Anda di halaman 1dari 11

Vol. 8, No.

1, Tahun 2019

ANALISIS KESIAPAN PETANI SWADAYA DALAM MENGHADAPI


RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN NO. 44 TAHUN 2020 TENTANG
PENGELOLAAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN DITINJAU DARI
ASPEK STATUS LAHAN, LEGALITAS DAN SUMBER BIBIT
DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

Mulono Apriyanto1 , Muhammad Arpah2, Amd. Junaidi3


1
Program Studi Teknologi Pangan
2
Program Studi Agroteknologi
3
Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian, Universitas Islam Indragiri

mulonoapriyanto71@gmail.com

Abstrak
Salah satu upaya yang saat ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk
memastikan keberlanjutan pengembangan industri kelapa sawit adalah menciptakan
standar keberlanjutan yang disebut Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dalam
peraturan presiden no 44 tahun 2020. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menentukan nilai kemampuan petani swadaya kelapa sawit di Indragiri Hilir untuk
memenuhi standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan mengidentifikasi
masalah yang dihadapi dalam mencapai standar-standar ini. Evaluasi kemampuan
petani swadaya untuk mencapai standar ISPO dilakukan dengan metode audit, hasil
penilaian dari semua parameter yang ditetapkan sesuai dengan Prinsip, Kreteria dan
Indaktor. Kriteria dan Indikator yang terkandung dalam ketentuan ISPO kemudian
dinilai dalam satuan persen. Metode audit dilakukan secara analisis deskriptif
kuantitatif kesesuaian antara prinsip, kriteria dan indikator ISPO dengan
membandingkan pelaksanaan legalitas, organisasi dan pengelolaan, pengelolaan dan
pemantauan lingkungan yang diterapkan oleh petani swadaya. Kesiapan penerapan
ISPO pada petani sawdaya dengan melakukan penilaian terhadap empat prinsip, 20
kriteria dan 47 indikator. Dari 47 indikator yang ditetapkan pada persayaratan ISPO
pola swadaya, sebanyak 58,94% indikator ISPO belum pernah dijalankan petani
swadaya dan sebesar 42,06 % indikator ISPO sudah ada petani yang menjalananya.
Dari indikator ISPO yang sudah dijalankan petani swadaya, hanya dijalankan oleh
sebahagian kecil petani swadaya.

Kata Kunci : ISPO, Kelapa Sawit, Swadaya.

PENDAHULUAN orang (Risa, 2018). Kelapa sawit


Subsektor perkebunan di Indonesia merupakan komoditas pilihan dalam
telah menjadi salah satu sumber devisa program revitalisasi perkebunan
non-migas dan mampu menyediakan berdasarkan beberapa pertimbangan, di
lapangan kerja bagi lebih dari 6 juta antaranya: (1) komoditas yang

