Anda di halaman 1dari 29

Nama : Helmi Ariva

Nim : 03031282126064
Shift/Kelompok : Jumat (13.00-15.00) WIB/V

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia sebuah negara maritim dengan potensi sumber daya alam yang
melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian ini menjadi
komoditas penting dalam penyumbang pendapatan negara. Jumlah lahan pertanian
yang tinggi membuat indonesia dikenal sebagai negara agraris dan sebagian besar
penduduknya berprofesi sebagai petani. Komoditas sektor pertanian di Indonesia
meliputi jenis pertanian padi, umbi, sawit dan kacang-kacangan. Pertanian pada
sektor kacang-kacangan menjadi salah satu komoditas yang tinggi di Indonesia
saat ini.
Sektor pertanian kacang-kacangan mengolah berbagai jenis kacang
seperti kacang tanah, kacang hijau dan kacang kedelai. Ketiga jenis kacang
tersebut merupakan jenis yang paling lazim dimanfaatkan atau diola menjadi
produk oleh masyarakat Indonesia. Jenis kacang ini juga dapat dimanfaatkan
menjadi berbagai macam produk termasuk bahan pangan yang bergizi tinggi serta
memiliki nilai jual yang baik. Pemanfaatan kacang-kacangan dalam pengolahan
bahan pangan yang populer bahkan menjadi sumber penghasilan di Indonesia
adalah tempe.
Tempe sendiri merupakan salah satu bahan pangan khas yang berasal
dari Indonesia yang memiliki kandungan gizi yang sangat baik bagi tubuh.
Kandungan gizi yang terdapat di dalam tempe meliputi protein, vitamin, dan
mineral mampu bersaing dengan bahan pangan lainnya seperti daging, telur, dan
ikan. Kualitas produksi tempe tentunya akan berdampak pada gizi yang
terkandung di dalamnya. Produk tempe pada umumnya dibuat melalui proses
fermentasi kacang kedelai menggunakan ragi yang berasal dari jamur. Industri
pembuatan tempe umumnya berskala rumahan yang tersebar baik di pedesaaan
maupun di perkotaan.
Praktikum mengenai pembuatan tempe melalui proses fermentasi
menjadi urgensi bagi mahasiswa dalam mengembangkan kualitas dari produk ini.
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas produk tempe melalui fermentasi. Faktor-faktor tersebut meliputi lama

1
2

perendaman tempe yang digunakan untuk proses, rasio starter (ragi) yang
digunakan pada proses serta karakteristik jenis tempe yang dihasilkan ini, pada
bahan baku berbeda. Diharapkan bisa menjadi hasil yang dijadikan sebagai
sumber wawasan praktikum.

1.2. Rumusan Masalah


1) Bagaimana ciri-ciri tempe dengan kualitas yang baik dan buruk?
2) Apa peran Rhizopus sp terhadap pembuatan tempe?
3) Apa tujuan dilakukan perebusan kacang kedelai dalam pembuatan
tempe?
1.3. Tujuan Percobaan
1) Mengetahui ciri-ciri tempe yang berkualitas baik dan buruk.
2) Mengetahui peran Rhizopus sp terhadap pembuatan tempe.
3) Mengetahui tujuan perebusan kacang kedelai dalam pembuatan tempe.
1.4. Manfaat Percobaan
1) Bagi praktikan, memahami bagaiman proses fermentasi pada pembuatan
tempe dari berbagai bentuk variasi bahan seperti perbedaan jenis kacang.
2) Bagi peneliti, memperkuat pemahaman analisa pandangan dari data
faktor mempengaruhi keberhasilan produk tempe dari variasi bahan dan
metode.
3) Bagi masyarakat, dapat menjadi informasi produk fermentasi kedelai
yang mudah dibuat dan menjadi makanan berprotein untuk kesehatan.
1.5. Hipotesa
1) Menurut astawan dalam (Santoso dan Cori, 2023) tempe yang
berkualitas baik, permukaannya bewarna putih bersih yang merata,
memiliki struktur yang homogen, memiliki rasa, bau dan aroma khas
tempe. Tempe yang berkualitas buruk ciri cirinya permukaanya basah,
memiliki bercak hitam, dan adanya aroma amoniak dan alkohol.
2) Rhizopus sp. akan membentuk padatan kompak berwarna putih yang
disebut sebagai benang halus yang disebabkan adanya miselia kapang
yang tumbuh pada permukaan kacang kedelai (Suparno dkk, 2020).
3) Bau langu pada kedelai disebabkan oleh enzim lipogenase, dimana
enzim ini dapat dihilangkan dengan adanya proses pemanasan diatas 100
3

℃ seperti dilakukan dengan cara merebus kacang kedelai sebelum diolah


(Sabir dkk, 2020).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengemasan pada Tempe
Tempe yang telah diproduksi akan melewati tahap pengemasan.
Kemasan pada tempe tidak hanya berfungsi untuk melindungi tempe dari
kerusakan. Zaman sekarang kemasan memiliki fungsi lain yaitu sebagai alat untuk
mengomunikasikan dan juga mempromosikan produk kepada konsumen.
Pembungkusan tempe secara umumnya menggunakan cara tradisionalnya yaitu
dengan menggunakan daun yang paling banyak dilakukan. Kemasan dari plastik
merupakan kemasan modern yang paling sekarang banyak digunakan beberapa
produsen tempe pada pembungkusnya karena kemasan ini dianggap mudah dan
praktis. Tahapan dari pembuatan tempe bisa dapat meliputi perendaman,
penggilingan, pencucian, perebusan, pendinginan, penambahan ragi, pengemasan
dan fermentasi (Suknia dan Rahmani, 2020).
Masing-masing dari tahapan memiliki tujuan yang berbeda-beda. Setiap
tahapan akan memicu proses fermentasi yang terjadi pada tempe kedelai dan
tempe kacang merah. Terdapat tiga faktor utama dalam proses pembuatan tempe,
yaitu bahan dasar yang digunakan, mikroorganisme yang dapat ditimbulkan.
Faktor pada lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tempe, seperti pH,
kelembaban, dan suhu. Faktor utama yang menentukan bahwa pada pembungkus
dapat menghasilkan tempe yang baik adalah aerasi dan kelembaban. Tempat
pengemasan yang di dapat menjamin aerasi yang merata secara terus menerus dan
sekaligus dapat menjaga agar kelembaban tetap tinggi tanpa menimbulkan
pengembunan. Kelembaban ini yang cocok untuk pertumbuhan pada kacang
adalah diantara 90-95%.
Proses produks pengemasai, belum memperhatikan efisiensi penggunaan
air, sehingga berdampak pada tingginya biaya energi (Purwandari, 2021). Mutu
pada tempe bergantung pada mutu dari bahan baku yang digunakan. Syarat mutu
kedelai untuk memproduksi tempe adalah bebas dari sisa tanaman, seperti
potongan batang atau ranting, kulit palang, bau, kerikil, dan tanah atau biji-bijian.
Tahapan-tahapan produksi tempe ini terdiri atas sortasi, pencucian, perebusan,
perendaman, pengupasan, perebusan kembali, penirisan dan serta pendinginan

4
5

kacang. Sehingga perbedaan ini secara fisik maupun kimia tersebut sangat
dipengaruhi oleh kondisi dimana kacang kedelai tersebut dibudidayakan dan serta
bentuk varietasnya.
2.1.1. Tahap Sortasi
Tahap sortasi adalah langkah penting dalam upaya memperoleh tempe
berkualitas tinggi. Tahap ini, untuk biji kedelai yang baik dan berisi padat dipilih,
sementara biji yang mengandung kotoran seperti pasir atau biji yang keriput dan
keropos disisihkan. Biasanya, dalam biji kedelai dapat terdapat kontaminan seperti
pasir atau biji yang mengalami kerusakan, seperti keriput atau keropos (Laksono
dkk, 2019). Sebelum memulai proses produksi tempe, penting untuk bisa
dilakukan tahap sortasi pada bahan baku, yang melibatkan penggunaan standar
untuk memilah biji kedelai. Biji kedelai yang dianggap cacat atau terlalu muda
harus dihilangkan. Selain itu, proses sortasi juga bertujuan untuk menghilangkan
kotoran, serangga, dan bahan leguminosa lainnya, seperti biji beras dan jagung,
yang terkadang ikut tercampur dalam kacang kedelai sehingga perlu disortasi
terlebih dahulu.
2.1.2. Tahap Pencucian
Pencucian dilakukan dengan maksud untuk bisa menghapus kotoran
yang menempel di antara biji kedelai, sehingga membutuhkan sejumlah besar air
dalam proses produksi tempe. Baik untuk keperluan sanitasi, sebagai medium agar
bisa menghantarkan panas, dan dalam seluruh proses pengolahan. Air yang
digunakan dalam proses harus bersih dari mikroba patogen dan mikroba penyebab
kerusakan makanan (Setyani dkk, 2020). Masalah lain yang terjadi adalah jumlah
limbah cair yang cukup banyak, menimbulkan bau yang menyengat dan polusi
pada air (Berkel, 2021). Air yang memenuhi standar air minum yaitu air yang
sesuai untuk industri.
Escherichia coli dan koliform adalah organisme yang sering digunakan
sebagai indikator kontaminasi mikrobiologis. Koliform adalah kelompok bakteri
yang mencakup Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes. Biasanya, koliform
berasal dari feses manusia atau hewan, sedangkan Enterobacter aerogenes dapat
ditemukan pada hewan atau materi organik yang juga sudah mati (Fardiaz, 1992).
Kehadiran bakteri koliform dalam air dapat menandakan adanya mikroba patogen
6

yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan. Jika lebih dari 40% dari bakteri
koliform dalam sampel air dapat dihitung dengan menggunakan standar pada
indeks Most Probable Number (MPN) dan berasal dari feses. Sehingga air ini
dianggap berada dalam kategori risiko tinggi yang memerlukan perlakuan lebih
lanjut. Bakteri jenis ini diharapkan dihindari dengan proses sterlisasi pada proses
pengolahan airnya.
2.1.3. Tahap Perendaman
Proses perendaman biji kedelai ini memiliki beberapa tujuan, yaitu untuk
melunakkan biji, mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk selama fermentasi,
dan memungkinkan biji kedelai menyerap air (Cahyadi, 2006). Proses
perendaman ini juga menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan
pada produk tempe. Air biasa atau air dengan penambahan pada asam asetat juga
dapat digunakan untuk perendaman, dengan pH larutan dijaga antara 4-5.
Perendaman berlangsung selama 12-16 jam pada suhu kamar, atau bahkan hingga
24 jam, untuk memastikan air bisa dapat meresap didalam biji kedelai (Rohman,
2013). Proses untuk perendaman bisa mengakibatkan peningkatan kadar air dalam
biji kedelai menjadi sekitar 62-65%, dan hal ini mendukung pertumbuhan bakteri
asam laktat untuk menciptakan kondisi asam, yang menghambat pertumbuhan
bakteri dan menghasilkan aroma dan rasa.
2.1.4. Tahap Pengupasan
Pengupasan pada kulit kedelai dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
metode kering dan metode basah. Dalam metode kering ini, kedelai diawali
dengan pengeringan pada suhu 104°C selama 10 menit atau dengan terpapar sinar
matahari selama 1-2 jam. Selanjutnya, kulit kedelai dihilangkan dengan
menggunakan alat Burr Mill. Metode basah, pengupasan kulit dilakukan setelah
kedelai mengalami hidrasi, yang dapat terjadi setelah proses perebusan atau
perendaman. Biji kedelai yang telah terhidrasi akan lebih mudah dipisahkan dari
kulitnya dengan meremas biji tersebut hingga kulitnya terkelupas, setelah itu biji
kedelai bebas dari kulit.
2.1.5 Tahap Penirisan dan Pendiginan
Setelah tahap pengupasan biji kedelai tidak lupa di rebus terlebih dahulu.
Tahapan penirisan dan pendinginan memiliki tujuan untuk mengurangi kandungan
7

air yang terdapat di dalam biji kedela. Mengeringkan permukaan biji kedelai dan
untuk bisa menurunkan suhu dari biji kedelai sampai sesuai dengan kondisi untuk
pertumbuhan jamur. Air yang berlebihan dalam biji kedelai dapat menyebabkan
penghambatan pertumbuhan jamur dan menstimulasi pertumbuhan bakteri-bakteri
yang bersifat kontaminan, sehingga terjadi pembusukan. Pendinginan sendiri
dapat dilakukan dengan cara membiarkan kedelai hingga dingin atau cukup
mencapai suhu kurang lebih 30°C untuk dilakukan diproses berikutnya (Alvina
dkk, 2019). Indonesia senditi sudah ada standar tempe oleh Badan Standar
Nasional (BSN).
2.2. Nutrisi yang Terdapat pada Tempe dan Manfaatnya
Tempe adalah makanan yang dihasilkan melalui fermentasi biji kedelai
atau berbagai bahan lainnya. Fermentasi tempe ini melibatkan berbagai jenis
jamur seperti Rhizopus oligosporus, Rhizopus stolonifera, dan juga Rhizopus
oryzae, yang bertanggung jawab untuk dapat membentuk endapan putih. Metode
umum ini untuk menghasilkan tempe adalah dengan menggunakan ragi. Menurut
penelitian, jamur Rhizopus sp diyakini menjadi jenis jamur yang paling dominan
didalam proses ini. Jamur dapat tumbuh pada permukaan biji kedelai dan
memiliki kemampuan untuk mengurai senyawa organik ini yang kompleks
menjadi senyawa organik yang lebih sederhana, yang membuatnya bermanfaat
dalam proses fermentasi (Santoso, 1993).
Tempe mempunyai banyak sekali manfaat jika ditinjau dari segi
kesehatan seperti kaya sumber protein, kalsium, vitamin, dan lainnya. Protein ini
mempunyai kegunaan untuk bisa mempertahankan jaringan pada otot dan
memproduksi enzim proteolitik. Nutrisi yang terdapat pada tempe memiliki
kualitas yang lebih bagus apabila dibandingkan dengan kedelai. Konsentrasi
protein di dalam tempe juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber protein dengan
harga yang lebih ekonomis. Tempe juga mempunyai zat kalsium dengan kadar
yang tinggi. Kandungan kalsium tempe yang tinggi membuat tempe sangat
mempunyai peran yang cukup penting dalam mencegah untuk terkena penyakit
osteoporosis (Hidayat dan Muttalib, 2020).
Tempe juga bisa memberikan antioksidan sebagai penangkal radikal
bebas. Zat antioksidan ini dapat mencegah penyakit jantung koroner, tekanan
8

darah tinggi, diabetes, dan lainnya. Fermentasi dengan waktu 36-48 jam
memberikan hasil kadar antioksidan yang optimal di dalam tempe (Isnawati dkk,
2021). Nutrisi pada tempe membantu untuk pembentukan vitamin B12 disebabkan
oleh terdapat aktivitas dari jamur Rhizopus oligosporus pada tempe (Yarlina dan
Astuti, 2021). Manfaat lainnya, yaitu pada kacang kedelai yang berada pada
tempe mempunyai kandungan isoflavon dan serat yang dapat mengendalikan
tingkat konsentrasi gula di dalam aliran darah. Tempe mempunyai protein dan
serat yang tinggi dan lemak yang rendah. Hal tersebut dapat membuat tempe
cocok untuk dijadikan menu diet. Kandungan vitamin pada tempe juga cukup
kompleks sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada orang yang sedang
diet. Tempe terdapat beragam vitamin mudah diserap oleh tubuh, sehingga
mengenyangkan dengan nutrisi dan vitamin.
2.3. Sifat Organoleptik pada Tempe
Sifat organoleptik adalah karakteristik produk makanan yang dievaluasi
melalui penggunaan pada panca indera manusia, yang merupakan penilaian yang
bergantung pada persepsi individu. Sifat organoleptik pada tempe ini yang akan
dinilai salah satunya adalah warna. Warna ini merupakan kenampakan dari tempe
yang biasa diamati dengan indera penglihatan. Penentuan mutu bahan pangan
pada umumnya tergantung oleh faktor mikrobiologis secara visual. Warna pada
tempe dapat digunakan sebagai indikator penentuan dari mutu dan juga digunakan
sebagai indikatornya. Tekstur tempe juga berpengaruh dalam proses akhir
pengolahannya
Salah satu aspek organoleptik yang dinilai pada tempe adalah warna,
yang terlihat oleh indera penglihatan. Selain itu, sifat organoleptik lainnya adalah
aroma, yang dapat dikenali melalui indera penciuman. Penilaian untuk aroma
pada produk pangan dianggap penting karena dapat memberikan informasi cepat
tentang kualitas suatu produk. Aroma khas pada tempe juga disebabkan oleh
perubahan komponen selama proses fermentasi, yang berkontribusi pada
karakteristik umumnya aroma tempe. Tempe yang disukai oleh banyak orang
adalah yang memiliki aroma khas seperti tempe biasanya (Malo, 2019). Warna
tempe dipengaruhi oleh pertumbuhan miselium pada permukaan tempe. Selain itu,
9

warna pada tempe dipengaruhi oleh warna kulit ari kacang-kacangan yang
digunakan dan warna dari bahan campuran.
Rasa gurih dalam tempe berasal dari kehadiran oleh Rhizopus
oligosporus pada hasil akhirnya (Cempaka dkk, 2020). Rasa pahit pada tempe
dapat disebabkan oleh peptida dan asam amino dalam kedelai, dan jumlah bakteri
yang berlebihan juga dapat menyebabkan rasa pahit tempe. Kandungan asam
amino dalam tempe juga memengaruhi rasa produk tersebut. Sifat organoleptik
pada tempe ini yang akan dinilai salah satunya adalah warna. Rasa adalah mutu
dari yang nilainya sangat relatif yang bisa dijadikan sebagai standar dalam
penilaian mutu tempe. Rasa adalah rangsangan yang dihasilkan oleh tempe setelah
dimakan terutama yang dirasakan oleh indera pengecap sehingga dapat
mengidentifikasinya. Tekstur tempe sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan
miselium pada produk tersebut. Pertumbuhan jenis miselium yang banyak, tekstur
tempe akan menjadi lebih padat dan kompak. Sesuai dengan standar SNI
3144:2015 tentang tempe kedelai, syarat mutu yang baik untuk tekstur termasuk
sifat yang kompak dan kemampuan untuk bisa tetap utuh.
2.4. Pengelompokan Macam Tempe dari Jenis Bahan Baku
Pembuatan tempe umumnya lebih sering dilakukan industri kecil seperti
industri rumah tangga. Industri rumah tangga tersebut pada biasanya menjual
tempe dengan harga yang murah. Teknik dalam pembuatan tempe umumnya lebih
sering menggunakan teknik yang tradisional. Tempe mempunyai banyak jenis
bahan baku seperti kacang hijau, kacang kedelai, dan bahan lainnya. Bermacam-
macam tempe jika ditinjau dari bahan baku pembuatannya dapat dikelompokkan
sebagai berikut.
2.4.1. Tempe Koro Pedang
Tempe koro pedang adalah salah satu jenis tempe dari Yogyakarta.
Tempe tersebut diproduksi dari kacang koro pedang (Canavalia ensiformis).
Kacang koro pedang mempunyai konsentrasi protein yang tergolong tinggi. Hal
ini bisa membuat tempe koro pedang menjadi sumber protein lain pengganti
tempe kacang kedelai. Pemanfaatan tepung tempe dari koro memberikan alternatif
bagi masyarakat yang tidak menyukai kacang kedelai atau kacang lainnya.
10

Kacang koro pedang ini juga akan semakin menambah kadar protein pada tempe
(Priharyanto dkk, 2022).
2.4.2 Tempe dari Kacang Kedelai
Kecambah kedelai tergolong epigeous, keping biji akan muncul tepat di
permukaan tanah. Warna hipokotilnya ungu atau hijau, ini mengikuti warna bunga
pada tumbuhan tersebut. Kedelai merupakan sumber gizi protein dan nabati yang
menyimpan berbagai manfaat. Akarnya juga memiliki bintil pengikat nitrogen
yang berguna menjaga kualitas udara dan kelestarian alam. Kacang kedelai
merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi. Tempe dari kacang kedelai pada
umumnya dapat dijumpai di banyak pasar Indonesia. Tempe ini dapat direbus,
digoreng, dan ditumis sebagai metode dalam memasaknya untuk santapan (Al-
Khairi, 2021),
2.4.3. Tempe Kecipir
Tempe kecipir adalah hasil dari produk tempe yang bisa dibuat biji
kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.). Biji kecipir ini memiliki nilai gizi yang
hampir sebanding dengan biji kedelai yang sering digunakan untuk membuat
tempe. Dalam 100gram biji kecipir, terdapat sekitar 39,0 gr protein, 410 kalori
energi, 20,4 gr lemak, 42,0 gr karbohidrat, 16,1 gr serat, dan 24,6 gr air. Tempe
yang terbuat dari biji kecipir umumnya dijumpai di pasar-pasar di Jawa Timur, di
mana masyarakat setempat sering mengonsumsinya sebagai makanan lokal
(Santosa dkk, 2019).
2.4.4. Tempe dari Kacang Hijau
Jenis tempe kacang hijau diproduksi dari fermentasi kacang hijau, yang
kaya akan protein dan antioksidan. Produk ini juga termasuk dalam kategori
bahan pangan fungsional, yang memiliki dampak positif pada kesehatan dan
memberikan rasa kenyang karena nutrisinya yang lengkap. Salah satu pada
banyak manfaat dari mengkonsumsi tempe kacang hijau adalah kemampuannya
untuk melawan radikal bebas yang dapat memicu kanker. Kacang hijau ini kaya
akan kandungan nutrisi, dengan 62,5 gram karbohidrat, 22,2 gram protein, dan 1,5
gram lemak. Kacang hijau juga mengandung vitamin seperti vitamin A (9 IU),
vitamin B1 (150-400 IU), serta mineral seperti zat besi dan kalsium (Faizah dan
Gazali, 2022).
11

Gambar 2.1. Tempe dari Kacang Hijau


(Sumber: Abdi, 2021)

2.4.5. Tempe Biji Saga


Biji saga dikatakan memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan
dasar pembuatan pada tempe. Biji saga mempunyai protein dengan kadar 48,2%
didalam kandungannya sehingga cocok apabila bisa diolah menjadi tempe.
Parameter yang dilihat adalah kadar air, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu
di dalam tempe yang diproduksi dan harus sesuai dengan standar kualitas tempe.
Biji saga memiliki kulit biji yang keras. Biji saga ini sebaiknya direndam pada
larutan H2SO4 selama 15-18 menit saat sebelum diolah. Biji saga harus dicuci
bersih dengan air mengalir setelah tahap perendaman agar H 2SO4 tidak masuk ke
dalam tahap pengolahannya (Hidayat dan Wahyuni, 2013). Biji saga yang banyak
ditambahkan pada tempe akan menambah konsentrasi abu dan tempe yang mana
biji saga mempunyai kandungan protein dengan konsentrasi yang bisa
digolongkan sangat tinggi, yaitu sebesar 48%.
2.5. Manfaat dari Jamur dalam Pembuatan Tempe
Terdapat jamur Rhizopus oryzae dalam fermentasi tempe. Fermentasi ini
merupakan tahap untuk menghasilkan energi pada sel tanpa menggunakan oksigen
sama sekali (anaerob). Fermentasi secara umum merupakan salah satu dari bentuk
keadaan tanpa oksigen. Definisi yang lebih jelas terhadap fermentasi adalah
sebagai respirasi di dalam lingkungan anaerobik tanpa adanya akseptor elektron
eksternal. Jamur yang didiamkan dalam waktu yang lama akan berkurang
aktivitasnya seiring waktu. Produksi tempe akan lebih baik apabila menggunakan
jamur yang disimpan dengan waktu yang belum lama agar tidak gagal (Hernawati
dan Meylani, 2019).
12

Jamur Rhizopus oryzae adalah jenis jamur yang cukup sering digunakan
dalam proses pembuatan tempe. Jamur tersebut adalah jamur yang tidak
berbahaya
apabila dikonsumsi karena tidak memproduksi racun pada tubuh dan
menghasilkan
senyawa asam laktat. Rhizopus oryzae merupakan jenis jamur yang memiliki
warna
putih dan akan berubah warna menjadi abu-abu. Rhizopus oryzae memiliki stolon
halus atau sedikit kasar dan ini tidak memiliki warna atau kuning-kecokelatan.
Jenis
jamur ini mempunyai sporangiofora yang tumbuh dari stolon dan mengarah ke
atas.
Sporangiofora dari jamur ini bisa berbentuk tunggal atau jamak hingga lima buah.
Rhizoid jamur tumbuh pada arah yang berlawanan dan terletak pada
posisi yang sama dengan sporangiofora. Rhizoid mempunyai warna cokelat tua
hingga ke hitam apabila telah matang. Kolumela Rhizoid mempunyai bentuk yang
oval atau bulat dan mempunyai dinding yang halus atau sedikit kasar. Spora yang
tumbuh di jamur ini merupakan spora bulat, silinder, atau elips. Temperatur
optimal dari jamur Rhizopus oryzae untuk tumbuh adalah 35°C dengan rentang 5-
45°C. Protein dari Rhizopus oryzae dapat terhidrolisis menjadi asam amino
sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan pada media fermentasi (Jayanti dan
Leoanggraini, 2020).
Jamur Rhizopus oryzae dapat memecah lemak kompleks kacang kedelai
menjadi trigliserida dan asam amino. Jamur tersebut juga bisa memproduksi
enzim protease. Rhizopus sp tumbuh pada pH antara 3,4-6. pH yang lebih dari 6
pada saat proses fermentasi akan menyebabkan jamur tersebut mati. Proses
produksi tempe umumnya adalah proses di mana mikroorganisme Rhizopus sp.
tumbuh pada media kacang kedelai. Hal tersebut menyebabkan terjadinya tahap
fermentasi kedelai oleh ragi dan menyebabkan tempe mempunyai tekstur yang
padat dan lunak.
2.6. Penelitian Terkait
13

Melalui penelitian Mubarok dkk (2019) penggunaan zat asam sitrat pada
perebusan tempe. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penambahan asam organik dalam proses fermentasi tempe. Asam organik yang
digunakan adalah asam sitrat yang diharapkan dapat mempercepat proses hidrolisa
baik dimulai dari proses perebusan hingga proses perendaman. Adapun
konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan adalah 10% untuk setiap proses.
Penambahan asam sitrat pada proses perendaman 4 jam memerlukan waktu
fermentasi yang optimum 21,33 jam dengan penghematan waktu 55,56%.
Sedangkan untuk penambahan asam sitrat pada proses perendaman dan perebusan
selama 4 jam memiliki waktu pada fermentasi optimum 21,75 jam dengan
penghematan waktu 54,69%. Selain itu, dilakukan uji kandungan asam sitrat sisa
yang terkandung dalam tempe dan didapatkan nilai 0,1-0,2%.
Secara umum, pembuatan tempe melibatkan perendaman dan perebusan
kedelai hanya menggunakan air biasa, sehingga pH-nya hanya mencapai 6,5.
Dalam penelitian ini, asam sitrat digunakan bisa sebagai asam organik untuk
mempercepat proses hidrolisis yang ada dikedelai sebelum dijadikan tempe. Asam
sitrat memiliki kemampuan untuk menciptakan lingkungan asam yang cocok
untuk pertumbuhan jamur tempe, dan juga berperan sebagai pengawet yang
efektif. Penelitian berikut dilakukan Liu dkk (2023) mengenai sifat organoleptik
pada jenis kedelai taiwan. Melalui penelitian yang dilakukan untuk pengujian
terdapat isoflavin dan aktivitas antioksidan. Hasil fermentasi menunjukkan
kandungan isoflavin tinggi pada hari ke 2 dan 3. Hari ke 10 isoflavin juga paling
tinggi namun warna dan bau tempe terlihat menunjukkan bau menyengat tidak
baik dikonsumsi lebih ke arah pembusukan.
Antioksiodan yang terkandung juga meningkat setiap hari dalam proses
fermentasinya. Kandungan yang tertinggi antioksidan pada hari ke 5. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa isoflavin lebih cepat meningkat dibandingkan antioksidan
pada tempe Taiwan. Kualitas yang baik untuk dikonsumsi pada tempe yang
difermentasi ini pada hari ke 2 dan 3 dimana menunjukkan kandungan yang stabil
dari segi aroma dan rasa. Sehingga bisa dikatakan bahwa tempe yang baik juga di
pengaruhi oleh waktu fermentasinya. Waktu optimal dari fermentasi tempe pada
umumnya antara rentang 2-4 hari karena kondisi dimana bakteri yang ada pada
14

tempe memproduksi hasil kualitas tempe yang baik. Sehingga aman dikonsumsi
untuk sumber nutrisi.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
1) Saringan
2) Sendok
3) Baskom
3.1.2. Bahan
1) 1 kg kacang kedelai yang baik dan bersih
2) Ragi tempe (Rhizopus oligosporus)
3) Kantong plastik
4) Daun pisang

3.2. Rangkaian Alat


Gambar 3.1. Menunjukkan rangkaian alat proses pembuatan tempe.

Gambar 3.1. Rangkaian Alat

3.3. Prosedur Percobaan


1) Kacang kedelai dibersihkan dan dicuci, lalu direndam 1 x 24 jam.
2) Dicuci Kembali sambil kulitnya dan keping bijinya dipisahkan
3) Dikukus sampai agak empuk. Sebelum diangkat, ditambahkan dahulu
sedikit tepung kanji, dicampur merata. Diangkat dan diletakkan di atas
tampah yang bersih, dibiarkan sampai hangat, di tempat yang terlindung
atau ditutup dengan kain kasa.
4) Diinokulasi dengan ragi tempe, diaduk supaya merata. Kemudian
dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi lubang kecil

15
16

dengan jarum bertangkai, ujung kantong plastik ditutup dengan bantuan


nyala api Bunsen. Bahan di dalam kantong plastik diratakan sehingga
terbentuk lempengan yang cukup tebal. Dihindarkan terlalu banyaknya
sentuhan tangan pada kantong plastik yang telah diberi isi bahan.
Diinokulasikan pada suhu 28-30 ºC selama lebih kurang 24 jam sampai
terlihat adanya bintik air yang merata di seluruh permukaan, lalu disimpan
pada suhu selama 1 hari

3.4. Matriks Percobaan


Tabel 3.4. Matriks pengamatan Tempe

Jenis Bahan Jenis Jumlah Ragi


No. Gambar Ket
Baku Kemasan (gram)

1. Kacang Hijau Kemasan 3 AA1


Plastik

6 AA2

9 AA3

3 AB1

6 AB2

Kemasan
9 AB3
Daun Pisang

2. Kacang Merah Kemasan 3 BA1


Plastik
17

6 BA2

9 BA3

Kemasan
Daun Pisang
3 BB1

6 BB2

9 BB3

3. Kacang Kemasan 3 CA1


Kedelai Plastik

6 CA2

9 CA3

3 CB1

6 CB2

9 CB3

4. Kacang Tanah Kemasan 3 DA1


Plastik
18

6 DA2

9 DA3

Kemasan
Daun Pisang
3 DB1

6 DB2

9 DB3

5. Kacang Kemasan 3 EA1


Kedelai Plastik

6 EA2

9 EA3

3 EB1

6 EB2

9 EB3
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Pembuatan Tempe
NO. Jenis Jenis Jumlah Gambar Keterangan
Kacang Kemasan Ragi
(gram)
1 Kacang Plastik 3 gram Aroma: Aroma
. Hijau tempe kacang
hijau dan terdapat
sedikit aroma
fermentasi ragi
Tekstur: Padat
Pertumbuhan
Ragi:
Pertumbuhan pada
hifanya tidak
merata dan jarak
antar kacangnya
besar.
6 gram Aroma: Dominan
aroma ragi namun
ada sedikit aroma
kacang
Tekstur: Agak
padat
Pertumbuhan
Ragi:
Pertumbuhan hifa
sedikit dan tidak
merata

Aroma: Aroma
tempe kacang
hijau segar dan
terdapat bau khas
fermentasi
Tekstur: Sebagian
padat dan
Sebagian lunak
Pertumbuhan
Ragi:
Pertumbuhan dari
hifanya sangat
sedikit

19
20

Daun 3gram Aroma: Aroma


Pisang tempe kacang
hijau pada
umumnya
Tekstur: Padat
Pertumbuhan
Ragi:
Pertumbuhan
hifa cukup
merata namun
terdapat sedikit
bintik hitam
6gram Aroma: Berbau
agak asam
Tekstur: Padat
tapi sedikit
agak lunak
Pertumbuhan
Ragi:
Pertumbuhan
hifa cukup
merata dan
terdapat bintik
hitam
9gram Aroma: Berbau
agak asam
fermentasi ragi
ditambah
dengan bau
daun pisang
Tekstur: Padat
tapi sedikit
agak lunak
Pertumbuhan
Ragi: Terdapat
pertumbuhan
hifa tetapi
sedikit dan
banyak bintik
hitam
21

No. Jenis Jenis Jumlah Gambar Keterangan


Kacang Kemasan Ragi
(gram)
2. Kacang Plastik 3 gram Tekstur: Padat
Kedelai dan lembut
Aroma: Sedikit
busuk dan bau
asam fermentasi
Pertumbuhan
Jamur: Hifa
hampir seluruh
bagian, namun
belum sempurna
dibagian
belakang, dan
tidak ada bintik
hitam.

6 gram Tekstur: Padat


dan lembut
Aroma: Sedikit
busuk dan bau
asam fermentasi
Pertumbuhan
Jamur:Hifa tidak
sempurna di
bagian tempe dan
tidak ada bintik
hitam
9 gram Tekstur: Tidak
kompak dan tidak
padat
Aroma: Sedikit
bau busuk
Pertumbuhan
Jamur:Hifa tidak
tumbuh di bagian
tempe, dan tidak
ada bintik hitam
22

Daun 3gram Tekstur: Tidak


pisang kompak dan
padat
Aroma: Sedikit
busuk dan bau
asam fermentasi
Pertumbuhan
Jamur : Terlihat
adanya hifa di
beberapa bagian
tempe
6gram Tekstur: Lunak
dan lembab
Aroma: Bau
busuk dan asam
fermentasi.
Pertumbuhan
Jamur : Terlihat
adanya hifa di
beberapa bagian
tempe
9gram Tekstur: Tidak
kompak dan
lembab
Aroma: Bau
busuk
Pertumbuhan
Jamur: Tidak
ada hifa pada
tempe
23
DAFTAR PUSTAKA

Abdi, S. 2021. Tempe Kacang Hijau. (Online). https://rumahtempeindonesia.com


/product/tempe-kacang-hijau/. (Diakses pada 2 November 2023).
Al-Khairi, Y. 2021. Kacang Kedelai, Bahan Baku Tempe yang Baik bagi
Kesehatan Manusia. (Online).
https://www.greeners.co/flora-fauna/kacang-kedelai-bahanbaku-tempe-
yang-baik-bagi-kesehatan/. (Akses 2 November 2023).
Alvina, A., Hamdani, D., dan Jumino, A. 2019. Proses Pembuatan Tempe
Tradisional. Jurnal Pangan Halal. Vol. 1(1): 1-4.
Berkel, V. R. 2021. Resource Efficient and Cleaner Production: Better
Enterprises, Cleaner Environment, Green Economy. Journal of Cleaner
Production. Vol. 2(1): 253-268.
Cahyadi, W. 2006. Khasiat Kedelai dan Teknologi. Bumi Aksara: Bandung
Cempaka, L., Widayana, M. A., dan Astuti, R. M. 2020. Karakteristik Sensori dan
Analisis Mikroba Tempe Segar Beraneka Rasa. Jurnal Ilmu Pangan dan
Hasil Pertanian. Vol. 4(1): 43-58.
Faizah, S. R. dan Gazali, Z. 2022. Pengembangan Petunjuk Pembuatan Tempe
dengan Bahan Baku Kacang Hijau (Vigna radiate L.) dan Kacang Merah
(Phaseolus vulgaris L.). Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Vol.
14(1): 31-37.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hernawati, D., dan Meylani, V. 2019. Variasi Inokulum Rhizopus sp. pada
Pembuatan Tempe Berbahan Dasar Kedelai dan Bungkil Kacang Tanah.
Jurnal Biologi Makassar. Vol. 4(1): 58-67.
Hidayat, A. F. dan Muttalib, S. A. 2020. Analisis Nilai Tambah Produk
Agroindustri Tempe di Kecamatan Sukamulia, Kabupaten Lombok
Timur. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem. Vol. 8(2): 230-
235.
Hidayat, S. dan Wahyuni, S. 2013. Tumbuhan Obat Berpotensi Hias 2. Jakarta:
Elex Media Komputindo.
Isnawati, M., Wijaningsih, W., dan Tursilowati, S. 2021. Tempe Gembus
Pengolahan dan Potensi Gizi. Pekalongan: Penerbit NEM.
Jayanti, R. D. dan Leoanggraini, U. 2020. Fermentasi Kitin dari Limbah
Cangkang Kepiting menggunakan Jamur Rhizopus Oryzae pada
Berbagai Kadar Air. Journal of Chemistry. Vol. 5(1): 10-15.

Jannah, S. W. 2022. Potensi Kacang Hijau Menjadi Bahan Baku dalam


Pembuatan Tempe Sebagai Sumber Belajar pada Materi Biokteknologi
Konvensional. Jurnal Ilmiah Hospitally 1299. Vol. 11(2): 1-6.
Laksono, A. S., Marniza., dan Rosalina, Y. 2019. Karakteristik Mutu Tempe
Kedelai Lokal Varietas Anjasmoro dengan Variasi Lama Perebusan dan
Penggunaan Jenis Pengemas. Jurnal Agroindustri. Vol. 9(1): 8-18.
Liu, W. T., Huang, C, L., Liu, R., Yang, T. C., Lee, C. L., Tsao, R., dan Yang, W.
J. 2023. Changes in Isoflavone Profile, Antioxidant Activity, and
Phenolic Contents in Taiwanese and Canadian Sybeans Suring Tempeh
Processing. Food and Science Technology. Vol 186: 1-10.
Malo, F. E. 2019. Pengaruh Kadar Ragi Terhadap Uji Organoleptik dan Kadar
Protein Total Tempe Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) dan Tempe
Kedelai (Glycine max L.) Lokal. [SKRIPSI]. Yogyakarta (IDN).
Universitas Sanata Dharma.
Mubarok, Z. R., Fatwa, M., dan Deden. 2019. Pengaruh Penambahan Asam Sitrat
pada Proses Perebusan dan Perendaman Kedelai untuk Mempecepat
Proses Fermentasi Tempe. Jurnal Ilmu Teknik Kimia UNPAM. Vol. 3
(1): 17-22.
Priharyanto, A. J. C., Swasti, Y. R. dan Pranata, F. S. 2022. Kualitas Bolu Kukus
Substitusi Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata) dan Tepung
Tempe Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis). Jurnal Teknologi
Pertanian Andalas. Vol. 26(2): 207-221.
Purwandari, U. 2021. Analisis Penerapan Produksi Bersih pada Industri Tempe.
Jurnal Agrointek.Vol. 15(2): 624-623.
Rohman, A. 2013. Analisis Komponen Makanan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Romulo, A., dan Surya, R. 2021. Tempe: A Traditional Fermented Food of


Indonesia and Its Health Benefits. International Journal of Gastronomy
and Food Science. Vol. 26(100413): 1-9.
Sabir, N. C., Lahming., dan Sukainah, A. 2020. Analisis Karakteristik Crackers
Hasil Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Ampas Tahu. Jurnal
Pendidikan Teknologi Pertanian. Vol. 6(1): 41-54
Santosa, A. P., Nugroho, B, dan Ningtyas, A. 2019. Peningkatan Nilai Gizi dan
Daya Terima Sensoris pada Tempe Biji Kecipir (Psophocarpus
tetragonolobus L) dengan Penambahan Biji Wijen. Agri Technology.
Vol. 21(1): 74-82.
Santoso, H. B. 1993. Pembuatan Tempe dan Tahu Kedelai: Bahan Makanan
Bergizi Tinggi. Yogyakarta: Kanisius.
Santoso, S., dan Cori, C. 2023. Penguatan Kualitas Produksi dan Pengemasan
Tempe di Batu Tumbuh Jatiwaringin Bekasi. SIKAMA: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat. 1-6.
Setyani, S., Nurdjanah, S., dan Eliayana. 2020. Evaluasi Sifat Kimia dan Sensori
Tempe Kedelai-Jagung dengan Berbagai Konsentrasi Ragi Raprima dan
Berbagai Formulasi. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian.
Vol. 22(2): 85-98.

Sjamsuridzal, W., Khasanah, M., Febriani, R., Vebliza, Y., Oetari, A., Santoso, I.,
dan Gandjar, I. 2021. The Efect of The Use of Commercial Tempeh
Starter on The Diversity of Rhizopus Tempeh in Indonesia. Nature Scientific
Journal. Vol. 11(23932): 1-10.
Suknia, S. L., dan Rahmani, T. P. D. 2020. Proses Pembuatan Tempe Home
Industri Berbahan Dasar (Glycine Max (L.) Merr) dan Kacang Merah
(Phaseolus vulgaris. L) di Candiwesi, Salatiga. Jurnal Southeast Asian
of Islamic Education. Vol. 3(1): 59-76.
Suparno., Giyanto., Kusumadati, W., Sadono, A., 2020. Pengaruh Lama
Perendaman Kedelai Dan Proporsi Tepung Beras Sebagai Upaya
Meningkatkan Mutu Gizi Tempe. Agrienvi: Jurnal Ilmu Pertanian. Vol.
14(2): 50-58.
Yarlina, V. P. dan Astuti, D. I. 2021. Karakterisasi Kandungan Vitamin B12,
Folat dan Isoflavon Tempe Kedelai dengan Isolat Murni Rhizopus
oryzae, Rhizopus oligosporus, dan Rhizopus stolonifer sebagai Bahan
Pangan Fungsional. Jurnal Media Informasi dan Komunikasi Ilmiah
Teknologi Pertanian. Vol. 12(1): 92-102.
LAMPIRAN BUKTI HASIL CEK PLAGIARISME

Gambar. Hasil Cek Plagiarisme


(Sumber: Turnitin)

Anda mungkin juga menyukai