Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN INDUSTRI


PENGENALAN PEMBIBITAN DAN PROSES SERTIFIKASI BENIH
KELAPA SAWIT

Disusun Oleh :
Nama : Landreas Delfrans Anthoni Girsang
NPM : E1J019057
Shift :C1
Dosen : Ir. Dr. Prasetyo, MS
Ir. Eko Supriyono, MP
Co-ass : Gilang Rama Aditya (E1J017021)
Meilanda Syahputri (E1J018001)

PROGRAM SUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDODAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkebunan merupakan salah satu sub sektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan
sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang
Nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan, secara ekonomi perkebunan berfungsi meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional,
secara ekologi berfungsi meningkatkan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia
oksigen dan penyangga kawasan lindung serta sosial budaya berfungsi sebagai perekat dan
pemersatu bangsa. Adapun karakteristik perkebunan dapat ditinjau dari berbagai aspek antara lain
aspek komoditas, hasil produksi dan bentuk pengusahaannya. Dari aspek komoditas, perkebunan
terdiri dari 127 jenis tanaman, berupa tanaman tahunan dan tanaman semusim dengan areal
sebaran mulai dataran rendah sampai dataran tinggi. Ditinjau dari aspek produksi, hasil produksi
perkebunan merupakan bahan baku industri baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
Apabila ditinjau dari bentuk pengusahaannya, usaha perkebunan meliputi Perkebunan Besar
Negara (6%),Perkebunan Besar Swasta (21%) dan Perkebunan Rakyat (72%) (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2010).

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang
penting di Indonesia dengan prospek pengembangan yang baik karena potensi produksinya jauh
lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Produksi kelapa sawit di
Provinsi Bengkulu berdasarkan total produksi kelapa sawit pada tahun 2015 sebesar 831.236 ton
dengan luas lahan 301.088 ha, mengalami peningkatan pada tahun 2016 sebesar 914.103 ton
dengan luas lahan 308.669 ha. Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit diperlukan adanya
pengembangan, perluasan kebun dan bibit yang baik dan berkualitas. Salah satu upaya yang
dilakukan untuk mendapatkan bibit yang berkualitas yaitu dengan pemilihan benih unggul dari
sumber benih berkualitas yang memiliki legalitas dari pemerintah (Erwandi et al., 2015). Selain
pemilihan benih yang unggul hal lain yang perlu diperhatikan adalah teknik budidaya yang
diawali dari pembibitan yang benar (Andi et al, 2019).

Benih kelapa sawit yang beredar dan terdistribusi di dalam negeri, peredarannya
diupayakan baik pemerintah, badan hukum maupun perorangan. Benih palsu di perkebunan
sawit Indonesia keberadaannya sudah diketahui sejak lama. Produktivitas minyak sawit nasional
pada tahun 2003/2004 rata-rata 3,27 Ton CPO/Ha/tahun, jika dilihat dari potensi produktivitas
yang disajikan sumber benih terpaut jauh sekitar 7,5 – 8,5 Ton CPO/Ha/tahun. Jika benih
berkontribusi pada produksi dianggap sebesar 50 %, maka seharusnya produktivitas sawit
Indonesia sebesar 3,75 – 4,25 Ton CPO/Ha/tahun. Tersebarnya benih palsu yang ditanam di
perkebunan kelapa sawit di Indonesia diperkirakan 20- 25% (Purba dan Witjaksana, 2009)
(Elidar, 2022).

Dalam rangka meminimalisir peredaran benih ilegitim maka pemerintah


meluncurkan program Waralaba Benih yaitu kerja sama antara pemberi waralaba (produsen
benih resmi) dengan penerima waralaba yaitu mitra di daerah pengembangan dengan
persyaratan pembayaran lunak dalam waktu satu tahun atau setelah bibit terjual. Waralaba
benih yang dikembangkan mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 dan
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Waralaba
bertujuan untuk menumbuhkembangkan usaha kecil/menengah di bidang perbenihan yang
menyediakan benih dengan jaminan mutu, adanya jaminan penyediaan benih bermutu
sampai tingkat konsumen dan adanya manfaat ekonomi dalam usaha waralaba
(Direktorat Perbenihan, 2003).

