Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOTEKNOLOGI PEMBUATAN TEMPE

Disusun oleh:

1. Azahra Septiana Azizah (08)


2. Daisy Candace Aufa Argani (11)
3. Najwa Tian Tazkia (28)
4. Sofia Hidayatul Maghfiroh (35)

XII MIPA 3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Tempe adalah salah satu makanan bergizi yang popular bagi warga Indonesia. Hermana
(1985) dalam Ginting (2010) menyebutkan bahwa kandungan protein pada tempe
adalah sebesar 18,3%, sedangkan kandungan protein pada berbagai produk lainnya
hanya mencapai sekitar 50% nya seperti tauco yang hanya 10,4%, tahu 7,9%, kecap
5,5%, dan susu kedelai. Selain itu. protein dan karbohidrat pada tempe lebih mudah
diserap, dicerna, dan dimanfaatkan oleh tubuh. Hal ini dikarenakan aktivitas kapang
Rhizopus sp. yang mampu menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh manusia. (Kasmidjo,
1990).
Tingginya kandungan gizi serta harganya yang murah menjadikan tempe banyak
diproduksi oleh masyarakat untuk bahan pangan ataupun produk jual. Proses produksi
tempe memerlukan langkah pembuatan yang cukup mudah, peralatan yang sederhana,
dan bahan baku yang murah dan mudah didapatkan, seperti ragi dan kacang kedelai
sehingga menjadikan proses pembuatan tempe masuk ke dalam bioteknologi
konvensional. Prinsip utama dalam proses pembuatan tempe adalah proses fermentasi
dengan bantuan mikroorganisme seperti Rizhopus sp.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembuatan tempe?
2. Bagaimana peranan kapang Rhizopus oligosporus dalam proses pembuatan tempe?

1.3. Tujuan penelitian


1. Untuk mengetahui proses pembuatan tempe
2. Untuk mengetahui peranan kapang Rhizopus oligosporus dalam proses pembuatan
tempe

1.4. Manfaat penelitian


Manfaatnya adalah menjadi tahu bagaimana proses pembuatan tempe dan factor-factor
yang mempengaruhi selama proses pembuatan, serta mengetahui pemanfaatan
bioteknologi sederhana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Tempe


Tempe adalah makanan tradisional dari Indonesia yang umumnya berbahan
baku kedelai. Tempe dibuat melalui proses fermentasi dengan kapang genus Rhizopus
sp., seperti Rhizopus oligosporus sebagai mikroorganisme pemenfertasi. Cahyadi
(2007) Tempe mengandung senyawa antibakteri yang diproduksi oleh kapang tempe
selama proses fermentasi.
Menurut Dewi dan Aziz (2009), secara umum tempe berwarna putih,
dikarenakan pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga
terbentuk tekstur yang memadat. Tempe memiliki aroma yang khas dikarenakan adanya
degradasi dari komponen-komponen dari kedelai itu sendiri.
2.2. Pembuatan tempe
Proses pembuatan tempe kedelai dan kacang merah meliputi perendaman,
penggilingan, pencucian, perebusan, pendinginan, penambahan ragi serta pengemasan
dan fermentasi. Tahapan yang sangat penting dalam proses pembuatan tempe yaitu
perendaman, perebusan dan fermentasi. Pada proses fermentasi pembuatan tempe
terjadi sebanyak dua kali, yang pertama pada saat perendaman kedelai maupun non-
kedelai di dalam air.

2.3. Pengertian bioteknologi


Bioteknologi adalah pemanfaatan system kehidupan dan organisme untuk
menghasilkan suatu produk yang bersifat menguntungkan bagi manusia. Berdsarkan
karakteristiknya, bioteknologi terbagi menjadi dua macam, yaitu bioteknologi
konvensional dan bioteknologi modern. Bioteknologi konvensional memiliki ciri,
seperti memerlukan alat yang sederhana, cara pembuatan yang sederhana, melibatkan
mikroorganisme sevara langsung dan utuh, proses biokimia dan genetic terjadi secara
alami, dan lainnya. Sedangkan, bioteknologi modern memiliki ciri, seperti
membutuhkan Teknik dan keahlian khusus dalam proses pengerjaan, produksi dalam
skala besar, biaya lebih mahal, dan banyak lainnya. Proses pembuatan tempe termasuk
ke dalam bioteknologi konvensional karena dalam pembuatannya tidak memerlukan
teknik khusus yang rumit, hanya memerlukan teknologi sederhana, dan bahan bakunya
murah dan dapat didapatkan.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Talang plastik
b. Baskom
c. Pengaduk kayu
d. Dandang
e. Kompor
f. Jarum pentul
g. Kardus
h. Kipas angin
2. Bahan
a. Kedelai
b. Ragi tempe
c. Air secukupnya
d. Kemasan plastik/daun pisang

