Anda di halaman 1dari 32

i

LAPORAN PRAKTIKUM
KLIMATOLOGI

Disusun oleh:

Kelompok VC

Zullaekah 230202913086

PROGRAM STUDI S-1 AGROEKOTEKOLOGI


DEPARTEMEN PERTANIAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : LAPORAN PRAKTIKUM KLIMATOLOGI

Kelompok : VC (LIMA)C

Program Studi : SI- AGROEKOTEKNOLOGI

Tanggal Pengesahan : MEI 2020

Menyetujui,

Koordinator Praktikum Asisten Pembimbing Praktikum


Klimatologi Klimatologi

Dr. Ir. Sutarno, M.S Widya Ratriningrum


NIP. 19580611 198303 1 002 NIM. 23020218120030
ii

RINGKASAN

Zullaekah. Kelompok V AgroekoteknologiC. 2020. Laporan Praktikum


Klimatologi. (Asisten: Widya Ratriningrum).

Praktikum Klimatlogi dengan materi Tipe Iklim dan Pemetaan Pola Tanam
Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang dilaksanakan pada tanggal 16 Maret
2020 di Badan Pusat Statistika Provinsi Jawa Tengah, Jalan Pahlawan,
Pandanaran, Kota Semarang. Tujuan dari praktikum tipe iklim dan pemetaan pola
tanam adalah dapat mengetahui klasifikasi iklim menurut tipe Mohr, Schmidt-
Ferguson, dan Oldeman serta dapat membuat pemetaan pola tanam berdasarkan
curah hujan sepuluh tahun di Kecamatan Sarang. Manfaat dari praktikum tipe
iklim dan pemetaan pola tanam adalah dapat membuat pola tanam Kecamatan
Sarang Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah berdasarkan curah hujan
sepuluh tahun terakhir.

Materi yang digunakan berupa alat dan bahan penunjang praktikum. Bahan
yang digunakan dalam praktikum adalah data curah hujan Kecamatan Sarang
dalam kurun waktu sepuluh tahun sebagai data pengamatan yang akan dianalisis.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis untuk mencatat data
yang diperoleh dan kamera untuk mengambil gambar data curah hujan di
Kecamatan Sarang. Metode yang digunakan adalah mencari data curah hujan di
BPS, lalu mengolahnya di tabel berdasarkan iklim mohr, oldeman, dan Schmidt-
ferguson, kemudian menentukan pola tanam yang sesuai dari data curah hujan
Kecamatan Sarang. Data diolah pada tabel yang telah disediakan dan dianalisis
kedalam tipe iklim Mohr, Schmidt-Ferguson, dan Oldeman sesuai dengan data
curah hujan sepuluh tahunan yang diperoleh. Data analisis untuk membuat
pemetaan pola tanam komoditas padi dan palawija berdasarkan tipe iklim
Oldeman untuk Kecamatan Sarang.

Hasil praktikum Klimatologi pada acara tipe Iklim dan Pemetaan Pola
Tanam adalah hujan mempengaruhi penentuan pola tanam Kecamatan Sarang.
Tipe iklim Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang menurut iklim Klasifikasi
Mohr termasuk dalam zona kelas tiga, menurut klasifikasi iklim Oldeman
termasuk dalam zona tipe D3, dan menurut klasifkasi Schmidt-Ferguson termasuk
dalam zona tipe C yang berarti Kecamatan Sarang termasuk daerah yang beriklim
sedang dengan curah hujan agak tinggi. Nilai Q pada Kecamatan Sarang yaitu
0,61. Berdasarkan curah hujan Kecamatan Sarang terdapat pola tanam padi-
palawija-palawija.

Kata Kunci : Iklim, Kecamatan Sarang, Mohr, Oldeman, , Padi, Palawija, Pola
tanam, Schmidt-ferguson
iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan rahmat-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Klimatologi.
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui tipe iklim dan pemetaan pola
tanam.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Sutarno, M. S. selaku
Koordinator Praktikum Klimatologi dan Widya Ratriningrum selaku Asisten
Pembimbing Praktikum Klimatologi, yang telah membimbing penulis selama
praktikum berlangsung sampai penyusunan laporan Praktikum Klimatologi ini
selesai. Harapan penulis adalah laporan Praktikum Klimatoligi yang telah disusun
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari laporan praktikum ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruksif sangat diharapkan oleh
penulis. Akhir kata, penulis menyampaikan terima kasih atas perhatian dan
koreksi dari berbagai pihak.

Semarang, Mei 2020

Penulis
iv

DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ....................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2
2.1. Iklim............................................................................................... 2
2.2. Kecamatan Sarang......................................................................... 2
2.3. Klasifikasi Iklim Mohr................................................................... 3
2.4. Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson.............................................. 3
2.5. Klasifikasi Iklim Oldeman............................................................. 4
2.6. Kalender Pola Tanam..................................................................... 6
2.6.1. Padi..................................................................................... 7
2.6.2. Palawija.............................................................................. 8

BAB III. MATERI DAN METODE............................................................ 10


3.1. Materi............................................................................................. 10
3.2. Metode........................................................................................... 10

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................... 11


4.1. Klasifikasi Iklim Mohr................................................................... 11
4.2. Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson.............................................. 11
4.3. Klasifikasi Iklim Oldeman............................................................. 12
4.4. Kalender Pola Tanam Padi-Palawija............................................. 14

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN........................................................... 16


5.1. Simpulan........................................................................................ 16
5.2. Saran.............................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 17
LAMPIRAN................................................................................................. 22
v

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tipe Iklim Kecamatan Sarang Menurut Klasifikasi Mohr............... 11

2. Tipe Iklim Kecamatan Sarang Menurut Klasifikasi


Scmidt – Ferguson............................................................................ 12

3. Tipe Iklim Kecamatan Sarang Menurut Klasifikasi


Oldeman............................................................................................ 12