1.2 Tujuan

a) Untuk mengetahui pembibitan kelapa sawit prenursery dan mainnursery.

b) Untuk mengetahui jenis kelapa sawit yang mempunyai kualitas tinggi.

c) Untuk mengetahui perawatan bibit kelapa sawit di pre nursey dan mainnursery.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Komoditas kelapa sawit baik berupa bahan mentah maupun hasil olahan merupakan
penyumbang devisa non-migas terbesar bagi Negara. Minyak nabati merupakan produk utama
yang dapat dihasilkan dari kelapa sawit. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2015), pada
tahun 2010 lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia tercatat seluas 8,55 juta/ha, meningkat
menjadi 10,75 juta/ha pada tahun 2014 atau terjadi peningkatan 25,80%. Pada tahun 2015
diperkirakan luas areal perkebunan kelapa sawit meningkat sebesar 5,07% dari tahun 2014
menjadi 11,30juta/ha. Berdasarkan status pengusahaannya, pada tahun 2014 sebesar 57,53%
dari produksi minyak sawit (CPO) atau 16,84 juta ton minyak sawit (CPO) berasal dari
perkebunan besar swasta, 34,86% atau 10,20 juta ton dari perkebunan rakyat dan 7,61% atau
2,23 juta ton berasal dari perkebunan besar negara. Pada tahun 2015 diperkiraan sebesar 18,33
juta tonCPO (58,59 %) berasal dari perkebunan swasta, 10,67 juta ton (34,10%) dari perkebunan
rakyat dan 2,29 juta ton (7,31%) berasal dari perkebunan besar Negara (Bona, 2018).

Benih yang bermutu rendah walaupun didukung oleh faktor-faktor produksi lainnya yang
cukup maka hasilnya akan rendah karena mutu benih mencakup mutu genetis, mutu fisiologis,
dan mutu fisik. Mutugenetis menunjukkan identitas genetis dari tanaman induknya sedangkan
mutu fisiologis merupakan kemampuan daya hidup (viabilitas) benih yang mencakup daya
kecambah dan kekuatan tumbuh benih. Sedangkan mutu fisik menunjukkan penampilan benih
seperti ukuranhomogen, bernas, bersih dari campuran, bebas hama dan penyakit, dan kemasan
menarik. Sertifikat benih merupakan salah satu bentuk pembangunan pembenihan. Sistem
pengawasan mutu dan sertifikasi benih yang handal dapat melindungi keaslian varietas dan
kemurnian genetik, baik yang diproduksi oleh produsen maupun yang digunakan oleh konsumen
di lapangan agar sesuai dengan standar mutu benih yang berlaku. Benih yang bermutu tinggi
diharapkan menjadi salah satu jaminan untuk meningkatkan produksi, produktivitas, dan mutu
hasil pertanian yang berdaya saing, dan pada akhirnya bisa berdampak positif terhadap
pendapatan dan kesejahteraan petani (Nasution dan Pinem, 2020).

Di Indonesia penggunaan bibit non sertifikat atau palsu banyak digunakan di perkebunan
rakyat. Perkebunan rakyat adalah perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola oleh
rakyat/pekebun yang dikelompokkan dalam usaha kecil. Perkebunan Inti Rakyat (PIR)
merupakan suatu pola pengembangan perkebunan di wilayah lahan bukaan baru dengan
perkebunan besar sebagai inti yang membangun dan membimbing perkebunanan sekitarnya
sebagai plasma dalam suatu sistem kerja sama yang saling menguntungkan, utuh dan
berkelanjutan. Perkebunan inti rakyat merupakan salah satu bentuk dari pertanian kontrak. Salah
satu tujuan pola perkebunan inti rakyat yaitu memobilisasi keunggulan atau keahlian teknis dan
manajerial yang dimiliki perkebunan besar untuk membantu mengembangkan perkebunan
plasma bagi pemukim yang tidak memiliki tanah dan berada dilahan yang cocok untuk
komoditas perkebunan (Ginting et al, 2019).

