Oleh:
Nama : Dwi Fuji Astuti
No. BP : 1610212003
Program Studi : Agroteknologi
Bidang Minat : Pemuliaan Tanaman
Mata Kuliah Pokok : Teknologi Benih
Tempat : Daring (Aplikasi Zoom)
Hari/Tanggal : Rabu/ 25 November 2020
Jam : 16.00 WIB - selesai
Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Indra Dwipa, M.S
2. Prof. Dr. Ir. Aswaldi Anwar, M.S
Dosen Undangan : 1. Dr. Yusniwati, S.P, M.P
2. Dr. Ir. Nalwida Rozen, M.P
3. Dr. Ir. Benni Satria, MP
Pembahas Utama : 1. Mahardeva Arief
2. Milda Sari
3. Puja Ardiana
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tujuh hari, dilanjutkan dengan pemanasan selama 60 hari pada suhu 39±1°C dapat
membantu pematahan dormansi benih kelapa sawit. Meskipun telah ada standar
operasional untuk menentukan lama perendaman dalam pengolahan benih, namun
penelitian tentang lama penyimpanan benih kelapa sawit masih sangat terbatas
padahal lama penyimpanan mempunyai peran yang sangat penting dalam
pengolahan benih, seperti menyediakan stok benih, mempertahankan viablitas dan
vigor hingga saat benih siap dikecambahkan. Berdasarkan latar belakang tersebut
perlu dilakukan evaluasi terhadap pengolahan benih kelapa sawit, maka penulis
telah melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Lama Penyimpanan dan
Perendaman Pertama terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan lama penyimpanan dan
perendaman pertama yang tepat untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih
kelapa sawit.
D. Manfaat Penelitian
Bahan yang digunakan yaitu benih kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)
varietas Simalungun (Lampiran 3), bayclin (Natrium Hipoklorit mengandung
5.25% NaClO), air bersih, deterjen, fungisida Antracol (bahan aktif tiram 80%),
fungisida Sinergy 300 EC (bahan aktif difenokazol dan propikonazol), KH2PO4,
Na2 HPO4 dan trifenil tetrazolium klorida. Alat yang digunakan pada penelitian ini
adalah bak perkecambahan, timbangan digital, oven, cawan aluminium, kamera
digital, alat tulis, ember, penggaris, tali, gunting, kertas label, stopwatch,
depericarper (mesin pengupas buah), pisau, handsprayer, keranjang buah,
kantung jaring (sebagai tempat masing-masing ulangan), kapak, palu pemecah
benih, parang, gunting, ember, Conductivity Meter, alat pengukur suhu ruangan
(thermometer).
C. Rancangan Percobaan
D. Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan benih kelapa sawit yang dilakukan di PT. Palma Inti Lestari
dimulai dengan pemanenan pada masak fisiologisnya, pencincangan (chopping),
pemeraman, pemipilan (detaching), pengupasan (depulping), pengikisan
(scrapping), pencucian, penyimpanandan perendaman pertama, pematahan
dormansi (heat treatment), perendaman kedua, dan perkecambahan benih
(Lampiran 1). Khusus untuk perlakuan penyimpanan dan perendaman pertama
dilakukan modifikasi waktu atau durasi sesuai dengan perlakuan. Masing-masing
proses dijelaskan sebagai berikut:
Pemanenan Tandan
Pemanenan dilakukan ketika umur tandan kelapa sawit berkisar antara 4,5-
5,5 bulan setelah penyerbukan. Ciri-ciri tandan buah kelapa sawit yang siap panen
jika kematangan buah pada tandan sudah mencapai 98%. Buah sawit yang telah
matang ditandai dengan buah yang mengkilat dan warna buah oranye kemerah-
merahan (Riniarti et al., 2012). Tandan sawit yang digunakan pada sampel
penelitian adalah tandan yang sudah masak fisiologis (berumur 150 hari setelah
polinasi). Tandan yang datang dari lapang diangkut dengan kendaraan, diperiksa
surat pengantar panennya, kebenarannya, kelengkapan labelnya dan ditimbang.