38 Jurnal Teknologi Pertanian


Vol. 8, No. 1, Tahun 2019

dikembangkan memiliki peran yang produktivitas pola swadaya lebih rendah


sangat strategis sebagai sumber dari perusahaan besar , produktivitas
pendapatan masyarakat, (2) komoditas pola swadaya hanya sekitar 2,5 sampai 3
yang dikembangkan memiliki prospek ton per hektar, sedang perkebunan besar
pasar, baik dalam pasar domestik dan swasta sekitar 3,5 sampai 4 ton per
ekspor (Puspa, 2018). Perkebunan hektar. Provinsi Riau dan Sumatera
kelapa sawit di Indonesia pada 2012 Utara merupakan provinsi sentra
mencapai 9,5 juta hektar, Pada 2017 produksi CPO terbesar di Indonesia
produksi CPO Indonesia naik dari 23,5 dengan kontribusi masing-masing
juta ton menjadi 26 juta ton atau tumbuh sebesar 23,75 persen dan 16,24 persen
11,01%, dengan jumlah produksi (Kementerian Pertanian, 2016). Ekspansi
Indonesia masih merupakan produsen lahan perkebunan sawit adalah kata-
minyak sawit terbesar dan menguasai kunci yang penting untuk mulai
48% dari total pangsa pasar dunia memahami semesta persoalan kelapa
(Irianto dan Mulono Apriyanto 2012), sawit di Indonesia.
(Apriyanto Mulono et al. 2017), Ekspansi tersebut telah dianggap
(Anonim 2020). bertanggungjawab atas terjadinya
Jumlah produksi perkebunan sawit penggundulan hutan (deforestasi), emisi
di Indonesia pada tahun 2016 adalah karbon, dan hilangnya keanekaragaman
33,23 juta ton, yang dihasilkan dari hayati (Puspa 2018), (Anwar et al.
11,91 juta Ha luas total areal perkebunan 2016). Selaras dengan hal itu, muncul
kelapa sawit secara nasional. Secara tudingan yang meluas bahwa industri
proporsional, 54,64 persen kebun sawit minyak kelapa sawit sebagai tidak
nasional diusahakan oleh perusahaan berkelanjutan (unsustainable). Di balik
besar swasta (PBS). Sisanya, sekitar pencapaian keberhasilan yang ada,
39,08 persen diusahakan oleh rakyat industri perkebunan kelapa sawit
(termasuk plasma) dan sebagian kecil Indonesia juga dihadapkan pada
diusahakan oleh perkebunan besar milik tantangan yang harus diatasi dengan
negara (PBN) (Ditjen Perkebunan, 2015- bijaksana, yaitu pandangan kuat yang
2017). menggambarkan bahwa pengembangan
Di Indonesia ada tiga pola perkebunan kelapa sawit Indonesia
pengelolaan perkebunan kelapa sawit berdampak pada kerusakan sumber daya
yaitu perusahaan, plasma dan swadaya. alam dan kelestarian lingkungan.
Swadaya adalah pola pengembangan Kampanye negatif, baik di dalam negeri
perkebunan kelapa sawit yang dilakukan maupun di luar negeri semakin ketat,
oleh petani sendiri, mulai dari tuntutan yang sering dilontarkan di
pembukaan lahan, penanaman, antara para pemangku kepentingan
pemeliharaan, panen pemasaran hasil adalah bahwa pengembangan kelapa
tanpa melalui kemitraan usaha. Pola sawit di Indonesia menerapkan sistem
pengelolaan swadaya merupakan luas pengembangan kelapa sawit
lahan yang paling luas dari tiga berkelanjutan. Salah satu upaya yang
pengelolaan kebun kelapa sawit yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
ada di Indonesia, dan kebun pola untuk memastikan keberlanjutan
swadaya ini mengalami peningkaatan pengembangan industri kelapa sawit
terus. Peningkatan luas lahan pola adalah menciptakan standar
swadaya tidak seimbang dengan keberlanjutan kebun yang disebut The
peningkatan produktivitasnya, dimana

Jurnal Teknologi Pertanian 39


Vol. 8, No. 1, Tahun 2019

Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) nilai kesiapan petani swadaya kelapa
(Anonim 2020). sawit di Kabupaten Indragiri Hilir untuk
Pemerintah Indonesia melalui memenuhi standar Minyak Sawit
Kementerian Pertanian, meredam Berkelanjutan Indonesia (ISPO) dan
tudingan negatif tersebut dengan masalah apa yang dihadapi petani
memberikan sertifikat Indonesia swadaya dalam memenuhi standar-
Sustainable Palm Oil (ISPO) kepada standar ini (Apriyanto Mulono et al.
usaha /pelaku kelapa sawit di Indonesia, 2017), (Apriyanto et al. 2017),
ISPO pada tahun 2012 secara resmi (Dharmawan et al. 2019).
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Berdasarkan uraian diatas penelitian
Perkebunan, standar ini sudah berlaku bertujuan untuk mengidentifikasi dan
dan wajib karena ISPO didasarkan pada menganalisis penerapan ISPO ditingkat
hukum dan peraturan pemerintah petani swadaya di Indragiri Hilir.
Indonesia. ISPO adalah pedoman dan
juga komitmen berdasarkan hukum dan METODE PENELITIAN
peraturan yang berlaku di Indonesia. Studi ini dilakukan pada sentra
Ketentuan ini wajib atau harus perkebunan kelapa sawit rakyat
diterapkan untuk pelaku usaha (smallholders) di tiga desa di wilayah
perkebunan di Indonesia dan target Kabupaten Indragiri Hilir, yaitu desa
penerapannya setelah keluar peraturan Kempas Jaya, desa Teluk lanjut dan desa
presiden (perpres) (Anonim 2020). ISPO pelangiran. Lokasi studi ditetapkan
bersifat mandatory atau wajib dan akan secara sengaja, dengan pertimbangan
ada sanksi bagi perusahaan dan petani bahwa ketiga lokasi tersebut termasuk
swadaya yang tidak melakukan/memiliki dalam kelompok (cluster) lima besar
sertifikasi ISPO. sentra perkebunan kelapa sawit di
Kabupaten Indragiri Hilir sama Kabupaten Indragiri Hilir. Luas
halnya dengan kondisi di Indonesia perkebunan kelapa sawit swadaya
umumnya, dimana juga terdapat 3 pola menjadi penting untuk dipertimbangkan
pengelolaan kebun kelapa sawit. Luas sebagai parameter studi karena studi ini
lahan pengelolaan pola swadaya, juga bertujuan untuk mengukur seberapa
merupakan yang terluas dari dua pola besar kesiapan petani kelapa sawit
lainnya. Kondisi geografis Indragiri hilir swadaya menghadapi kebijakan
yang terdiri dari daaerah dengan tipologi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
daratan, pasang surut dan pesisir, dimana Studi ini berfokus pada smallholders,
luas lahan yang besar adalah yang mengingat jumlahnya yang sangat
bertipologi rawa (pasang surut) dan substansial dan melakukan ekspansi
pesisir. Kondisi tipologi daerah Inhil ini yang cukup cepat secara sporadik dan
menyebabkan produktivitas yang rendah, hampir tidak terkendali karena skalanya
kualitas buah yang rendah, letak kebun yang kecil tetapi menyebar.
yang terpencar dengan sarana jalan yang Ketiga desa yang dipilih sebagai
rusak dan biaya angkut yang tinggi serta kasus dalam studi ini diharapkan
rantai pemasaran yang panjang mewakili desa-desa dengan rumah
menjadikan harga jual TBS yang tangga petani sawit swadaya yang
diterima petani swadaya jauh lebih memiliki kompleksitas persoalan pada
rendah dibanding petani pola PIR. aspek legalitas lahan, bibit dan
Memperhatikan masalah ini, perlu pengelolaan lingkungan hidup serta
dilakukan penelitian untuk menentukan struktur nafkah yang khas. Ketiga desa