4. Pemetaan Pola Tanam Padi-Palawija di Kecamatan Sarang............. 14


vi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Pengamatan Curah Hujan di Kecamatan Sarang, Kabupaten


Rembang....................................................................................... 22
1

BAB I

PENDAHULUAN

Iklim merupakan keadaan rata-rata cuaca yang terjadi pada suatu wilayah
yang luas dan jangka waktu yang lama seperti selama satu tahun sehingga dapat
disajikan dalam suatu data statistik kemudian disimpulkan keadaan iklim wilayah
tersebut. Cuaca diukur dalam jangka waktu yang pendek dan terbatas pada
cakupan wilayah yang sempit. Penentuan tipe iklim diperlukan data mengenai
cuaca dominan yang terjadi pada sauatu wilayah. Unsur – unsur iklim meliputi
energi radiasi matahari, curah hujan, kelembaban udara, suhu udara, angin, dan
awan.
Pembagian iklim menurut Mohr didasarkan pada banyaknya bulan basah
dan bulan kering. Iklim menurut Schmidt dan Ferguson didasarkan pada hasil
rata-rata curah hujan tiap tahun untuk kemudian disimpulkan bulan basah dan
bulan kering. Bulan basah dan bulan kering yang telah dihitung kemudian
dijumlahkan lalu dirata-rata untuk mengetahui periode kering di suatu daerah
dengan mencari nilai Q. Klasifikasi iklim menurut Oldeman menggunakan dasar
bulan basah dan bulan kering yang berturut-turut, kemudian dikaitkan dengan
kebutuhan air bagi tanaman padi terutama dan palawija.
Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang merupakan wilayah yang
terletak di daerah paling utara Jawa Tengah. Sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani dan nelayan. Produktivitas pertanian di daerah tersebut
masih relatif rendah dengan komoditas utama yaitu padi dan jagung. Produk
pertanian di kecamatan Sarang dapat berpotensi untuk dikembangkan.
Tujuan dari praktikum acara iklim dan pemetaan pola tanaman adalah
untuk mengetahui tipe iklim Mohr, Oldeman dan Schmidt-Ferguson berdasarkan
curah hujannya. Manfaat dari praktikum ini yaitu dapat membuat pola tanam
Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah berdasarkan curah
hujan sepuluh tahun terakhir.
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Iklim

Iklim pada suatu wilayah dapat diukur berdasarkan rerata cuaca selama
satu tahun. Iklim adalah suatu kondisi rerata cuaca yang dihitung dalam jangka
waktu satu periode dalam suatu wilayah luas dan penyelidikan dilakukan
setidaknya 30 tahun (Anshari et al, 2013). Cuaca dan iklim dalam hal ini saling
berkaitan, cuaca menjadi unsur pembentuk iklim. Unsur iklim terdiri dari suhu
udara, radiasi matahari, dan kelembaban berperanan penting dalam produksi
tanaman karena faktor yang dominan bagi pertumbuhan tanaman adalah
lingkungan yaitu dari unsur iklim (Karyati dan Syafrudin, 2016). Pengaruh iklim
alterhadap pertanian dapat dilihat dari produktifitas pertanian. Unsur – unsur iklim
seperti suhu, kelembaban, intensitas cahaya matahari, angin, dan awan
berpengaruh terhadap proses fotosintesis tumbuhan sehingga berdampak terhadap
produktifitas pertanian (Rochimah dan Soemarno, 2014).

2.2. Kecamatan Sarang

Kecamatan Sarang merupakan kecamatan yang masuk dalam wilayah


Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Kecamatan Sarang memiliki batas wilayah
sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sedan, barat berbatasan dengan
Kecamatan Kragan, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bancar
Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur (BPS, 2018). Secara geografis wilayah
Kecamatan Sarang berbatasan dengan sebagian besar wilayah perairan laut pantai
Selatan. Kecamatan Sarang yang berjarak 50 km dari Kota Rembang ini
mencakup daerah seluas 6.392 ha, yang tersusun atas lahan sawah seluas 1.436 ha
dan lahan non sawah 4.956 ha (BPS, 2016).
3

Kecamatan sarang memiliki iklim tropis dan bercurah hujan sedang.


Kecamatan Sarang memiliki jenis iklim tropis dengan suhu maksimum tahunan
sebesar 33oC dan suhu rata-rata 23oC dengan curah hujan sedang yaitu rata-rata
502,36 mm/tahun (BPS, 2018). Curah hujan yang sedang dimanfaatkan warga
untuk bertani. Produk pertanian di Kecamatan Sarang yaitu padi, jagung, ubi
kayu, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, sayuran, buah-buahan (Ervianti, 2015).

2.3. Klasifikasi Iklim Mohr

Iklim mohr adalah tipe iklim yang bedasarkan jumlah bulan basah dan
bulan kering. Bulan basah apabila curah hujan >100 mm per bulan dengan jumlah
curah hujan melebihi jumlah penguapan dalam satu bulan, dikatakan bulan
lembab bila curah hujan bulan berkisar antara 100 – 60 mm dan bulan kering bila
curah hujan < 60 mm per bulan (Karim dan Aliyah, 2018). Satu tahun setidaknya
terjadi 2 kali musim yaitu periode bulan basah dan bulan kering. Periode bulan
basah biasanya terjadi pada bulan dengan intensitas hujan yang tinggi, umumnya
terjadi pada periode Januari dan Februari, bulan Mei – September merupakan
periode bulan kering (Rahmani dan Hariyano, 2019). Berikut kriteria klasifikasi
iklim Mohr pada Tabel 1.