6
Pencincangan (Chopping)
Buah kelapa sawit selanjutnya diperam selama 3-7 hari di dalam kotak
keranjang. Pemeraman atau fermentasi ini bertujuan agar buah kelapa sawit lebih
mudah dipisahkan dari spikeletnya dan bertujuan agar daging buah sudah lunak
sehingga mempermudah proses pengupasan daging buah oleh mesin pengupas
atau depericarper. Pemipilan bertujuan untuk memisahkan masing-masing buah
agar mempermudah proses pengolahan selanjutnya, yaitu pengupasan (depulping)
daging buah (mesokarp). Pada proses pemipilan, buah yang dipilih yaitu buah
yang terletak setengah ke ujung dari spikelet (Gambar 3).
a b
Pengupasan (Depulping)
Pengikisan (Scrapping)
Pencucian
9
a b c d
a b
a b
hari (Gambar 8). Setiap minggu kantong benih dikeluarkan dan dibuka selama 3–
5 menit agar benih mendapatkan oksigen (Hidayat, 2010).
Perendaman Kedua
Pada perkecambahan benih, alat serta bahan yang dibutuhkan seperti tray
dan kapas harus dalam keadaan bersih agar benih terhindar dari patogen yang
menempel pada tray dan kapas, sterilisasi tray dengan cara dicuci bersih
menggunakan deterjen sementara sterilisasi kapas dengan cara dioven pada suhu
103±2°C, kemudian disemprot dengan fungisida Sinergy 300 EC (bahan aktif
difenokazol dan propikonazol) dengan dosis 3 g/L. Tray perkecambahan tersebut
berisi kapas dengan ketebalan sekitar 2-3 cm (tidak terlalu tebal atau terlalu tipis,
secara merata). Benih disusun sebanyak 50 benih kemudian disemprot air dengan
handsprayer agar lembab.
Setiap tray (satu tray adalah satu ulangan), antara satu tray dengan yang
lainnya kemudian disusun (ditumpuk) ke atas (Gambar 9) dan dimasukkan ke
dalam ruang perkecambahan. Suhu ruang perkecambahan benih berkisar antara
28ºC–32ºC. Penyemprotan air ke media perkecambahan dilakukan sekitar 2 hari
sekali tergantung keadaan kapas, jika masih lembab tidak perlu dilakukan
penyemprotan dan jika sudah agak kering benih perlu dilembapkan kembali.
E. Variabel Pengamatan
merendam 10 butir benih kelapa sawit (per ulangan) yang sebelumnya telah
diketahui bobotnya. Benih kelapa sawit yang telah diberi perlakuan dimasukkan
ke dalam beaker glass, kemudian beaker glass diisi dengan air bebas ion
(aquabidest) sampai keseluruhan benih menjadi terendam. Perendaman dengan air
bebas ion tersebut dilakukan selama 24 jam, kemudian benih ditiriskan dan diukur
air bekas rendaman benihnya menggunakan alat conductivity meter.
Nilai yang ditunjukkan oleh conductivity meter kemudian dicatat dan
dihitung Daya Hantar Listrik menggunakan rumus. Rumus Daya Hantar Listrik
(DHL) adalah sebagai berikut (Fatonah dan Nalwida, 2017):
Nilai DHLbenih – DHL blanko
DHL( μ S /cm . g)=
Berat (g)setiap ulangan
Keterangan :
Nilai DHL benih = nilai conductivity meter pada air rendaman benih.
Nilai DHL blanko = nilai conductivity meter pada air bebas ion.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh dari pengukuran kadar air pada beberapa perlakuan
lama penyimpanan dan perendaman pertama benih kelapa sawit setelah dianalisis
ragam menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap kadar air setelah
penyimpanan dan setelah perendaman pertama. Rata-rata hasil pengamatan kadar
air benih pada beberapa perlakuan lama penyimpanan dan perendaman pertama
dapat dilihat pada Tabel 1, tabel analisis ragam dapat dilihat pada Lampiran 7.