40 Jurnal Teknologi Pertanian


Vol. 8, No. 1, Tahun 2019

ini secara faktual berada pada kawasan (Nugraheni dan Pangaribuan 2008).
lahan gambut dan berbatasan dengan Sementara data sekunder diambil dari
perusahaan perkebunan swasta besar di berbagai referensi yang relevan.
wilayah Kabupaten Indrgiri Hilir. Fakta Analisis data penelitian ini
lapangan memperlihatkan bahwa meliputi: 1) struktur nafkah di tiga desa
beberapa bagian dari kebun kelapa sawit untuk melihat apakah pendapatan yang
milik rumahtangga petani berada di berasal dari perkebunan kelapa sawit
dalam kawasan hutan yang secara mencukupi dalam mendukung dalam
hukum agraria dinyatakan ilegal. program sertifikasi ISPO; 2) analisis
Penetrasi perkebunan kelapa sawit ke tentang legalitas meliputi tiga aspek
dalam kawasan hutan menjadi tantangan legalitas yang dipersyaratkan yaitu
besar isu keberlanjutan produksi kelapa legalitas lahan, bibit, dan lingkungan; dan
sawit, utamanya terkait dengan aktivitas 3) melihat bagaimana (kemungkinan)
deforestasi (Schouten and Glasbergen., implementability dan operasionalisasi
2011; Wicke et al. 2011; Hansen et al. sertifikasi ISPO pada petani kelapa sawit
2015) dan alih fungsi lahan serta swadaya atau smallholders di tiga desa
perubahan lanskap ekologi kawasan penelitian. Pada dasarnya terdapat tujuh
(Wicke et al. 2011; Gatto et al.,2015; prinsip penilaian ISPO, namun dalam
Hansen et al. 2015; Euler et al. 2017) penelitian ini hanya dibatasi pada ruang
yang mengkhawatirkan. lingkup implementasi prinsip ISPO yang
Data yang dikumpulkan meliputi berlaku bagi smallholders saja yaitu
data primer dan data sekunder. Data aspek livelihood legalitas lahan, bibit,
primer dikumpulkan melalui metode dan lingkungan hidup. Pelaksanaan
survai dengan menggunakan kuesioner penelitian ini dari bulan November 2018
dan wawancara mendalam (indepth sampai dengan Maret 2019.
interview) dengan menggunakan
pedoman wawancara. Pengambilan HASIL DAN PEMBAHASAN
sampel untuk metode survei dilakukan
terhadap rumah tangga petani kelapa 1. Nafkah Petani Swadaya Kelapa
sawit yang sudah melakukan budidaya Sawit
kelapa sawit minimal lima tahun (telah Dugaan awal penelitian ini adalah
menghasilkan) dan sudah panen minimal semakin dominan sumber nafkah dari
satu kali panen. Pemilihan responden sektor perkebunan kelapa sawit di dalam
dipilih secara acak sederhana yaitu struktur nafkah rumahtangga petani,
sebanyak 30 responden untuk tiap desa maka kesiapan rumahtangga petani sawit
dengan asumsi jumlah ini sudah untuk mengimplementasikan sertifikasi
memenuhi jumlah minimum responden ISPO akan semakin baik. Fakta
yang harus disurvey yang dihasilkan dilapangan menunjukkan jarang rumah
oleh perhitungan dengan rumus Slovin, tangga petani swadaya yang struktur
dengan margin of error sebesar 20%. nafkahnya hanya menggandalkan semata
Kerangka sampling dari studi ini adalah mata didukung sumber tunggal hasil
rumah tangga petani yang kebunnya kebun kelapa sawit.
berada dan tinggal di desa tersebut. (Sibarani et al., 2015) dan
Sampel rumahtangga petani diambil (Abdullah et al. 2019) menjelaskan
secara acak sederhana, dimana setiap bahwa dalam upaya mempertahankan
rumah tangga mempunyai kesempatan hidup, menekan krisis dan sambil tetap
yang sama untuk dipilih sebagai sampel mempertahankan kesejahteraan rumah