Dalam pembibitan kelapa sawit terdiri dari dua tahap yaitu pre nursery (3 bulan di
polybag kecil) dan main nursery (8-9 bulan di polybag besar), umumnya penanaman bibit pre
nursery ditanam secara mendatar pada areal pembibitan yang telah ditetapkan. Kegiatan
perawatan yang penting dilakukan adalah penyiraman, karena bibit kelapa sawit sangat
membutuhkan ketersediaan air yang cukup pada awal pertumbuhannya. Kebutuhan air pada
bibit pre nursery berkisar antara 0,1–0,3 liter/hari, sedangkan bibit main nursery berkisar 1–3
liter/hari (Wibisono, 2014). Metode penyiraman yang umumnya dilakukan di pembibitan
kelapa sawit adalah secara manual (menggunakan gembor, ember atau selang) dan mekanis
(mesin penyiraman). Kedua metode ini memiliki kelemahan yaitu secara manual memerlukan
tenaga kerja dan waktu yang banyak, sedangkan secara mekanis sisa air penyiraman bisa
tergenang. Oleh karena itu, perlunya alternatif metode penyiraman bibit kelapa sawit terbaru
yang lebih efektif (Sari, 2018).

Pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang sesuai dengan anjuran akan berdampakkepada
hasil yang di peroleh, sehingga kegiatan ini sangat penting untuk dilakukan mulai dari tanaman
kelapa sawit pada fase pembibitan, tanaman belum menghasilkan, maupun tanaman
menghasilkan. Sistem pembibitan terbagi menjadi dua, yaitu sistem pembibitan tunggal (system
single stage) dan sistem pembibitan ganda (system double stage). Sistem pembibitan tunggal
bibit ditanam di lapangan, sedangkan sistem pembibitan ganda terdiri dari pembibitan awal
selama tiga bulan dan pembibitan utama selama sembilan bulan dengan menggunakan polybag.
Tujuan dari pembibitan ini adalah menyiapkan bibit yang baik dan mempunyai daya tahan tinggi
saat ditanam di lapangan sehingga dapat menekan bibit yang mati (Fauzi dkk, 2012).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan Praktikum dilaksanakan selama satu hari, pada tanggal 26 Februari 2022 di
lapangan. Kegiatan Praktikum bertempat di Arau Bintang Sukaraja, Perkebunan pembibitan
kelapa sawit.

3.2 Metode Pelaksanaan

Kegiatan dilakukan dengan pengamatan langsung dilapangan, pratek langsung,


wawancara dan diskusi dengan pihak perkebunan (karyawan dan pemilik perkebunan). Hal yang
dipelajari dilapangan adalah teknik budidaya yang dilakukan di lapangan serta kondisi iklim
lapangan, kondisi lahan, luas areal dan tata guna lahan, kondisi tanaman dan produksi,
infrastruktur kebun, dan klasifikasi benih/bibit yang berkualitas.

3.3 Alat dan bahan

Alat dan bahan yang diperlukan dan dibawa oleh para praktikan adalah :

• Perlengkapan yang harus dipakai oleh para praktikan adalah : jaket almamater, topi, kaos
berkerah lengan panjang dan sepatu boot.
• Peralatan tulis yang harus dibawah adalah : kertas hvs A4 minimal 5 lembar, papan alas
tulis, dan pena.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
No Gambar Deskripsi
1
Pengecekan benih dan sertifikasi benih.

2
Penanaman benih di lahan pre nursery

3
Pemindahan bibit ke lahan main nursery

4
Pengecekan bibit

4.2 Pembahasan

Tahap awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya kelapa sawit yang sangat
berpengaruh terhadap produktivitas tanaman dan umur tanaman berproduksi merupakan
pembibitan. Pertumbuhan tanaman yang baik di lapangan dihasilkan dari pembibitan yang baik
(Solahuddin 2004). Bibit yang bermutu baik dapat diperoleh dengan penggunaan bibit unggul.
Selain itu, kondisi lingkungan yang sesuai, kultur teknis serta kesuburan media tanam
merupakan aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dan direncanakan dengan baik, sehingga
memungkinkan pertumbuhan bibit yang optimum. Pembibitan kelapa sawit terbagi atas dua
tahap yaitu pre nursery (sampai 4 bulan setelah tanam) dan main nursery (semenjak 4 bulan setelah
tanam).
Salah satu cara untuk mendapatkan benih unggul yaitu mengetahui dengan jelas darimana
asal usul dari benih itu sehingga diperlukannya benih yang bersertifikat yang mana asal usulnya
sudah diketahui pasti sehingga para petani tidak mengalami kerugian karena produksi yang tidak
baik jika salah memilih benih. Adapun kegiatan awal yang dilakukan dalam memeriksa apakah
benih yang kita dapat adalah benih yang jelas/ bersertifikat yaitu memeriksa dokumen dari boks
tersebut dan mencocokkan jumlahnya dan harus sama, memeriksa warna label yang mana
biasanya benih yang jelas itu berwarna biru, permukaan benih terdapat tulisan ppks/asal benih,
yang perlu siperhatikan juga adalah ketebalan pelastik kemasan benih yang mana biasanya lebih
tebal.

Setelah melakukan sertifikasi benih, maksimal seminggu benih harus langsung ditanam
agar daya tumbuh benih tidak berkurang. Bahan tanam yang digunakan yaitu tanah yang sudah
dicampur dengan pupuk npk plus serta dolomit yang diisikan di polybag kecil. Dalam
pemeliharaannya, proses pembibitan ini memerlukan banyak air yang mana mencapai 2 liter air
per satu tanaman. Sehingga diperlukan alat pengukur curah hujan (ombrologi) agar penyiraman
dapat dilakukan secara efisien. Penyakit yang sering menjangkit dan sangat berbahaya yaitu
penyakit bercak daun yang disebabkan oleh patogen Culvularia sp, karena sangat rentan untuk
tertular ke tanaman yang lain, jika ada yang terkena harus langsung di isolasi dan di beri
perawatan secara intensif. Selain itu, penyakit yang sering dijumpai yaitu penyakit busuk akar
maupun busuk pangkal batang. Sehingga sebelum dipindahkan ke main nursery, perlu dilakukan
penyeleksian bibit.

Main nursery dilakukan dengan memindahkan tanaman dari polibag kecil kemudian
ditanam kembali di polibag yang lebih besar. Dalam perawatannya selain pemupukan adalah
pengairan. Pengairan harus dilakukan secara teratur agar pertumbuhan bibit lebih baik. Dalam
penyiraman, dilakukan dengan cara yang konvensional dengan tujuan menambah lapangan
pekerjaan dan juga dalam hal pemeriksaan bibit terkena penyakit atau tidak. Menurut Pak Cahyo
hal tersebut lebih efisien untuk megantisipasi adanya penyebaran penyakit karena salah satu
tanaman yang terpapar, maka dapat langsung di isolasi sebelum menyebar. Sistem pemasarannya
yaitu dengan melakukan sistem booking sehingga tidak ada bibit yang memiliki umur yang terlalu
tua, karena ketika waktunya untuk ditanam, konsumen akan datang untuk mengangkut bibit
tersebut. Sehingga tidak bibit yang terbuang sia-sia karena tidak ditanam.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum lapangan dengan judul pengenalan pembibitan dan proses


sertifikasi benih kelapa sawit maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Bagian-bagian dari pembibitan k el ap a s a w i t yaitu prenursery (sampai tanaman


berumur 4 bulan setelah tanam) dan mainnursery (tanaman umur 4 bulan sampai kurang
dari 1 tahun).

2. Proses sertifikasi benih dilakukan dengan memeriksa dokumen dari perusahaan benih
dengan mencocokkan jumlah tertulis dengan yang ada di boks (harus berjumlah sama),
memeriksa warna label, umumnya benih yang baik berlabel biru, pada permukaan benih
terdapat tulisan (kode) benih berasal, perlu siperhatikan juga ketebalan plastik kemasan
benih yang mana biasanya menggunakan plastik tebal.

3. Seleksi bibit dilakukan sebelum melakukan pemindah tanaman ke mainnursery. Indikator


yang perlu diperhatikan yaitu tanaman tidak layu dan kerdil, memiliki warna yang
seragam, tidak terdapat tanda tanda hama dan penyakit. Dalam pemeliharaan prenursery
dilakukan penyiraman secara teratur dan mencukupi, penyemprotan fungisida secara
teratur sedangkan dalam mainnursery, pengairan harus tetap dilakukan dengan teratur
serta pemupukan bertahap yang juga teratur.
DAFTAR PUSTAKA

Alvi, B., Ariyanti, M., & Maxiselly, Y. (2018). Pemanfaatan beberapa jenis urin ternak sebagai
pupuk organik cair dengan konsentrasi yang berbeda pada tanaman kelapa sawit (Elaeis
guineensis jacq.) di pembibitan utama. Kultivasi, 17(2), 622-627.

Andi Kurnia, A., Teguh, A. P., & Hermansyah, H. (2019). Penggunaan kompos tandankosong
kelapa sawit sebagai subtitusi pupuk npk dalam pembibitan awal kelapa sawit. Jurnal
Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia, 21(2), 75-81

Bona, T. H. (2018). PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PADA
MAIN NURSERY DENGAN BEBERAPA DOSIS DOLOMIT DI ULTISOL

BEKAS PERTANAMAN KARET (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).

Elidar, Y. (2022). Sosialisasi Penggunaan Benih Bermutu Kelapa Sawit.

Ginting, E. J., Santosa, T. N. B., & Astuti, Y. T. M. (2019). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR


YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT DI
KEBUN PLASMA PT. MNIS INDRA SAKTI. Jurnal Agromast, 2(2).

Nasution, M. P., & Pinem, L. J. (2020). Analisis Sikap dan Kepuasan Petani dalam
Menggunakan Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Bersertifikat di Kabupaten
Labuhan Batu Utara. AGRIMOR, 5(3), 40-44.

Pinem, L. J., & Pratiwi, M. (2020). Faktor-Faktor Pendorong Petani dalam Memilih Benih
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Bersertifikat dan Nonsertifikat. AGRIMOR, 5(1), 1-
4.

Pinem, L. J., & Safrida, S. (2018). Analisis Pengambilan Keputusan Pembelian Petani dalam
Memilih Benih Kelapa Sawit Bersertifikat dan Non Bersertifikat di Kabupaten Labuhan
Batu Utara. JASc (Journal of Agribusiness Sciences), 2(1), 1-8.

Raisawati, T., Susilo, E., & Handayani, S. (2017). Kajian Waralaba Bibit Kelapa Sawit di
Bengkulu. Jurnal Agroqua: Media Informasi Agronomi dan Budidaya Perairan,
11(1), 46-51.

Sari, V. I. (2018). Pertumbuhan Morfologi Bibit Kelapa Sawit Pre Nursery dengan Penanaman
Secara Vertikultur. Jurnal Citra Widya Edukasi, 10(2), 139-146.

Anda mungkin juga menyukai