B. Prosedur Kerja
1. Membersihkan kedelai dari kotoran-kotoran kemudian direndam dengan air bersih
selama 12-18 jam.
2. Melepaskan kulit biji kedelai yang telah lunak, kemudian mencucinya dengan
menggunakan air bersih.
3. Mengukus masing-masing kedelai tersebut sampai empuk.
4. Setelah biji kedelai terasa empuk, menuangkan masing-masing biji tersebut pada talang
yang telah dibersihkan, lalu diangin-anginkan dengan kipas sambil diaduk hingga biji
tersebut menjadi hangat.
5. Menaburkan ragi tempe pada masing-masing kedelai sedikit demi sedikit sambil
diaduk-aduk supaya merata.
6. Menyiapkan kantong plastik kemudian memberi lubang dengan menggunakan jarum
7. Memasukkan masing-masing kedelai yang telah diberi ragi ke dalam pembungkus.
Mengatur ketebalannya sesuai dengan selera dan simpan ke dalam kardus untuk proses
fermentasi.
8. Proses fermentasi kedelai pada suhu kamar selama satu atau dua hari hingga seluruh
permukaan kacang kedelai tertutupi jamur.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
• Kacang kedelai ditumbuhi oleh jamur secara merata
• Rasa dan baunya harum dari khas tempe
• Awal pengambilan tempe terasa hangat
• Tempenya jadi dalam 1 hari/24 jam penuh
• Jika menggunakan kain/dibungkus menggunakan kain, suhunya akan terjaga.

B. Pembahasan
Tempe merupakan makanan yang terbuat biji kedelai atau beberapa bahan lain yang diproses
melalui fermentasi dari apa yang secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”. Lewat proses
fermentasi ini, biji kedelai mengalami proses penguraian menjadi senyawa sederhana sehingga
mudah dicerna (PUSIDO Badan Standardisasi Nasional, 2012).

Proses pembuatan tempe dapat terbilang membutuhkan waktu yang cukup lama. Hingga
diperoleh hasil jadi tempe, waktu yang dibutuhkan yaitu minimal 24 jam dan maksimal 72 jam.
Lamanya proses pembuatan tempe karena proses fermentasi. Fermentasi akan berlangsung
baik dan cepat bila dibantu dengan kondisi suhu yang optimal, jumlah ragi yang tepat dan pH
yang asam (±4-5) (Widayati, 2002 dalam Lumowa, 2014).

Berdasarkan hasil pengamatan setelah dilakukan proses fermentasi, maka diketahui bahwa
secara umum dapat dikatakan berhasil. Proses pembuatan tempe menggunakan bahan kacang
kedelai berjalan dengan baik dimana hampir seluruh tempe kedelai yang dibuat berhasil dimana
warna kedelai tempe yang kuning dan jamurnya masih berwarna putih, tempe bertekstur padat
dan tidak mudah hancur, terdapat sedikit jamur putih pada sela sela kedelai yang menyerupai
kapas, dan tempe mempunyai aroma jamur yang segar.

Dari beberapa hipotesis pembuatan tempe tersebut berhasil disebabkan karena kualitas kacang
kedelai yang baik, pemberian ragi yang merata, serta tempat penyimpanan atau cara
penyimpanan yang baik dimana produk dibiarkan dengan cara berjejer sehingga udara yang
masuk pada lubang-lubang yang dibuat masuk secara optimal.
BAB V
KESIMPULAN DAN DOKUMENTASI

A. Kesimpulan
1. Tempe yang dihasilkan memiliki karakter yang berbeda-beda, baik dalam segi
tekstur maupun warna, sesuai dengan bahan pembungkus tempe tersebut.
2. Selain faktor sanitasi yang sangat berpengaruh dalam pembuatan tempe, sistematika
atau tahapan demi tahapan pembuatan tempe juga harus diperhatikan agar
menghasilkan tempe yang sesuai kita inginkan.
3. Oksigen mengambil peran penting dalam proses pembuatan tempe, oksigen
dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu cepat
menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas
yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan
kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut
diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.
4. Dapat disimpulkan, variabel pembungkusan tempe menggunakan daun pisang
tertutup lebih baik daripada menggunakan plastik tertutup yang dilubangi karena
daun pisang berpori-pori besar sehingga siklus keluar masuk udara lebih lancar
dibandingkan plastik yang dilubangi, terutama karena terdapat zat kimia pada
plastik sendiri. Tempe yang dibungkus daun pisang pun memiliki tekstur yang lebih
kompak dan lembut. Disamping itu, kedua tempe yang dihasilkan dengan pembungkus
daun pisang maupun plastik sudah dapat dikatakan layak dimakan
B. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai