga, A. 1992. Ilmu Usaha Tani. Cetakan ke-III. Penerbit Alumni, Bandung.
Aleksander, C. 2009. The future of nucleus-plasma partnership, Presentation at
the RSPO Task Force for Smallholders meeting, 1 November, Kuala
Lumpur.
57
Amelian J,. 2014. Analisis Pendapatan usaha tani Kelapa Sawit di Kecamatan
Pelepat Ilir Kabupaten Bungo Provinsi Jambi, Bogor: Fakultas
ekonomi dan manajemen, Institusi Pertanian Bogor.
Anonim. 2008. “UK Farm Incomes Weather The Storms in 2007”, Journal Agra
Europe, 2295 Feb 1, 2008: p,N1.
Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah. 2016.
Cha-um, Takabe T, Kirdmane C,. 2010. “Ion Contents, Relative Electrolyte
Leakage, Proline Accumulaion, Photosynthetic Abilities and Growth
Character of Oil Palm Seedlings in Responses to Salt Stress”, Pak, J,
Bot, 42 (3)-291-2020.
Chochard,B,, Benjamin A,, Norbeck B,Roch Desmier de C, Anatole K, Bruno N,
Alphonse O, Abdul RP, Jem-Christhope G, Jean-Louis N,.
2009.Geograpic and Genetic Structure of Africa Oil Palm Diversity
Suggest New Aproaches to Breeding, Tree Genetics & Genomes.
Daniel, M,S Moehar,. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara,
Jakarta.
Fauzi, Y., Y. Erma. Widyastuti, I. Satyawibawa dan R. Hartono. 2005. Kelapa
Sawit. Penebar Swadaya, Jakarta.
Fauzi, Y. 2012. Kelapa Sawit, Budi Daya Pemanfaatan Hasil Limbah dan Limbah
Analisis Usaha dan Pemasaran. Cetakan Pertama. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Hadisapoetra,. 1973. Biaya dan Pendapatan di dalam Usaha Tani. UGM,
Yogyakarta.
Hasibuan, B. E. 2011. Ilmu Tanah. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hastuti, Diah Dwi Retno. 2007. Pengantar Teori dan Kasus: Ekonomika
Pertanian. Penebar Swadaya, Jakarta.
Irsyadi Siradjudd in,. 2016. Analisis Serapan Tenaga Kerja dan Pendapatan
Petani Kelapa Sawit di Kabupaten Pelawan. Skripsi.
Jannah. N., A. Fatah dan Marhannudin. 2012. Pengaruh Macam dan Dosis Pupuk
NPK Majemuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jack). Media Sains 4 (1): 48-50 Fakultas Pertanian
Universitas Samarinda.
Kiswanto, Purwanta, J,M & Wijayanto,. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit.
Balai Besar Pengkajian Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan.
58
Makeham, J,P dan Malcolm, R,L,. 1991. Manajemen usaha tani Daerah Tropis.
LP3ES, Jakarta.
Mangoensoekarjo, S. dan H. Samangun, 2008. Manajemen Agribisnis Kelapa
Sawit. UGM-Press, Yogyakarta.
Mukherjee,. 2009. Principles of Management and Organization Behaviour, 2nd
Edition. Tata McGraw-Hill Education Private Limited.
Novita. 2013. Sensus Pada Tanaman Kelapa Sawit. Sampit. Diakses melalui
http://novhiypurple.blogspot.com pada tangal 14 Maret 2019 pada
pukul 10.00 WIB.
Pahan, I. 2013. Panduan lengkap Kelapa Sawit. Managemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Penebar Swadaya, Jakarta.
Risza, S,. 1994. Kelapa Sawit, Upaya Peningkatan Produktivitas. Kanisius,
Yogyakarta.
Siagian, Renville. 2002. Pengantar Manajemen Agribisnis. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Siradjuddin, I. 2015. Dampak Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Perekonomian
Wilayah Di Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Agroteknologi, Vol. 5
No. 2.
Siradjuddin, I. 2016. Analisis Serapan Tenaga Kerja dan Pendapatan Petani
Kelapa Sawit Di Kabupaten Pelalawan. Jurnal Agroteknologi, Vol.
6 No. 2. hlm, 1-8.
Soekartawi. 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Sriyoto, Winda H & Ketut S,. 2007 Economic Effiency of Paddy Farming at Two
Different land Typologies in Bengkulu Province and Their
Determinant Factors. Jurnal Akta Agrosia Aedisi Khusus, No, 2
hlm, 155-163.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis: Penerbit CV. Alfabeta, Bandung.
Suwarto. 2010. Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Kanisius, Yogyakarta.
Tarigan, Bamalan dan Tungkot Sipayung. 2011. Perkebunan Kelapa Sawit Dalam
Perekonomian dan Lingkungan Hidup Sumatera Utara. IPB Press.
Bogor.
Vidanarko. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta
Wigena, I.G.P., H. Siregar, Sudrajat, dan S.R.P. Sitorus. 2009. Desain model
pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan berbasis
59
sitem pendekatan dinamis (Studi kasus kebun kelapa sawit plasma
PTPN V Sei Pagar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau). Jurnal Agro
Ekonomi.
Wijayanti, Ranika Tiwi. 2012. Analisis Keuntunan dan Skala Usaha Perkebunan
Kelapa Sawait Gerbang Serasan (Studi di Kecamatan Gunung
Megang Kabupaten Muara Enim). Skripsi. Fakultas Ekonomika dan
Bisnis. Universitas Diponegoro Semarang.
Yan, F., Yustina, E. W., Iman, S., dan Rudi, H. P. 2002. Kelapa Sawit: Budi
Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan
Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta.
60
39