Oleh :
Yurni Arrang
(2122040053)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit memiliki nama latin (Elaeis guineensis Jacq) saat ini
merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting
disektor pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya. Hal ini
disebabkan karena dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau
lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di
dunia (Balai Informasi Pertanian, 1990). Melihat pentingnya tanaman kelapa
sawit ini dan masa yang akan datang, seiring dengan meningkatnya kebutuhan
penduduk dunia akan minyak sawit, maka perlu dipikirkan usaha peningkatan
kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit secara tepat agar sasaran yang
diinginkan dapat tercapai. Salah satu diantaranya adalah pengendalian hama
dan penyakit. (Sastrosayono 2003). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman
penghasil minyak nabati yang dapat menjadi andalan dimasa depan karena
berbagai kegunaannya bagi kebutuhan manusia. Kelapa sawit memiliki arti
penting bagi pembangunan nasional Indonesia. Selain menciptakan kesempatan
kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber
devisa negara. Penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini sudah
berkembang di 22 daerah provinsi. Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun
1968 seluas 105.808 ha dengan produksi 167.669 ton, pada tahun 2007 telah
meningkat menjadi 6.6 juta ha dengan produksi sekitar 17.3 juta ton CPO
(Sastrosayono 2003). Produktivitas kelapa sawit dipengaruhi oleh teknik
budidaya yang diterapkan. Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu
kegiatan budidaya yang sangat penting dan menentukan masa produktif
tanaman. Pengendalian hama dan penyakit yang baik dapat meningkatkan
produksi dan produktivitas tanaman. Untuk memenuhi kebutuhan akan kelapa
sawit, maka dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan produksi minyak sawit
yaitu dengan meningkatkan pengolahan di pabrik, memperluas areal pertanaman
dan memperbaiki sistem budidaya yang biasa dilakukan. Tanaman kelapa sawit
berbuah sepanjang tahun namun terdapat bulan-bulan dimana terjadi panen
puncak dan panen rendah. Variasi produksi tanaman kelapa sawit sangat
dipengaruhi oleh faktor iklim. Faktor-faktor lainnya juga turut mempengaruhi
seperti tanah, komposisi umur tanaman, bahan tanaman dan manajemen (Lubis,
1992). Faktor air juga merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Ketersediaan air sangat
dipengaruhi oleh besarnya curah hujan, jumlah air irigasi yang diberikan, dan
kapasitas tanah dalam menahan air. Air yang sedikit maupun berlebihan dapat
berakibat buruk bagi tanaman (Ismantika, 1998). Air merupakan benda yang
amat dibutuhkan mahluk hidup dimuka bumi ini. oleh sebab itu hal-hal yang
berkaitan dengan masalah air patut dicermati lebih lanjut khusus untuk air tanah
yang merupakan sumber air bersih bagi sebagian besar penduduk Indonesia
masalah pemanfaatan dan konservasi air tanah harus mendapat penanganan
yang layak dari yang berwenang. Salah satu parameter penting air tanah dalam
pemanfaatan maupun konservasinya adalah kualitas air tanah. Dalam tulisan ini
akan dicoba cara-cara yang sederhana, cepat, murah dan akurat untuk
mengetahui kualitas air tanah di suatu tempat dengan mengamati beberapa
parameter kimia terkandung. Pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air, untuk bahan baku air umum diisyaratkan sebanyak 45 unsur
atau parameter kimia yang harus diuji. Hal ini tentu memberatkan bagi para
pengguna air tanah, di samping biaya yang cukup mahal untuk uji laboratorium,
anggapan bahwa air tanah selalu mempunyai kualitas baik merupakan alasan
bagi umumnya para pengguna air untuk tidak melakukan uji laboratorium. Untuk
itu dalam tulisan ini akan mengenalkan cara yang cukup murah dan sederhana
untuk mengetahui keadaan kualitas air tanah dengan hanya mengevaluasi
beberapa parameter kimia yang terkandung dalam air tanah, antara lain nilai
daya hantar listrik (DHL), hasil sisa pengeringan atau total zat padat terlarut
(TDS), derajat keasaman (pH), kandungan besi (Fe3*), mangan (Mn2*), nitrogen
dalam bentuk nitrat (NO,") dan sertanitrit (NO2).
B. Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
System),
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kebunt Bibit
Secara teknis, pelaksanaan pengembangan industri bibit unggul tanaman tebu
dapat dilakukan dengan cara berjenjang, yakni sebagai berikut :
(1). Kebun Bibit Pokok Utama (KBPU) : Penangkaran bibit penjenis oleh pemilik
varietas atau pemulia (P3GI) dengan tingkat kemurnian 100%.
(2). Kebun Bibit Pokok (KBP) : bahan tanaman dari KBPU, tingkat kemurnian
100%, dilaksanakan oleh P3GI.
(3). Kebun Bibit Nenek (KBN) : bahan tanaman dari KBP, tingkat kemurnian
100%, dilaksanakan oleh PG.
(4). Kebun Bibit Induk (KBI) : bahan tanaman dari KBN, tingkat kemurnian 98%,
dilaksanakan oleh PG.