Jurnal Teknologi Pertanian 41


Vol. 8, No. 1, Tahun 2019

tangga petani swadaya melakukan Dharmawan et al. 2019; Mulyo et al.,


divesifikasi nafkah. Adanya diversifikasi 2015). Guna mempermudah dalam
ini menunjukan dominasi hasil kelapa mengklasifikasikan dalam penelitian ini
sawit yang menjadikan dorongan petani tetapi akan disederhanakan menjadi tiga
swadaya untuk melaksanakan sertifikasi. sumber yaitu perkebunan kelapa sawit
Dalam negara berkembang sumber (oil palm), petanian secara umum
nafkah petani dipedesaan terdiri dari 3 (agriculture), dan non farm activities
sumber nafkah yaitu : farm income, off (semua aktivitas nafkah di luar sektor
farm income, dan non farm income yang pertanian). Hasil menunjukan bahwa
dimanfaatkan sedemikian rupa untuk struktur nafkah di tiga desa sebagaimana
mempertahankan eksistensi kehidupannya tersaji pada Gambar 1.
serta merespon tekanan atau perubahan
dari kondisi sekitar (Euler et al. 2017;

160000000

140000000
Pendapatan (Rp/ tahun)

120000000

100000000

80000000

60000000

40000000

20000000

0
Kempas Teluk lanjut Plangiran

Petani Tanaman Pangan Petani Kelapa Sawit Non Farm

Gambar 1. Sruktur Nafkah Rumah Tangga Petani Swadaya di Desa Kempas Jaya,
Desa Teluk Lanjut dan Desa Plangiran. (sumber data penelitian).

Dari Gambar 1 terlihat bahwa diterapkan kepada rumah tangga petani


struktur nafkah petani swadaya ditiga kelapa sawit swadaya, maka biaya
desa bukan kelapa sawit bukan sertifikasi justru akan membebani
merupakan pendapatan yang dominan. sumber nafkah lainnya. Hal ini
Gambar 1 menunjukkan bahwa disebabkan karena proses sertifikasi
sesungguhnya sumber nafkah dari ISPO membutuhkan biaya yang cukup
perkebunan kelapa sawit tidak cukup signifikan bagi smallholders, sementara
signifikan untuk mengatakan bahwa tiga sesungguhnya struktur nafkah rumah
desa tersebut adalah sentra perkebunan tangga petani kelapa sawit di banyak
sawit rakyat secara ekonomi, dimana sentra produksi masih lemah.
sertifikasi ISPO dapat dengan mudah Apabila rumah tangga petani
diimplementasikan. kelapa sawit swadaya ingin
Struktur nafkah yang tidak memperbesar kontribusi ekonomi dari
didominasi oleh pendapatan dari kelapa kelapa sawit, satu-satunya jalan yang
sawit, maka sertifikasi ISPO dapat dapat ditempuh oleh rumah tangga

