Anda di halaman 1dari 42

Laporan Lengkap

TEKNOLOGI BENIH DAN PERSEMAIAN

OLEH

NAMA : MEGI TOTO


NIM : M011191085
KELAS :B
KELOMPOK : 10
ASISTEN : GRACELIA KATERIEN LEBANG

LABORATORIUM SILVIKULTUR DAN FISIOLOGI POHON


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Teknologi Benih dan Persemaian
Nama : Megi Toto
NIM : M011191085
Kelas :B
Kelompok : 10

Laporan Ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Nilai
Praktikum Teknologi Benih dan Perkemahan
Pada
Laboratorium Silvikultur Dan Fisiologi Pohon
Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin
Makassar
2021

Menyetujui

Asisten Koordinator Asisten

GRACELIA KATERINE LEBANG GRACE LANDE’ PARERUNG


M011181397 M011171041

Tanggal Pengesahan : 19 November 2021

i
DAFTAR ISI

SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan dan Kegunaan Praktikum .............................................................. 1
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Benih ........................................................................................................ 2
2.2 Persemaian ............................................................................................... 6
2.3 Skarifikasi ................................................................................................ 15
2.4 Perkecambahan ........................................................................................ 17
2.5 Media Tanam ........................................................................................... 21
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................... 23
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 23
3.3 Prosedur Kerja ......................................................................................... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ......................................................................................................... 26
4.2 Pembahasan .............................................................................................. 31
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 34
5.2 Saran ........................................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan


embrio. Hasil dari perkecambahan adalah munculnya radikula (calon akar) yang
memanjang dan ke luar menembus kulit biji (Lakitan, 1996 dalam Shara dkk, 2014).
Persemaian (nursery) adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses
benih (atau bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang siap ditanam di
lapangan. Kegiatan di persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari
kegiatan penanaman hutan karena itu sangat penting dan merupakan kunci pertama
di dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan (Irawan dkk, 2020).
Johar merupakan jenis tumbuhan asli Asia tenggara yang tersebar mulai dari
Indonesia hingga Srilanka. Nama ilmiahnya Cassia siamea Lamk, merujuk pada
tanah asalnya yakni Siam atau Thailand. Johar merupakan pohon tahunan cepat
tumbuh, dengan tinggi 10-20m. Batangnya bulat, tegak, berkayu, dengan kulit
kasar, bercabang, dan berwarna putih kotor. Daunnya majemuk dan berwarna hijau.
Pertulangan daunnya menyirip genap dan mempunyai anak daun berbentuk bulat
panjang. Ujung dan pangkal daunnya membulat, bertepi rata, dengan panjang daun
3-7,5cm dan lebar 1-2,5cm (Suharnantono, 2011).

1.2 Tujuan dan Kegunaan Praktikum

Adapun tujuan dan kegunaan dari praktikum ini, yaitu :


1. Untuk mempelajari struktur buah dan benih tanaman hutan
2. Untuk mempelajari jenis skarifikasi yang efektif untuk mempercepat
perkecambahan benih tanaman hutan
3. Untuk menentukan kekuatan tumbuh benih pada media tanah

1
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Benih

Benih sumber menempati posisi strategis dalam industri perbenihan

nasional karena menjadi sumber bagi produksi benih kelas di bawahnya yang akan

digunakan petani. Oleh karena itu, ketersediaan dan upaya pengendalian mutu

benih sumber perlu ditingkatkan. Dalam upaya menjamin ketersediaan benih

bermutu dari varietas unggul serta meningkatkan penggunaannya dikalangan petani

maka program pengembangan perbenihan dari hulu sampai hilir harus lebih terarah,

terpadu, dan berkesinambungan (Waluyu, Surparwoto, 2018).

Benih menurut petani adalah biji masak yang telah diseleksi dengan

ketentuan benihdengan ukuran beragam warna yang baik, tidak keriput, normal dan

tidak cacat dan siap untukditanam dilapangan. Berdasarkan UndangUndang

Republik Indonesia No.12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman Bab I

Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 4, benihdidefenisikan sebagai berikut: “Benih

tanaman, selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang

digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman”. Dalam

perkembangbiakkan secara generatif, bibit biasanya diperoleh dari benih yang

disemaikan. Sementara perkembangbiakkan secara vegetatif bibit dapat

diartikansebagai bagian tanaman yang berfungsi sebagai alat reproduksi, misalnya

umbi (Siska Aggraenty, 2012).

Struktur benih terdiri dari lembaga/embrio, cadangan makanan untuk

pertumbuhan embrio, dan pelindung yaitu kulit biji. Tempat penyimpan cadangan

makanan pada benih monokotol berbeda dengan dikotil. Pada benih monokotil

cadangan makanan lebih banyak tersimpan di endosperm, sedangkan pada tanaman

2
dikotil cadangan makanantersimpan di kotiledon. Dalam konteks agronomi, benih

dituntut untuk bermutu tinggi sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman

yang berproduksi maksimum dengan saranateknologi yang maju. Beberapa

keuntungan dari penggunaan benih bermutu, antara lain:

1. menghemat penggunaan benih persatuan luas;

2. respon terhadap pemupukan dan pengaruh perlakuan agronomis lainnya;

3. produktivitas tinggi karena potensi hasil yang tinggi;

4. mutu hasil akan terjamin baik melalui pasca panen yang baik;

5. memiliki daya tahanterhadap hama dan penyakit, umur dan sifat-sifat

lainnya jelas; dan

6. waktu panennya lebihmudah ditentukan karena masaknya serentak (Siska

Aggraenty,2012).

Benih bermutu dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti sumber benih,

waktu dan teknik pemanenan, serta pengolahan dan penyimpanan. Tidak seperti

benih pertanian, benih-benih tanaman hutan memiliki keragaman yang besar dalam

ukuran, bentuk, dormansi, viabilitas, kadar air, dan karakter lainnya. Hal tersebut

memerlukan teknik yang khusus untuk pengumpulan, pengolahan, pengujian dan

penyimpanannya. Penanganan benih mencakup serangkaian prosedur yang dimulai

dengan seleksi sumber benih dengan kualitas baik, pengumpulan, pemrosesan,

penyimpanan benih, dan perlakuan awal terhadap perkecambahan yang bertujuan

untuk mendapatkan kualitas fisik dan fisiologis benih yang tinggi sehingga akan

meningkatkan keberhasilan tumbuh tanaman (Schmidt 2000).

Mutu benih terdiri atas empat komponen yaitu: mutu fisik, mutu fisiologis,

mutu genetik, dan mutu kesehatan benih. Benih yang bermutu fisik tinggi terlihat

dari penampilan fisiknya yang bersih, cerah, bernas, dan berukuran seragam. Mutu

3
fisiologis benih tercermin dari nilai viabilitas (seperti daya berkecambah) dan nilai

vigor (seperti kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, dan daya simpan). Mutu

genetik ditunjukkan dengan keseragaman genetik yang tinggi dan tidak tercampur

varietas lain (Widajati dkk, 2012) dalam (Nyi Nyoman, Dkk, 2018).

Sumber benih adalah suatu pohon atau hutan, baik yang tumbuh secara

alami (hutan alam) ataupun yang ditanam (hutan tanaman), yang dikumpulkan

benihnya. Perbenihan tanaman hutan meliputi berbagai kegiatan antara lain:

pemilihan sumber benih, pengumpulan benih, pembersihan benih, pengeringan

benih, dan pengujian benih (Mulawarman, Dkk. 2002).

