OLEH:
NAMA : RINNI
NIM : M011201020
KELAS/KLP :A/7
2. TUMANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum pemanenan
berjudul “Perencanaan Pemanenan Hasil Hutan Rakyat”. Penulis juga tidak lupa
untuk mengucapkan terima kasih kepada dosen serta asisten praktikum mata
kuliah Pemanenan yang selalu memberikan arahan dalam menyusun laporan ini.
Laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik serta saran
yang membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan laporan praktikum ini.
Atas perhatian dari semua pihak yang membantu penulisan laporan praktikum ini,
diucapkan terima kasih.
Rinni
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Praktikum
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Benih
2.2 Persemaian
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
3.2 Alat dan Bahan
3.3 Prosedur Kerja
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. B
Gambar 2.
Gambar 3.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kerusakan hutan di Indonesia umumnya disebabkan oleh berbagai aktifitas
manusia seperti pembukaan lahan untuk perkebunan, maupun pertambangan.
Aktivitas tersebut dapat berdampak terhadap kerusakan hutan dan degradasi
lahan. Oleh karena itu, perlu upaya pemulihan ekosistem hutan yang rusak. Salah
satu bentuk kegiatan pemulihan adalah kegiatan penanaman. Penanaman pohon
harus didukung oleh kualitas dan kuantitas bibit yang memadai, terutama tanaman
hutan yang diproduksi di persemaian (Tuheteru dkk, 2020).
Mutu benih mencakup mutu genetis, mutu fisiologis dan mutu fisis. Mutu
genetis ditentukan oleh derajat kemurnian genetis sedangkan mutu fisiologis
ditentukan oleh laju kemunduran dan vigor benih. Mutu benih merupakan sebuah
konsep yang kompleks yang mencakup sejumlah faktor yang masing-masing
mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah, viabilitas, vigor
dan daya simpan. Kualitas benih dapat dilihat dari viabilitas dan vigor benih.
Sebagian besar ahli teknologi benih dan kalangan perdagangan mengartikan
viabilitas sebagai kemampuan benih untuk berkecambah dan menghasilkan
kecambah secara normal.
Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat
potensi aktivitas dan kinerja atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya
kecambah. Vigor adalah suatu indikator yang dapat menunjukan bagaimana benih
tumbuh pada kondisi lapang yang bervariasi. Vigor merupakan gabungan antara
umur benih, ketahanan, kekuatan, dan kesehatan benih yang diukur melalui
kondisi fisiologinya, yaitu pengujian stress atau memalui analisis biokimia.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan turunnya mutu benih adalah cara
penyimpanan benih yang kurang tepat selama periode penyimpanan. Hal ini akan
meningkatkan laju deteriosasi, sehingga viabilitas dan vigor benih cepat menurun.
Penyimpanan benih padi dilakukan segera setelah tanaman selesai dipanen
dan melalui proses pengeringan untuk mengurangi kadar air di dalam benih.
Metode penyimpanan benih ada dua macam, yaitu penyimpanan secara tradisional
dan modern. Penyimpanan benih padi secara tradisional diantaranya adalah
dengan menyimpan benih dalam kantong bagor, keranjang tertutup, lumbung
sederhana atau benih-benih diikat kecil-kecil dan diletakkan diatas perapian.
Menurut Sutopo (2002), metode penyimpanan benih padi secara modern
dikembangkan dari metode tradisional, hanya saja alat dan bahan yang digunakan
lebih modern. Salah satunya adalah metode penyimpanan benih dalam kantong
plastik polietilen, kertas aluminium dan kaleng timah.
Dari hal tersebut, praktikum ini penting dilakukan untuk mengetahui
kriteria benih yang dapat tumbuh dengan baik serta faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan benih.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu membuat model persemaian
permanen dan sementara dalam bentuk gambar yang dilengkapi dengan sarana
dan prasarana yang ada di dalam persemaian tersebut dan mengetahui fungsi dari
sarana dan prasarana yang ada di dalam persemaian.
