LAPORAN PRAKTIKUM
KLIMATOLOGI
Disusun oleh:
Kelompok VC
Zullaekah 230202913086
LEMBAR PENGESAHAN
Kelompok : VC (LIMA)C
Menyetujui,
RINGKASAN
Praktikum Klimatlogi dengan materi Tipe Iklim dan Pemetaan Pola Tanam
Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang dilaksanakan pada tanggal 16 Maret
2020 di Badan Pusat Statistika Provinsi Jawa Tengah, Jalan Pahlawan,
Pandanaran, Kota Semarang. Tujuan dari praktikum tipe iklim dan pemetaan pola
tanam adalah dapat mengetahui klasifikasi iklim menurut tipe Mohr, Schmidt-
Ferguson, dan Oldeman serta dapat membuat pemetaan pola tanam berdasarkan
curah hujan sepuluh tahun di Kecamatan Sarang. Manfaat dari praktikum tipe
iklim dan pemetaan pola tanam adalah dapat membuat pola tanam Kecamatan
Sarang Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah berdasarkan curah hujan
sepuluh tahun terakhir.
Materi yang digunakan berupa alat dan bahan penunjang praktikum. Bahan
yang digunakan dalam praktikum adalah data curah hujan Kecamatan Sarang
dalam kurun waktu sepuluh tahun sebagai data pengamatan yang akan dianalisis.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis untuk mencatat data
yang diperoleh dan kamera untuk mengambil gambar data curah hujan di
Kecamatan Sarang. Metode yang digunakan adalah mencari data curah hujan di
BPS, lalu mengolahnya di tabel berdasarkan iklim mohr, oldeman, dan Schmidt-
ferguson, kemudian menentukan pola tanam yang sesuai dari data curah hujan
Kecamatan Sarang. Data diolah pada tabel yang telah disediakan dan dianalisis
kedalam tipe iklim Mohr, Schmidt-Ferguson, dan Oldeman sesuai dengan data
curah hujan sepuluh tahunan yang diperoleh. Data analisis untuk membuat
pemetaan pola tanam komoditas padi dan palawija berdasarkan tipe iklim
Oldeman untuk Kecamatan Sarang.
Hasil praktikum Klimatologi pada acara tipe Iklim dan Pemetaan Pola
Tanam adalah hujan mempengaruhi penentuan pola tanam Kecamatan Sarang.
Tipe iklim Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang menurut iklim Klasifikasi
Mohr termasuk dalam zona kelas tiga, menurut klasifikasi iklim Oldeman
termasuk dalam zona tipe D3, dan menurut klasifkasi Schmidt-Ferguson termasuk
dalam zona tipe C yang berarti Kecamatan Sarang termasuk daerah yang beriklim
sedang dengan curah hujan agak tinggi. Nilai Q pada Kecamatan Sarang yaitu
0,61. Berdasarkan curah hujan Kecamatan Sarang terdapat pola tanam padi-
palawija-palawija.
Kata Kunci : Iklim, Kecamatan Sarang, Mohr, Oldeman, , Padi, Palawija, Pola
tanam, Schmidt-ferguson
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan rahmat-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Klimatologi.
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui tipe iklim dan pemetaan pola
tanam.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Sutarno, M. S. selaku
Koordinator Praktikum Klimatologi dan Widya Ratriningrum selaku Asisten
Pembimbing Praktikum Klimatologi, yang telah membimbing penulis selama
praktikum berlangsung sampai penyusunan laporan Praktikum Klimatologi ini
selesai. Harapan penulis adalah laporan Praktikum Klimatoligi yang telah disusun
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari laporan praktikum ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruksif sangat diharapkan oleh
penulis. Akhir kata, penulis menyampaikan terima kasih atas perhatian dan
koreksi dari berbagai pihak.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ....................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2
2.1. Iklim............................................................................................... 2
2.2. Kecamatan Sarang......................................................................... 2
2.3. Klasifikasi Iklim Mohr................................................................... 3
2.4. Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson.............................................. 3
2.5. Klasifikasi Iklim Oldeman............................................................. 4
2.6. Kalender Pola Tanam..................................................................... 6
2.6.1. Padi..................................................................................... 7
2.6.2. Palawija.............................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 17
LAMPIRAN................................................................................................. 22
v
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
Iklim merupakan keadaan rata-rata cuaca yang terjadi pada suatu wilayah
yang luas dan jangka waktu yang lama seperti selama satu tahun sehingga dapat
disajikan dalam suatu data statistik kemudian disimpulkan keadaan iklim wilayah
tersebut. Cuaca diukur dalam jangka waktu yang pendek dan terbatas pada
cakupan wilayah yang sempit. Penentuan tipe iklim diperlukan data mengenai
cuaca dominan yang terjadi pada sauatu wilayah. Unsur – unsur iklim meliputi
energi radiasi matahari, curah hujan, kelembaban udara, suhu udara, angin, dan
awan.
