Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI

Disusun Oleh :

Nama : Andre Riesky Ferdian


Npm : E1G020048
Prodi : Teknologi Industri Pertanian
Shift : Rabu ( 16.00 WIB )
Hari/Tanggal : Rabu, 03 November 2021
Dosen : 1. Ulfah Anis , S.TP., M.Sc.
2. Ir .Hasanuddin , M.Sc.

Koass : Trio Putra Setiawan, S.TP

Objek Praktikum : PEMBUATAN TEMPE

LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tempe adalah salah satu produk fermentasi yang umumnya berbahan baku kedelai yang
difermentasi dan mempunyai nilai gizi yang baik. Fermentasi pada pembuatan tempe terjadi
karena aktivitas kapang Rhizopus oligosporus.
Fermentasi pada tempe dapat menghilangkan bau langu dari kedelai yang disebabkan oleh
aktivitas dari enzim lipoksigenase. Fermentasi kedelai menjadi tempe akan meningkatkan
kandungan fosfor. Hal ini disebabkan oleh hasil kerja enzim fitase yang dihasilkan kapang
Rhizopus oligosporus yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi inositol dan fhosfat yang
bebas. Jenis kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak memproduksi toksin, bahkan
mampu melindungi tempe dari aflatoksin. Tempe mengandung senyawa antibakteri yang
diproduksi oleh kapang tempe selama proses fermentasi (Koswara, 1995).
Tempe merupakan sumber protein yang baik. Setiap 100 g tempe mengandung 18-20 g zat
protein dan 4 g zat lemak (Tarwotjo, 1998). Tempe juga memiliki berbagai sifat unggul seperti
mengandung lemak jenuh rendah, kadar vitamin B12 tinggi, mengandung antibiotik, dan
berpengaruh baik pada pertumbuhan badan. Selain itu asam-asam amino pada tempe lebih
mudah dicerna oleh tubuh jika dibandingkan dengan kacang kedelai. Vitamin B12 yang terdapat
pada tempe diproduksi oleh sejenis bakteri Klabsiella peumoniae. Kekurangan vitamin B12 ini
dapat menghambat pembentukan sel darah merah (Koswara, 1995).
Tempe memiliki manfaat baik dari segi nutrisi maupun manfaat kesehatan. Sebagai sumber
nutrisi, tempe berperan sebagai sumber protein dan mineral besi. Sebagai obat dan penunjang
kesehatan, tempe berperan sebagai anti diare (misalnya dalam pembuatan super oralit dari 40-50
g tempe) dan anti bakteri. Senyawa anti bakteri pada tempe dapat menghambat sembilan jenis
bakteri gram postitif dan satu jenis bakteri gram negatif, yaitu: Streptococcus lactis, S. cremoris,
Leuconostoc dextranicum, L. mesenteroides, Staphylococcus aureus, Bacillus subtillis,
Clostridium botulinum, C. sporogenes, C. butyricum, dan Klebsiella pneumoniae (Syarief et al.,
1999).
Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan baku yang dipakai
(kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan
kelembaban). Dalam proses fermentasi tempe kedelai, substrat yang digunakan adalah biji
kedelai yang telah direbus dan mikroorganisme yang digunakan berupa kapang antara lain
Rhizopus olygosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (dapat terdiri atas kombinasi dua
spesies atau ketiganya) dan lingkungan pendukung yang terdiri dari suhu 30˚C, pH awal 6.8,
kelembaban nisbi 70-80% (Ferlina, 2009).
Menurut Hidayat (2006), inkubasi dilakukan pada suhu 25 o -37o C selama 36-48 jam.
Selama inkubasi terjadi proses fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-komponen
dalam biji kedelai. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji
kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20 °C–37 °C
selama 18–36 jam (Hermana dan Karmini, M., 1999).

1.2 Tujuan Pratikum


1. Mahasiswa mampu memahami proses pembuatan tempe.
2. Mengatahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembuatan
tempe
3.Mengatahui pengaruh lama fermentsi terhadap mutu tempe
4. Mengatahui lama waktu terbaik fermentasi tempe.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fermentasi merupakan suatu cara yang telah dikenal dan digunakan sejak lama sejak
jaman kuno. Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi produk tertentu
yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba. Bioteknologi berbasis fermentasi
sebagian besar merupakan proses produksi barang dan jasa dengan menerapkan teknologi
fermentasi atau yang menggunakan mikroorganisme untuk memproduksi makanan dan minuman
seperti: keju, yoghurt, minuman beralkohol, cuka, sirkol, acar, sosis, kecap, dll (Nurcahyo,
2011).
Tempe merupakan makanan tradisional yang telah lama dikenal di Indonesia.Tunjukkan
pertama mengenai tempe ditemukan pada tahun 1875 bahkan dalam serat centhini telah
ditemukan kata tempe.karena itu menunjukkan bahwa makanan tradisional ini sudah dikenal
sejak berabad-abad tahun yang lalu dalam tatanan budaya masyarakat Jawa khususnya
Yogyakarta dan Surakarta (Bambang Sarwono, 2010).
Tempe sebagai makanan bergizi dan bermanfaat untuk mengatasi gangguan kesehatan.
Mengkonsumsi tempe setiap haridapat mencegah kanker payudara. Selain itu, manfaat isoflavon
dalam tempe juga dapat mencegah kanker kolorektal serta pada masalah-masalah yang
berhubungan dengan hormonal seseorang.
Proses pembuatan tempe dapat terbilang membutuhkan waktu yang cukup lama. Hingga
diperoleh hasil jadi tempe, waktu yang dibutuhkan yaitu minimal 24 jam dan maksimal 72 jam.
Lamanya proses pembuatan tempe karena proses fermentasi. Fermentasi akan berlangsung baik
dan cepat bila dibantu dengan kondisi suhu yang optimal, jumlah ragi yang tepat dan pH yang
asam (±4-5) (Widayati, 2002 dalam Lumowa, 2014).
Waktu fermentasi memberikan pengaruh dalam kualitas produk suatu produk, produk
fermentasi adalah produk yang dapat diterima baik secara kenampakan, aroma serta nutrisi yang
dihasilkan. Fermentasi dibantu oleh mikroorganisme yang memiliki fase hidu logaritmik.
Sehingga untuk mendapatkan produk fermentasi yang terbaik harus mengetahui fase
pertumbuhan optimal dari mikroorganisme yang dimanfaatkan tersebut (Darajat. 2014).
Tahap pengolahan kedelai menjadi tempe meliputi secara umum terdiri dari tahap
perebusan ke 1, pengupasan, perendaman dan pengasaman, perebusan ke 2, pematusan air,
inokulasi menggunakan ragi tempe, pembungkusan dan fermentasi. Beberapa faktor dalam
proses pengolahan diperkirakan mempunyai pengaruh yang sangat nyata (signifikan) terhadap
kualitas tempe, faktor-faktor tersebut antara lain perebusan, ruang fermentasi, kadar air kedelai,
pematusan air, kelembaban ruang fermentasi, suhu fermentasi, lama fermentasi, rak fermentasi
dan jenis bahan pembungkus (plastik, pelepah pisang, daun pisang, dan kertas) (Mujianto, 2013).
Karakteristik tempe yang dianalisis adalah karakteristik fisikokimia yang meliputi uji
warna dengan menggunakan kromameter (Mugendi, dkk., 2010)
Adanya perbedaan jenis kedelai yang digunakan sebagai bahan baku akan menghasilkan tempe
dengan mutu gizi yang berbeda pula, baik mutu gizi secara sensori, fisik, maupun kimia (Radiati
dan Sumarto, 2016)
Ragi tempe merupakan sediaan fermentasi atau dikenal dengan stater yang mengandung
mikroorganisme yang mempunyai peran penting dalam fermentasi tempe, mikroorganisme
tersebut berasal dari jenis kapang Rhizopus diantaranya Rhizopus oligosporus, Rhizopus
oryzhae, dan Rhizopus stolonifer (Mujianto, 2013).
BAB III
METODELOGI

3.1 BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN

A. Bahan Membuat Tempe :

• kedelai
• ragi tempe
• Plastic

B.Alat

• wadah ukuran sedang,


• ember
• panci
• kompor
• pengaduk
• pisau
• lidi

3.2 PROSEDUR KERJA

1. Lakukan sortasi biji kedelai dengan cara memilih biji kedelai yang bagus dan padat berisi.

2. Biji kedelai dicuci untuk menghilangkan kotoran yang melekat maupun tercampur di antara
biji kedelai.

3. Lakukan perebusan selama 30 menit untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan dalam
pengupasan kulit.

4. Rendam biji yang telah direbus menggunakan air yang dicampur dengan asam asetat sehingga
pH larutan mencapai 4-5. Perendaman dilakukan selama 16 – 24 jam.

5. Saring biji kedelai yang telah direndam dan tiriskan. Lakukan pengupasan biji kedelai hingga
terpisah dengan kulitnya.
6. Selanjutnya lakukan perebusan kembali selama 20-30 menit.

7. Tiris dan dinginkan.

8. Kemudian kedelai yang sudah tidak terlalu panas (± 30 o C) diberi ragi tempe dengan cara
menebarkan pada permukaan kedelai.

9. Lakukan pengemasan dengan menggunakan plastik/daun yang telah dilubangi hingga ¾ nya.

10.Inkubasikan kedelai pada suhu ruang selama 36-48 jam.


BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1 TABEL PENGAMATAN TEMPE DAUN


Parameter Lama Fermentasi
Pengamatan
Tempe 1 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari
Hari

Warna Kuning khas Putih Seperti Tempe Putih agak Kuning


kedelai tempe segar segar ,putih kecoklatan kecoklatan dan
bagian
berwarna
Hitam

Aroma khas kedelai Tempe segar Tempe Tempe Berbau


segar agak busuk Busuk ,menyen
gat

Rasa Rasa Kedelai Rasa Khas Rasa Khas Rasa pahit Pahit
tempe tempe

Tekstur Kedelai Utuh Sebagian Keras Agak Lembek dan


masih bentuk Lembek Berlendir
kedelai utuh

4.2 TABEL PENGAMATAN TEMPE PLASTIK


Parameter Lama Fermentasi
Pengamatan
Tempe 1 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari
Hari

Warna Kuning Putih Tempe Putih Kuning


khas Seperti segar ,putih kekuningan Kecoklatan
kedelai tempe segar
Aroma khas Tempe Tempe Tempe Berbau
kedelai segar segar busuk/Seman Busuk
git
Rasa Rasa Rasa Khas Rasa Khas Rasa pahit Pahit
Kedelai tempe tempe
Tekstur Masih Sebagian Keras Agak lembek Lembek dan
bentuk terbentuk berair
kedelai kapang
utuh
BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini kami melakukan praktikum pengamatan perubahan fisik dari
kedelai menjadi tempe pada proses fermentasinya. Pengamatan dilakukan pada tempe yang
dibungkus daun pisang dan plastic. Tempe diamati perubahan dari warna,aroma,rasa ,dan teksur,
serta tempe diamati selama 5 hari. Dengan pengamatan tersebut untuk mengetahui bagaimana
perubahan kedelai menjadi tempe.

Proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur Rhizopu sp menghasilkan energi. Energi
tersebut sebagian ada yang dilepaskan oleh jamur Rhizopus spsebagai energi panas. Energi panas
itulah yang menyebabkan perubahan suhuselama proses inkubasi tempe. Selain terjadi perubahan
suhu, selama prosesinkubasi tempe juga terjadi perubahan warna, dan munculnya titik- titik air
yangdapat diamati pada permukaan dalam plastik pembungkus tempe. Pada awal pengamatan,
kedelai pada tempe seperti berselelimut kapas yang putih. Tetapi dengan bertambahnya masa
inkubasi, mulai muncul warna hitam pada permukaan (Suciati, 2012).

Pada pengamatan tempe kontrol tempe baik yang dibungkus dengan daun pisang maupun
dengan plastik masih berbentuk kedelai utuh karena belum mengalami proses fermentasi, warna
serta aroma yang khas kedelai.

Awal dari proses pembuatan tempe adalah dengan membuang kotoran yang ada pada
kedelai. Setelah itu kedelai mengalami proses perebusan yang tujuannya adalah untuk
melunakkan dan agar bakteri tempe dapat mati. Selanjutnya pencucian dan penghilangan kulit ari
tujuannya adalah agar ragi yang ditambahkan bisa masuk kedalam daging kedelai dan juga agar
teksturnya lembut tidak ada serat kasar.
Selama proses pembuatan tempe terjadi penurunan kadar karbohidrat. Sehingga daya cerna
tempe meningkat dan bebas dari masalah flatulensi. Fermentasi kedelai menjadi tempe juga akan
meningkatkan kandungan fosfor. Hal ini disebabkan hasil kerja enzim fitase yang diproduksi
kapang tempe, yang mampu menghidrolisa asam fitat menjadi inositol dan fosfat yang bebas.
Pembuatan tempe ini menggunakan plastik dan daun pisang. Fermentasi dan
pengamatan dilakukan selama 5 hari. Pada pengamatan hari Ke-2 kedelai yang dibungkus
dengan daun pisang mengalami perubahan. Dimana telah tumbuh kapang pada beberapa bagian
kedelai dan masih ada pula kedelai yang belum tumbuh kapang. Pada pengamatan ini kedelai
berwarna putih pada bagian yang telah tumbuh kapang ,tempe beraroma khas tempe dengan
teksur agak padat. Pada tempe kemasan plastic juga mulai tumbuh kapang , beraroma khas tempe
dan juga memiliki rasa khas tempe serta warna putih karena kapang sudah muncul.

Pada pengamatan hari ke-3 tempe yang dibungkus dengan plastic, tempe memiliki warna
putih khas tempe, beraroma khas tempe segar, dengan tekstur yang keras dan padat, karean pada
hari ke-3 kapang sudah tumbuh secaara sempurna. Dan pula pada pada pengamatan temep yang
dikemas dengan menggunakan bungkus plastic mempunyao teksur keras dan padat, berwarna
putih, memiliki aroma khas tempe segar, dan rasa khas tempe yang maish segar.

Pada pengamatan hari ke-4 sudah mulai terjadi perubahan yang signifikan pada tempe
baik yang dibungkus dengan plastic maupun tempe yang dibungkus menggunakan daun pisang.
Perubahan tempe yang dibungkus dengan daun pisang ,tempe mulai berwarna putih kecoklakan
karena tempe sudah mulai mengalami proses pembusukan. Tempe mulai beraroma tidak sedap
(berbau busuk), tempe juga rasanya berubah menjadi pagit, dengan tekstur yang mulai lembek
dan agak berlendir pada bagian atasnya. Hal yang hampir serupa juga terjadi pada tempe yang
dibungkus dengan plastik. Tempe mulai berubah warna menjadi putih kekuningan, juga mulai
beraroma busuk, serta rasa pahit jika dikonsumsi dengan teksur yang lembek akibat tempe
mengalami proses pembusukan.

Pada pengamatan hari ke-5 tempe yang dibungkus dengan plastic, tempe berwarna
kuning kecoklatan akibat proses pembusukan , tempe beraroma busuk yang menyengat serta rasa
pahit dan teksur sudah lembek. Hal yang sama juga terjadi pada tempe yang dibungkus
menggunakan daun pisang.

Rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi komponen-komponen dalam
tempe selama berlangsungnya proses fermentasi. Rasa khas tempe yang enak adalah tidak kecut.
Rasa kecut yang muncul dikarenakan adanya pencucian kedelai yang kurang bersih, sehingga
mempengaruhi rasa yang dihasilkan.

Kemasan plastik memiliki kelebihan yaitu kuat, ringan, tidak karatan serta dapat diberi
warna, sedangkan kelemahannya adalah molekul kecil yang terkandung dalam plastik yang dapat
melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas. Daun pisang memiliki kelebihan
pembungkus alami yang tidak mengandung bahan kimia, mudah ditemukan, mudah di lipat dan
memberi aroma (Winarno, 1994).
BAB V
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa pembuatan tempe dapat dilakukan dengan cara manual, selama itu
tempe juga memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi bila dikonsumsi oleh masyarakat
umum.Proses pembuatan tempe merupakan roses penanaman mikroba jenis Jamur Rhizopus sp
pada medra kedelai sehingga terjadi fermentasi kedelai oleh ragi. Hasil fermentai menyebabkan
tekstur kedelai menjadi lunak, terurainya protein yang tergantung pada kedelai menjadi lebih
sederhana tempe terbuat dari kedelai dengan bantuan Jamur Rhizopus sp.

Perahan Rhizopus Orizae adalah pengubah protein komplek kacang kedelai yang sukar
dicerna menjadi protein sederhana yang mudah dicerna karena adanya perubahan-perubahan
kimia pada protein, lemak dan karbohidrat selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe akan
dihasilkan antibiotika yang akan mencegah penyakit perut seperti diare.

3.2 Saran

Saran saya adalah pada praktikan dapat melakukan praktikum secara mandiri dirumah
dengan baik supaya praktikan dapat memahami materi. Dan juga pada praktikum ini perlu
diperhatikan tahap-tahap proses pembuatan tempe agar tidak terjadi kegagalan dalam pembuatan
tempe.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, A. (2018). KAJIAN PEMBUATAN TEMPE DAUN PANDAN WANGI (Pandanus
Amaryllifolius Roxb). MAJALAH TEGI, 10(1).

Bambang Sarwono, 2010. Usaha membuat tempe dan oncom. PT niaga swadaya: Yogyakarta
Darajat, Duta Pakerti dkk. 2014. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Influence of Fermentation
Time and Proportion of Dextrin to the Quality of Milk Tempeh Powder. Vol.2 No.1.

Lumowa, Sonja V. T. 2014. Jurnal EduBio Tropika. Pengaruh Perendaman Biji Kedelai
(Glycine Max, L. Merr) Dalam Media Perasan Kulit Nanas (Ananas Comosus (Linn.)
Merrill) Terhadap Kadar Protein Pada Pembuatan Tempe. Vol. 2 No. 2.

Mugendi, J.B.W., E.N.M. Njagi, E.N. Kuria, M.A. Mwasaru, J.G. Mureithi and Z. Apostolides.
2010. Nutritional Quality and Physicochemical Properties of Mucuna Bean (Mucuna
pruriensL.) Protein Isolates. International Food Research Journal. Vol. 17. No. 1: 357–
366.

Mujianto, 2013, Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Proses Produksi Tempe Produk UMKM
di Kabupaten Sidoarjo, Jurnal Reka Agroindustri Media Teknologi dan Manajemen
Agroindustri, I(1)

Nurcahyo, Heru. 2011. Diktat Bioteknologi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Radiati, A. dan Sumarto. 2016. Analisis Sifat Fisik, Sifat Organoleptik, dan Kandungan Gizi
Pada Produk Tempe dari Kacang Non-Kedelai. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol.
5. No. 1:16–22.
LAPORAN SEMENTARA
BAHAN DISKUSI
1. Terdapat dua jenis miroba yang sering digunakan dalam fermentasi tempe. Diskusikan
apa kelemahan dan kelebihan masing-masing mikroba tersebut dalam proses fermentasi
tempe
2. Apa tujuan dari masing-masing tahapan pada pembuatan tempe...?
3. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan tempe...!
JAWABAN :
1. Keuntungan dan kerugian Rhizopus oligosporus :
- Keuntungan Rhizopus oligosporus:
a. Dapat dimanfaatkan dalam pembuatan tempe
- Kekurangan Rhizopus oligosporus :
a. Dapat membusukkan makanan
2. Tujuan dari masing-masing tahapan pada pembuatan tempe :
a. Sortasi biji bertujuan untuk memisahkan biji kedelai yang bagus dan bisa digunakan
dan biji kedelai yang tidak dapat digunakan, dan untuk memperoleh keseragaman.
b. Pencucian biji kedelai bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat maupun
tercampur didalm biji kedelai dan agar kedelai bersih.
c. Perebusan biji kedelai bertujuan untuk melunakkan biji kedelai agar nantinya dapat
menyerap asam pada tahap perendaman.
d. Perendaman biji setelah perebusan bertujuan untuk hidrasi biji kedelai dan
membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi.
e. Pengupasan biji kedelai bertujuan untuk agar miselium fungi dapat menembus biji
kedelai selama proses fermentasi.
f. Perebusan yang kedua bertujuan agar hasil fermentasi menyerap dengan baik.
g. Pendinginan bertujuan untuk mempermudah proses pemberian ragi.
h. Penebaran ragi bertujuan agar kedelai dapat menjadi tempe.
i. Pengemasan bertujuan agar tempe dapat terfermentasi dengan ragi yang telah ditabur
tadi dapat berjalan dengan baik.
j. Inkubasi bertujuan agar tempe dapat jadi seperti yang diinginkan.
3. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan tempe :
1. Suhu
Dalam pembuatan tempe, suhu sangat berpengaruh dalam menetukan tumbuhatau
tidaknya jamur tempe. Dimana suhu yang dibutuhkan jamur tempe untuk tumbuh adalah suhu
ruang yakni antara 27 sampai 34 derajat celcius.
2. Kadar air
Jumlah kadar air yang terkandung dalam bahan baku juga mempengaruhi keberhasilan
dalam pembuatan tempe, jika kandungan air terlalu banyak maka dikhawatirkan jamur yang
tumbuh bukan hanya jamur tempe melainkan juga akan ditumbuhi jamur pembusuk.
3. Jumlah agi yang digunakan
Jumlah ragi yang digunakan jika terlalu sedikit maka tempe yang dihasilkan akan kurang
maksimal dimana antara biji kacang satu dangan yang lainnya tidak menempel dengan
sempurna. Sebaliknya jika ragi yang digunakan terlalu banyak maka akan merusak kualitas
tempe karna jumlah jamur yang tumbuh terlalu banyak dan akan mempercepat proses
pembusukan.

4. Kebersihan alat dan bahan


Alat dan bahan yangkita gunakan harus benar-benar bersih karena jika ada kontaminasi mikroba
lain dalam alat dan bahan kita akan mengganggu proses fermentasi tempe yang sedang
kita buat

Anda mungkin juga menyukai