Tabel 1. Kadar air benih kelapa sawit setelah disimpan dan direndam dengan
waktu yang berbeda (%).
Kadar Air (%)
Perlakuan Setelah Setelah
Penyimpanan perendaman I
Penyimpanan 11 hari, perendaman 3 hari 10,83 a 18,18 b
Penyimpanan 13 hari, perendaman 5 hari 10,03 b 19,09 a
Penyimpanan 15 hari, perendaman 7 hari 9,64 b 19,65 a
Penyimpanan 17 hari, perendaman 9 hari 8,76 c 18,13 b
KK (%) 3,80 2,39
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil berbeda adalah berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf nyata 5 %.
18
Kadar air selama penyimpanan dipengaruhi oleh kadar air awal. Kadar air
awal benih sebelum penyimpanan berkisar antara 20-21%, didapatkan
berdasarkan pengukuran kadar air sampel. Berdasarkan Tabel 1, setelah benih
disimpan dalam ruang AC selama 11, 13, 15 dan 17 hari kadar airnya turun
menjadi 10,83%, 10,03%, 9,64% dan 8,76%. Semakin lama periode penyimpanan
maka akan mengakibatkan semakin menurunnya nilai kadar air di dalam benih.
Hal ini sesuai dengan penelitian Yuniarti (2015) bahwa lama penyimpanan sampai
hari ke-15 sangat mempengaruhi nilai kadar air benih bakau, semakin lama benih
disimpan maka kadar air benih semakin berkurang. Kondisi penyimpanan benih
kelapa sawit menunjukkan suhu dan RH yang rendah (suhu 17.5o-19oC dan RH
53-58%). Kadar air rata-rata ruangan AC lebih rendah dibandingkan dengan
kondisi kadar air di dalam benih, sehingga kadar air di dalam benih berpindah ke
ruangan. Penyimpanan benih di dalam ruangan AC yang terjadi adalah proses
perpindahan air dari dalam benih ke permukaan benih, dan kemudian air yang di
permukaan benih tersebut akan diuapkan jika RH ruangan lebih rendah.
Sadjad (1980) menyebutkan bahwa kadar air benih adalah salah satu faktor
yang penting dalam upaya penyimpanan benih. Benih dapat dikatakan memiliki
sifat yang higroskopis, yaitu suatu benih untuk melakukan keseimbangan dengan
udara di sekitarnya dan menyerap air jika udara lembab. Hubungan kadar air
benih dengan kadar air kesetimbangan benih dan kelembapan nisbi udara di
sekitarnya adalah penting dalam penanganan benih.
Setelah benih disimpan dengan beberapa perlakuan yaitu 11, 13, 15 dan 17
hari, selanjutnya dilakukan perendaman pertama sesuai perlakuan yaitu 3, 5, 7 dan
9 hari, kadar air benih naik menjadi 18,18%, 19,09%, 19,65% dan 18,13%.
Semakin rendah kadar air benih (sampai batas tertentu) maka kemampuan
menyerap benih akan bertambah karena benih berusaha menyeimbangkan kadar
air di dalam benih dengan lingkungannya. Semakin rendah kadar air benih, jika
direndam dalam air maka kekuatan menarik air (driving force) masuk ke dalam
benih semakin besar (Widyawati, 2009), tetapi jika kadar air benih terlalu rendah
maka kemampuan menyerap air pada benih menurun. Kadar air setelah
perendaman pertama sesuai dengan Silomba (2006), yaitu untuk meningkatkan
kadar air menjadi 18-20%.