42 Jurnal Teknologi Pertanian


Vol. 8, No. 1, Tahun 2019

petani kelapa sawit swadaya adalah untuk dilakukannya proses sertifikasi


dengan melakukan ekspansi lahan ISPO, kecuali perbaikan mendasar pada
(sesuatu yang akan menghasilkan resiko aspek produktivitas dilakukan terlebih
lingkungan hidup sangat serius). dahulu, kredibilitas CPO Indonesia di
Dua keadaan ini akan terlihat dua pasar internasional, tetap rendah atau
hal : (1) kemungkinan smallholders tidak gloomy sepanjang struktur nafkah
bergairah untuk mengimplementasikan sebagaimana dijelaskan di atas, terus
ISPO karena proporsi nafkah dari kelapa berlangsung.
sawit yang rendah; (2) Akan terjadi
banyak lahan yang tereksklusi dari 2. Legalitas Lahan Budidaya
sertifikasi ISPO karena dipandang Salah satu prinsip yang harus
illegal. Tujuan ISPO sebenarnya yaitu dipenuhi menuju ISPO adalah legalitas
mengeluarkan lahan illegal dari sistem lahan yang dibuktikan dengan
produksi legal dan berkelanjutan,agar kepemilikan sertifikat tanah, akta jual
kredibilitas pasar CPO di mata beli tanah, dan bukti kepemilikan tanah
internasional dapat meningkat pada lainnya yang sah. Seperti tertuang dalam
akhirnya.Resiko ini tentu berat bagi Keputusan Menteri Pertanian Indonesia
petani, oleh karenanya harus ada langkah No. 19/Permentan/OT.140/3/2011. Secara
opsional bagi peningkatan kesejahteraan. ideal, skema sertifikasi ISPO
Guna menyelesaikan kendala di merencanakan agar seluruh petani kelapa
tingkat petani swadaya maka sawit swadaya di Indonesia dapat
peningkatan produktivitas dapat tersertifikasi (Brandi et al. 2013)
berimplikasi pada peningkatan (Takrama et al. 2015).
kontribusiekonomi dari kelapa sawit Sertifikasi ISPO, akan melihat
dalam struktur nafkah. Artinya, kesiapan tentang penggunaan lahan untuk kebun
rumah tangga petani kelapa sawit di Indonesia terutama bagi petani
sawitswadaya dalam melakukan kelapa sawit swadaya. Studi kelak
sertifikasi ISPO dapat ditingkatkan menyimpulkan bahwa tidak semua lahan
hanya jika rumah tangga petani kelapa petani bisa diikutsertakan dalam
sawit swadaya mampu meningkatkan sertifikasi ISPO, karena asal-usulnya
produktivitas per hektar lahan kelapa yang tidak jelas secara hukum. Lahan
sawit yang mereka miliki, sehingga kebun yang berada di dalam kawasan
tingkat pendapatan rumah tangga hutan, tanah negara, dan areal Hak Guna
meningkat. Tetapi faktor eksternal Usaha (HGU) tidak bisa memiliki bukti
berupa peningkatan ataupun penurunan kepemilikan tanah yang sah. Tanah
harga kelapa sawit dunia tetap harus dengan klaim yang tumpang tindih
menjadi perhatian, karena berpotensi dipandang tanah bermasalah yang harus
menambah atau mengurangi kontribusi dikeluarkan dari ISPO. Hasil penelitian
pendapatan rumah tangga yang berasal menunjukan bahwa perkebunan kelapa
dari sektor kelapa sawit terhadap sawit swadaya dikembangkan di dua tipe
keseluruhan pendapatan rumah tangga. status legal tanah yang ada di pedesaan.
Berdasarkan struktur nafkah rumah Status pertama adalah perkebunan
tangga petani kelapa sawit swadaya di kelapa sawit yang dikembangkan di
tiga desa lokasi penelitian dapat Kawasan Budidaya Non Kehutanan
disimpulkan bahwa kondisi struktur (KBNK) atau Area Penggunaan Lain
nafkah rumahtangga petani kelapa sawit (APL). Pada status pertama ini,
swadaya saat ini sejatinya belum siap penanaman kelapa sawit dinyatakan sah

Jurnal Teknologi Pertanian 43


Vol. 8, No. 1, Tahun 2019

secara undang-undang kehutanan dan sah secara undang-undang kehutanan


karenanya sesuai dengan prinsip-prinsip dan tidak memenuhi prinsip-prinsip
keberlanjutan dalam praktik perkebunan. keberlanjutan dalam budidaya
Status kedua adalah perkebunan perkebunan. Pada lahan KBK inilah
kelapa sawit yang dikembangkan di yang menjadi pokok persoalan
Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK). penolakan produk sawit Indonesia ke
Kelapa sawit yang ditanam di atas lahan negara negara Uni Eropa.
degan status seperti ini dinyatakan tidak

60

50

40
Luas Lahan (Ha)

30

20

10

0
Kempas Teluk lanjut Plangiran

Status KBNK Status KBK

Gambar 3. Luas Penguasaan Rata-rata Rumah tangga Petani Kelapa Sawit


Swadaya di Tiga Desa Penelitian, berdasarkan Letak/Status Legalnya, dalam Satuan
Hektar (Ha)

Pada Gambar 3 diperlihatkan Status illegal land biasanya


bahwa struktur agraria perkebunan disebabkan karena perkebunan kelapa
kelapa sawit yang illegal (kelapa sawit di sawit yang diusahakan berada di
dalam Kawasan Budidaya Kehutanan/ kawasan konservasi (forest conservation
KBK) di tiga desa sangat rendah land) atau kawasan hutan produksi.
dibandingkan perkebunan kelapa sawit Status illegal land biasanya berkaitan
di tanah yang legal (kelapa sawit di dengan pola ekspansi perkebunan kelapa
dalam Kawasan Budidaya Non sawit yang dilakukan oleh petani kelapa
Kehutanan/KBNK). Hal ini menunjukan sawit swadaya karena tidak tersedianya
bahwa petani swadaya di tiga desa lagi lahan di kawasan APL/KBNK yang
tersebut tidak mempunyai masalah tersisa.
dalam legalitas dan status lahan Legalitas lahan juga ditunjukkan
budidaya. Fakta ini menunjukkan juga melalui kepemilikan sertifikat tanah.
konsekuensi bahwa semua produksi Studi Brandi et al. 2013 menunjukkan
kelapa sawit yang berasal dari tiga desa bahwa teridentifikasi bahwa terdapat gap
tersebut tidak beresiko terhadap konflik antara persyaratan standar sertifikasi
agraria, pemburukan kualitas lingkungan RSPO dengan praktik di lapangan, salah
hidup dan ketidak berlanjutan sehingga satunya adalah keberadaan sertifikat
dapat disertifikasi oleh ISPO. tanah yang sulit diadakan oleh petani.

44 Jurnal Teknologi Pertanian


Vol. 8, No. 1, Tahun 2019

Fakta lapangan pada studi ini juga konsentrasi tinggi dalam produksi sawit
menunjukkan bahwa sertifikat tanah dunia di Indonesia dan Malaysia
sebagai salah satu syarat dalam (Dauvergne 2013). Pada tiga lokasi
sertifikasi ISPO sepenuhnya belum studi yang diteliti telah mewakili
terpenuhi. Sebagian besar petani kelapa karakteristik petani kelapa sawit
sawti swadaya di tiga lokasi studi tidak swadaya di Indonesia dalam
memiliki sertifikat tanah melainkan memanfaatkan bibit di kebunnya.
hanya sebatas Surat Keterangan Tanah Karakteristik tersebut adalah bahwa
(SKT) atau Surat Keterangan Ganti Rugi persentase penggunaan bibit kelapa
(SKGR) yang dikeluarkan oleh badan sawit bersertifikat biasanya tidak lebih
berwenang pada level kecamatan dan dari 35% dari luas kawasan kebun
desa. Baik SKT maupun SKGR bukan kelapa sawit yang ada. Artinya sebagian
alas hakatas penguasaan lahan yang kuat besar kebun kelapa sawit yang ada tidak
dan sah di mata hukum formal. menggunakan bibit bersertifikat,
walaupun dalam beberapa kasus di
3. Kejelasan Sumber Bibit Kelapa dalam satu persil kebun kelapa sawit
Sawit terdapat pohon sawit yang sebagian
Selain legalitas lahan, salah satu bersertifikat dan sebagian lainnya tidak
prinsip atau kriteria ISPO lainnya adalah bersertifikat. Dari perspektif penggunaan
tentang legalitas bibit yang ditandai bibit, dapat dikatakan bahwa sebagian
dengan bibit kelapa sawit bersertifikat. besar lahan kebun petani kelapa sawit
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa swadaya atau smallholders tidak
rumah tangga petani kelapa sawit memenuhi syarat ISPO.
swadaya membeli bibit kelapa sawit Salah satu hal penting dalam
yang tidak bersertifikat. Asal usul bibit sertifikasi ISPO adalah prinsip legalitas
kelapa sawit yang ditanam adalah dari bibit atau bibit kelapa sawit bersertifikat
petani sawit lainnya yang bibitnya belum untuk memenuhi standar tata
jelas legalitasnya, atau bibit kelapa sawit kelolalingkungan hidup dan sumberdaya
yang mereka gunakan adalah hasil alam yang lestari. Bila prinsip legalitas
pembibitan secara mandiri oleh para bibit ini tidak terpenuhi, maka
petani itu sendiri. keseluruhan prinsip tidak berlaku bagi
Hal ini dinilai sebagai bibit yang petani yang bersangkutan. Artinya setiap
tidak sah, karena boleh jadi ada resiko persil kebun yang di dalamnya tumbuh
atas penggunaan plasma nutfah yang pohon kelapa sawit dengan bibit tidak
tidak dapat dipertanggung jawabkan bersertifikat, maka kebun tersebut
dampaknya di kemudian hari. Asal usul dianggapillegal dari perspektif budidaya
atau sumber kelapa sawit adalah hal perkebunan yang berkelanjutan (ISPO).
yang sulit dilakukan bahkan dengan