Tabel 1. Zona Iklim Bedasarkan Klasifikasi Mohr


No Zona Jumlah Bulan Jumlah Keterangan
Basah Bulan Kering
1 Ia 12 0 Sangat Basah
2 Ib 7 – 11 0 Basah
3 II 4 – 11 1–2 Agak basah
4 III 4–9 2–4 Agak kering
5 1V 4–7 4–6 Kering
6 V 4–5 6–7 Sangat kering
Sumber: Karim dan Aliyah, 2018.
4

2.4. Klasifikasi Iklim Schmidt- Ferguson

Penggolongan iklim Schmidt-Ferguson didasarkan pada rata-rata jumlah


bulan kering dan bulan basah. Schmidt-Fergusson menghitung jumlah bulan
kering dan bulan basah dari tiap-tiap tahun kemudian baru diambil rata-rata dari
data 10 tahun terakhir (Anwar et al., 2018). Iklim dapat berubah menurut ruang
dan waktu. klasifikasi Schmidt–Ferguson memiliki beberapa klasifikasi iklim
antara lain sangat basah, basah, agak basah, sedang basah, agak kering, kering,
sangat kering, dan luar biasa kering (Wahid dan Usman, 2017). Bulan basah dan
kering dapat diklasifikasikan berdasarkan curah hujan. Klasifikasi Bulan kering

jika suatu bulan jumlah hujan 60 mm, bulan basah jika suatu bulan memiliki

curah hujan 100 mm, dan bulan lembab yang memiliki curah hujan antara 60-

100 mm (Nandini dan Narendra, 2011). Berikut kriteria klasifikasi iklim Schmidt-
Ferguson pada Tabel 2.

Tabel 2. Zona Iklim Berdasarkan Klasifikasi Schmidt-Ferguson


Golongan (Class) Nilai (value) Q Kriteria (Critery)
A 0 Q 14,3 Sangat basah

B 14,3 Q 33,3 Basah

C 33,3 Q 60 Agak basah

D 60 Q 100 Sedang

E 100 Q 167 Agak Kering

F 167 Q 300 Kering

G 300 Q 700 Sangat kering

H Q 700 Luar bisa kering

Sumber: Nandini dan Narendra, 2011.


5

2.5. Klasifikasi Iklim Oldeman

Iklim oldeman digolongkan berdasarkan kebutuhan air bagi tanaman


terutama padi dengan menggunakan nisbah bulan basah dan kering. Tipe bulan
basah menurut Oldeman memiliki curah hujan > 200 mm/bulan, sedangkan pada
bulan lembab diantara 100 – 200 mm/ bulan, dan bulan kering memiliki curah
hujan <100 mm/ bulan (Wahid dan Usman, 2017). Penggunaan iklim oldeman
tergolong baru di Indonesia. Oldeman mengelompokan tipe iklim secara berurutan
berdasarkan pergantian antara bulan basah dan kering, sehingga petani dapat
menentukan tindakan penanaman padi maupun palawija menyesuaikan musim
yang terjadi di wilayah tertentu (Sasminto dan Sutanhaji, 2014). Penggolongan
dalam penerpan pola tanam tersebut memperhatikan beberapa aspek peluang.
Aspek peluang yang perlu diperhatikan dalam penerapan pola tanam menurut
Oldeman yaitu peluang hujan, peluang hujan efektif, dan kebutuhan air bagi
tanaman (Fadholi dan Suptihatin, 2012). Aspek tersebut menjadi faktor–faktor
pembatas dalam pertumbuhan tanaman. Berikut kriteria klasifikasi iklim Oldeman
pada Tabel 3.dan 4

Tabel 3. Zona Iklim Berdasarkan Klasifikasi Oldeman


Zona Tipe Iklim Bulan Basah Bulan Kering
A1 10-12 0-1
A
A2 10-12 2
B1 7-9 0-1
B B2 7-9 2-3
B3 7-9 4-5
C1 5-6 0-1
C2 5-6 2-3
C
C3 5-6 4-6
C4 5-6 7
D1 3-4 0-1
D2 3-4 2-3
D
D3 3-4 4-6
D4 3-4 7-9
E E1 0-2 0-1
E2 0-2 2-3
6

E3 0-2 4-6
E4 0-2 7-9
E5 0-2 10-12
Sumber: Wahid dan Usman, 2017.

Tabel 4. Berikut Kesesuaian Zona Iklim Dengan Pola Tanam


Tipe iklim Keterangan
A1; A2 Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena
pada umumnya intensitas radiasi rendah sepanjang tahun

B1 Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal


tanam yang baik. Produksi tinggi apabila panen kemarau

B2 Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek
dan musim kering yang pendek cukup untuk palawija.

C1 Tanam padi sekali dan palawija dua kali setahun

C2; C3; C4 Setahun hanya satu kali padi dan penanman palawija yang kedua
harus hati-hati tidak boleh jatuh pada bulan kering

D1 Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bisa
tinggi. Waktu tanam palawija cukup.

D2; D3; D4 Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun
tergantung pada adanya saluran irigasi

E Daerah ini umumnya terlalu kering,mungin hanya satu kali


palawija dan bergantung pada hujan

Sumber : Wahid dan Usman, 2017.

2.6. Kalender Pola Tanam

Kalender pola tanam adalah jadwal siklus penanaman yang disesuaikan


dengan iklim, kesesuaian tanaman dengan lahan di wiayah tersebut. Kalender pola
tanam dapat diartikan sebagai jadwal penanaman tanaman di suatu wilayah yang
7