19
2. Kadar Air Benih Setelah dari Ruang Pemanas dan Setelah Perendaman
Kedua
Kadar air benih diukur setelah keluar dari ruang pemanas, kemudian
dilakukan perendaman kedua di dalam bak dan diukur kembali kadar airnya. Pada
20
penelitian ini, benih yang keluar dari ruang pemanas (hot room) kadar airnya
hanya berkisar antara 8,10-9,74%. Menurut Adiguno (1998), kadar air setelah dari
ruang pemanas (dry heat treatment) selama 60 hari pada suhu 39-40°C sebaiknya
tidak kurang dari 18%. Benih kelapa sawit cukup sensitif terhadap penurunan
kadar air yang terlalu banyak. Menurut Suhartanto (2013) Benih intermediate
seperti kelapa sawit merupakan benih yang dapat diturunkan kadar airnya,
beberapa jenis bahkan bisa mencapai sekitar 10%, tetapi dapat mengalami
kerusakan jika kadar airnya diturunkan lebih rendah lagi dan dapat
mempengaruhi kemampuan penyerapan air.
Setelah benih dari ruang pemanas (hot room), kadar air di dalam benih
menjadi rendah (Tabel 2), oleh karena itu diperlukan perendaman kedua untuk
menaikkan kadar air sebelum benih dikecambahkan. Kadar air semua perlakuan
setelah perendaman II selama tiga hari yaitu 20,86%, 20,67%, 21,22%, dan
19,86%. Kadar air tersebut belum memenuhi kebutuhan benih untuk
berkecambah. Hal ini mengartikan bahwa imbibisi benih kelapa sawit pada
perendaman kedua tidak berjalan dengan baik padahal imbibisi menjadi faktor
esensial untuk proses perkecambahan benih. Pernyataan ini sesuai dengan
pendapat Asiedu et al., (2000) yang menyebutkan bahwa imbibisi adalah tahap
hidrasi benih yang sangat penting yang dibutuhkan untuk inisiasi perubahan
biokhemis yang mengarah pada perkecambahan.
Laju imbibisi selain dipengaruhi oleh permeabilitas kulit benih, juga
dipengaruhi oleh kadar air dalam benih. Imbibisi terjadi karena potensial air di
dalam benih lebih rendah dari sekitarnya, sehingga air akan bergerak masuk ke
dalam benih. Sesuai dengan pendapat Benech dan Sanchez (2004), besarnya
energi yang mengendalikan masuknya air ke dalam benih tergantung pada
besarnya perbedaan potensial air tersebut.
Apabila pada tahap imbibisi suplai air dalam keadaan terbatas, maka
perkecambahan terhambat. Kadar air kritis untuk perkecambahan benih sangat
bervariasi, contohnya pada benih aren, hasil pengamatan kadar air untuk memicu
perkecambahan adalah sekitar 38%, untuk benih kelapa sawit kadar air kritis yang
harus dipenuhi adalah 22-24% (Lubis, 2008).
21
respirasi. Proses respirasi akan segera berlangsung dan akan dipercepat oleh
enzim-enzim yang akan merombak cadangan makanan menjadi senyawa
bermolekul sederhana yang akan ditranslokasikan ke embrionic axis sehingga
benih mampu berkecambah dengan baik. Bustamam (1989) cit. Putih et al.,
(2009) menyatakan bahwa dengan aktifnya metabolisme benih tersebut
perombakan bahan cadangan makanan berlangsung dan menghasilkan energi
untuk ditransfortasikan ke embrionic axis untuk pembentukan radikula dan
plumula serta menyokong pertumbuhan awal perkecambahan. Kurangnya air di
dalam benih mengakibatkan dormansi fisik benih masih berlangsung.
Gambar 9. Kecambah normal benih kelapa sawit umur 7 hari setelah pecah
dormansi.
Keterangan : (a) Plumula, (b) Radikula
a b c
Gambar 10. Kecambah abnormal benih kelapa sawit setelah 7-10 hari pecah
dormansi.
Keterangan: (a) plumula dan radikula tidak berkembang, (b) plumula pendek dan
tumpul (c) posisi plumula dan radikula membentuk sudut 90°.
suhu di dalam tray dapat meningkat, selain itu kelambaban juga meningkat karena
media perkecambahan benihnya adalah kapas, kemampuannya mempertahankan
air sangat tinggi.