Jurnal Teknologi Pertanian 45


Vol. 8, No. 1, Tahun 2019

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Kempas Teluk lanjut Plangiran

Sertifikat Non sertifikat

Gambar 5. Status Legalitas Bibit Kelapa Sawit di Tiga Desa dalam presentase

Melihat pada fakta bahwa di tiga dinyatakan tidak siap untuk


lokasi studi tersebut menampilkan bibit mengimplementasikan ISPO karena
kelapa sawit tanpa sertifikat yang sebagian besar petani kelapa sawit
dominan, maka dapat disimpulkan swadaya menggunakan bibit yang tidak
bahwa: a) sebagian besar petani kelapa jelas asal-usulnya.
sawit swadaya dapat dikatakan sebagai
tidak taat pada prinsip tata kelola kelapa ACKNOWLEDGEMENT
sawit yang berkelanjutan; b) oleh karena Petani swadaya ketiga desa, DPD
itu, petani sawit swadaya tersebut tidak APKASINDO INHIL dan semua pihak
akan bisa mengimplementasikan yang telah membantu terlaksananya
sertifikasi ISPO. Ujung dari persoalan penelitian ini.
ini sama, yaitu setiap produk yang
dihasilkan oleh kebun kelapa sawit dari DAFTAR PUSTAKA
tanaman yang bibitnya dipandang illegal, Anonim. 2019. “Rancangan Peraturan
maka akan ditolak oleh pasar Presiden Republik Indonesia
internasional. Nomor 44 Tahun 2020 Tentang
Sistem Sertifikasi Perkebunan
PENUTUP Kelapa Sawit Berkelanjutan
Kesiapan petani kelapa sawit Indonesia.” Perundang Undangan
swadaya di tiga lokasi penelitian dalam 4: 1–22.
menghadapi implementasi ISPO, secara Anwar, Rusli et al. 2016. “Pencapaian
struktur nafkah dinyatakan belum siap Standar Indonesian Sustainable
karena pendapatan dari oil palm bukan Palm Oil (ISPO) Dalam
merupakan sumber nafkah yang utama Pengelolaan Perkebunan Kelapa
atau dominan. Sisi legalitas lahan petani Sawit Di Kalimantan Timur”
swadaya siap karena kebanyakan kebun Jurnal Penelitian Tanaman Industri
budidaya kelapa sawit, meskipun 22(1): 11.
sebagian besar lahan belum mempunyai Apriyanto Mulono, Sutardi, Supriyadi,
sertfikat tetapi sudah surat ganti rugi dari and Eni Harmayani. 2017.
camat. Sisi legalitas bibit juga “Fermentasi Biji Kakao Kering

46 Jurnal Teknologi Pertanian


Vol. 8, No. 1, Tahun 2019

Menggunakan http://dx.doi.org/10.1016/j.jclepro.
Saccharomycescerevisiae , 2015.03.051.
Lactobacillus Lactis , Acetobacter Irianto dan Mulono Apriyanto. 2012.
Aceti.” AGRITECH 37(3): 302– “Analisa Mutu Minyak Kelapa
11. Sawit Mentah Di POM IV Nyato
Apriyanto, Mulono, Sutardi Sutardi, PT. TH INDO PLANTATIONS
Supriyanto Supriyanto, and Eni Kecamatan Pelangiran Kabupaten
Harmayani. 2017. “Amino Acid Indragiri Hilir Riau.” Jurnal
Analysis of Cocoa Fermented by Teknologi Pertanian 1(2).
High Performance Liquid Mulyo, Jangkung Handoyo, Sugiyarto,
Chromatography (HPLC).” Asian and Arif Wahyu Widada. 2015.
Journal of Dairy and Food “Ketahanan Dan Kemandirian
Research. Pangan Rumah Tangga Tani
Brandi, Clara et al. 2013. Sustainability Daerah Marginal DiKabupaten
Certification in the Indonesian Bojonegoro.” Agro Ekonomi
Palm Oil Sector: Benefits and 26(2): 121–28.
Challenges for Smallholders. https://jurnal.ugm.ac.id/jae/article/
Dauvergne, Peter. 2013. “Studying view/17265/11256.
Global Environmental Meetings.” Nugraheni, Endang, and Nurmala
Global Environmental Politics Pangaribuan. 2008. “Pengelolaan
13(August): 46–64. Lahan Pertanian Gambut Secara
Dharmawan, Arya Hadi et al. 2019. Berkelanjutan.” Universitas
“Kesiapan Petani Kelapa Sawit Terbuka, Tangerang Selatan
Swadaya Dalam Implementasi Universitas Pajajaran: 73–88.
ISPO: Persoalan Lingkungan Puspa, Nandari. 2018. “Dinamika
Hidup, Legalitas Dan Kesiapan Petani Kelapa Sawit
Keberlanjutan.” Jurnal Ilmu Dalam Penerapan Indonesia
Lingkungan 17(2): 304. Sustainable Palm Oil (Ispo) Di
Euler, Michael et al. 2017. “Oil Palm Provinsi Jambi Nandari Puspa.”
Adoption, Household Welfare, and Tesis, Departemen Manajemen
Nutrition Among Smallholder Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Farmers in Indonesia.” World Institut Pertanian Bogor.
Development 93(January): 219– Risa, Nisfi. 2018. “Perkebunan Kelapa
35. Sawit di Provinsi Riau dalam
Gatto, Marcel, Meike Wollni, and Matin Perspektif Pembangunan
Qaim. 2015. “Oil Palm Boom and Berkelanjutan.”
Land-Use Dynamics in Indonesia: https://www.researchgate.net/publi
The Role of Policies and cation/325312286 Perkebunan
Socioeconomic Factors.” Land Use (May).
Policy 46: 292–303. Schouten, Greetje, and Pieter
http://dx.doi.org/10.1016/j.landuse Glasbergen. 2011. “Creating
pol.2015.03.001. Legitimacy in Global Private
Hansen, Sune Balle et al. 2015. “Trends Governance.” Ecological
in Global Palm Oil Sustainability Economics 70(11): 1891–99.
Research.” Journal of Cleaner http://gateway.webofknowledge.co
Production 100: 140–49. m/gateway/Gateway.cgi?GWVersi
on=2&SrcAuth=SwissAcademicS

Jurnal Teknologi Pertanian 47


Vol. 8, No. 1, Tahun 2019

oftware&SrcApp=Citavi&DestLin with Yeast Starter Cultures of


kType=FullRecord&DestApp=W Cocoa Heap Fermentations.”
OS&KeyUT=000298266200010. Journal of Agricultural Science
Sibarani, Dewi Yosefin Tumiar, Sakti and Food Technology 1(3): 22–33.
Hutabarat, and Novia Dewi. 2015. Wicke, Birka, Richard Sikkema,
“Prospek Dan Tantangan Petani Veronika Dornburg, and André
Kelapa Sawit Swadaya Di Desa Faaij. 2011. “Exploring Land Use
Air Hitam Kecamatan Ukui Changes and the Role of Palm Oil
Kabupaten Pelalawan Dalam Production in Indonesia and
Menghadapi Sertifikasi ISPO.” Malaysia.” Land Use Policy 28(1):
Jom Faperta 2(1): 1–9. 193–206.
Takrama, J F et al. 2015. “Optimization http://dx.doi.org/10.1016/j.landuse
of Cocoa Pulp Juice Fermentation pol.2010.06.001.

48 Jurnal Teknologi Pertanian

Anda mungkin juga menyukai