Adapun kegunaan dari praktikum ini, yaitu praktikan mengetahui perbedaan
persemaian sementara dan persemaian permanen.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Benih
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutan
Sosial Nomor: 76/V_PTH/2004 tentang pedoman penetapan pengadaan dan
pengedar benih/bibit tanaman hutan terdaftar, yang dimaksud dengan bibit
tanaman hutan adalah tumbuhan muda hasil perbanyakan dan
perkembanganbiakan dari benih dan merupakan calon pohon yang berlanjutnya di
dalam keputusan ini disebut bibit. Bibit adalah bahan tanaman yang dapat berupa
benih atau anakan, baik berupa stek atau anakan siap tanam, cangkokan/anakan
cabutan. Metode pembibitan adalah teknik produksi bibit menurut bentuk benih
yang digunakan yang mencakup pembibitan secara generatif berasal dari benih
generatif dan pembibitan secara vegetatif dari benih vegetatif. Dalam sistem
silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), kegiatan
persemaian/pembibitan merupakan tindak lanjut dari hasil inventarisasi tegakan
tinggal (ITT) yang dilaksanakan dua tahun setelah pemanenan. Silvikultur adalah
perencanaan tanam atau pengelolaan (Hidayat, 2015).
Benih merupakan awal dari suatu kehidupan tanaman. Dalam suatu sistem
budidaya benih memegang peranan yang sangat penting. Benih bermutu
merupakan faktor utama suksesnya produksi dibidang pertanian. Sarana produksi
lain seperti pupuk, pestisida, zat pengatur tumbuh, dan cara budidaya yang baik
tidak akan meberikan hasil yang baik apabila benih yang digunakan tidak bermutu
karena pada akhirnya benih tersebut tidak dapat beradaptasi dengan baik pada
lingkungan budidayanya. Sedangkan benih yang bermutu akan menghasilkan
produksi yang tinggi dan produk yang berkualitas (Wiguna, 20130.
Mutu benih terdiri dari mutu fisik, mutu genetik, dan mutu fisiologi. Benih
bermutu fisik tinggi menunjukkan keseragaman dalam bentuk, ukuran, warna, dan
berat per jumlah atau volume. Salah satu indikator benih bermutu adalah memiliki
viabilitas dan vigor yang baik. Benih yang memiliki viabilitas baik akan tumbuh
menjadi tanaman normal Benih yang memiliki vigor baik akan mampu bertahan
dan berkecambah serta menghasilkan tanaman yang tumbuh baik dilapangan yang
beragam dan luas (Sadjad dalam Wartapa et al. 2009). Sementara menurut Mc
Donal dan Copeland(1985), vigor benih merupakan keseluruhan sifat yang
menggambarkan potensi dari aktifitas dan penampilan benih selama berkecambah.
Benih yang menunjukkan penampilan baik dinyatakan bervigor tinggi, sedangkan
benih yang mempunyai penampilan kurang baik dikelompokkan ke dalam benih
bervigor rendah (Wiguna, 2013).
Benih sendiri mempunyai pengertian ialah merupakan biji tanaman yang
dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usaha tani serta memiliki
fungsi agronomis. Dalam konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi
atau benih unggul, sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang dapat
berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang semakin maju. Peredaran
benih di pasaran yang terdistribusi pada beberapa toko benih, berada dalam
kemasan yang berlebel maupun yang tidak berlebel. Kemasan berlebel adalah
kemasan yang memuat informasi tentang keadaan benih yang meliputi benih
murni bebas dari varietas lain, berukuran penuh dan seragam, daya kecambah di
atas 80% dengan bibit yang tumbuh kekar, bebas dari biji gulma, bebas hama dan
penyakit, yang informasinya dicantumkan pada label di kemasan benih tersebut,
sedangkan benih yang tidak berlebel adalah benih lokal yang tidak memuat
informasi tentang keadaan benih tersebut (Lesilolo dkk, 2013).
2.2 Persemaian
Persemaian adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses benih (atau
bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang siap ditanam di lapangan.
Tujuan pembuatan persemaian adalah sebagai upaya penyediaan bibit yang
berkualitas baik dalam jumlah yang memadai, sesuai dengan rencana penanaman
dan meningkatkan SDM masyarakat dalam bidang pembibitan. Kegiatan dalam
pengelolaan persemaian yaitu penentuan lokasi, persiapan lapangan persemaian,
pembuatan bedeng, penaburan benih, penyapihan kecambah asal bahan tanaman
yang digunakan sebagai bibit dan pemeliharaan bibit sampai siap dipindah
kelapangan. Para pengguna bibit mencakup operator pembibitan sendiri,
perseorangan, organisasi kemasyarakatan, kelompok petani, badan pemerintahan,
organisasi non pemerintah, perusahaan, atau swasta(Tuheteru dkk, 2020).
Persemaian terdiri atas dua jenis yaitu persemaian sementara dan
persemaian tetap (permanen). Persemaian sementara luas lahan berukuran kecil
(1.000 – 2.000 m2) dengan kapasitas produksi bibit sekitar 20.000 batang/tahun
sekali produksi. Lokasinya terletak didekat lokasi penanaman. Umumnya
digunakan sebagai tempat transit bibit atau tempat persemaian sementara untuk
beberapa periode tertentu (maksimum 5 tahun). Persemaian tetap berukuran luas,
digunakan dalam jangka lama, (± 15 tahun). Bentuk bangunannya dibuat modern
dan bersifat permanen. Peralatan yang digunakan lebih canggih sehingga
pembangunan pembibitan permanen memerlukan biaya banyak (Tuheteru dkk,
2020).
Beberapa persemaian yang telah dibangun oleh pemerintah melalui
BPDASHL dan Perorangan. Masing-masing persemaian tersebut memiliki
perbedaan, persemaian pemerintah didirikan dan dioperasikan oleh badan
pemerintah nasional dan lokal untuk mendukung program-program reforestasi dan
penanaman pohon masyarakat. Operasi yang dilakukan oleh pemerintah ini
melibatkan area yang luas dan operasi berskala besar, dengan kapasitas produksi
berdasarkan target pemerintah. Sedangkan, persemaian perorangan didirikan
untuk memenuhi kebutuhan bibit pohon keluarga. Pembibitan ini juga
memberikan pendapatan lewat penjualan bibit. Bibit dapat diproduksi untuk
anggota masyarakat dalam rangka memperkuat hubungan lokal dan modal sosial
(Tuheteru dkk, 2020).
Pengelolaan persemaian meliputi kegiatan penentuan lokasi, persiapan
lapangan persemaian, pembuatan bedeng, penaburan benih, penyapihan kecambah
asal bahan tanaman yang digunakan sebagai bibit dan pemeliharaan bibit sampai
siap dipindah ke lapangan. Segala kegiatan di persemaian mulai dari penentuan
lokasi sampai dengan pemeliharaan bibit bertujuan untuk menghasilkan bibit yang
sehat dan pertumbuhan yang baik. Pengelolaan persemaian tidak akan lepas dari
perananan manusia, peran manusia yang mutlak diperlukan adalah pengetahuan,
keterampilan dan ketekunan yang memadai sesuai dengan perkembangan
kemajuan teknik pengelolaan persemaian (Tuheteru dkk, 2020).
Persemaian adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses benih (atau
bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/ semai yang siap ditanam dilapangan.
Kegiatan di persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari kegiatan
penanaman hutan karena itu sangat penting dan merupakan kunci pertama di
dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan. Penanaman benih di
lapangan dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung yang berarti
harus disemaikan terlebih dahulu di tempat persemaian . penanaman secara
langsung di lapangan biasanya dilakukan apabila biji-biji (benih) tersebut
berukuran besar dan jumlah persediaannya melimpah. Meskipun ukuran benih
besar tetapi kalau jumlahnya terbatas, maka benih tersebut seyogyanya
disemaikan terlebih dulu.
Persemaian adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka mempersiapkan
bibit. Persemaian dibuat dengan tujuan utama menyediakan bibit atau membuat
stok bibit yang jumlahnya mencukupi kebutuhan setiap saat diperlukan untuk
penanaman serta untuk menyediakan bibit yang berkualitas baik.
Pemindahan/penanaman bibit berupa semai dari persemaian ke lapangan dapat
dilakukan setelah semai-semai dari persemaian tersebut sudah kuat (siap ditanam).
Pengadaan bibit/ semai melalui persemaian yang dimulai sejak penaburan benih
merupakan cara yang lebih menjamin keberhasilan penanaman di lapangan. Selain
pengawasannya mudah, penggunaan benih-benih lebih dapat dihemat dan juga
kualitas semai yang akan ditanam di lapangan lebih terjamin bila dibandingkan
dengan cara menanam benih langsung di lapangan. (Khaerunnisa, 2020).
Persemaian (nursery) adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses
benih (atau bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang siap ditanam di
lapangan. Kegiatan di persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari
kegiatan penanaman hutan karena itu sangat penting dan merupakan kunci
pertama di dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan. Peluang bibit
untuk bertahan dan dapat tumbuh dengan baik di lapanganan dipengaruhi oleh
kesehatan dan kekuatan, ketika mereka ditanam. Bibit yang sehat, proporsi yang
seimbang dan pertumbuhan yang bagus mempunyai peluang kelangsungan hidup
yang tinggi dibanding bibit yang lemah dan stress (Irwan dkk, 2020).
Kemampuan hidup yang lebih baik dari bibit yang berasal dari pesemaian
disebabkan oleh 4 faktor utama, yaitu (Irwan dkk, 2020):
1. Di lapangan biasanya benih sering gagal untuk menyelesaikan perkecambahan
karena lingkungan yang merugikan (kekeringan, banjir) atau diserang oleh
patogen
2. Kerusakan oleh pemangsa benih cukup tinggi di lapangan
3. Benih yang baru berkecambah dan bibit kecil seringkali tertekan oleh vegetasi
lain, contohnya gulma herbal, di mana mereka akan berkompetisi
4. Di persemaian dapat mengendalikan perkecambahan dan lingkungan
pertumbuhan, sehingga bibit mempunyai peluang optimal untuk bertahan pada
tahapan yang kritis dan masalah pemangsaan biasanya kecil dibanding di
lapangan.
2.2.1 Penyiapan Sarana dan Prasarana Persemaian
a. Penentuan lokasi persemaian
Untuk memperoleh mutu bibit yang baik, dan mengurangi resiko kerusakan bibit
ke lokasi penanaman, diperlukan persemaian dan Tempat Pengumpulan Sementara (TPS)
yang sesuai kriteria dan standar mutu. Pembuatan persemaian dilakukan jika kebutuhan
bibit diperoleh dengan cara membuat bibit (baik secara vegetatif maupun generatif),
sedangkan TPS disediakan jika kebutuhan bibit diperoleh dengan cara mendatangkan
bibit dari luar/membeli bibit dari para penangkar bibit. Berdasar sifat lokasinya, maka
persemaian dan TPS dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu persemaian lahan kering dan
mangrove. Masing-masing tipe persemaian memiliki persyaratan sebagai berikut (Irwan
dkk, 2020):
1. Persemaian lahan kering: dekat dengan lokasi penanaman, dekat sumber air,
bebas banjir dan angin keras, memiliki areal terbuka dan areal naungan,
memiliki sarana penyiraman, memiliki peralatan penanganan benih, dengan
dengan tenaga kerja.
2. Persemaian mangrove: dekat dengan lokasi penanaman, terkena pasang surut air
laut, bebas banjir, angin keras dan ombak besar, memiliki areal terbuka dan
naungan, dekat dengan tenaga kerja.
Agar diperoleh bibit dan hasil penanaman yang baik, maka lokasi pembibitan
sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut (Irwan dkk, 2020):
Tempat untuk menyemai benih dapat dibuat dalam beberapa bentuk, yaitu:
a. Bedeng tabur, benih yang kecil biasanya disebar di bedeng tabur dibanding
menyemai satu persatu dalam pot. Bedeng tabur juga sesuai jika benih
cenderung memerlukan waktu yang lama untuk berkecambah; lebih mudah
menyiangi bedeng tabur dibanding pot dan masalah dekomposisi pada
campuran isian pot dapat ditunda. Bedeng tabur seringkali dibangun dengan
kerangka kayu (perhatian, kayu dari beberapa spesies membusuk sangat cepat).
Bagian dasar dari bedeng tabur adalah kerikil atau bahan lain yang dapat
mengalirkan secara baik dan media perkecambahan seringkali terdiri dari bahan
yang relatif gembur, contohnya pasir yang membuat lebih mudah untuk
memindahkan bibit tanpa merusak sistem akar. Untuk spesies hutan lembab,
bedeng tabur biasanya ditutupi oleh lembaran politen yang akan menjaga suhu
dan kelembaban tinggi di dalam bedeng tabur. Lembaran politen secara sesuai
ditempatkan pada kerangka kayu dan dapat dibuka serta dipindahkan,
contohnya untuk mencegah kepanasan dan ketika bedeng tabur perlu untuk
disiram, disiangi, memindahkan benih yang berkecambah kedalam polytube,
menyemai benih baru dsb.
4.1 Hasil