Anda di halaman 1dari 11

ACARA VI

AERASI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fermentasi adalah proses transformasi bahan yang melibatkan
mikroba. Fermentasi memanfaatkan sistem metabolism mikroba untuk
mengubah substrat menjadi produk tertentu. Beberapa contoh fermentasi yang
seringkali dilibatkan dalam bioindustri yaitu fermentasi bioetanol, asam
laktat, asam asetat, asam amino, dan lain sebagainya. Bahan baku dan
mikroba yang digunakan untuk menghasil produk-produk tersebut juga sangat
bervariasi. Sebagai contoh, fermentasi bioetanol dapat dilakukan
menggunakan pati jagung, pati singkong, nira tebu, molase, glukosa urni,
jerami padi, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan fermentasi asam laktat
dapat dilakukan menggunakan bahan baku susu, whey, keju, selulosa,
glukosa, molase tongkol jagung, bahkan limbah sayuran, dan lain sebagainya
(Yuwono, dkk., 2022).
Mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi juga beragam, baik
dari golongan bakteri, ragi, kapang, ataupun alga. Setiap mikroba memiliki
karakteristik, kebutuhan nutrisi, dan lingkungan yang berbeda. Untuk
mendapatkan hasil yang maksimal, proses fermentasi harus dijalankan pada
kondisi optimum pertumbuhan mikroba. Kondisi optimum tersebut
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu seperti suhu, pH, kecepatan putar
pengadukan, lama fermentasi, oksigen terlarut untuk fermentasi aerob dan
lain-lain. Alat yang digunakan dalam proses fermentasi disebut dengan
fermentor. Fermentor dilengkapi dengan sistem aerasi atau jalur oksigen
untuk keberlangsungan proses fermentasi.
Salah satu produk hasil fermentasi yang cukup terkenal adalah tempe.
Tempe merupakan salah satu produk hasil fermentasi yang umumnya
berbahan dasae kedelai. Proses fermentasi tempe dilakukan oleh spesies
kapan atau jamur tertentu. Selama proses fermentasi terjadi perubahan fisik
dan kimiawi pada kedelai sehingga menjadi tempe. Terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan tempe, salah satunya adalah
aerasi. Oleh karena itu, perlu dilakukannya praktikum ini untuk mempelajari
pengaruh aerasi terhadap pertumbuhan jamur dan mutu organoleptik tempe.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mempelajari
pengaruh aerasi terhadap pertumbuhan jamur dan mutu organoleptik tempe.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai
atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus,
seperti Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus
arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”.
Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks
menjadi sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat
pangan, kalsium, vitamin B, dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam
tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan
antioksidan pencegahan penyakit degenerative (Surbakti, dkk., 2020).
Tempe merupakan produk pangan fermentasi yang beredar secara luas di
Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkannya standar yang berlaku untuk menjaga
keamanan pangan dan melindungi kesehatan dari konsumen. Standar Nasional
Indonesia (SNI) 3144 : 2015 merupakan standar yang berlaku yang ditetapkan
oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tahun 2015. Tempe yang sesuai standar
yaitu tempe yang bertekstur kompak dan tetap utuh saat diiris. Berwarna putih
merata pada permukaan karena Rhizopus dapat tumbuh dengan baik. Aroma
tempe yang dihasilkan juga berbau khas tempe tanpa bau amoniak (Barus, dkk.,
2021).
Proses pembuatan tempe dibagi menjadi du acara, yaitu cara tradisional
dan cara baru. Pembuatan tempe secara tradisional, kedelai mula-mula direbus,
lalu dikupas dan dibuang kulitnya, dicuci, direndam semalaman, direbus,
didinginkan, diberi bibit tempe (kapang tempe) diperam dalam bungkusan atau
ditutup menggunakan daun pisang. Sementara itu cara pembuatan tempe dengan
cara baru dimulai dengan pengupasan kering biji kedelai dengan mesin
pengupasan (burr mill), kemudian direbus sampai suhu mendidih. Perendaman
dalam air rebusan dilakukan selama 22 jam, dicuci untuk menghilangkan kulit
yang mungkin masih tersisa, dan direbus kembali selama 40 menit. Peririsan
dilakukan sampai bagian luarnya mengering dan diberi kapang tempe sampai
merata kemudian dimasukkan kantong plastik 200 gram. Kantong plastik diberi
lubang berukuran 4cm, lalu diperam (fermentasi) selama 14-16 jam (Alvina dan
Dany, 2019).
Inokulum tempe disebut juga sebagai starter temped an banyak pula yang
menyebutnya dengan ragi tempe. Meskipun dalam istilah ilmiah ragi
dimaksudkan sebagai inokulum pembuatan tape, tetapi dikalangan masyarakat
umumnya ragi diartikan sebagai produk fermentasi mikroba dengan pengubahan
bahan menjadi produk fermentasi. Starter tempe adalah bahan yang mengandung
biakan jamur tempe yang digunakan sebagai agensia mengubah kedelai menjadi
tempe. Perubahan-perubahan karakteristik kadelai menjadi tempe disebabkan
adanya jamur yang tumbuh dan melakukan fermentasi membentuk hifa dan
miselia. Jenis jamur yang mengubah kedelai menjadi tempe yaitu
Chlamydomucor oryzae, dan jamur ini disebut dengan Amylomyces rouxii, yang
umumnya dinamakan jamur benang atau jamur tempe (Ihsan, 2021).
Kedelai yang sudah diinokulasi dan bercampur dengan ragi tempe
kemudian dikemas. Jenis pengemasan yang digunakan pada pengolahan tempe
dapat berupa daun pisang atau kantong plastik dengan aerasi yang cukup. Kondisi
suhu inkubasi yang umum agar ragi tempe dapat tumbuh adalah 32 oC selama 20 –
22 jam. Keberadaan berbagai jenis mikroorganisme pada tempe yang sebagian
besar merupakan mikroorganisme scera alami terdapat pada bahan baku, ragi atau
lingkungan, akan mempengaruhi mutu dan cita rasa tempe. Keberadaan
mikroorganisme yang tidak diinginkan pada tempe dapat menurunkan mutu
tempe, seperti adanya Bacillus yang diduga menyebabkan rasa pahit yang kurang
disukai (Winarno, dkk., 2017).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 10 November 2022,
bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Teknologi Pangan dan
Agroindustri, Universitas Mataram.