disesuaikan dengan iklim, kesesuaian tanaman dengan lahan mulai dari pra tanam,
produksi, hingga pasca penanaman (Runtunuwu et al., 2012). Pola tanam adalah
usaha penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak dan
urutan tanaman selama periode waktu tertentu termasuk masa pengolahan tanah
dan masa tidak ditanami selama periode tertentu. Pengaturan pola tanam untuk
menyusun tata letak dan urutan tanaman yang akan ditanam disertai masa
pengolahan tanah dan masa tidak ditanami (Nadeak et al., 2013). Kalender pola
tanam bermanfaat untuk mencegah dari cekaman kekeringan akibat ketersediaan
air yang minim jika tidak di antisipasi. Penentuan awal waktu tanam yang tepat
dapat mengatasi kehilangan nutrisi tanaman, terutama pada saat transisi dari
musim kering ke musim hujan (Shrestha et al, 2011).
Pola tanam yang sering digunakan adalah monokultur dan polikultur.
Pola tanam monkultur merupakan pola tanam dengan satu komoditas yang
ditanam dalam suatu lahan, kekuranganya yaitu produktifitas lebih rendah
dibandingkan sistem polikultur (Karima, 2013). Sistem polikultur merupakan pola
tanam dengan beberapa komoditas dalam satu lahan. Penelitian yang dilakukan di
China menunjukkan bahwa tumpangsari jagung dengan kedelai memberikan hasil
Nisbah Kesetaraan Lahan sebesar 1.14 (Lv et al., 2014). Pola tanam dapat
menerapkan pergantian antara padi dan palawija. Pola tanam yang dapat
diterapkan untuk tanaman padi dan palawija pada satu periode yaitu padi-padi-
padi/palawija jika air cukup padi-padi-palawija (sebagian area) atau jika air
terbatas, padi-palawija-palawija, dan padi-palawija-bero jika air sangat terbatas,
bero artinya tidak dapat ditanami apapun (Hidayat et al., 2014).

2.6.1. Padi

Padi menjadi komoditas utama sebagai pemenuhan sumber energi


karbohidrat masyarakat Indonesia. Komoditas padi biasanya ditanam di lahan
sawah irigasi, tegalan, atau lahan sawah dengan tegalan (Maulana, 2014). Syarat
unsur iklim dan lingkungan untuk pertumbuhan padi harus sesuai. Suhu yang baik
untuk pertumbuhan padi adalah 23°C, tanaman padi cocok tumbuh pada
8

ketinggian berkisar antara 0 – 15000 mpdl dengan tanah yang bertekstur lempung
berpasir (Yulianto dan Sudibiyakto, 2012). Iklim sangat mempengaruhi
pertumbuhan padi karna petumbuhan padi memerlukan iklim yang bercurah hujan
tinggi agar optimal. Pertumbuhan padi memerlukan curah hujan rata-rata per
bulan sebesar 200 mm agar dapat tumbuh optimal (Priyonugroho, 2014). Padi
memiliki masa tanam yang relatif sebentar. Masa tanam padi berkisar antara 110 –
120 hari atau berkisar antara 3 – 4 bulan sehingga waktu panen padi dapat
diprediksi (Wahyunto dan Heryanto, 2016).
Tanaman padi gogo adalah jenis padi yang ditanam pada lahan yang
tidak membutuhkan banyak air. Tanaman padi gogo ditanam pada lahan kering
yang tidak membutuhkan banyak air (Fitriatin et al., 2011). Tanaman padi gogo
dapat menjadi alternatif ketika curah hujan sedikit. Tanaman padi gogo
memerlukan curah hujan yang lebih sedikit dari pada tanaman padi sawah dengan
curah hujan sekitar lebih atau sama dengan 100 mm (Huda et al., 2012). Umur
tanam padi gogo sekitar 105 – 125 hari. Pada umumnya varietas padi gogo
mempunyai umur tanam 105 – 125 hari (Alavan et al, 2015).

2.6.2. Palawija

Palawija merupakan tanaman yang ditanam pada siklus kedua setelah


penanaman tanaman utama yang bermanfaat untuk mempertahankan produktifitas
tanah. Tanaman palawija termasuk tanaman kedua setelah padi yaitu jagung,
kedelai, ubi jalar, dan kacang hijau (Indrianingsih, 2016). Palawija membutuhkan
air untuk melakukan pertumbuhan dengan kapasitas tertentu dengan masa tanam
setara dengan padi. Kebutuhan air pada tanaman palawija jika didasarkan pada
klasifikasi iklim schmidt-Ferguson adalah senilai 75 mm/bulan dengan tanpa
cekaman kekeringan pada lahan (Sasminto dan Sutanhaji., 2014).
Jagung memiliki kapasaitas air tersendiri untuk melakukan pertumbuhan.
Kebutuhan air tanaman jagung secara umum memerlukan air sebanyak 100 – 300
mm/bulan, jika terjadi kekurangan air pertanaman jagung tidak optimal sehingga
kelembaban udara rendah (Krestiani, 2013). Jagung memiliki umur tanam 65 hst
9

sampai 100 hst untuk dapat di panen berbeda-beda dalam masing-masing varietas.
Pemanenan jagung diakukan pada saat jagung telah berumur 100 hst tergantung
varietasnya (Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Petanian Aceh, 2010).
Kedelai mempunyai kapasitas air tersendiri untuk melakukan
pertumbuhannya. Total kebutuhan air tanaman kedelai adalah 490,02 mm air atau
6,3 mm/hari dan dengan curah hujan 100 – 200 mm/bulan (Yuliawati et al, 2015).
Tanaman kedelai mempunyai masa pertumbuhan sekitar 3 bulan dan kebutuhan
iklim dengan suhu 25o – 27oC. Masa pertumbuhan tanaman kedelai 3 bulan
sampai 4 bulan dengan kondisi iklim paling optimum tanaman kedelai untuk
tumbuh yaitu pada suhu 25o – 27oC (Darmawanti, 2012).
Tanaman kacang hijau merupakan salah satu produk palawija yang
ditanam di Indonesia. Produksi palawija yaitu jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang
tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau merupakan tanaman pangan yang penting
di Indonesia (Safitri et al., 2012). Tanaman kacang hijau mempunyai kriteria
pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dengan palawija lainnya. Pertumbuhan
kacang hijau membutuhkan curah hujan optimal 50 – 200 mm/bulan dan dengan
masa tanam 3 – 4 bulan (Pertanian dan Pangan, 2016).
10

BAB III

MATERI DAN METODE

Praktikum klimatologi dengan materi tipe iklim dan pemetaan pola tanam
dilaksanakan pada hari Senin pukul 08.00 WIB tanggal 16 Maret 2020. Lokasi
pencarian data dilakukan di Badan Pusat Statistika Provinsi Jawa Tengah, Jalan
Pahlawan, Pandanaran, Kota Semarang.

3.1. Materi

Materi yang digunakan dalam praktikum acara ini terdiri dari komponen
alat dan bahan. Bahan yang digunakan yaitu data curah hujan Kecamatan Sarang,
Kabupaten Rembang Jawa Tengah sebagai data yang akan digunakan berdasarkan iklim
dan kalender pola tanam. Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu alat tulis
dan laptop yang berfungsi untuk mencatat data yang telah diperoleh.

3.2. Metode

Metode yang diterapkan dalam praktikum tipe iklim dan pemetaan pola
tanam yaitu data curah hujan Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang dicari
dalam kurun sepuluh tahun di Kantor BPS atau website resmi BPS. Data yang
telah ditemukan kemudian diolah pada tabel yang disediakan dan dianalisis tipe
iklim lalu disesuaikan dengan klasifikasi tipe iklim berdasarkan klasifikasi
schmidth-ferguson, mohr dan Oldeman. Pemetaan pola tanam komoditas padi dan
palawija selama setahun berdasarkan tipe iklim yang sudah di tentukan.
11

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Klasifikasi Iklim Mohr

Berdasarkan klasifikasi tipe iklim Mohr selama sepuluh tahun di


Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang dapat diperoleh hasil pada Tabel 5.

Tabel 5. Tipe Klasifikasi Iklim Mohr di Kecamatan Sarang, Rembang.


Rata-rata jumlah Rata-rata jumlah
Tipe iklim menurut
bulan basah bulan kering
Kecamatan klasifikasi iklim
dalam sepuluh dalam sepuluh
Mohr
tahun tahun
Sarang 7 4 Golongan IV
Sumber : Data Primer Praktikum Klimatologi, 2020.

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa data curah hujan Kecamatan


Sarang diperoleh jumlah tujuh bulan basah dan empat bulan kering dalam sepuluh
tahun. Tingkat kelembapan di Kecamatan Sarang berdasarkan klasifikasi iklim
Mohr yaitu kelas empat yang menunjukan tingkat kelembapan didaerah tersebut
kering. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahid dan Usman (2017) yang
menyatakan bahwa iklim pada golongan IV memiliki jumlah bulan basah antara 4
– 7 dengan jumlah bulan kering 4 – 6 dalam satu tahun. Iklim mohr adalah tipe
iklim yang bedasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering. Pernyataan tersebut
didukung oleh pendapat Karim dan Aliyah (2018) yang menyatakan bahwa
pembagian iklim didasarkan pada pembagian bulan basah dan bulan kering.

4.2. Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson

Berdasarkan klasifikasi tipe iklim Schmidt-Ferguson selama sepuluh tahun


di Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang dapat diperoleh hasil pada tabel 6.
12

Tabel 6. Tipe Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson di Kecamatan Sarang,Rembang


Tipe iklim
Rata-rata Rata-rata
menurut
jumlah bulan jumlah bulan
Kecamatan Nilai Q klasifikasi
basah dalam kering dalam
Schmidt-
sepuluh tahun sepuluh tahun
Ferguson
Sarang 6,5 4,0 0,61 Tipe D
Sumber : Data Primer Praktikum Klimatologi, 2020.

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa Kecamatan Sarang memiliki


jumlah enam koma enam untuk bulan basah dan empat koma satu untuk bulan
kering dalam periode sepuluh tahun. Nilai Q pada Kecamatan Sarang yaitu 0,61.
Kecamatan Sarang berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan keringnya serta
nilai Q termasuk dalam tipe D yang termasuk kriteria sedang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Nandini dan Narendra (2012) yang menyatakan bahwa tipe iklim

D adalah tipe iklim sedang dengan nilai Q antara 60 Q 100. Penentuan iklim

berdasarkan klasifikasi Schmidt-Ferguson menggunakan jumlah data dari bulan


basah dan bulan kering dan data curah hujan yang dihitung melalui skala Q. Hal
ini sependapat dengan Anwar et al. (2018) bahwa klasifikasi iklim Schmidth-
Fergusson dengan cara menghitung jumlah bulan kering dan bulan basah dari
tiap-tiap tahun kemudian baru diambil rata-rata dari data 10 tahun terakhir.

4.3. Klasifikasi Iklim Oldeman

Berdasarkan klasifikasi tipe iklim Oldeman selama sepuluh tahun di


Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang dapat diperoleh hasil pada tabel 7.

Tabel 7. Tipe Klasifikasi Iklim Oldeman di Kecamatan Sarang, Rembang


Rata-rata jumlah Rata-rata jumlah Tipe iklim
bulan basah bulan kering menurut
Kecamatan
dalam sepuluh dalam sepuluh klasifikasi iklim
tahun tahun Oldeman
13