Menurut Kurnila (2009) suhu ruangan yang baik bagi perkecambahan benih
berkisar antara 28ºC-30ºC dengan kelembapan berkisar antara 65°C-75°C. Pada
penelitian ini media yang digunakan dalam perkecambahan adalah kapas. Seperti
diketahui kapas merupakan media yang mampu mempertahankan kelembapan
media menjadi sangat tinggi, kelembapan yang berlebihan dapat menghambat laju
penyerapan air dari lingkungan ke dalam benih, mendukung tumbuhnya jamur
dan tempat hidupnya hama seperti ulat dan kutu. Jamur dan kutu sangat
mengganggu perkecambahan benih di dalam tray perkecambahan. Jamur dapat
menginfeksi endosperm di dalam benih, sehingga benih dapat tumbuh dalam
keadaan abnormal, bahkan mati.
2. Benih Dorman(%)
dorman embrionya akan berwarna merah muda atau merah, sedangkan benih yang
mati akan berwarna putih saja. Embrio benih yang diuji tetrazolium seperti dapat
dilihat pada Gambar 12.
Salah satu upaya pematahan dormansi benih kelapa sawit yaitu dengan
perlakuan benih ditempatkan dalam ruang pemanas (hot room) selama 60 hari
dengan suhu 400C, namun benih ternyata belum mampu berkecambah. Setiap
biji tanaman mempunyai kisaran waktu yang tertentu untuk bisa berkecambah,
walaupun kondisi optimum cukup membantu perkecambahan benih, namun
adakalanya suhu hanya membantu pada tahapan imbibisi dan pengaktifan
enzim) akan tetapi tidak mengubah viabilitas biji yang ditentukan oleh sifat
fisiologis dari biji, meskipun pada penelitian ini benih yang digunakan
diasumsikan memiliki tingkat kemasakan, ukuran dan berat yang sama. Akan
tetapi biji yang awalnya memiliki viabilitas yang tinggi akan meneruskan
proses perkecambahan. Sedangkan biji yang memiliki viabilitas yang rendah,
proses perkecambahannya akan terhambat. Faktor fisiologi biji juga sangat
berperan dalam proses perkecambahan biji yang menentukan cepat lambatnya
proses perkecambahan biji maupun mampu tidaknya biji berkecambah (daya
viabilitas biji) (Sutopo, 2004).
Hasil pengamatan persentase benih mati kelapa sawit yang telah diberi
perlakuan penyimpanan dan perendaman pertama pada berbagai lamanya waktu
menunjukkan pengaruh yang sama setelah dianalisis ragam. Persentase
pengamatan benih mati dapat dilihat pada Tabel 6 dan analisis ragam dapat dilihat
pada Lampiran 7.
Tabel 6. Persentase benih mati kelapa sawit setelah dilakukan penyimpanan dan
perendaman pertama dengan beberapa waktu yang berbeda (%).
Perlakuan Benih mati (%)
Penyimpanan 11 hari, perendaman 3 hari 6,47 ± 5,60
Penyimpanan 13 hari, perendaman 5 hari 33,3 ± 5,77
Penyimpanan 15 hari, perendaman 7 hari 0,00 ± 0,00
Penyimpanan 17 hari, perendaman 9 hari 10,00 ± 10,00
± Standar Deviasi
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 6, standar deviasi yang lebih besar dari
nilai rata-rata menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam variabel benih
30
mati (%) mempunyai sebaran yang besar karena standar deviasi lebih besar dari
rata-ratanya sehingga simpangan data yang tinggi pada perlakuan penyimpanan
11 hari, perendaman 3 hari dan penyimpanan 13 hari, perendaman 5 hari. Hal ini
ditunjukkan dalam data dalam penelitian ini terdapat beberapa data yang terlalu
ekstrim.