Mutu benih perlu diperhatikan sebab sangat menentukan keberhasilan usaha

pertanaman yang dilakukan. Mutu benih menentukan:

1. Jumlah benih yang harus disemaikan untuk memenuhi kebutuhan bibit

ketika akan menanam,

2. Jumlah bibit yang tumbuh menjadi pohon yang normal setalah ditanam, dan

3. Jumlah pohon yang memiliki sifat yang diinginkan ketika akan dipanen.

Sifat yang diinginkan antara lain: batang yang lurus, diameter besar, bebas

cabang yang tinggi, percabangan ringan serta bebas dari serangan hama dan

penyakit.

Mutu benih tanaman hutan dikelompokan ke dalam 3 golongan sb:

1. Mutu fisik benih: yaitu mutu benih yang berkaitan dengan sifat fisik seperti

ukuran, keutuhan, kondisi kulit, dan kerusakan kulit benih akibat serangan

hama dan penyakit atau perlakuan mekanis.

2. Mutu fisiologis benih: yaitu mutu benih yang berkaitan dengan sifat

fisiologis, misalnya kemampuan berkecambah.

4
3. Mutu genetik benih: yaitu mutu benih yang berkaitan dengan sifat yang

diturunkan dari pohon induknya (Mulawarman, Dkk. 2002).

Pohon atau tegakan yang digunakan sebagai tempat pengumpulan benih

disebut sumber benih. Berdasarkan mutu benih yang dihasilkan, sumber benih

dapat dibagi menjadi 4 kelas. Keempat sumber benih benih tersebut, secara

berurutan berdasarkan mutu benih yang dihasilkan (dari yang terbaik sampai yang

terendah), adalah sebabagi berikut :

1. Kebun benih

Kebun benih adalah tegakan yang ditanam khusus untuk produksi

benih. Kebun benih memiliki famili/klon yang sudah teridentifikasi.

Pertanaman dilakukan dengan jarak tanam dan rancangan pertanaman

tertentu. Setiap periode tertentu dilakukan penjarangan selektif untuk

membuang pohon-pohon yang kurang baik. Kebun benih perlu diberi jalur

isolasi untuk mengurangi kemungkinan penyerbukan dari pohonpohon di

luar kebun benih yang mutunya tidak baik. Kebun benih yang baik memiliki

sedikitnya 25 famili (lebih banyak famili lebih bagus). Kebun benih dapat

berasal dari biji atau perbanyakan vegetatif. Selain menghasilkan benih,

kebun benih juga dapat menghasilkan bahan perbanyakan vegetatif seperti

stek, pucuk dan mata tunas.

2. Areal produksi benih (APB)

Areal produksi benih (APB) adalah tegakan benih yang telah

ditingkatkan mutunya dengan penjarangan terhadap pohon-pohon yang

tidak baik dan yang terserang hama dan penyakit. Penjarangan dilakukan

sehingga menyisakan pohon-pohon terbaik (kira-kira 100 pohon per hektar)

5
dengan jarak tanam yang optimal untuk merangsang produksi benih. APB

diberi jalur isolasi (semua pohon yang dapat kawin silang pada jarak 200 m

dari tepi areal ditebang) untuk mengurangi resiko penyerbukan oleh serbuk

sari yang berasal dari pohon jelek di luar APB.

3. Tegakan benih

Tegakan benih adalah sekumpulan pohon yang telah diidentifikasi

pada hutan alam atau tanaman dengan fenotip unggul untuk sifat-sifat

penting (misalnya pohon lurus, percabangan ringan) dan digunakan untuk

sumber benih. Tegakan cukup tua dan mampu memproduksi benih.

4. Pohon benih

Melihat kondisi yang ada saat ini, dalam jangka pendek sulit untuk

mendapatkan benih pohon dari sumber benih yang baik. Pada beberapa jenis

komersil seperti jati, akasia, dan eukaliptus, sumber benih bermutu sudah

ada meskipun jumlahnya masih terbatas. Kebanyakan pohon hutan belum

mengalami proses domestikasi atau pemulian yang lanjut. Oleh sebab itu,

pengumpulan benih pohon tidak dapat dilakukan dari sumber benih yang

baik. Jika tidak dapat mengumpulkan benih dari kebun benih, APB, atau

tegakan benih, maka benih dapat dikumpulkan dari pohon benih yang baik

(Mulawarman, Dkk. 2002).

2.2 Persemaian

Persemaian (nursery) adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses

benih (atau bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang siap ditanam di

lapangan. Kegiatan di persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari

kegiatan penanaman hutan karena itu sangat penting dan merupakan kunci pertama

di dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan. Peluang bibit untuk

6
bertahan dan dapat tumbuh dengan baik di lapanganan dipengaruhi oleh kesehatan

dan kekuatan, ketika mereka ditanam. Bibit yang sehat, proporsi yang seimbang

dan pertumbuhan yang bagus mempunyai peluang kelangsungan hidup yang tinggi

dibanding bibit yang lemah dan stres (Ujang, Dkk. 2020).

Kemampuan hidup yang lebih baik dari bibit yang berasal dari pesemaian

disebabkan oleh 4 faktor utama, yaitu:

1. Di lapangan biasanya benih sering gagal untuk menyelesaikan

perkecambahan karena lingkungan yang merugikan (kekeringan, banjir)

atau diserang oleh patogen;

2. Kerusakan oleh pemangsa benih cukup tinggi di lapangan;

3. Benih yang baru berkecambah dan bibit kecil seringkali tertekan oleh

vegetasi lain, contohnya gulma herbal, di mana mereka akan berkompetisi;

4. Di persemaian dapat mengendalikan perkecambahan dan lingkungan

pertumbuhan, sehingga bibit mempunyai peluang optimal untuk bertahan

pada tahapan yang kritis dan masalah pemangsaan biasanya kecil dibanding

di lapangan (Ujang, Dkk. 2020).

Penanaman benih ke lapangan dapat dilakukan secara langsung dan secara

tidak langsung yang berarti harus disemaikan terlebih dahulu di tempat persemaian.

Penanaman secara langsung ke lapangan biasanya dilakukan apabila biji-biji

(benih) tersebut berukuran besar dan jumlah persediaannya melimpah. Meskipun

ukuran benih besar tetapi kalau jumlahnya terbatas, maka benih tersebut

seyogyanya disemaikan terlebih dulu (Ujang, Dkk. 2020).

Pemindahan/penanaman bibit berupa semai dari persemaian ke lapangan

dapat dilakukan setelah semai-semai dari persemaian tersebut sudah kuat (siap

7
ditanam), misalnya untuk Pinus merkusii setelah tinggi semai antara 20-30 cm atau

umur semai 8 – 10 bulan. Pengadaan bibit/semai melalui persemaian yang dimulai

sejak penaburan benih merupakan cara yang lebih menjamin keberhasilan

penanaman di lapangan. Selain pengawasannya mudah, penggunaan benih-benih

lebih dapat dihemat dan juga kualitas semai yang akan ditanam di lapangan lebih

terjamin bila dibandingkan dengan cara menanam benih langsung di lapangan (L.

Pelupessy. 2007).

Pada umumnya persemaian digolongkan menjadi 2 jenis/tipe yaitu

persemaian sementara dan persemaian tetap :

1. Persemaian sementara (Flyng nursery). Jenis persemaian ini biasanya

berukuran kecil dan terletak di dekat daerah yang akan ditanami.

Persemaian sementara ini biasanya berlangsung hanya untuk beberapa

periode panenan (bibit/semai) yaitu paling lambat hanya untuk waktu 5

tahun.

Keuntungan dan keberatan persemaian sementara adalah :

a) Keuntungan :

1. Keadaan ekologi selalu mendekati keadaan yang sebenarnya.

2. Ongkos pengangkutan bibit murah.

3. Kesuburan tanah tidak terlalu menjadi masalah karena persemaian

selalu berpindah tempat setelah tanah menjadi miskin.