3.2 Alat dan Bahan Praktikum


a) Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah baskom
plastik, dandang tahan karat, jarum pentul, kertas label, kompor, plastik
PP, sendok kayu, dan timbangan analitik.
b) Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air
destilat, asam laktat, kedelai, dan ragi tempe.

3.3 Prosedur Kerja


Biji Kedelai

Dicuci dan direndam t = 24 jam

Direbus t = 40 menit

Ditiriskan dan didinginkan

Diinokulasi dengan ragi tempe

Dikemas dalam kantong plastik sesuai


perlakuan
BAB IVt = 38 – 40 jam
Difermentasi,
ANALISIS DATA

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 6.1 Hasil Pengamatan Produk Tempe
Perlakuan Parameter
Warna Rasa Aroma
Tanpa lubang 2 1 1
5 lubang 3 1 2
10 lubang 4 3 3
15 lubang 3 4 1
Tanpa kemasan 1 1 3

Keterangan:
 Skor warna
1. Sangat kuning
2. Kuning
3. Agak putih
4. Putih

 Skor kekompakan
1. Tidak kompak
2. Agak kompak
3. Kompak
4. Sangat kompak

 Skor aroma
1. Tidak beraroma
2. Agak beraroma
3. Beraroma
4. Sangat beraroma
BAB V
PEMBAHASAN

Kedelai merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan protein yang


tinggi dan banyak manfaatnya. Oleh karena itu, kedelai dapat digunakan sebagai
substitusi (pengganti) sumber protein hewani, seperti daging, telur, dan susu.
Kelebihan kedelai dibandingkan dengan sumber protein hewani diantaranya
kedelai tidak mengandung kolesterol berbahaya, justru mengandung fitosterol
yang bermanfaat bagi tubuh sebagai antioksidan dan menekan produksi kolesterol.
Kandungan utama kedelai adalah protein dan karbohidrat yang sangat tinggi,
masing-masing diatas 30%. Bahkan untuk beberapa jenis tertentu, kandungan
proteinnya diatas 40%.
Tempe merupakan salah satu makanan hasil fermentasi yang dilakukan
oleh spesies jamur tertentu. Selama proses fermentasi terjadi perubahan fisik dan
kimiawi pada kedelai sehingga menjadi tempe. Tempe memiliki ciri-ciri berwarna
putih, tekstur padat, dan rasa yang khas. Warna putih berasal dari miselia jamur
yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang padat juga disebabkan
oleh miselia-miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Terjadinya
degradasi komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya rasa yang
khas setelah fermentasi.
Kualitas tempe yang baik menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
3144 : 2015 yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tahun 2015
yaitu bertekstur kompak, berwarna putih merata, dan memiliki aroma khas tempe.
Kekompakan tempe dapat dilihat dari teksturnya pada saat diiris atau dipotong,
dimana tempe akan tetap utuh. Berwarna putih merata menandakan bahwa pada
seluruh permukaan tempe, Rhizopus dapat tumbuh dengan baik. Aroma tempe
yang khas dengan tanpa adanya bau amoniak. Tempe dapat ditemukan secara luas
di sekitar kita, oleh karena itu perlu diketahui standar atau ciri-ciri tempe yang
baik sebelum dikonsumsi.
Fermentasi tempe dari kedelai yang sudah dibungkus kemudian disimpan
dalam suhu kamar atau suhu udara yang hangat agar proses fermentasi berjalan
efektif. Proses ini membutuhkan waktu sekitar sehari semalam atau 24 jam.
Setelah proses pemeraman atau fermentasi, tahap akhir yang dilakukan adalah
dianginkan atau diberi udara bebas. Selama proses fermentasi terjadi perubahan
kimia dan biokimia senyawa makro (protein, karbohidrat, lipida) dan senyawa
mikro (vitamin dan mineral). Perubahan tersebut umumnya menyebabkan
pengingkatan bio-availabilitas. Protein terhidrolisis oleh protease menjadi peptida
dan asam amino. Beberapa karbohidrat tidak larut juga mengalami perubahan
menjadi komponen sederhana, seperti stakiosa dan rafinosa. Sebagian lipida
mengalami hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas.
Proses fermentasi kedelai menjadi tempe memerlukan starter atau
inoculum. Inokulum dalam pembuatan tempe biasanya disebut ragi tempe. Ragi
tempe merupakan bibit jamur tempe atau Rhizopus oryzae. Ragi yang berbentuk
serbuk ini ditambahkan sebelum proses fermentasi berlangsung. Ragi berfungsi
untuk menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks pada kedelai menjadi senyawa
sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Ragi merupakan faktor terpenting
dalam mengubah kedelai menjadi tempe.
Aerasi merupakan bagian dari proses fermentasi yang berfungsi sebagai
penyiplai oksigen untuk sel mikroba dan disuplai dalam bentuk gelembung gas.
Aerasi pada pembuatan tempe dilakukan dengan melubangi plastik pembungkus
tempe pada saat akan dilakukan fermentasi, tujuannya adalah untuk memudahkan
oksigen masuk ke dalam kantong plastik. Jamur memerlukan oksigen yang cukup
untuk pertumbuhannya. Jumlah, jarak, dan diameter lubang aerasi yang sesuai
dapat membantu mengatur sirkulasi uap air, CO2, dan O2 lebih baik dan
menghambat terjadinya penurunan mutu. Perbedaan aerasi yang diterima tempe
dapat berpengaruh terhadap kualitas dan mutu pada tempe tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap perlakuan aerasi
tempe dan parameternya yang diamati yaitu warna, kekompakan, dan aroma,
diperoleh parameter warna sangat kuning dengan perlakuan aerasi tanpa kemasan.
Parameter warna putih diperoleh pada perlakuan aerasi dengan 10 lubang.
Parameter kekompakan yang tidak kompak diperoleh pada perlakuan aerasi tanpa
lubang, 5 lubang, dan tanpa kemasan. Parameter kekompakan yang sangat
kompak diperoleh dari perlakuan aerasi 15 lubang. Parameter aroma yang tidak
beraroma diperoleh dari perlakuan aerasi tanpa lubang dan 15 lubang. Sementara,
pada perlakuan aerasi 10 lubang dan tanpa kemasan, memiliki aroma.
Menurut Winarno, dkk., (2017) perlakuan pada fermentasi tempe dapat
mempengaruhi mutu dan cita rasa tempe. Berdasarkan hasil pengamatan
menggunakan perlakuan aerasi, hal tersebut sesuai, dimana perbedaan perlakuan
aerasi menghasilkan mutu yang berbeda pula pada tiap tempe yang dihasilkan.
Mutu tempe yang baik pada parameter warna yaitu putih diperoleh pada aerasi
dengan 10 lubang. Mutu tempe yang baik pada parameter kekompakan yaitu
kompak diperoleh pada aerasi dengan 15 lubang. Mutu tempe yang baik pada
parameter aroma yaitu beraroma khas tempe diperoleh pada aerasi 10 lubang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil fermentasi tempe diantaranya
oksigen, uap air, suhu, dan starter atau inoculum tempe. Oksigen dibutuhkan
untuk pertumbuhan kapang, aliran udara yang terlalu cepat menyebabkan proses
metabolism akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak
kapang. Oleh karena itu, apabila digunakan kantong plastik sebagai bahan
pembungkus tempe maka sebaiknya diberi lubang. Kapang tempe dapat
digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu dapat tumbuh pada
suhu ruang (25oC – 27oC). Oleh karena itu, suhu ruangan tempat fermentasi perlu
diperhatikan.
BAB VI
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik


beberapa kesimpulan, diantaranya:
1) Tempe merupakan salah satu makanan hasil fermentasi yang kaya akan nutrisi.
Tempe memiliki ciri-ciri berwarna putih, tekstur padat, dan rasa yang khas.
2) Ragi atau inoculum yang digunakan dalam pembuatan tempe umumnya
Rhizopus oryzae, Rhizopus oligosporus, maupun Rhizopus arrhizus.
3) Aerasi dalam pembuatan tempe bertujuan untuk menyuplai oksigen untuk
pertumbuhan kapang. Aerasi dilakukan dengan memberi lubang pada kemasan
tempe.
4) Mutu tempe yang baik pada parameter warna diperoleh pada aerasi 10 lubang,
parameter kekompakan diperoleh pada aerasi 15 lubang, dan parameter aroma
diperoleh pada aerasi 10 lubang.
5) Faktor yang mempengaruhi hasil fermentasi tempe adalah oksigen, uap air,
suhu, dan starter atau inokulum tempe.
DAFTAR PUSTAKA

Alvina, A., dan Dany H. 2019. Proses Pembuatan Tempe Tradisional. Jurnal
Pangan Halal. 1(1) : 9-12.

Barus, T., Widyah, Wisnu A. W, Vivitri D. P. 2021. Identifikasi Bakteri yang


Berperan dalam Pengamasan Kedelai dalam Fermentasi Tempe
Berdasarkan Sekuen 16S rDNA. Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati.
6(2) : 71-77.

Ihsan, B. 2021. Dasar-dasar Mikrobiologi. Sumatera Barat : CV Insan Cendekia


Mandiri.

Surbakti, A. B.R., Shinta P. R, Sinek M. B. R. P. A, dan Raheliya B. R. G. 2020.


Sistem Aplikasi Logika Fuzzy untuk Penentuan Optimasi Ragi Tempe
pada Proses Fermentasi Tempe Kedelai Menggunakan Metode Fuzzy
Mamdani. Jurnal Ilmiah Simatek. 4(2) : 146-160.

Winarno, F.G.m Wida W, dan Driando W. 2017. Tempe Kumpulan Fakta


Menarik Berdasarkan Penelitian. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Yuwono, S. S., Nur I, dan Ahmad Z. M. 2022. Kinetika Reaksi pada Bahan
Pangan dan Produk Fermentasi. Malang : Universitas Brawijaya Press
UB.

Anda mungkin juga menyukai