Data persentase benih mati dapat dikatakan rendah, karena sebagian besar
benih masih mengalami dormansi. Beberapa gejala benih mati yang ditemukan
dalam penelitian ini antara lain berupa endosperm yang sudah habis (kopong) dan
di dalamnya membusuk. Benih yang kopong diduga disebabkan oleh larva
serangga yang menembus lapisan operculum benih (ujung embrio dan titik
tumbuh sebagai tempat keluarnya kecambah kelapa sawit) kemudian memakan
endosperm benih. Organisme tersebut biasanya merusak fisik benih secara
langsung, yaitu dengan memakan bagian operculum yaitu lapisan yang
melindungi embrio benih, sehingga embrio dapat mati. Selanjutnya, beberapa
benih mati yang ditemukan dalam penelitian ini adalah endosperm mengalami
pembusukan yang menghasilkan lendir (Gambar 13a) karena endosperm yang
diserang larva serangga (Gambar 13b) dan benih yang terserang jamur.
a b
Benih yang mati terserang jamur biasanya disebabkan oleh Jamur Fusarium
spp Marasmius. Faktor yang mendukung tumbuhnya jamur ini adalah kadar air
benih tinggi (lebih dari 17%), permukaan kulit benih masih banyak serabut, dan
ruang perkecambahan kurang bersih dan teralu lembab (Purba, 2009). Penyakit
pada benih lainnya yaitu disebabkan oleh jamur Schizophyllum commune.
Penyebab dari Schizophyllum commune disebut juga jamur busuk putih yang
31
Tabel 8. Nilai indeks benih kelapa sawit setelah dilakukan penyimpanan dan
perendaman pertama dengan beberapa waktu yang berbeda (%).
Perlakuan Nilai Indeks
Penyimpanan 11 hari, perendaman 3 hari 0,06 b
Penyimpanan 13 hari, perendaman 5 hari 0,01 b
Penyimpanan 15 hari, perendaman 7 hari 0,14 a
Penyimpanan 17 hari, perendaman 9 hari 0,00 b
KK (%) 3,54
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil berbeda adalah berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf nyata 5 %. KK didapatkan setelah data
ditransformasi dengan √ (x +0,5).
Sudrajat dan Nurhasybi, 2017). Sehingga benih-benih dengan nilai DHL tinggi
akan semakin menurun viabilitasnya.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, disarankan adanya
penelitian lebih lanjut tentang kombinasi penyimpanan, perendaman pertama dan
perendaman kedua, sebaiknya proses pengolahan benih dilakukan dengan lama
penyimpanan 15 hari dan perendaman pertama 7 hari, serta sebaiknya
memperpanjang waktu perendaman kedua, dengan begitu diharapkan kadar air
benih mencapai 22-24% agar benih patah dormansi dan mampu berkecambah
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Farrant, J.M. Berjak, P. dan Pammenter, N.W. 1993. Studies on The Development
of The Desiccation-Sensitive (Recalcitrant) Seed Of Avicennia marina
(Forsk.) Vierh: The Acquisition of Germinability and Response to Storage
And Dehydration. Ann. Bot. 71, 405-410p.
Fatonah, K. dan Nalwida. 2017. Penetapan Metode Uji Daya Hantar Listrik
Untuk Benih Sorgum (Sorghum bicolor L.). Jurnal Agroteknologi
Universitas Andalas. I (1) : Hal 19-25.
Pratiwi, I. 2016. Pengaruh Skarifikasi dan Lama Perendaman dengan Asam Sulfat
(H2SO4) terhadap Pematahan Dormansi Benih Enau (Arenga pinnata
Merr.) [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. 37 hlm.
Roberts EH. 1973. Predicting Storage Life of Seed. Seed Sci. and Technology I,
499 514.
Rofik, A. dan E. Murniati. 2008. Pengaruh perlakuan deoperkulasi dan
mediaperkecambahan untuk meningkatkan viabilitas benih aren (Arenga
pinnata (Wurmb.) Merr.). Buletin Agronomi . vol 1, (36) : 33-40. Kelapa
Sawit pada Ultisol. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan.Vol. 12
(3):187-195.
Sadjad, S. 1975. Proses Metabolisme Perkecambahan Benih dalam Dasar-Dasar
Teknologi Benih. Capita Selekta. Departemen Agronomi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Sadjad, S. 1994. Metode Uji Langsung Viabilitas Benih. Bogor: Institut Pertanian
Bogor
Saleh, M.S, E. Adelina, E. Murniati dan T. Burdiati. 2008. Pengaruh Skarifikasi
dan Media Tumbuh Terhadap Viabilitas Benih dan Vigor Kecambah Aren
(Arenga pinnata (Wurmb.) Merr)
Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Purwokerto. Agromedia Pustaka.