Pembagian iklim menurut Mohr didasarkan pada banyaknya bulan basah
dan bulan kering. Iklim menurut Schmidt dan Ferguson didasarkan pada hasil
rata-rata curah hujan tiap tahun untuk kemudian disimpulkan bulan basah dan
bulan kering. Bulan basah dan bulan kering yang telah dihitung kemudian
dijumlahkan lalu dirata-rata untuk mengetahui periode kering di suatu daerah
dengan mencari nilai Q. Klasifikasi iklim menurut Oldeman menggunakan dasar
bulan basah dan bulan kering yang berturut-turut, kemudian dikaitkan dengan
kebutuhan air bagi tanaman padi terutama dan palawija.
Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang merupakan wilayah yang
terletak di daerah paling utara Jawa Tengah. Sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani dan nelayan. Produktivitas pertanian di daerah tersebut
masih relatif rendah dengan komoditas utama yaitu padi dan jagung. Produk
pertanian di kecamatan Sarang dapat berpotensi untuk dikembangkan.
Tujuan dari praktikum acara iklim dan pemetaan pola tanaman adalah
untuk mengetahui tipe iklim Mohr, Oldeman dan Schmidt-Ferguson berdasarkan
curah hujannya. Manfaat dari praktikum ini yaitu dapat membuat pola tanam
Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah berdasarkan curah
hujan sepuluh tahun terakhir.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Iklim
Iklim pada suatu wilayah dapat diukur berdasarkan rerata cuaca selama
satu tahun. Iklim adalah suatu kondisi rerata cuaca yang dihitung dalam jangka
waktu satu periode dalam suatu wilayah luas dan penyelidikan dilakukan
setidaknya 30 tahun (Anshari et al, 2013). Cuaca dan iklim dalam hal ini saling
berkaitan, cuaca menjadi unsur pembentuk iklim. Unsur iklim terdiri dari suhu
udara, radiasi matahari, dan kelembaban berperanan penting dalam produksi
tanaman karena faktor yang dominan bagi pertumbuhan tanaman adalah
lingkungan yaitu dari unsur iklim (Karyati dan Syafrudin, 2016). Pengaruh iklim
alterhadap pertanian dapat dilihat dari produktifitas pertanian. Unsur – unsur iklim
seperti suhu, kelembaban, intensitas cahaya matahari, angin, dan awan
berpengaruh terhadap proses fotosintesis tumbuhan sehingga berdampak terhadap
produktifitas pertanian (Rochimah dan Soemarno, 2014).
Iklim mohr adalah tipe iklim yang bedasarkan jumlah bulan basah dan
bulan kering. Bulan basah apabila curah hujan >100 mm per bulan dengan jumlah
curah hujan melebihi jumlah penguapan dalam satu bulan, dikatakan bulan
lembab bila curah hujan bulan berkisar antara 100 – 60 mm dan bulan kering bila
curah hujan < 60 mm per bulan (Karim dan Aliyah, 2018). Satu tahun setidaknya
terjadi 2 kali musim yaitu periode bulan basah dan bulan kering. Periode bulan
basah biasanya terjadi pada bulan dengan intensitas hujan yang tinggi, umumnya
terjadi pada periode Januari dan Februari, bulan Mei – September merupakan
periode bulan kering (Rahmani dan Hariyano, 2019). Berikut kriteria klasifikasi
iklim Mohr pada Tabel 1.
jika suatu bulan jumlah hujan 60 mm, bulan basah jika suatu bulan memiliki
curah hujan 100 mm, dan bulan lembab yang memiliki curah hujan antara 60-
100 mm (Nandini dan Narendra, 2011). Berikut kriteria klasifikasi iklim Schmidt-
Ferguson pada Tabel 2.
D 60 Q 100 Sedang
E3 0-2 4-6
E4 0-2 7-9
E5 0-2 10-12
Sumber: Wahid dan Usman, 2017.
B2 Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek
dan musim kering yang pendek cukup untuk palawija.
C2; C3; C4 Setahun hanya satu kali padi dan penanman palawija yang kedua
harus hati-hati tidak boleh jatuh pada bulan kering
D1 Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bisa
tinggi. Waktu tanam palawija cukup.
D2; D3; D4 Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun
tergantung pada adanya saluran irigasi
disesuaikan dengan iklim, kesesuaian tanaman dengan lahan mulai dari pra tanam,
produksi, hingga pasca penanaman (Runtunuwu et al., 2012). Pola tanam adalah
usaha penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak dan
urutan tanaman selama periode waktu tertentu termasuk masa pengolahan tanah
dan masa tidak ditanami selama periode tertentu. Pengaturan pola tanam untuk
menyusun tata letak dan urutan tanaman yang akan ditanam disertai masa
pengolahan tanah dan masa tidak ditanami (Nadeak et al., 2013). Kalender pola
tanam bermanfaat untuk mencegah dari cekaman kekeringan akibat ketersediaan
air yang minim jika tidak di antisipasi. Penentuan awal waktu tanam yang tepat
dapat mengatasi kehilangan nutrisi tanaman, terutama pada saat transisi dari
musim kering ke musim hujan (Shrestha et al, 2011).
Pola tanam yang sering digunakan adalah monokultur dan polikultur.
Pola tanam monkultur merupakan pola tanam dengan satu komoditas yang
ditanam dalam suatu lahan, kekuranganya yaitu produktifitas lebih rendah
dibandingkan sistem polikultur (Karima, 2013). Sistem polikultur merupakan pola
tanam dengan beberapa komoditas dalam satu lahan. Penelitian yang dilakukan di
China menunjukkan bahwa tumpangsari jagung dengan kedelai memberikan hasil
Nisbah Kesetaraan Lahan sebesar 1.14 (Lv et al., 2014). Pola tanam dapat
menerapkan pergantian antara padi dan palawija. Pola tanam yang dapat
diterapkan untuk tanaman padi dan palawija pada satu periode yaitu padi-padi-
padi/palawija jika air cukup padi-padi-palawija (sebagian area) atau jika air
terbatas, padi-palawija-palawija, dan padi-palawija-bero jika air sangat terbatas,
bero artinya tidak dapat ditanami apapun (Hidayat et al., 2014).
2.6.1. Padi
ketinggian berkisar antara 0 – 15000 mpdl dengan tanah yang bertekstur lempung
berpasir (Yulianto dan Sudibiyakto, 2012). Iklim sangat mempengaruhi
pertumbuhan padi karna petumbuhan padi memerlukan iklim yang bercurah hujan
tinggi agar optimal. Pertumbuhan padi memerlukan curah hujan rata-rata per
bulan sebesar 200 mm agar dapat tumbuh optimal (Priyonugroho, 2014). Padi
memiliki masa tanam yang relatif sebentar. Masa tanam padi berkisar antara 110 –
120 hari atau berkisar antara 3 – 4 bulan sehingga waktu panen padi dapat
diprediksi (Wahyunto dan Heryanto, 2016).
Tanaman padi gogo adalah jenis padi yang ditanam pada lahan yang
tidak membutuhkan banyak air. Tanaman padi gogo ditanam pada lahan kering
yang tidak membutuhkan banyak air (Fitriatin et al., 2011). Tanaman padi gogo
dapat menjadi alternatif ketika curah hujan sedikit. Tanaman padi gogo
memerlukan curah hujan yang lebih sedikit dari pada tanaman padi sawah dengan
curah hujan sekitar lebih atau sama dengan 100 mm (Huda et al., 2012). Umur
tanam padi gogo sekitar 105 – 125 hari. Pada umumnya varietas padi gogo
mempunyai umur tanam 105 – 125 hari (Alavan et al, 2015).
2.6.2. Palawija
sampai 100 hst untuk dapat di panen berbeda-beda dalam masing-masing varietas.
Pemanenan jagung diakukan pada saat jagung telah berumur 100 hst tergantung
varietasnya (Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Petanian Aceh, 2010).
Kedelai mempunyai kapasitas air tersendiri untuk melakukan
pertumbuhannya. Total kebutuhan air tanaman kedelai adalah 490,02 mm air atau
6,3 mm/hari dan dengan curah hujan 100 – 200 mm/bulan (Yuliawati et al, 2015).
Tanaman kedelai mempunyai masa pertumbuhan sekitar 3 bulan dan kebutuhan
iklim dengan suhu 25o – 27oC. Masa pertumbuhan tanaman kedelai 3 bulan
sampai 4 bulan dengan kondisi iklim paling optimum tanaman kedelai untuk
tumbuh yaitu pada suhu 25o – 27oC (Darmawanti, 2012).
Tanaman kacang hijau merupakan salah satu produk palawija yang
ditanam di Indonesia. Produksi palawija yaitu jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang
tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau merupakan tanaman pangan yang penting
di Indonesia (Safitri et al., 2012). Tanaman kacang hijau mempunyai kriteria
pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dengan palawija lainnya. Pertumbuhan
kacang hijau membutuhkan curah hujan optimal 50 – 200 mm/bulan dan dengan
masa tanam 3 – 4 bulan (Pertanian dan Pangan, 2016).
10
BAB III
Praktikum klimatologi dengan materi tipe iklim dan pemetaan pola tanam
dilaksanakan pada hari Senin pukul 08.00 WIB tanggal 16 Maret 2020. Lokasi
pencarian data dilakukan di Badan Pusat Statistika Provinsi Jawa Tengah, Jalan
Pahlawan, Pandanaran, Kota Semarang.
3.1. Materi
Materi yang digunakan dalam praktikum acara ini terdiri dari komponen
alat dan bahan. Bahan yang digunakan yaitu data curah hujan Kecamatan Sarang,
Kabupaten Rembang Jawa Tengah sebagai data yang akan digunakan berdasarkan iklim
dan kalender pola tanam. Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu alat tulis
dan laptop yang berfungsi untuk mencatat data yang telah diperoleh.
3.2. Metode
Metode yang diterapkan dalam praktikum tipe iklim dan pemetaan pola
tanam yaitu data curah hujan Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang dicari
dalam kurun sepuluh tahun di Kantor BPS atau website resmi BPS. Data yang
telah ditemukan kemudian diolah pada tabel yang disediakan dan dianalisis tipe
iklim lalu disesuaikan dengan klasifikasi tipe iklim berdasarkan klasifikasi
schmidth-ferguson, mohr dan Oldeman. Pemetaan pola tanam komoditas padi dan
palawija selama setahun berdasarkan tipe iklim yang sudah di tentukan.
11
BAB IV
D adalah tipe iklim sedang dengan nilai Q antara 60 Q 100. Penentuan iklim
Sarang 4 6 D3
Sumber : Data Primer Praktikum Klimatologi, 2020.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa data curah hujan Kecamatan
Sarang diperoleh jumlah empat bulan basah dan enam bulan kering dalam periode
sepuluh tahun. Kecamatan Sarang berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan
keringnya termasuk daerah dengan tipe D tiga. Menurut klasifikasi iklim Oldeman
berarti wilayah Kecamatan Sarang hanya dapat menanam satu kali padi dan satu
kali palawija atau lebih tergantung pada ketersediaan air dari irigasi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Rusmayadi (2011) yang menyatakan bahwa tipe D3 dengan
jumlah bulan basah a ntara 3 – 4 dan jumlah bulan kering yaitu 4 – 6 dengan pola
penanaman hanya satu kali padi dan satu kali palawija dalam setahun tergantung
ketersediaan air dari irigasi. Iklim oldeman digolongkan berdasarkan kebutuhan
air yang digunakan tanaman terutama pada tanamn padi dengan menggunakan
nisbah bulan basah dan kering atau unsur curah hujan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Wahid dan Usman (2017) bahwa tipe bulan basah menurut Oldeman
memiliki curah hujan > 200 mm/bulan, sedangkan pada bulan lembab diantara
100 – 200 mm/ bulan, dan bulan kering memiliki curah hujan <100 mm/ bulan.
Pola tanam yang diterapkan pada tipe D3 yaitu penanaman padi
dilakukan satu kali dan palawija satu kali dengan sistem irigasi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hadi (2016) bahwa tipe iklim 3 biasanya menggunakan
persawahan irigasi pola tanam monokultur untuk satu musim. Cara yang dapat
digunakan untuk meningkatkan pendapatan sektor pertanian adalah pertanaman
menggunakan pola tanam polikultur atau tumpangsari. Hal ini sesuai dengan
pendapat Permanasari dan Kastono (2012) yang menyatakan bahwa polikultur
adalah salah satu sistem pola tanam yang membagi lahan untuk beberapa jenis
penanaman palawija. Keuntungan dapat diperoleh melalui sistem tumpangsari
atau monokultur pada pertanaman komoditas utama karena lebh efisien dan
memberikan resiko kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Lv et al. (2014) pola
tanam yang sering digunakan adalah monokultur dan tumpangsari, pola tanam
tumpangsari dirasa lebih efisien dalam penggunaan lahan, pupuk, pengendalian
14
hama dan penyakit lebih rendah dan pendapatan petani meningkat karena resiko
kecil.
Padi
Kacang
Hijau
Jagung
LP II
Padi
Gogo
Kacang
Hijau
Kedelai
Tumpang
Sari
dengan
Jagung
Sumber : Data Primer Praktikum Klimatologi, 2020.
Keterangan:
CH : Rata-rata curah hujan (mm/bulan)
LP : Label pemetaan, warna untuk padi, warna untuk jagung, warna
untuk pengolahan tanah, warna untuk palawija, warna untuk kacang
hijau, warna untuk kedelai tumpeng sari dengan jagung
15
memerlukan air sebanyak 100 – 330 mm/bulan agar pertumbuhan dapat optimal.
Masa tanam jagung 65 – 100 hst yaitu masa tanam pendek. Hal ini sependapat
dengan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Petanian Aceh (2010) bahwa
pemanenan jagung diakukan pada saat jagung telah berumur 100 hst tergantung
varietasnya.
Kedelai membutuhkan curah hujan 100 – 200 mm/bulan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Yuliawati et al. (2015) bahwa curah hujan yang dibutuhkan
kedelai adalah antara 100 – 200 mm/bulan. Umur tanam kedelai agar dapat
tumbuh secara optimal adalah sekitar 3 bulan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
dari Darmawanti (2012) bahwa masa pertumbuhan tanaman kedelai 3 bulan
sampai 4 bulan dengan kondisi iklim paling optimum tanaman kedelai untuk
tumbuh yaitu pada suhu 25o – 27oC.
Pola tanam yang sering digunakan adalah monokultur dan polikultur. Hal
ini didukung oleh Karima (2013) bahwa pola tanam monkultur merupakan pola
tanam dengan satu komoditas yang ditanam dalam suatu lahan, kekuranganya
yaitu produktifitas lebih rendah dibandingkan sistem polikultur. Sistem polikultur
merupakan pola tanam dengan beberapa komoditas dalam satu lahan seperti
kedelai dengan jagung sehingga menghasilkan produktvitas lebih besar. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Lv et al. (2014) bahwa penelitian yang dilakukan di
China menunjukkan bahwa tumpangsari jagung dengan kedelai memberikan hasil
Nisbah Kesetaraan Lahan sebesar 1.14.
17
BAB V
5.1. Simpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Barus, W. A., H. Khair, dan Hendri. (2017). Respon pertumbuhan dan produksi
tanaman kacang hijau (Vigna radiate L) terhadap pemberian kompos
bunga jantan kelapa sawit dan urin kelinci. Jurnal Agrinium, 21(1), 55 –
61.
Fadholi, A., & Supriatin, D. (2012). Sistem Pola Tanam Di Wilayah Priangan
Berdasakan Klasifikasi Iklim Oldeman. Jurnal Geografi Gea, 12(2), 61 –
70.
Karim, H. A., dan M. Aliyah. (2018). Evaluasi penentuan wakt tanam padi (Oriza
sativa L) berdasarkan analisa curah hujan dan ketersediaan air pada
wilayah bedungan sekka-sekka Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal Ilmu
Pertanian Universitas Al Asyariah, 3(2), 41 – 46.
Nandini, R dan Narendra, B. H. (2011). Kajian perubahan curah hujan, suhu dan
tipe iklim pada zone ekosistem di pulau lombok. Jurnal Analisis
Kebijakan Kehutanan, 8(3), 228 – 244.
Nadeak, N., R. Qurniati, dan W. Hidayat. (2013). Analisis finansial pola tanam
agroforestry di Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang cermin
Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Jurnal Sylva Lestari, 1(1), 65
– 74.
Rahmani, N. T., dan D. Hariyanto. (2018). Kajian perubahan curah hujan terhadap
produktivitas tanaman jagung (Zea mays L.) pada lahan kering. Jurnal
Produksi Tanaman, 7(8), 1474 – 1480.
Shrestha, S.F., M.D. Asch, And M. Becker. (2011). Cropping calendar options for
rice-wheat production systems at highaltitudes. Jurnal of Field Crops
Research, 121(1), 158 – 167.
Wahid, H., dan Usman. (2017). Analisis Karekteristik dan Klasifkasi Curah Hujan
di Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal Sainsmat, 6 (1), 15 – 27.
LAMPIRAN