4. Tenaga kerja sedikit sehingga mudah pengurusannya.

b) Keberatannya :

1. Ongkos persemaian jatuhnya mahal karena tersebarnya pekerjaab

dengan hasil yang sedikit.

8
2. Keterampilan petugas sulit ditingkatkan, karena sering berganti

petugas.

3. Seringkali gagal karena kurangnya tenaga kerja yang terlatih.

4. Lokasi persemaian yang terpancar menyulitkan pengawasan

(L.Pelupessy, 2007).

2. Persemaian Tetap. Jenis persemaian ini biasanya berukuran (luasnya) besar

dan lokasinya menetap di suatu tempat, untuk melayani areal penanaman

yang luas.

a) Keuntungan :

1. Kesuburan tanah dapat dipelihara dengan pemupukan.

2. Dapat dikerjakan secara mekanis bila dikehendaki.

3. Pengawasan dan pemeliharaan lebih efisien, dengan staf yang tetap

dan terpilih.

4. Perencanaan pekerjaan akan lebih teratur.

5. Produktivitas semai/bibit tinggi, kualitas bibit lebih baik dan

pertumbuhannya lebih seragam.

b) Kerugiannya :

1. Keadaan ekologi tidak selalu mendekati keadaan yang sebenarnya.

2. Ongkos pengangkutan lebih mahal dibanding dengan jenis

persemaian sementara.

3. Membutuhkan biaya untuk investasi lebih tinggi dibanding

persemaian sementara. Hal ini karena untuk persemaian tetap

biasanya keadaan sarana (misal jalan angkutan, bangunanbangunan di

persemaian) dan prasarana (misal: peralatan kerja/angkutan) lebih

9
baik kualitas dan lebih mahal harganya dibanding yang diperlukan

persemaian sementara (L. Pelupessy. 2007).

Untuk memperoleh mutu bibit yang baik, dan mengurangi resiko kerusakan

bibit ke lokasi penanaman, diperlukan persemaian dan Tempat Pengumpulan

Sementara (TPS) yang sesuai kriteria dan standar mutu. Pembuatan persemaian

dilakukan jika kebutuhan bibit diperoleh dengan cara membuat bibit (baik secara

vegetatif maupun generatif), sedangkan TPS disediakan jika kebutuhan bibit

diperoleh dengan cara mendatangkan bibit dari luar/membeli bibit dari para

penangkar bibit (Ujang, Dkk. 2020).

Berdasar sifat lokasinya, maka persemaian dan TPS dikelompokkan dalam

dua jenis, yaitu persemaian lahan kering dan mangrove. Masingmasing tipe

persemaian memiliki persyaratan sebagai berikut :

1. Persemaian lahan kering: dekat dengan lokasi penanaman, dekat sumber air,

bebas banjir dan angin keras, memiliki areal terbuka dan areal naungan,

memiliki sarana penyiraman, memiliki peralatan penanganan benih, dengan

dengan tenaga kerja.

2. Persemaian mangrove: dekat dengan lokasi penanaman, terkena pasang

surut air laut, bebas banjir, angin keras dan ombak besar, memiliki areal

terbuka dan naungan, dekat dengan tenaga kerja (Ujang, Dkk. 2020).

Pada dasarnya tempat penyemaian benih dapat dilakukan berdasarkan pada

kelompok ukuran benih, yaitu :

1. Penyemaian benih ukuran besar (ukuran > 2 cm, seperti: nangka, durian,

alpukat, mangga) dengan cara disemai langsung pada media di polybag.

10
2. Penyemaian benih ukuran sedang (1-2 cm, seperti: mahoni, khaya, kayu

afrika, mindi,) kecil (0,5 – 1 cm, seperti: sengon, surren, akasia, gaharu),

dan halus (< 0,5 cm, seperti: jabon, ekaliptus, duabanga) dengan cara

disemai dahulu pada media semai/perkecambahan. Tempat untuk

menyemai benih dapat dibuat dalam beberapa bentuk, yaitu :

a) Bedeng tabur

Benih yang kecil biasanya disebar di bedeng tabur dibanding

menyemai satu persatu dalam pot. Bedeng tabur juga sesuai jika benih

cenderung memerlukan waktu yang lama untuk berkecambah; lebih

mudah menyiangi bedeng tabur dibanding pot dan masalah dekomposisi

pada campuran isian pot dapat ditunda. Bedeng tabur seringkali dibangun

dengan kerangka kayu (perhatian, kayu dari beberapa spesies membusuk

sangat cepat). Bagian dasar dari bedeng tabur adalah kerikil atau bahan

lain yang dapat mengalirkan secara baik dan media perkecambahan

seringkali terdiri dari bahan yang relatif gembur, contohnya pasir yang

membuat lebih mudah untuk memindahkan bibit tanpa merusak sistem

akar. Untuk spesies hutan lembab, bedeng tabur biasanya ditutupi oleh

lembaran politen yang akan menjaga suhu dan kelembaban tinggi di

dalam bedeng tabur. Lembaran politen secara sesuai ditempatkan pada

kerangka kayu dan dapat dibuka serta dipindahkan, contohnya untuk

mencegah kepanasan dan ketika bedeng tabur perlu untuk disiram,

disiangi, memindahkan benih yang berkecambah kedalam polytube,

menyemai benih baru dsb.

11
Dibuat dalam bentuk bedengan dengan ukuran 1 m x 4 m, bedeng

dibatasi oleh bambu atau papan kayu setebal 20 cm. Media semai

diletakkan pada bedengan untuk menyemai/menabur benih, oleh sebab

itu bedengan ini bisa juga disebut dengan istilah bedeng tabur. Atap

bedeng tabur dapat dibuat dari rumbia agar tidak terkena hujan langsung,

sedangkan tiangnya dibuat dari bambu dengan ketinggian sekitar 100 cm.

Media penyemaian dimasukkan ke dalam bedeng tabur hingga

kedalaman sekitar 10-15 cm. Bedeng tabur digunakan untuk menyemai

benih-benih ukuran sedang, seperti: mahoni, sirsak, kayu afrika, gmelina,

meranti, karet, cokelat, mindi, kemiri, rambutan, lengkeng, dll. Ketika

benih telah berkecambah, bedeng tabur dapat ditutup oleh kerangka

dengan kasa kawat untuk mencegah hewan liar (pengerat, burung,

monyet, babi liar) merusak benih dan bibit.

b) Bak kecambah plastic

Bak kecambah plastik juga dapat digunakan untuk

mengecambahkan benih, khususnya benih-benih berukuran kecil

(sengon, suren, meranti, mindi, jati, gaharu, dll.) dan benih halus (jabon,

ekaliptus, akasia, dll.). Khusus benih halus, pengecambahan disarankan

menggunakan bak kecambah plastik agar pemeliharaan selama proses

pengecambahan lebih mudah dikontrol. Bak kecambah perlu dilubangi

bagian bawahnya agar tidak terjadi penggenangan air saat disiram. Untuk

menjaga kelembaban media, maka bak kecambah dapat ditutup dengan

plastik buram. Selanjutnya bak dapat disusun di dalam rak.

c) Bak kecambah papan kayu

12
Selain menggunakan bahan dari plastik, bak kecambah juga dapat

dibuat dari papan kayu. Bak ini dibuat dari papan kayu ukuran : panjang

4 m, lebar 0,8 m, dan tinggi 0,6 m. Pada bagian dasar diisi batu

koral/batubatu kecil setebal 5 cm dan bagian atasnya kemudian diisi

media kecambah setebal 15 cm. Media kecambah dapat dibuat dari pasir

halus atau campuran pasir halus dan arang sekam = 1 : 1. Bak ditutup

dengan penutup dimana rangkanya dilapisi plastik buram, dan seluruh

bagian dalam bak juga dilapisi plastik buram. Hal ini bertujuan agar

kelembaban pada bak tetap tinggi sehingga dapat mempertahankan

kondisi kelembaban ruangan dan media kecambah. Sehubungan dengan

kondisi ruangan seperti itu, maka bak kecambah dari papan kayu selain

digunakan untuk mengecambahkan benih ukuran kecil (seperti bak tabu),

juga dapat digunakan sebagai bak proses perakaran teknik pembibitan

stek pucuk, ruang adaptasi semai cabutan alami, dan ruang penyimpanan

untuk proses bibit sambungan.

d) Bedeng Sapih

Bedeng sapih merupakan bedengan yang digunakan sebagai tempat

untuk menyusun polybag berisi media tumbuh yang selanjutnya

digunakan untuk penyapihan semai dan dipelihara hingga menjadi bibit

siap tanam. Bedeng sapih dibuat dengan ukuran 1 m x 5 m, batas bedeng

menggunakan bambu, jarak antar bedeng 1 m. Bedeng sapih sebaiknya

dibuat memanjang menurut arah Utara-Selatan dengan tujuan agar ketika

matahari terbit hingga terbenam dari arah Timur ke Barat dapat

13
memberikan cahaya secara merata kepada bibit-bibit yang ditata dalam

bedeng sapih (Ujang, Dkk. 2020).

Naungan Persemaian, fungsi utama dari konstruksi naungan adalah untuk

melindungi bibit dari sinar matahari langsung. Terutama pada persemaian terbuka

tanpa naungan dari pohon, perlu untuk membangun penutup yang teduh. Konstruksi

naungan terdiri dari bahan atap yang ditopang oleh beberapa struktur dasar. Pada

area yang rentan angin, strukturnya harus lebih kuat. Naungan dapat disediakan

dengan jaring pelindung dari tikar rumput. Penetrasi cahaya yang cukup harus

disediakan, dan harus bisa memindahkan bahan naungan ketika proses hardening

bibit. Sebagai alternatif, bibit dapat dipindahkan keluar dari area naungan selama

proses hardening. Jaring naungan persemaian (paranet) yang diperdagangkan

biasanya berwarna hitam dan terbuat dari bahan sintetis dengan penetrasi cahaya

sekitar 50%. Pohon peneduh alami dapat juga menyediakan naungan yang baik. Di

Harapan, tanaman eksotik sengon (Paraserianthes falcataria) merupakan pohon

peneduh yang sangat baik karena pertumbuhan yang cepat, tajuk melebar dan relatif

terbuka, pohon sengon menyediakan naungan yang seragam dan tidak terlalu rapat.

Pertumbuhan bibit saat masih kecil tidak tahan terhadap penyinaran cahaya

matahari secara langsung, oleh karenanya perlu diberikan naungan. Untuk membuat

naungan maka perlu tiang dan atap. Tiang dapat dibuat dari bambu yang tahan lama

(misalnya bambu betung), kemudian bagian atapnya diberi naungan. Tinggi tiang

disesuaikan agar tidak mengganggu saat orang berdiri (± 2 – 3 m), karena tiang

yang terlalu rendah menyebabkan orang harus merunduk saat memasuki

persemaian (Ujang, Dkk. 2020).

14
Sarana Perairan Air merupakan persyaratan penting dalam sebuah

persemaian/kebun bibit. Oleh sebab itu persemaian harus dibuat tidak jauh dari

sumber air, misalnya sungai dan sumber mata air. Jika sumber air berada di bagian

atas persemaian, maka untuk mengalirkan air menuju penampung air/tangki air di

persemaian tidak memerlukan alat jenset, namun sebaliknya akan menggunakan

jenset jika sumber air berada di bawah areal persemaian. Sistem penyiraman yang

baik merupakan hal yang penting untuk produksi tanaman di persemaian. Sumber

air biasanya berupa sungai dan kolam permanen. Pompa elektrik atau yang

berdasarkan bahan bakar mengambil air dari sumber menuju sistem pipa utama dan

melalui sistem sprinkle menyemprotkan air ke seluruh tanaman. Agar sistem

sprinkle dapat bekerja secara benar, pompa harus mempunyai kapasitas untuk

menyediakan tekanan yang mencukupi. Bagian-bagian berbeda dari persemaian

disiram bergantian dengan vent tertutup pada beberapa bagian ketika menyiram

bagian yang lain (Ujang, Dkk. 2020).

2.3 Skarifikasi

Skarifikasi benih merupakan salah satu upaya pretreatment atau perlakuan

awal pada benih yang ditujukan untuk mematahkan dormansi dan mempercepat

terjadinya perkecambahan benih (Dharma, dkk., 2015) dalam (Budirman Bachtiar, Dkk,

2017). Ada beberapa macam perlakuan pendahuluan skarifikasi benih dan

tergantung sifat dan jenis benih yang digolongkan ke dalam 3 (tiga) cara skarifikasi,

yaitu cara fisik, cara mekanis, dan cara kimiawi (Budirman Bachtiar, Dkk, 2017).

Dormansi benih terjadi karena kulitnya yang keras dan kedap sehingga

menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air dan gas ke dalam benih.

Dormansi merupakan sifat alami benih untuk dapat bertahan hidup, tetapi sifat

15
dormansi benih dapat menghambat produksi bibit dalam skala besar dan seragam.

Untuk mengatasi dormansi benih pohon kuku diperlukan skarifikasi. Skarifikasi

bertujuan untuk melunakkan kulit benih yang keras, sehingga menjadi permeabel

terhadap air dan gas (Sutopo, 2002) dalam (Anita, Dkk, 2014).

Teknik yang umum dilakukan pada perlakuan skarifikasi mekanik yaitu

pengamplasan, pengikiran, pemotongan, dan penusukan jarum tepat pada bagian

titik tumbuh sampai terlihat bagian embrio. Skarifikasi mekanik memungkinkan air

masuk ke dalam benih untuk memulai berlangsungnya perkecambahan. Skarifikasi

mekanik mengakibatkan hambatan mekanis kulit benih untuk berimbibisi

berkurang sehingga peningkatan kadar air dapat terjadi lebih cepat sehingga benih

cepat berkecambah (Widyawati, et al., 2009) dalam (Tri Pamungkas Yudihartono, 2018).

Struktur benih yang keras dapat menyebabkan air dan oksigen sulit untuk

menembus kulit benih dan mempersulit munculnya radikula dan plumula.

Perendaman benih dalam air panas dapat melunakkan dan membuka pori-pori kulit

benih yang kering dan keras, sehingga dapat meningkatkan proses imbibisi pada

benih. Proses imbibisi pada benih merupakan awal dari perkecambahan (Anita, Dkk,

2014) Termasuk Skarifikasi secara fisik.

Secara fisis yakni dengan cara dijemur di bawah sinar matahari, direndam

dalam air dingin atau dalam air mengalir selama beberapa hari dan dibakar,

sedangkan secara kimia dengan menggunakan bahan kimia seperti asam (Tri

Pamungkas Yudihartono, 2018).

Skarifikasi secara kimiawi berupa perendaman biji dengan hormon

giberelin dengan konsentrasi yang berbeda-beda dalam waktu tertentu (Sutopo, 2004;

Arda, dkk., 2014) dalam (Budirman Bachtiar, Dkk, 2017). Hormon giberelin (GA)

merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang dapat menghilangkan dormansi

16
pada kulit biji dan tunas sejumlah tanaman serta mempercepat perkecambahan

(Polhaupessy, 2014) dalam dalam (Budirman Bachtiar, Dkk, 2017).

2.4 Perkecambahan

Perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya radikula dan plumula

dari benih/biji. Secara visual dan morfologis suatu benih yang berkecambah

ditandai dengan terlihatnya radikula dan plumula dari biji. Perkecambahan benih

Sengon termasuk tipe perkecambahan epigeal dimana perkecambahan yang

menghasilkan kecambah dengan cotyledon muncul dipermukaan tanah (jika

ditanam pada media tanah) (Marthen dkk, 2013).

Perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (Vigor dan kemampuan

berkecambah), perlakuan awal (pematahan dormansi) dan kondisi perkecambahan

seperti air, suhu, media, cahaya dan bebas dari hama penyakit. Cahaya, suhu dan

kelembaban adalah tiga faktor utama yang mempengaruhi perkecambahan. Selama

pertumbuhan kecambah, kondisi media pertumbuhan seperti pH, salinitas dan

drainase menjadi penting. Selama perkecambahan dan tahap awal pertumbuhan

benih dan anakan sangat rentan terhadap tekanan fisiologis, infeksi dan kerusakan

mekanis. Oleh sebab itu tujuan lain penyediaan kondisi lingkungan yang optimal

adalah untuk mempercepat perkecambahan sehingga anakan dapat melalui tahapan

tersebut dengan cepat (Schmidt, 2000). Kondisi ini terkadang meliputi perlindungan

terhadap infeksi dan pemangsaan, melalui sterilisasi media tanah. Pertumbuhan

anakan dapat ditingkatkan melalui inokulasi dengan mikrosimbion, rhizobia dan

atau frankia. Kondisi optimal harus tetap dipertahankan sampai anakan tumbuh

dengan baik. Setelah itu, stres dapat diberikan secara perlahan untuk

17
mempersiapkan tanaman beradaptasi dengan kondisi lapangan (Schmidt, 2000 dalam

Naemah, 2012).

Perkecambahan benih menurut seorang fisiologis adalah: berkembangnya

struktur penting dari embryo yang ditandai dengan munculnya struktur tersebut

dengan menembus kulit benih. Sedangkan menurut seorang teknologiwan

perkecambahan adalah: muncul dan berkembangnya struktur penting dari embryo

serta menunjukkan kemampuan untuk berkembang menjadi tanaman normal pada

keadaan alam yang menguntungkan (Ir. Ellen L. Panggabean, MP, 2012).

Lebih mengkhusus, benih dikatakan berkecambah bila :

1. calon plumula dan radikula sudah muncul dari benih,

2. sudah dapat dilihat atribut perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula

(tanpa melihat normal atau tidak),

3. sudah dapat dilihat atribut perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula,

keduanya dalam keadaan normal (tanpa melihat lama waktu

perkecambahan),

4. sudah dapat dilihat atribut perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula

dan keduanya tumbuh normal dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan

ketentuan ISTA,

5. persentase kecambah normal minimal sama dengan ketentuan (seed law)

sertifikasi benih yang berlaku di suatu Negara dan sesuai dengan kelas benih

yang diuji (Ir. Ellen L. Panggabean, MP, 2012).

Proses perkecambahan benih terjadi melalui 6 tahapan sebagai berikut :

1. Imbibisi, lmbibisi merupakan proses awal perkecambahan, yaitu masuknya

air ke dalam benih sehingga kadar air di dalam benih mencapai persentase

18
tertentu (50-60%). Proses perkecambahan dapat terjadi jika kulit benih

permeable terhadap air dan tersedia cukup air dengan tekanan osmosis

tertentu. Akibat terjadinya proses imbibisi, kulit benih akan menjadi lunak

dan retak-retak. Peristiwa imbibisi ini merupakan proses fisik, jadi tidak

dipengaruhi oleh viabilitas benih.

2. Respirasi, Bersamaan dengan proses imbibisi akan terjadi peningkatan laju

respirasi yang akan mengaktifkan enzim-enzim dan hormone yang terdapat

di dalam benih. Pada benih yang telah berimbibisi terjadi respirasi aktif

melalui 3 lintasan yang berjalan secara simultan.

3. Pengaktifan enzirn-enzirn, Pada benih kering, aktivitas metaboJismenya

sangat rendah. Jika terjadi hidrasi (penyerapan air) pada protein dari benih

kering ini, akan menyebabkan aktivitas biologi yang mengakibatakan

perubahan komposisi kimia pada semua bagian biji. Hormone giberelin pda

benih kering terdapat dalam bentuk terikat dan tidak aktif, kemudian akan

menjadi aktif setelah benih mengimbibisi air. Hormone giberelin ini akan

mendorong pembentukan enzim-enzim hidrolisis seperti: enzim amylase,

enzim protease, enzim ribonuklease, enzim glukonase, dan enzim fosfatase.

Enzim-enzim ini akan berdifusi ke endosperm dan mengkatalisis cadangan

makanan menjadi: gula, asam amino, dan nukleosida yang mendukung

pertumbuhan embryo dalam perkecambahan benih.

4. Katabolisme, Adalah merupakan proses perombakan cadangan makanan

yang akan menghasilkan energy ATP dan unsur hara. Cadangan makanan

utama yang disimpan pada biji berupa: pati, hemicellulose, lemak, dan

protein. Kesemua bahanbahan ini terdapat pada monocotyl (endosperm),

19
dikotyl (cotyledon), dan pada embryonic axis juga terdapat sedikit tetapi

segera habis pada permulaan perkecambahan biji.

5. Anabolisme (sintesis protein), Ini mernpakan tahap terakhir dalam

penggunaan makanan cadangan, dan mernpakan suatu proses pembangunan

kembali. Pada proses ini protein yang dirombak oleh enzim protease

menjadi asam amino dan diangkut ke titik-titik tumbuh disusun kembali

menjadi protein barn. Misalnya: protoplasma dan organelles disusun dari

protein. Zat makanan lain seperti karbohidrat (cellulose) melalui

protoplasma dipergunakan untuk pembentukan dinding sel (cell wall). Pada

pembentukan kembali senyawa-senyawa yang lebih kompleks ini

dibutuhkan tenaga yang berasal dari proses respirasi.

6. Emergence (berkecambah), Karena pembesaran sel-sel yang sudah ada,

pembentukan sel-sel barn (karena pembelahan sel-sel), differensiasi sel-sel,

pada titik-titik tumbuh (embryonic axis) sehingga terbentuk: plumule (bakal

batang dan daun) dan radikula (bakal akar) yang terus bertambah besar.

Karena terjadi proses imbibisi, maka kulit biji akan menjadi lunak, sehingga

radikula dan plumula akan menembus kulit biji (emergence). Pada

umumnya radikula yang terlebih dahulu muncul dibandingkan plumula (Ir.

Ellen L. Panggabean, MP, 2012).

Adapun factor-faktor perkecambahan adalah sebagai berikut :

1. Air merupakan salah satu factor yang mutlak diperlukan dan tidak dapat

digantikan oleh factor lain. Seperti pemberian rangsangan atau perlakuan

untuk memacu agar benih dapat berkecambah. Laju imbibisi pada awal

proses imbibisi cepat sampai pada titik tertentu laju ini akan menurun. Benih

akan berkecambah bila kadar air 50-60%. Untuk merangsang laju imbibisi

20
seringkali dilakukan "heat treatment" yaitu menjemur benih sebelum

diimbibsi.

2. Komposisi gas, Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju pemapasan dan

dipengaruhi oleh suhu, cahaya dan mikroorganisme yang terdapat pada

benih. Gas H2 yang terdapat di udara dapat memberi pengaruh positif

terhadap proses respirasi. Gas N2 bersifat negative atau menghambat

respirasi. Pemberian gas N2 dapat menekan perombakan cadangan

makanan. Hal ini penting dalam proses penyimpan benih. Varietas-varietas

tertentu memerlukan komposisi gas khusus di udara (ratio 02: C02) tertentu,

hal ini dapat dijumpai pada benih-benih yang menua.

3. Suhu, Proses-proses di dalam perkecambahan yang dipengaruhi suhu

adalah: laju pemapasan, aktifitas enzim, sintesis dan kepekaan benih

terhadap cahaya. Di pihak lain suhu juga dipengaruhi oleh aktivitas

pemapasan karena hasil akhir pemapasan adalah energy (panas) dan air.

Perubahan suhu yang dapat mempengaruhi proses perkecambahan adalah:

perubahan suhu dalam benih dan berapa lama perubahan suhu tersebut

berlangsung

4. Cahaya, Selama proses perkecambahan ada benih yang membutuhkan

cahaya, terutama benih yang memiliki pigmen pada kulit benihnya, karena

pigmen akan berfungsi sebagai fotosel yang dapat mengubah cahaya

matahari menjadi energy (bukan dalam bentuk ATP). Energy ini dapat

membantu meningkatkan laju respirasi dan sebagai energy untuk reaksi

kimia yang bersifat endodermis (Ir. Ellen L. Panggabean, MP, 2012).

2.5 Media Tanam

21
Media tumbuh tanaman merupakan salah satu faktor yang harus

diperhatikan sebab media tumbuh tanaman mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan tanaman untuk mendapatkan hasil yang optimal. Menurut Harjadi

(1986) bahwa media yang baik untuk pertumbuhan tanaman harus mempunyai sifat

fisik yang baik, gembur dan mempunyai kemampuan menahan air. Kondisi fisik

tanah sangat penting untuk berlangsungnya kehidupan tanaman menjadi dewasa

(Shara dkk, 2014).

Pasir memiliki kapasitas kelembaban yang sangat rendah dan kandungan

hara rendah (Aurum, 2005). Pasir memiliki pori-pori berukuran besar (pori-pori

makro) maka pasir menjadi mudah terisi air dan cepat kering oleh proses

penguapan. Kohesi dan konsistensi (ketahanan terhadap proses pemisahan) pasir

sangat kecil sehingga mudah terkikis oleh air atau angin. Dengan demikian, media

pasir lebih membutuhkan pengairan dan pemupu- kan yang lebih intensif. Hal

tersebut yang menyebabkan pasir jarang digunakan sebagai media ta- nam secara

tunggal (Yanuar, 2010 dalam Sukarman dkk, 2012).

Tanah lapisan atas, pasir, sekam bakar dan coco peat merupakan beberapa

media tumbuh yang biasa digunakan untuk media tumbuh tanaman dalam

pembibitan. Tanah berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya

perakaran, penopang tegak tumbuhnya tanaman, menyuplai kebutuhan air dan

udara, gudang nutrisi seperti senyawa organik, unsur-unsur esensial : N, P, K, Ca,

Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl, dan sebagai habitat biota organisme yang

berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara (Madjid, 2008 dalam Sukarman dkk, 2012).

22
III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Teknologi Benih dan Persemaian ini dilaksanakan di Jl.


Dirgantara, Kecamatan Panakkukang, Kelurahan Panaikang, Kota Makassar.
Praktikum ini dilaksanakan Selama 8 pekan, mulai tgl 08 September – 29 Oktober.
Terhitung mulai pencarian benih sampai dengan minggu terakhir perawatan benih
yang telah ditanam.
3.2 Alat dan Bahan

3. 2. 1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum Teknologi Benih dan


Persemaian yaitu sebagai berikut:
1. Pisau, digunakan untuk mengiris benih dan buah
2. Wadah Kecil, digunakan sebagai wadah merendam benih / skarifikasi benih
3. Alat kikir pada gunting kuku, digunakan untuk mengkikir benih / skarifikasi
benih
4. Handsprayer, digunakan untuk menyiram benih di dalam wadah mika yang
telah ditanam.
5. Kamera, digunakan untuk mendokumentasikan setiap kegiatan
6. Paku, digunakan untuk menusuk bagian bawah plastik mika

3. 2. 2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan selama praktikum perkecambahan dan


persemaian berlangsung ialah sebagai berikut:
1. Benih Mahoni (Swietenia macrophylla) sebanyak 90 benih, sebagai objek
dalam pengamatan
2. Buah Mahoni (Swietenia macrophylla), sebagai objek dalam pengamatan
3. Air hangat, digunakan untuk mensterilkan pasir sungai di dalam ember
4. Pasir, digunakan sebagai media tanaman benih
5. Tanah, digunakan sebagai media tanam benih
6. Sembilan buah plastik mika, digunakan sebagai wadah tumbuh untuk benih

23
Mahoni (Swietenia macrophylla)
7. Label, digunakan untuk menamai benih di wadah plastik mika
8. Alat tulis menulis (ATM), digunakan untuk mencatat hasil pengamatan
3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Struktur Buah dan Benih Tanaman Hutan

Adapun prosedur kerja dari praktikum struktur buah dan benih tanaman
hutan yaitu sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum
2. Merendam benih mahoni (Swietenia macrophylla) di dalam wadah kecil
selama 6-24 jam agar benih tersebut lunak sehingga mudah di iris
3. Mengiris benih yang sudah di rendah secara membujur dan melintang
4. Mengiris buah mahoni secara membujur dan melintang
5. Mengamati dan menggambar bagian luar dan dalam dari buah dan benih
mahoni
6. Mengamati warna, tekstur kulit serta struktur lainnya pada buah dan benih
mahoni
3.3.2 Skarifikasi Benih

Adapun prosedur kerja dari praktikum skarifikasi benih yaitu sebagai


berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum
2. Membagi 90 benih ke dalam 3 kelompok
3. Masing – masing kelompok berjumlah 10 benih dengan 3 ulangan
4. Kelompok 1 yaitu tanpa perlakuan/kontrol, terdiri atas 30 benih dengan masing
– masing 10 benih per ulangan
5. Kelompok 2 yaitu benih yang di rendam dengan air hangat selama 24 jam,
terdiri atas 30 benih dengan masing – masing 10 benih per ulangan
6. Kelompok 3 yaitu benih di kikir menggunakan gunting kuku, terdiri atas 30
benih dengan masing – masing 10 benih per ulangan
3.3.3 Soil Emergence Test

Adapun prosedur kerja dari praktikum soil emergence test yaitu sebagai
berikut:

24
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum
2. Mengayak tanah dan pasir untuk menghilangkan kotoran
3. Menghomogenkan tanah dan pasir dengan perbandingan 1:2
4. Memasukkan tanah dan pasir yang telah dihomogenkan ke dalam 9 buah mika
plastik
5. Memberi label pada masing – masing mika plastik sesuai dengan kelompok
benih yang sudah di skarifikasi
6. Menaburkan benih di atas permukaan media tanam sesuai dengan kelompok
masing – masing
7. Benih yang ditanam pada lapisan permukaan media lembab yang di tutup
dengan tanah dan pasir setebal 10-20 mm dan tidak di padatkan
8. Menyemperot dengan hand sprayer setiap 1-2 kali sehari
9. Melakukan pengamatan setiap hari dari proses perkecambahan sampai
munculnya kecambah yang utuh
10. Mencatat jumlah kecambah yang tumbuh secara normal, abnormal, maupun
mati pada masing-masing kelompok perlakuan
11. Mendokumentasikan hasil pengamatan

25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Struktur Buah dan Benih Tanaman Hutan

Hasil dari struktur buah dan benih tanaman hutan adalah mengamati buah

yang telah di belah vertikal dan horizontal serta benih yang juga di belah secara

vertikal dan horizontal.

26
4.1.2 Skarifikasi Benih

Hasil dari skarifikasi benih adalah mematahkan dormansi benih dengan

tanpa perlakuan, merendam biji (6 - 24 jam), dan juga mengupas kulit biji.

4.1.3 Soil Emergence Test

Hasil dari soil emergence test

Tabel 1. Jenis Skarifikasi (Kontrol/Tanpa Perlakuan)


Potensi
No Tanpa Skarifikasi/Kontrol Tumbuh
Maksimum
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
1. Pengama Kec. Kec. Kec. Kec. Kec. Kec. Kec. Kec. Kec.
tan ke- Normal Abnormal Mati Normal Abnormal Mati Normal Abnormal Mati
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 1 0 1 1 0 0 0 0 0
3 2 1 0 1 0 0 0 0 3
4 1 1 1 1 2 2 0 0 3
5 0 1 1 0 1 2 0 1 3
Jumlah 4 3 3 3 3 4 0 1 9
%Tumbuh 46%

Tabel 2. Jenis Skarifikasi Benih Di Kikir


Potensi
No Benih Di Kikir Tumbuh
Maksimum
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
1. Pengama Kec. Kec. Kec. Kec. Kec. Kec. Kec. Kec. Kec.
tan ke- Normal Abnormal Mati Normal Abnormal Mati Normal Abnormal Mati

27
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 1 0 0 0 0 0
3 0 0 3 1 0 1 0 0 3
4 0 0 3 1 1 2 0 0 5
5 0 1 3 0 1 2 0 0 2
Jumlah 0 1 9 3 2 5 0 0 10
%Tumbuh 20%

Tabel 3. Jenis Skarifikasi Benih Di Rendam Air Hangat


Potensi
No Benih Di Rendam Air Hangat Tumbuh
Maksimum
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
1. Pengama Kec. Kec. Kec. Kec. Kec. Kec. Kec. Kec. Kec.
tan ke- Normal Abnormal Mati Normal Abnormal Mati Normal Abnormal Mati
1 1 0 0 0 0 0 1 0 0
2 2 0 0 1 0 0 1 0 2
3 2 0 0 0 0 2 2 0 0
4 1 0 2 0 1 3 0 1 1
5 0 0 2 0 2 1 0 0 2
Jumlah 6 0 4 1 3 6 4 1 5
%Tumbuh 50%

Perhitungan Praktikum 3

Tabel 1. Jenis Skarifikasi (Kontrol/Tanpa Perlakuan)


Ulangan 1:
Jumlah kecambah yang tumbuh normal
% Tumbuh Benih Normal = x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan
4
= 10 x 100%

= 40%
Jumlah kecambah yang tumbuh abnormal
% Tumbuh Benih Abnormal = x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan
3
= x 100%
10

= 30%
Ulangan 2:
Jumlah kecambah yang tumbuh normal
% Tumbuh Benih Normal = x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan
3
= 10 x 100%

= 30%

28
Jumlah kecambah yang tumbuh abnormal
% Tumbuh Benih Abnormal = x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan
3
= 10 x 100%

= 30%
Ulangan 3:
% Tumbuh Benih Normal =0
Jumlah kecambah yang tumbuh abnormal
% Tumbuh Benih Abnormal = x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan
1
= 10 x 100%

= 10%
Jumlah kecambah yang tumbuh normal + abnormal
Potensi Tumbuh Maks = x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan
14
= 30 x 100%

= 0,46 x 100%
= 46%
Tabel 2. Jenis Skarifikasi Benih Di Kikir
Ulangan 1:
% Tumbuh Benih Normal =0
Jumlah kecambah yang tumbuh abnormal
% Tumbuh Benih Abnormal = x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan
1
= 10 x 100%

= 10%
Ulangan 2:
Jumlah kecambah yang tumbuh normal
% Tumbuh Benih Normal = x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan
3
= 10 x 100%

= 30%
Jumlah kecambah yang tumbuh abnormal
% Tumbuh Benih Abnormal = x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan
2
= 10 x 100%

= 20%
Ulangan 3:
% Tumbuh Benih Normal =0
% Tumbuh Benih Abnormal = 0

29
Jumlah kecambah yang tumbuh normal + abnormal
Potensi Tumbuh Maks = Jumlah benih yang dikecambahkan
x 100%
6
= 30 x 100%

= 0,2 x 100%
= 20%
Tabel 3. Jenis Skarifikasi Benih Di Rendam Air Hangat
Ulangan 1:
% Tumbuh Benih Normal =0
Jumlah kecambah yang tumbuh abnormal
% Tumbuh Benih Abnormal = x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan
6
= 10 x 100%

= 60%
Ulangan 2:
Jumlah kecambah yang tumbuh normal
% Tumbuh Benih Normal = x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan
1
= 10 x 100%

= 10%
Jumlah kecambah yang tumbuh abnormal
% Tumbuh Benih Abnormal = x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan
3
= 10 x 100%

= 30%

Ulangan 3:
Jumlah kecambah yang tumbuh normal
% Tumbuh Benih Normal = x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan
4
= 10 x 100%

= 40%
Jumlah kecambah yang tumbuh abnormal
% Tumbuh Benih Abnormal = x 100%
Jumlah benih yang dikecambahkan
1
= 10 x 100%

= 10%

Jumlah kecambah yang tumbuh normal + abnormal


Potensi Tumbuh Maks = Jumlah benih yang dikecambahkan
x 100%

30
15
= 30 x 100%

= 0,5 x 100%
= 50%
4.2 Pembahasan
Persemaian adalah tempat atau area l untuk kegiatan memproses benih (atau

bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang siap ditanam di lapangan.

Kegiatan di persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari kegiatan

penanaman hutan karena itu sangat penting dan merupakan kunci pertama di dalam

upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan. Penanaman benih ke lapangan

dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung yang berarti harus

disemaikan terlebih dahulu di tempat persemaian (Schimidf, 2000).

Menurut Pramono dan Suhendi (2006) Penentuan mutu bibit pada umumnya

didasarkan kepada hasil penilaian atau evaluasi terhadap tiga kriteria yaitu mutu

genetik, fisik, dan fisiologis. Mutu genetik didasarkan pada kelas sumber benih.

Mutu fisik mencerminkan kondisi fisik bibit seperti kekompakan media, keadaan

batang, dan kesehatan. Sedangkan mutu fisiologis menggambarkan mutu

pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun, dan warna daun.

Dalam Praktikum Ini saya memilih tanaman Mahoni (Swietenia

macrophylla). Tanaman Mahoni (Swietenia macrophylla) banyak ditanam sebagai

pohon pelindung karena sifatnya yang tahan panas dan memiliki daya adaptasi yang

baik terhadap berbagai kondisi tanah sehingga tetap bertahan menghiasi tepi jalan

di beberapa daerah. Tanaman ini dikembangkan pada awalnya di wilayah Jawa

sejak jaman penjajahan Belanda. Kayu mahoni mempunyai nilai ekonomis yang

cukup tinggi sehingga dibudidayakan untuk keperluan sumber bahan baku industri.

31
Kualitas kayunya keras dan memiliki warna kemerahan, sangat baik digunakan

untuk meubel, furniture, barang-barang ukiran dan kerajinan tangan.

Kayu mahoni memiliki kualitas yang mendekati kualitas kayu jati sehingga

sering dijuluki sebagai primadona kedua. Berdasarkan jenisnya, mahoni terdiri atas

mahoni berdaun kecil (Swietenia mahagoni) dan mahoni berdaun lebar (Swietenia

macrophylla). Kualitas kayu mahoni berdaun kecil lebih baik dibandingkan mahoni

berdaun lebar (Kementrian Kehutanan, 2011).

Dalam praktikum ini kita melakukan 3 kegiatan, kegiatan yang pertama

yaitu pengenalan struktur buah dan benih tanaman, yang mana pada pengamatan

yang telah saya lakukan bentuk dari buah mahoni yang berbentuk bulat seperti telur

dan mempunyai 5 lekuk. Warna dari buah yang masih muda adalah hijau akan

berubah menjadi coklat bila buahnya sudah matang. Didalam buah mahoni terdapat

biji yang berbentuk pipih dan ujungnya tebal serta berwarna cokelat berpadu hitam.

Kegiatan yang kedua yaitu skarifikasi benih, yang terbagi menjadi 3 bagian

yaitu tanpa perlakuan, di rendam dengan air hangat dan di kikir. Alasan dari

skarifikasi ini dilakukan untuk mempercepat perkecambahan. Kulit benih yang

permeabel memungkinkan air dan gas dapat masuk ke dalam benih sehingga proses

imbibisi dapat terjadi. Benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi

yang semakin baik. Air dan gas akan lebih cepat masuk ke dalam benih karena kulit

benih yang permeabel. Air yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses

metabolisme dalam benih berjalan lebih cepat akibatnya perkecambahan yang

dihasilkan akan semakin baik (Juhada 2013).

Kegiatan ke 3 adalah Soil Emergence Test atau penanam dan pemeliharaan

benih. Penanama beni dilakukan setelah di skarifikasi dan ini saya lakukan pada

32
minggu ke 7 perkuliahan sampai dengan minggu ke 11, pengamatan atau

pemeliharaan benih bertotal 5 minggu yang masing-masing telah saya sajikan pada

tabel 1 – 3. Benih yang di pakai 90 benih dengan masing-masing 3 skarifikasi dan

3 kali ulangan, satu kali ulangan terdapat 10 benih.

Ada beberapa benih yang gagal untuk tumbuh, kebanyakan mati, ini

dikarenakan beberapa faktor beberapa di antaranya adalah benih yang di tanam

mengalami pembusukan akibat skarifikasi yang saya lakukan kurang tepat, seperti

perendaman benih yang terlalu lama, pengikiran yang tidak merata, serta benih

yang kurang baik yang kurang saya perhatikan, ada juga beberapa faktor lainnya

seperti kekeringan karena kurang pengawasan, variabel pengganggu yaitu anjing

dan hujan yang terus menerus.

Dalam penanaman yang saya lakukan yang paling subur terdapat pada benih

yang di tanam dengan direndam air hangat sebesar 50% dan juga tanpa perlakuan

sebesar 46%, Sedangkan yang kurang subur terdapat pada benih yang di kikir

sebesar 20%. Di sebabkan pengikiran yang tidak merata serta benih yang kurang

baik.

33
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

1. Struktur buah mahoni (Swietenia macrophylla) berbentuk bulat dan kulit


buah bertekstur keras. Benih mahoni (Swietenia macrophylla) berbentuk
bulat telur dan pipih serta bertekstur halus dan licin
2. Terdapat 3 jenis skarifikasi untuk mempercepat laju proses perkecambahan,
yaitu tanpa perlakuan, dikikir, dan direndam air hangat. Adapun jenis
skarifikasi yang paling efektif dalam mempercepat perkecambahan benih
mahoni (Swietenia macrophylla) yaitu direndam air hangat
3. Potensi tumbuh maksimum pada jenis skarifikasi dikikir yaitu 20%, jenis
skarifikasi direndam air hangat yaitu 50%, dan jenis skarifikasi tanpa
perlakuan yaitu 46%. Kekuatan tumbuh benih pada media tanah termasuk
sangat bagus, karena kebanyakan benih mengalami pertumbuhan
dibandingkan dengan benih yang mati
5.2 Saran

Saran untuk praktikum perkecambahan agar menggunakan benih yang


bagus dengan tingkat kematangan yang baik dan juga penaburan benih di lakukan
pada kedalaman yang sama agar pertumbuhan benih dapat lebih efisien.

34
DAFTAR PUSTAKA
Aggraeny Siska. 2012. Laporan Praktikum Teknologi Benih. Acara 1, Struktur

Buah. Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu.

Bachtiar Budirman, Dkk. 2017. Pengaruh Skarifikasi Dan Pemberian Hormon

Tumbuh Terhadap Perkecambahan Benih Aren (Arenga pinnata Merr) di

Persemaian. Fakultas Kehutanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Jurnal Ilmu Alam dan Lingkungan, 8 (16) Hlm: 37 – 44.

Irawan , U. S., Arbainsyah., Ramlan, A., Putranto, H., Afifudin, S. 2020. Manual

Pembuatan Persemaian Dan Pembibitan Hutan Tanaman. Bogor :

Indonesia

Ir. Ellen L. Panggabean, Mp. 2012. Diktat, Teknologi Benih. Fakultas Pertanian.

Universitas Medan Area. Medan.

Irwan Ujang Susep, Dkk. 2020. Manual Pembuatan Persemaian dan Pembibitan

Tanaman Hutan. Pelatihan Daring Teknik Persemaian Tanaman Hutan.

Bogor.

Juhada, Nurmiaty Y. dan Ermawati 2013 Pengaruh Skarifikasi Pada Pola Imbibisi

DanPerkecambahan Benih Saga Manis (Abruss precatorius L.) J. Agrotek

Tropika.1(1) :45-49

Kementrian Kehutanan, BPDAS Solo. 2011. Info tanaman hijau.

http://www.bpdassolo.net/index.php/tanaman-kayu-

kayuan/tanamanmahoni. Diakses pada 25 September 2017.

35
Mulawarman, Dkk. 2002. Pedoman Lapang untuk Petugas Lapang dan Petani,

Sumber Benih, Pengumpulan dan Penanganan Benih. ICRAF & Winrock

International. Bogor.

Marthen., Kaya, E., Rehatta, H. 2013. Pengaruh Perlakuan Pencelupan Dan

Perendaman Terhadap Perkecambahan Benih Sengon (Paraserianthes

falcataria L.). Jurnal Agrologia 2 (1) : 10 – 16

Pelupessy L. 2007. Teknik Persemaian. Panitia Implementasi Program NFP-FAO

Regional Maluku & Maluku Utara. Fakultas Pertanian Universitas

Pattimura. Ambon.

Pramono, Suhaendi H. 2006. Manfaat Sertifikasi Sumber Benih, Mutu Benih dan

Mutu Bibit dalam Mendukung Gerhan. Prosiding Seminar Hasil-Hasil

Penelitian, Jambi 22 Desember 2005.Pusat Penelitian dan Pengembangan

Hutan dan Konservasi Alam. Bogor (ID). Hal.49-61.

Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman di Persemaian

Derektorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen

Kehutanan. Buku. Gramedia: Jakarta.

Shara, D., Izzati, M., Prihastanti, E. 2014. Perkecambahan Biji Dan Pertumbuhan

Bibit Batang Bawah Karet (Havea brasiliensis Muell Arg.) Dari Klon Dan

Media Yang Berbeda. Jurnal Biologi 3 (3) : 60 – 74

Suharnantono, H. 2011. Monitoring dan Evaluasi Jenis Tanaman Rimba Eksotik Di

KPH Kendal

36
Sukarman, R., Kainde, J., Rombang., Thomas, A. 2012. Pertumbuhan Bibit Sengon

(Paraserianthes Falcataria) Pada Berbagai Media Tumbuh. Jurnal Eugenia

18 (3) : 215 – 221

Waluyo, dan Suparwoto. 2018. Pengelolaan dan Distribusi Produksi Benih Sumber

Padi di Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan

Teknologi Pertanian. Politeknik Negeri Lampung. ISBN 978-602-5730-68-

9. halaman 241-248.

Yudohartono Tri Pamungkas. 2018. Pengaruh Skarifikasi dan Kedalaman Tanam

Biji Terhadap Perkecambahan Dan Pertumbuhan Bibit Aren (Arenga

Pinnata Merr). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan

Pemuliaaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. Seminar Nasional Pendidikan

Biologi Dan Saintek Iii. Hlm: 185-18

37
LAMPIRAN

38
39

Anda mungkin juga menyukai