176 hal.
Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan benih Tanaman Hutan Tropis dan
Subtropis. Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.
Departemen Kehutanan. Jakarta : Gramedia.
Setyamidjaja, D. 2006. Budidaya Kelapa Sawit. Yogyakarta. Kanisius.62 Hal.
Silomba, Samuel. D.A. 2006. Pengaruh Lama Perendaman dan Pemanasan
Terhadap Viabilitas Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) [Skripsi].
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 53 hal.
Sudrajat, D. J., dan Nurhasybi. 2017. Daya Simpan Benih Suren (Toona Sinensis)
Dalam Hubungannya Dengan Karakteristik Tempat Tumbuh dan Morfo-
Biokimia Benih. Seminar Nasional Silvikultur IV Mengatasi Perubahan
Iklim Terhadap Kelestarian Sumberdaya Hutan dan Ekonomi Sumberdaya
Hayati (hal. 379– 389). Samarinda: Universitas Mulawarman.
Sudrajat, D.J, et al. 2017. Bunga Rampai (Karakteristik dan Prinsip Penanganan
Benih Tanaman Hutan Berwatak Intermediet dan Rekalsitran). Bogor : IPB
Press.
Suhartanto, M. Rahmad. 2013. Teknologi Pengolahan dan Penyimpanan Benih
(Dasar Ilmu dan Teknologi Benih). Bogor: IPB Press.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengelolaan Kelapa Sawit.
Jakarta: Agro Media Pustaka.
Sunarko. 2009. Budidaya dan Pengelolaan Kelapa Sawit dengan Sistem
Kemitraan. Jakarta : Agro Media Pustaka.
Sunarko, 2014. Budi Daya Kelapa Sawit di Berbagai Jenis Lahan. Jakarta,
Agromedia Pustaka.
Syamsuddin, Lukman. 2001. Manajemen Keuangan Perusahaan (Konsep
Aplikasi dalam Perencanaan, pengawasan, dan Pengambilan Keputusan).
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Syamsuwida, S. dan Yuniarti, N. 2007. Strategi Penyimpanan Benih dan Semai
Jenis Tanaman Hutan. Prosiding Seminar Teknologi Perbenihan Untuk
Peningkatan Produktifitas Hutan Tanaman Rakyat di Sumatera Barat, Solok,
7 November 2007.
Sutopo, Lita. 2004. Teknologi Benih. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
42
Taliroso, D. 2008. Deteksi Status Vigor Benih Kedelai (Glycine max L. Merr)
melalui Metoda Uji Daya Hantar Listrik [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor. 84 hal.
Utomo, B. 2006. Ekologi Benih. USU Repository
Widiarsi. S.W. 2008. Pengaruh Bahan Baku Terhadap Kadar Senyawa Fenol
Pembuatan Asap Cair dari Limbah Kelapa Sawit di Kabupaten Pasir,
Kalimantan Timur. [Tesis]. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Widyawati, N., Tohari, P. Yudono, dan I. Soemardi . 2009. Permeabilitas dan
Perkecambahan Benih Aren (Arenga pinnata (Wumb.) Merr.). Jurnal
Agronomi Indonesia: hal 152-158.
Yuniarti, Naning dan Dharmawati F. Djamin. 2015. Teknik Pengemasan yang
Tepat untuk Mempertahankan Viabilitas Benih Bakau (Rhizophora
apiculata) Selama Penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas
Indonesia 2015. I: 1438-1441.
Zanzibar, M. dan Widodo, W. 2011. Metoda Pengeringan dan Penyimpanan
Benih Mahoni (Swietenia macrophylla King). Prosiding Seminar Hasil-
Hasil Penelitian “Teknologi Perbenihan Untuk Meningkatkan Produktivitas
Hutan Rakyat di Propinsi Jawa Tengah.” Balai Penelitian Teknologi
Perbenihan Tanaman Hutan Bogor. Semarang.
LAMPIRAN
44
PENYIMPANAN PEMATAHAN
DAN DORMANSI
PENCUCIAN
PERENDAMAN (DRY HEAT
PERTAMA TREATMENT)
PERKECAMBAHAN PERENDAMAN
BENIH KEDUA
Lampiran 2. Jadwal Kegiatan Penelitian dari Bulan Januari sampai Juni 2020.
Warna plumula
berubah.
Perkecambahan
kembar membentuk
huruf V.
Radikula pendek
Benih berkecambah
Doubleton dengan
plumula, radikula
atau keduanya
pendek.
Radikula tipis.
Plumula bercabang.
Radikula bercabang.
Radikula dan
plumula tidak
berkembang.
Ulangan Ju
Perla Rata
ml
kuan 1 2 3 -rata
ah
27
80,7
80,77 114,41 5, 91,9
7
A 95 8
1,
0,5 0,5 0,5
B 50 0,50
41
140,
114,41 162,72 7, 139,
5
C 63 21
1,
0,5 0,5 0,5
D 50 0,50
69
Jumla 6, 58,0
h 58 5
b. Kecambah Abnormal
Sumbe Der Jumlah Kuadra F- F-
r ajat Kuadra t Hit Ta
Kerag Beb t Tengah un bel
aman as g (5
52
%)
Perlak 0,4 4,0
uan 3 2,6667 0,8889 4 tn 7
16,000
Sisa 8 0 2,0000
18,666
Total 11 7 KK = 198,64
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata, F-hitung<F-tabel pada taraf 5%. KK
didapatkan melalui hasil transformasi =ASIN(SQRT(% DATA/100))*180(22/7)
+0,5).
Ulangan R
at
Perla Jumla
a-
kuan 1 2 3 h
ra
ta
2
0
7,
, 0,5 80,77
2
5
A 81,77 6
2
0
7,
, 80,77 0,5
2
5
B 81,77 6
0 0,
, 0,5 0,5 5
C 5 1,50 0
3
0
8,
, 0,5 114,41
4
5
D 115,41 7
2
3,
Juml 3
ah 280,45 7
c. Benih Dorman
F-
Sumbe Der F-
Kuadra Ta
r ajat Jumlah Hit
t bel
Kerag Beb Kuadrat un
Tengah (5
aman as g
%)
Perlak 2,2 4,0
uan 3 225 75 5 tn 7
Sisa 8 266,66 33,333
53
67 3
491,66
Total 11 67 KK = 6,02
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata, F-hitung<F-tabel pada taraf 5%.
d. Benih Mati
F-
Sumbe Der F-
Kuadra Ta
r ajat Jumlah Hit
t bel
Kerag Beb Kuadrat un
Tengah (5
aman as g
%)
Perlak 164,75 54,918 1,3 4,0
uan 3 67 9 3 tn 7
329,41 41,176
Sisa 8 33 7
494,17
Total 11 00 KK = 120,84
Keterangan: tn = berbeda tidak nyata, F-hitung<F-tabel pada taraf 5%.%.
KK didapatkan melalui hasil transformasi =ASIN(SQRT(%
DATA/100))*180(22/7) +0,5).
Ulangan Ju
Perla Rata-
ml
kuan 1 2 3 rata
ah
180,6 178,7 36 119,9
0,5
A 2 1 0 4
182,5 18
0,5 0,5
B 2 4 61,17
C 0,5 0,5 0,5 2 0,50
182,5 262,7 44 148,6
0,5
D 2 9 6 0
99
Jumla 0,6
h 6 82,56
Ulangan Ju
Perlak Rata
mla
uan 1 2 3 -rata
h
27,2
80,77 0,5 0,5
A 82 6
B 0,5 0,5 0,5 2 0,50
C 0,5 140,5 80,77 222 73,9
55
2
D 0,5 0,5 0,5 2 0,50
306 25,5
Jumlah ,54 5