Sarang 4 6 D3
Sumber : Data Primer Praktikum Klimatologi, 2020.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa data curah hujan Kecamatan
Sarang diperoleh jumlah empat bulan basah dan enam bulan kering dalam periode
sepuluh tahun. Kecamatan Sarang berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan
keringnya termasuk daerah dengan tipe D tiga. Menurut klasifikasi iklim Oldeman
berarti wilayah Kecamatan Sarang hanya dapat menanam satu kali padi dan satu
kali palawija atau lebih tergantung pada ketersediaan air dari irigasi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Rusmayadi (2011) yang menyatakan bahwa tipe D3 dengan
jumlah bulan basah a ntara 3 – 4 dan jumlah bulan kering yaitu 4 – 6 dengan pola
penanaman hanya satu kali padi dan satu kali palawija dalam setahun tergantung
ketersediaan air dari irigasi. Iklim oldeman digolongkan berdasarkan kebutuhan
air yang digunakan tanaman terutama pada tanamn padi dengan menggunakan
nisbah bulan basah dan kering atau unsur curah hujan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Wahid dan Usman (2017) bahwa tipe bulan basah menurut Oldeman
memiliki curah hujan > 200 mm/bulan, sedangkan pada bulan lembab diantara
100 – 200 mm/ bulan, dan bulan kering memiliki curah hujan <100 mm/ bulan.
Pola tanam yang diterapkan pada tipe D3 yaitu penanaman padi
dilakukan satu kali dan palawija satu kali dengan sistem irigasi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hadi (2016) bahwa tipe iklim 3 biasanya menggunakan
persawahan irigasi pola tanam monokultur untuk satu musim. Cara yang dapat
digunakan untuk meningkatkan pendapatan sektor pertanian adalah pertanaman
menggunakan pola tanam polikultur atau tumpangsari. Hal ini sesuai dengan
pendapat Permanasari dan Kastono (2012) yang menyatakan bahwa polikultur
adalah salah satu sistem pola tanam yang membagi lahan untuk beberapa jenis
penanaman palawija. Keuntungan dapat diperoleh melalui sistem tumpangsari
atau monokultur pada pertanaman komoditas utama karena lebh efisien dan
memberikan resiko kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Lv et al. (2014) pola
tanam yang sering digunakan adalah monokultur dan tumpangsari, pola tanam
tumpangsari dirasa lebih efisien dalam penggunaan lahan, pupuk, pengendalian
14

hama dan penyakit lebih rendah dan pendapatan petani meningkat karena resiko
kecil.

4.4. Kalender Pola Tanam

Kalender atau pemetaan pola tanam padi-palawija dilakukan berdasarkan


pedoman tipe iklim Oldeman tipe D3 dengan jumlah 4 bulan basah dan 6 bulan
kering dan pemetaan pola tanam adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Pemetaan Pola Tanam Padi-Palawija di Kecamatan Sarang, Rembang


Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
CH 268 256 201 126 95 57 36 15 16 65 154 235
LP I

Padi
Kacang
Hijau
Jagung

LP II

Padi
Gogo
Kacang
Hijau
Kedelai
Tumpang
Sari
dengan
Jagung
Sumber : Data Primer Praktikum Klimatologi, 2020.

Keterangan:
CH : Rata-rata curah hujan (mm/bulan)
LP : Label pemetaan, warna untuk padi, warna untuk jagung, warna
untuk pengolahan tanah, warna untuk palawija, warna untuk kacang
hijau, warna untuk kedelai tumpeng sari dengan jagung
15

Tabel rata-rata curah hujan tersebut digolongkan berdasarkan kriteria


iklim oldeman. Hal ini sependapat dengan Wahid dan Usman (2017) yang
menyatakan bahwa iklim oldeman untuk menentukan pola tanam tanaman pangan
dengan mempeerhitungan radiasi matahari dan dikaitkan dengan kebutuhan air
yang diperlukan tanaman tersebut. Tipe bulan basah menurut Oldeman memiliki
curah hujan > 200 mm/bulan, sedangkan pada bulan lembab diantara 100 – 200
mm/ bulan, dan bulan kering memiliki curah hujan <100 mm/ bulan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Ningsih (2012) bahwa bulan basah mempunyai curah
hujan lebih dari 200 mm, bulan lembab 100 – 200 mm, dan bulan kering kuang
dari 100 mm.
Padi ditanam membutuhkan curah hujan yang cukup tinggi sekitar 200
mm/bulan. Hal ini sesuai dengan pendapat Priyonugroho (2014) bahwa padi akan
membutuhkan air hujan sebanyak 200 mm/ bulan untuk tumbuh optimal. Masa
tanam padi relatif tergantung curah hujan dan ketersediaan nutrisi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Wahyunto dan Haryanto (2016) yang menyatakan bahwa masa
tanam padi berkisar antara 110 – 120 hari atau 3 – 4 bulan sehingga waktu panen
dapat diprediksi. Padi gogo dapat hidup dengan curah hujan 100 mm/bulan yaitu
bulan kering. Hal ini sependapat dengan Huda et al. (2012) bahwa tanaman padi
gogo memerlukan curah hujan yang lebih sedikit dari pada tanaman padi sawah
dengan curah hujan sekitar lebih atau sama dengan 100 mm.
Tanaman kacang hijau memerlukan air untuk tumbuh dengan curah hujan
50 – 200 mm/bulan. Hal ini sesuai dengan Pertanian dan Pangan (2016) yang
menyatakan bahwa kebutuhan air pertanaman kacang hijau adalah sebanyak 288
mm/musim atau evaporasi 3,6 mm/hari dan curah hujan optimal 50 - 200
mm/bulan. Kacang hijau mempunyai masa tanam 3 – 4 bulan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Barus et al. (2017) bahwa kacang hijau dapat di panen ketika
berumur antar 3 – 4 bulan.
Jagung pada membutuhkan curah hujan yang cukup antara 100 – 300
mm/bulan untuk kebutuhan jagung agar tumbuh optimal. Hal ini sesuai dengan
pendapat Krestiani (2011) yang menyatakan bahwa Secara umum jagung
16

memerlukan air sebanyak 100 – 330 mm/bulan agar pertumbuhan dapat optimal.
Masa tanam jagung 65 – 100 hst yaitu masa tanam pendek. Hal ini sependapat
dengan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Petanian Aceh (2010) bahwa
pemanenan jagung diakukan pada saat jagung telah berumur 100 hst tergantung
varietasnya.
Kedelai membutuhkan curah hujan 100 – 200 mm/bulan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Yuliawati et al. (2015) bahwa curah hujan yang dibutuhkan
kedelai adalah antara 100 – 200 mm/bulan. Umur tanam kedelai agar dapat
tumbuh secara optimal adalah sekitar 3 bulan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
dari Darmawanti (2012) bahwa masa pertumbuhan tanaman kedelai 3 bulan
sampai 4 bulan dengan kondisi iklim paling optimum tanaman kedelai untuk
tumbuh yaitu pada suhu 25o – 27oC.
Pola tanam yang sering digunakan adalah monokultur dan polikultur. Hal
ini didukung oleh Karima (2013) bahwa pola tanam monkultur merupakan pola
tanam dengan satu komoditas yang ditanam dalam suatu lahan, kekuranganya
yaitu produktifitas lebih rendah dibandingkan sistem polikultur. Sistem polikultur
merupakan pola tanam dengan beberapa komoditas dalam satu lahan seperti
kedelai dengan jagung sehingga menghasilkan produktvitas lebih besar. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Lv et al. (2014) bahwa penelitian yang dilakukan di
China menunjukkan bahwa tumpangsari jagung dengan kedelai memberikan hasil
Nisbah Kesetaraan Lahan sebesar 1.14.
17

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan


bahwa tipe iklim Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang golongan IV Mohr, D
Schmidt – Fergusson, dan D3 Oldeman yang berarti kawasan Kecamatan Sarang
beriklim sedang dengan curah hujan yang agak tinggi. Pola tanam pada
Kecamatan Sarang yaitu padi-palawija-palawija.

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan untuk menunjang praktikum menjadi lebih


baik adalah pada saat praktikan menentukan pola tanam mengacu pada satu
sumber yang benar sesuai yang dianjurkan oleh pembimbing agar pada saat
menentukan pola tanam tidak salah pemetaan.
18

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, A., S. Sudjatmiko, dan M. F. Barchia. (2018). Pergeseran klsifikasi iklim


oldeman dan schmidth-fergusson sebagai dasar pengelolaan sumberdaya
alam di Bengkulu. Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan, 7 (1), 59 – 68.

Anshari, M. K., Arifin, S., Rahmadiansah, A. (2013). Perancangan prediktor


cuaca maritim berbasis logika fuzzy menggunakan user interface
android. Jurnal Teknik ITS, 2(2), A324 – A328.

Alavan, A., R. Hayati, dan E. Hayati. (2015). Pengaruh pemupukan terhadap


pertumbuhan beberapa varietas padi gogo (Oryza sativa L). Jurnal
Floratek, 10(1), 61 – 68.

Badan Pusat Statistika Kabupaten Rembang. (2016). Kabupaten Rembang dalam


angka 2016.

Badan Pusat Statistika Kabupaten Rembang. (2018). Kabupaten Rembang dalam


angka 2018.

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan  dan Umbi-Umbian. (2017).


Budidaya Tanaman Kacang Hijau.

Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Aceh Bekerjasama Dengan


Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NAD. (2010). Budidaya Tanaman
Jagung.

Barus, W. A., H. Khair, dan Hendri. (2017). Respon pertumbuhan dan produksi
tanaman kacang hijau (Vigna radiate L) terhadap pemberian kompos
bunga jantan kelapa sawit dan urin kelinci. Jurnal Agrinium, 21(1), 55 –
61.

Darmawanti, J. (2012). Pengaruh sistem olah tanah dan pupuk p terhadap


pertmbuhan dan poduksi tanaman kedelai (Glycine max L). Jurnal
Agrium, 17(3), 148 – 154.

Ervianti, T. C. (2015). Perencanaan Pembangunan Berbasis Pertanian Tanaman


Pangan dalam Upaya Penanggulangan Masalah Kemiskinan. Economics
Development Analysis Journal, 4(2), 192 – 202.
19

Fadholi, A., & Supriatin, D. (2012). Sistem Pola Tanam Di Wilayah Priangan
Berdasakan Klasifikasi Iklim Oldeman. Jurnal Geografi Gea, 12(2), 61 –
70.

Fitriatin, B. N. A., A. Yuniaeti., O. Mulyani., F. S. Fauziah, dan M. D. Tiara.


(2011). Pengaruh mikoorganisme pelarut fosfat dan pupuk p terhadap p
tersedia, aktifitas sel, populasi mikroorganisme pelarut fosfat, konsentrasi
p tanaman dan hasil padi gogo (Oryza stavia L.) pada ultisol. Jurnal
Agrikultura, 20(3), 1 – 15.

Hidayat, Y. M. (2014). Analisis penggunaan air irigasi dengan teknik analytical


hierarchy process di wanir kabupaten Bandung. Junal sumber daya
air, 10(1), 1 – 12.

Hadi, P. (2016). Dampak Perubahan Zona Agroklimat Terhadap Pola Tanam Di


Provinsi Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Bumi
Indonesia, 2(4), 57 – 62.

Huda, M. N., D. Harisuseno., dan D. Priyantoro. (2012). Kajian system pemberian


air irigasi sungai sebagai dasar penyesusunan jadwal rotasi pada daerah
irigasi tumpeng kabupaten magelang. Jurnal Teknik Pengairan, 3(2), 221
– 229.

Indrianingsih, Y. (2016). Perancangan Sistem Pendukung Keputusan dalam


Penentuan Jenis Tanaman Palawija Berdasar Kandungan Zat Lahan Guna
Meningkatkan Produktivitas Lahan (Studi Kasus di Kabupaten
Gunungkidul). Angkasa: Jurnal Ilmiah Bidang Teknologi, 8(1), 127 –
136.

Karim, H. A., dan M. Aliyah. (2018). Evaluasi penentuan wakt tanam padi (Oriza
sativa L) berdasarkan analisa curah hujan dan ketersediaan air pada
wilayah bedungan sekka-sekka Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal Ilmu
Pertanian Universitas Al Asyariah, 3(2), 41 – 46.

Karyati, S. A dan Syafrudin, M. (2016). Fluktuasi iklim mikro di hutan


pendidikan fakultas kehutanan universitas mulawarman. Jurnal
Agrifor, 15(1), 83 – 92.

Krestiani, V. (2013). Studi pemupukan kalium terhadap pertumbuhan dan hasil


jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) varietas super bee. Jurnal
Sains dan Teknologi, 2(1), 56 – 63.

Lv, Y., C. Francis, P. Wu, X. Chen, and X. Zhao. (2014). Maize-soybean


Intercropping Interactions Above and Below Ground. Jurnal Crop Sci,
54(3), 914 – 922.
20

Maulana, M. (2014). Peranan luas lahan, intensitas pertanaman dan produktivitas


sebagai sumber pertumbuhan padi sawah di Indonesia 1980–2001. Jurnal
Agro Ekonomi, 22(1), 74 – 95.

Nandini, R dan Narendra, B. H. (2011). Kajian perubahan curah hujan, suhu dan
tipe iklim pada zone ekosistem di pulau lombok. Jurnal Analisis
Kebijakan Kehutanan, 8(3), 228 – 244.

Nadeak, N., R. Qurniati, dan W. Hidayat. (2013). Analisis finansial pola tanam
agroforestry di Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang cermin
Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Jurnal Sylva Lestari, 1(1), 65
– 74.

Permanasari, I., dan Kastono, D. (2012). Pertumbuhan tumpangsari jagung dan


kedelai pada perbedaan waktu tanam dan pemangkasan jagung. Jurnal
Agroteknologi, 3(1), 13 – 21.

Pertanian, K., dan Pangan, D. J. T. (2016). Petunjuk Teknis Pengelolaan Produksi


Kacang Tanah dan Kacang Hijau Tahun Anggaran 2016. Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan. Kementerian PertanianTerhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tiga Varietas Kacang Hijau.

Priyonugroho, A. (2014). Analisis Kebutuhan Air Irigasi (Studi Kasus Pada


Daerah Irigasi Sungai Air Keban Daerah Kabupaten Empat
Lawang). Journal of Civil and Environmental Engineering, 2(3), 45 – 50.

Rahmani, N. T., dan D. Hariyanto. (2018). Kajian perubahan curah hujan terhadap
produktivitas tanaman jagung (Zea mays L.) pada lahan kering. Jurnal
Produksi Tanaman, 7(8), 1474 – 1480.

Runtunuwu, E., Syahbuddin, H., Nugroho, W. T. (2011). Delinasi kalender tanam


tanaman padi sawah untuk antisipasi anomali iklim mendukung program
peningkatan produksi beras nasional. Jurnal Pangan, 20(4), 341 – 356.

Rusmayadi, G. (2011). Dinamika kandungan air tanah di areal perkebunan kelapa


sawit dan karet dengan pendekatan neraca air tanaman.
Jurnal Agroscientiae, 18(2), 86–93.

Safitri, D., T. Widiharih, Y. Wilandari, dan A. Hendra. (2012). Analisis cluster


pada kabupaten/kota di Jawa Tengah berdasarkan produksi palawija.
Jurnal Media Statistia, 5(1) : 11 – 16.

Sasminto, R. A dan Sutanhaji, A. T. (2014). Analisis spasial penentuan iklim


menurut klasifikasi schmidt-ferguson dan oldeman di kabupaten
ponorogo. Jurnal Sumber daya alam dan lingkungan, 1(1), 51 – 56.
21

Shrestha, S.F., M.D. Asch, And M. Becker. (2011). Cropping calendar options for
rice-wheat production systems at highaltitudes. Jurnal of Field Crops
Research, 121(1), 158 – 167.

Wahid, H., dan Usman. (2017). Analisis Karekteristik dan Klasifkasi Curah Hujan
di Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal Sainsmat, 6 (1), 15 – 27.

Wahyunto, W., dan B. Heryanto. (2016). Pendugaan produktivitas tanaman padi


sawah melalui analisis citra satelit. Jurnal Informatika pertanian, 15(1),
853 – 869.

Yulianto, Y., dan Sudibiyakto, S. (2012). Kajian Dampak Variabilitas Curah


Hujan Terhadap Produktivitas Padi Sawah Tadah Hujan Di Kabupaten
Magelang. Jurnal Bumi Indonesia, 1(1), 1 – 10.

Yuliawati, T., T. K. Mamik., dan R. A. B. Rosadi. (2015). Pendugaan kebutuhan


air tanaman dan nilai koefisien kedelai (Glyvine max L) varietas
tanggamus dengan metode lysimeter. Jurnal Teknik Pertanian Lampung,
3(3), 233 – 238.
19

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengamatan Curah Hujan di Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang.


Tahun Rata -
Bulan Oldeman
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Rata
Januari 357 205 247 108 165 300 302 302 369 322 268 BB
Februari 597 140 177 158 139 255 286 183 391 248 257 BB
Maret 284 217 178 173 186 209 181 175 208 196 201 BB
April 84 118 126 119 91 168 135 130 214 142 135 BL
Mei 12 75 107 153 29 154 101 91 143 85 95 BK
Juni 5 27 50 26 27 75 90 80 126 60 57 BK
Juli 48 11 34 26 8 17 50 64 83 18 41 BK
Agustus 26 25 27 22 11 10 8 8 60 34 23 BK
September 18 38 57 8 20 11 16 29 41 2 24 BK
Oktober 24 70 95 32 7 12 17 27 241 105 65 BK
November 185 86 112 181 150 200 124 130 252 121 154 BL
Desember 196 168 269 215 163 210 218 243 302 370 235 BB
Jumlah 1836 1180 1552 1221 1016 1621 1528 1462 2430 1703 Rata -
Rata Mohr
Rata – rata 153 98 142 102 85 107 127 122 202 142
BK 6 4 4 5 6 4 4 3 1 3 4,0 4
Schmidt –
BL 0 3 1 0 0 1 1 3 2 2 1,3 1
Ferguson
BB 5 5 7 7 5 7 7 6 9 7 6,5 7
Sumber: Data Badan Pusat Statistik Semarang, 2020.

Jumlah bulan kering 4,0


Q= x 100% = x 100% = 61%
Jumlah bulan basah 6,5
20
21
21

Anda mungkin juga menyukai