B. Jenis Bibit
Berikut beberapa jenis-jenis bibit yang sering digunakan dalam perkebunan tebu:
1.Bibitr atau dederan Bibit yang berasal dari hasil persemaian (Jawa = deder)
setek-setek batang yang dibuat dengan maksud antara lain memperbesar
penangkar. Juga sebagai tempat pertumbuhan peralihan bahan bibit yang telah
cukup umur sambil menunggu penyiapan lahan untuk ditanami.
Selain itu, untuk memperkecil risiko penyulaman karena pada umumnya bibit
yang berasal dari bibit dederan langsung bisa tumbuh, serta sebagai bahan
tanam sulam tanaman yang mati.
2.Bibit setek pucuk merupakan bibit yang diambil dari pucuk tebangan tebu
dengan panjang sekitar tiga ruas. Dedaunan yang masih melekat pada pucuk
tersebut harus dibuang. Pada bibit setek pucuk yang akan digunakan harus
memiliki dua atau tiga mata. Bibit ditanam dengan cara menidurkannya dengan
sedikit ditimbun oleh tanah. Tunas harus diletakkan di sebelah kiri dan kanan.
Anda harus menyiapkan lubang tanam terlebih dahulu, lubang tersebut harus
dikeringkan terlebih dahulu untuk mengurangi tingkat kemasaman tanah.
Bersihkan lubang dari rumput dan masukkan tanah guludan sembari diberi
sedikit air. Kedalaman lubang tanam sekitar 35 cm. Sebaiknya, lubang dibiarkan
sehari semalam sebelum digunakan.
3. Bibit rayungan adalah bibit yang sudah tumbuh, biasanya bibit ini sudah
memiliki dua atau tiga mata. Bibit ini ditanam di lahan dengan kriteria lebar parit
keliling 0,7 m dengan kedalaman 0,7 m, parit malang dengan panjang 100 m,
lebar 0,5 m, dan kedalaman 0,5 m; dan parit mujur dengan lebar 0,7 m dan
kedalaman 0,7 m.
Varietas bina adalah varietas yang secara resmi telah disahkan oleh pemerintah,
dalam hal ini Menteri Pertanian RI. Baik varietas hasil rakitan sendiri maupun
introduksi, melalui sidang komisi Penilai dan Pelepas Varietas, setelah
memperoleh dokumen dari Lembaga pengusul, akan memberikan saran dan
masukan kepada Badan Benih Nasional untuk usulan pelepasan varietas.
Demikian pula tidak terkecuali untuk peredaran varietas tebu di masyarakat.
PS 851 merupakan varietas unggul baru yang dilepas Menteri Kehutanan dan
Perkebunan (waktu itu) pada tahun 1998. PS 851 sebelumnya dikenal dengan
nomor seleksi PS 85-21460, yang merupakan hasil persilangan Ps 57 (varietas
unggul yang dilepas P3GI tahun 1985) dengan B 37172 (varietas introduksi dari
Barbados, Amerika Latin).
D. Pengadaan Bibit
Penyediaan benih yang seragam, murni (tidak tercampur dengan varietas lain),
sehat, tidak mengalami kerusakan fisik, dan tersedia dalam jumlah besar pada
saat dibutuhkan merupakan suatu keharusan untuk membangun kebun tebu
yang baik. Pengadaan benih tebu dapat dilakukan dengan dua teknologi yaitu
konvensional dan kultur jaringan.
Pengadaan benih dengan teknologi bud chips secara ekonomi dapat menurun-
kan biaya produksi dalam budi daya tebu. Karena ukurannya yang kecil, bud
chips tidak membutuhkan tempat yang luas sehingga memudahkan dalam
transportasi pengiriman. Pada pengembangan tebu varietas baru, pengadaan
benih dengan bud chips sangat menguntungkan karena dapat dilakukan lebih
cepat dan bobot benihnya 80% lebih ringan dibandingkan dengan benih bagal
(Jain et al. 2010; Kuri dan Naik 2015). Hasil penelitian Rokhman et al. (2014),
menunjukkan ada interaksi antara penggunaan benih bagal, bud set, dan bud
chips dengan enam klon yang diuji dalam meningkatkan rendemen.
Benih bud chips atau bud set diambil dari tanaman tebu umur 6–8 bulan, dengan
cara memotong batang tebu yang memiliki minimal 9 ruas. Mata yang digunakan
untuk benih berasal dari daun +5 hingga +11 atau membuang 3 ruas atas dan 2
ruas bawah. Batang tebu yang baru dipanen dan masih dalam bentuk lonjoran,
di-klenthek (dibuka pelepahnya) dan diambil mata tunasnya dengan
menggunakan pemotong atau alat pembuat bud chips dengan diameter ± 2–3 cm
(Gambar 1). Dalam proses pengambilan/pemotongan, posisi mata tunas
diusahakan tetap berada di tengah. Untuk benih bud set, batang tebu lonjoran
dipotong-potong menjadi setek yang berukuran 5 cm dengan satu mata, posisi
mata terletak di tengah-tengah dari panjang setek.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil pembahasan mulai dari pembahasan mengenai kebun bibit hingga
pengadaan bibit dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa jenis kebun bibit
dimana peruntukanya berbeda-beda, dari segi jenis bibit terdapat beberapa jenis
yang memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing varietas bibit yang
terdapat dalam komoditi tebu terdapat berbagaimacam varietas unggul, serta
pengadaan bibit diperlukan untuk mendukung tercapainya target produksi
maksimal dari lahan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA